Kegiatan supervisi pendidikan sangat diperlukan oleh guru, karena bagi guru yang bekerja setiap hari di
sekolah tidak ada pihak lain yang lebih dekat dan mengetahui dari dalam segala kegiatannya, kecuali
Kepala Sekolah. Guru merupakan salah satu faktor penentu rendahnya mutu hasil pendidikan. Dalam
rangka pelaksanaan program supervisi pendidikan maka harus mencakup semua komponen yang terkait
dan mempengaruhi terhadap keberhasilan program supervisi pendidikan. Keberhasilan tersebut dilihat
dari komponen perencanaan, implementasi dan dampak dari program supervisi pendidikan. Kepala
Sekolah dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai supervisor secara efektif, maka
Kepala Sekolah memiliki kompetensi yaitu kemanusiaan, manajerial, dan. teknis. Kesemuanya
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Kata Kunci: Supervisi Pendidikan, Kepala Sekolah, Guru
A. Latar Belakang
Menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang merumuskan tujuan
pendidikan yang ingin dicapai yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang martabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta tanggung jawab.
Untuk mencapai tujuan nasional tersebut perlu adanya peningkatan setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar guru mempunyai peranan yang sangat penting
karena gurulah yang berfungsi secara langsung dalam proses belajar mengajar. Kepala sekolah
menduduki posisi yang strategis di dalam pencapaian keberhasilan suatu sekolah dan berperan sebagai
pemimpin pendidikan, administrator dan supervisor (Udik Budi Wibowo, 1994 : 11). Kepala Sekolah
sebagai pemimpin karena mempunyai tugas untuk memimpin staf (guru-guru, pegawai dan pesuruh)
untuk membina kerjasama yang harmonis staf yang dipimpin serta meningkatkan suasana yang
kondusif.
Kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan mempunyai kewajiban membimbing dan membina guru
atau staf lainnya. Pembinaan dan bimbingan guru akan berpengaruh besar terhadap kelangsungan dan
kelancaran proses belajar mengajar. Tugas kepala sekolah sebagai supervisor tersebut adalah memberi
bimbingan, bantuan dan pengawasan dan penilaian pada masalah-maslah yang berhubungan dengan
tehnis penyelenggara dan pengembangan pendidikan, pengajaran yang berupa perbaikan program
pengajaran dan kegiatan-kegiatan pendidikan pengajaran untuk dapat menciptakan situasi belajar
mengajar yang lebih baik (Hartati Sukirman 1999 : 45).
Peningkatan kualitas pendidikan di sekolah memerlukan pendidikan profesional dan sistematis dalam
mencapai sasarannya. Efektivitas kegiatan kependidikan di suatu sekolah dipengaruhi banyaknya
variabel (baik yang menyangkut aspek personal, operasional, maupun material) yang perlu
mendapatkan pembinaan dan pengembangan secara berkelanjutan. Proses pembinaan dan
pengembangan keseluruhan situasi merupakan kajian supervisi pendidikan.
Kajian yang dilakukan oleh Depdiknas, Bappenas, dan Bank Dunia (1999: 47) menemukan bahwa guru
merupakan kunci penting dalam keberhasilan memperbaiki mutu pendidikan, guru merupakan titik
sentral dalam usaha mereformsi pendidikan, dan mereka menjadi kunci keberhasilan setiap usaha
peningkatan mutu pendidikan. Dalam pembaharuan kurikulum, pengembangan metode-metode
mengajar, peningkatan pelayanan belajar, penyediaan buku teks, hanya akan berarti apabila melibatkan
guru.
Kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah memiliki kewajiban membina kemampuan para guru. Dengan
kata lain kepala sekolah hendaknya dapat melaksanakan supervisi secara efektif. Sementara ini
pelaksanaan supervisi di sekolah seringkali masih bersifat umum. Aspek-aspek yang menjadi perhatian
kurang jelas, sehingga pemberian umpan balik terlalu umum dan kurang mengarah ke aspek yang
dibutuhkan guru. Sementara guru sendiripun kadang kurang memahami manfaat supervisi. Hal ini
disebabkan tidak dilibatkannya guru dalam perencanaan pelaksanaan supervisi. Padahal proses
pelaksanaan supervisi yang melibatkan guru sejak tahap perencanaan memungkinkan guru mengetahui
manfaat supervisi bagi dirinya. Supervisi merupakan pendekatan yang melibatkan guru sejak tahap
perencanaan. Supervisi merupakan jawaban yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang
berhubungan dengan guru pada umumnya.
Kepala sekolah diharapkan memahami dan mampu melaksanakan supervisi karena keterlibatan guru
sangat besar mulai dari tahap perencanaan sampai dengan analisis keberhasilannya. Salah satu usaha
untuk meningkatkan kualitas guru ialah melalui proses pembelajaran dan guru merupakan komponen–
sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan secara terus menerus agar dapat
melaksanakan fungsinya secara profesional (Sahertian, 2000:1). Pelaksanaan supervisi yang diasumsikan
merupakan pelayanan pembinaan guru diharapkan dapat memajukan dan mengembangkan pengajaran
agar guru dapat mengajar dengan baik dan berdampak pada belajar siswa. Supervisi berfungsi
membantu guru dalam mempersiapkan pelajaran dengan mengkoordinasi teori dengan praktik.
Pandangan guru terhadap supervisi cenderung negatif yang mengasumsikan bahwa supervisi
merupakan model pengawasan terhadap guru dengan menekan kebebasan guru untuk menyampaikan
pendapat. Hal ini dapat dipengaruhi sikap supervisor seperti bersikap otoriter, hanya mencari kesalahan
guru. Kasus guru senior cenderung menganggap supervisi merupakan kegiatan yang tidak perlu karena
menganggap bahwa telah memiliki kemampuan dan pengalaman yang lebih. Self evaluation merupakan
salah satu kunci pelayanan supervisi karena dengan self evaluation supervisor dan guru dapat
mengetahui kelebihan dan kelemahan masing-masing sehingga dimungkinkan akan memperbaiki
kekurangan dan meningkatkan kelebihan tersebut secara terus menerus.
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang akan dikaji adalah tentang proses pelaksanaan supervisi
dan Pelatihan oleh kepala sekolah dan teman sejawat, kegunaan supervisi, dan proses pembinaan guru
dalam kegiatan supervisi.
Kajian Teori
D. Proses Supervisi
Proses supervisi merupakan rangkaian yang dilaksanakan ketika supervisi dilaksanakan. Menurut Tim
Pakar Manajemen Pendidikan (2004:53) secara umum proses pelaksanaan supervisi dilaksanakan
melalui tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Perencanaan
Kegiatan perencanaan mengacu pada kegiatan identifikasi permasalahan, yakni mengidentifikasi aspek-
aspek yang perlu disupervisi. Identifikasi dilaksanakan dengan menganalisis kelebihan, kekurangan,
peluang, dan ancaman dari aspek kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru agar supervisi
lebih efektif dan tepat sasaran. Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam perencanaan supervisi
adalah:
a) Mengumpulkan data melalui kunjungan kelas, pertemuan pribadi, rapat staf
b) Mengolah data dengan melakukan koreksi kebenaran terhadap data yang dikumpulkan
c) Mengklasifikasi data sesuai dengan bidang permasalahan
d) Menarik kesimpulan tentang permasalahan sasaran sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
e) Menetapkan teknik yang tepat digunakan untuk memperbaiki atau meningkatkan
profesionalisme guru.
2. Pelaksanaan
Kegiatan pelaksanaan merupakan kegiatan nyata yang dilakukan untuk memperbaiki atau meningkatkan
kemampuan guru. Kegiatan pelaksanaan merupakan kegiatan pemberian bantuan dari supervisor
kepada guru agar pelaksanaan dapat efetif harus sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Tim
Pakar Manajemen Pendidikan (2004:53) berpendapat supervisi tidak berhenti pada selesainya
pemberian bantuan dan terlaksananya teknik supervisi melainkan ada follow up untuk melihat
keberhasilan proses dan hasil pelaksanaan supervisi. Sehingga kegiatan evaluasi perlu dilaksanakan.
3. Evaluasi
Kegiatan evaluasi merupakan kegiatan untuk menelaah keberhasilan proses dan hasil pelaksanaan
supervisi. Evaluasi dilaksanakan secara komprehensif. Sasaran evaluasi supervisi ditujukan kepada
semua orang yang terlibat dalam proses pelaksanaan supervisi. Hasil dari evaluasi supervisi akan
dijadikan pedoman untuk menyusun program perencanan berikutnya. Soetopo dan Soemanto (1984:
84-85) mengemukakan evaluasi berpedoman pada tujuan yang telah ditetapkan dan tujuan supervisi
dirumuskan sesuai dengan corak dan tujuan sekolah.
Banyak ahli supervisi yang mengemukakan tiga langkah supervisi, yaitu pertemuan pendahuluan,
observasi guru yang sedang mengajar, dan pertemuan balikan (Burhanuddin dkk, 2007:36). Di bawah ini
diuraikan tentang tiga langkah tersebut.
1) Tahap Pertemuan Pendahuluan
Supervisi dilaksanakan atas dasar kebutuhan guru, bukan kebutuhan kepala sekolah atau supervisor.
Untuk itu pada tahap pertemuan pendahuluan kepala sekolah (supervisor) membicarakan kemampuan
mengajar yang ingin ditingkatkan oleh guru, ditentukan aspek-aspeknya, kemudian disepakati bersama
oleh guru dan supervisor. Pelaksanaan supervisi pada tahap pendahuluan ini membutuhkan kiat
supervisor dalam menciptakan suasana yang menyenangkan, suasana kekeluargaan, kesejawatan, dan
kehangatan.
Guru tidak merasa takut atau tertekan sehingga guru mau dan berani mengungkapkan permasalahan
dan kebutuhan dalam mengajar di kelas. Kalau guru belum berani mengungkapkan permasalahan
mengajar yang dihadapinya, maka supervisor diharapkan mampu memancing pembicaraan guru dengan
pertanyaan yang baik. Demikian seterusnya sampai terjadi komunikasi yang baik antara supervisor dan
guru. Kalau guru sudah mengungkapkan apa yang ingin dikembangkan atau kemampuan apa yang ingin
ditingkatkan maka disepakati bersama menjadi semacam kontrak antara guru dan supervisor. Kontrak
inilah yang menjadi pusat perhatian dalam tahap observasi kelas dan pertemuan balikan.
Terkait dengan proses pembelajaran, permasalahan yang sering dihadapi guru dalam mengajar
dibedakan menjadi dua, yaitu guru kurang menguasai keterampilan dasar mengajar sehingga proses
belajar siswa di kelas masih belum optimal dan kurangnya kepercayaan dan kesadaran mengenai diri
sendiri dari pihak guru (Burhanuddin dkk, 2007:37). Kedua permasalahan tersebut bisa dijadikan materi
pembicaraan pada tahap pertemuan pendahuluan. Kegiatan di dalam tahap pendahuluan yaitu:
a. Supervisor menciptakan suasana intim dan terbuka,
b. Supervisor mereview rencana pembelajaran yang telah dibuat oleh guru, yang mencakup tujuan
pembelajaran, bahan, kegiatan belajar mengajar, serta alat evaluasinya,
c. Supervisor mereview komponen ketrampilan yang akan dicapai oleh guru dalam kegiatan
belajar mengajar,
d. Supervisor bersama guru memilih dan mengembangkan instrumen observasi yang akan
digunakan,
e. Supervisor dan guru mendiskusikan instrumen tersebut termasuk tentang cara penggunaannya,
serta data yang akan dijaring. Hasilnya berupa kontrak yang disepakati bersama.
2) Tahap Observasi Kelas (Observasi Guru yang sedang Mengajar)
Observasi kelas merupakan langkah kedua dalam tahapan supervisi. Observasi kelas sangat perlu
dilakukan oleh supervisor. Neagley dan Evan dalam Mantja (1998) mengemukakan bahwa observasi dan
kunjungan kelas yang diikuti dengan conference (pre dan post) adalah tulang punggung supervisi. Pada
tahap ini guru megajar di kelas dengan menerapkan komponen-komponen ketrampilan yang telah
disepakati pada pertemuan pendahuluan. Supervisor mengobservasi guru dengan menggunakan
instrumen observasi yang telah disepakati bersama. Disamping itu supervisor juga merekam secara
objektif tingkah laku guru dalam mengajar, tingkah laku siswa dalam belajar, dan interaksi guru-siswa
dalam proses pembelajaran.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan observasi ini yaitu:
a) Catatan observasi harus lengkap, supaya analisisnya tepat,
b) Objek observasi harus terfokus pada aspek ketrampilan tertentu,
c) Selain rekaman observasi, dalam hal tertentu supervisor perlu membuat komentar-komentar
yang letaknya terpisah dengan hasil rekamaan observasi,
d) Kalau ada kata-kata guru yang mengganggu proses belajar mengajar juga perlu dicatat oleh
supervisor,
e) Supervisor hendaknya berusaha agar selama observasi guru tidak gelisah tetapi berpenampilan
secara wajar.
F. Prinsip-Prinsip Supervisi
Pelaksanaan supervisi memperhatikan prinsip-prinsip yang menjadi acuan agar dapat mencapai tujuan.
Djajadisastra (1976) mengemukakan prinsip supervisi adalah prinsip fundamental dan prinsip praktis.
Prinsip fundamental adalah supervisi dipandang sebagai bagian dari keseluruhan proses pendidikan
yang tidak terlepas dari dasar-dasar pendidikan nasional Indonesia yakni Pancasila. Supervisi pendidikan
haruslah menggunakan prinsip-prinsip sila pertama sampai sila kelima Pancasila. Prinsip fundamental ini
haruslah menjiwai kegiatan supervisi. Prinsip praktis adalah kaidah-kaidah yang harus dijadikan
pedoman praktis dalam pelaksanaan supervisi. Prinsip praktis ini dibagi lagi menjadi prinsip positif dan
negatif.
Agar supervisi tersebut dapat dilakukan dengan baik, perlu dipedomani prinsip-prinsip supervisi yaitu
yang harus dipedomani dalam suatu aktivitas supervisi.
Depdikbud (1986) mengemukakan prinsip-prinsip supervisi adalah:
1. Dilakukan sesuai dengan kebutuhan guru,
2. Hubungan antar guru dengan supervisor didasarkan atas kerabat kerja,
3. Supervisor ditunjang sifat keteladanan dan terbuka,
4. Dilakukan secara terus menerus,
5. Dilakukan melalui berbagai wadah yang ada,
6. Diperlancar melalui peningkatan koordinasi dan singkronisasi horizontal dan vertikal baik di
tingkat pusat maupun daerah.
Tahalele (1979) juga mengemukakan bahwa prinsip supervisi digolongkan menjadi prinsip positif dan
negatif. Prinsip positif berisi anjuran untuk memedomani sesuatu yang baik dalam pelaksanaan
supervisi, sementara prinsip negatif berisi anjuran untuk meninggalkan sesuatu yang tidak baik, yang
berakibat terhalangnya pencapaian tujuan pendidikan. Adapun prinsip-prinsip positif supervisi menurut
Tahalele (1979) adalah:
1) Ilmiah, yaitu dilaksanakan secara sistematis, objektif, dan menggunakan instrumen. Sistematis,
maksudnya berurut dari masalah satu ke masalah berikutnya secara runtut. Objektif maksudnya apa
adanya, tidak mencari-cari atau mengarang-ngarang. Menggunakan instrumen, maksudnya, dalam
melaksanakan supervisi pembelajaran harus ada instrumen pengamatan yang dijadikan sebagai
panduan,
2) Kooperatif, artinya terdapat kerja sama yang baik antara supervisor dan guru,
3) Konstruktif, artinya dalam melaksanakan supervisi, hendaknya mengarah kepada perbaikan,
apapun perbaikannya dan seberapun perbaikannya,
4) Realistik, sesuai dengan keadaan, tidak terlalu idealistik,
5) Progresif, artinya dilaksanakannya maju selangkah demi selangkah namun tetap mantap,
6) Inovatif, yang berarti mengikhtiarkan pembaruan dan berusaha menemukan hal-hal baru dalam
supervisi,
7) Menimbulkan perasaan aman bagi guru-guru,
8) Memberikan kesempatan kepada supervisor dan guru untuk mengevaluasi diri mereka sendiri,
dan menemukan jalan pemecahan atas kekurangannya.
Adapun prinsip-prinsip negatif supervisi menurut Tahalele (1979) adalah:
1) Supervisi tidak boleh dilaksanakan dengan otoriter,
2) Supervisi tidak boleh mencari-cari kesalahan guru,
3) Supervisi tidak boleh dilaksanakan berdasarkan tingginya pangkat,
4) Supervisi tidak boleh terlalu cepat mengharapkan hasil,
5) Supervisi tidak boleh dilepaskan dari tujuan pendidikan dan pembelajaran,
6) Supervisi tidak boleh merasa dirinya lebih tahu dibandingkan dengan guru,
7) Supervisi tidak boleh terlalu memperhatikan hal-hal yang terlalu kecil dalam mengajar sehingga
membelokkan maksud supervisor,
8) Supervisor tidak boleh lekas kecewa jika mengalami kegagalan
Keterangan:
Garis horizontal = Derajat komitmen,
Garis vertikal = Derajat abstraksi.
Guru yang memiliki derajat abstraksi rendah dan derajat komitmen tinggi (Kuadran II guru kerjanya tak
berfokus) atau guru yang memiliki derajat abstraksi yang tinggi namun komitmennya rendah (Kuadran III
guru yang pengamat analitik) pendekatan supervisi yang cocok adalah kolaboratif. Supervisor
berkolaborasi dengan guru. Kegiatan supervisor adalah mempresentasikan persepsinya mengenai
sesuatu yang menjadi sasaran supervisi, menanyakan guru mengenai persepsinya terhadap sasaran
supervisi, mendengarkan guru, mengajukan alternatif pemecahan masalah, bernegosiasi dengan guru.
Guru yang memiliki derajat abstraksi rendah dan derajat komitmen rendah (Kuadran I guru yang drop
out) pendekatan supervis yang tepat adalah direktif. Supervisor banyak mengarahkan guru. Kegiatannya
menginformasikan, mengarahkan, menjadi model, menetapkan patokan tingkah laku, dan menilai serta
menggunakan insentif sosial dan material.
Guru yang memiliki derajat abstraksi tinggi dan juga derajat komitmen tinggi (Kuadran IV guru
profesional) pendekatan supervisi yang tepat adalah nondirektif. Yang dilakukan supervisor adalah
mendengarkan, memperhatikan dan mendiskusikan dengan guru, membangkitkan kesadaran sendiri,
bertanya dan mengklarifikasi pengalaman guru. Implementasi kemampuan professional guru mutlak
diperlukan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, khsususnya bidang pendidikan. Kemampuan
professional guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam
mengelola interaksi belajar-mengajar pada tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya
peningkatan mutu pendidikan pada tataran makro.
Upaya peningkatan profesional guru dapat melalui supervisi pengajaran. Pelaksanaan supervisi
pengajaran perlu dilakukan secara sistematis oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah bertujuan
memberikan pembinaan kepada guru-guru agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien.
Pelaksanaan supervisi baik oleh kepala sekolah dan pengawas menggunakan lembar pengamatan yang
berisi aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kinerja guru. Untuk mensupervisi guru
digunakan lembar observasi yang berupa Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG).
Kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan mempunyai kewajiban membimbing dan membina guru
dan staf lainnya. Pembinaan dan bimbingan guru akan berpengaruh besar terhadap kelangsungan dan
kelancaran proses belajar mengajar.
Tugas kepala sekolah sebagai supervisor tersebut adalah memberi bimbingan dan pengawasan dan
penilaian pada masalah-masalah yang berhubungan dengan tehnis penyelenggara dan pengembangan
pendidikan, pengajaran, yang berupa perbaikan program pengajaran dan kegiatan-kegiatan pendidikan
pengajaran untuk dapat menciptakan situasi belajar-mengajar yang baik (Hartati Sukirman, 1999:45).
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin, dkk. 2007. Supervisi Pendidikan dan Pengajaran Konsep, Pendekatan, dan Penerapan
Pembinaan Profesional. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Djajadisastra, J. 1976. Pengantar Administrasi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Hartati Sukirman DKK, 1999, Administrasi dan supervisi pendidikan, FIP IKIP Yogyakarta.
Mulyasa, Dr. E. M.Pd. 2005. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Rosdakarya.
Nawawi, H. 1988. Administrasi Pendidikan. Jakarta: CV. Haji Masagung.
Purwanto, M. N. 2003. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sahertian, P. A. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Pakar Manajemen Pendidikan UM. 2004. Perspektif Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah.
Malang: Universitas Negeri Malang.
Udik Budi Wibowo, Profesionalisme kepala sekolah, FIP IKIP yogyakarta, 1994