Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
IDENTITAS
Umur : 25 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta.
No. CM : 055535
1. ANAMNESIS
Penurunan Kesadaran.
Kurang lebih 30 menit sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas,
saat korban dibonceng dengan kendaraan bermotor, motor yang dinaiki korban menabrak mobil
dari arah yang berlawanan, saat kecelakaan pasien tidak memakai helm, kepala pasien terbentur,
sehingga pasien tidak sadarkan diri selama kurang lebih 15 menit, dalam perjalanan pasien dalam
keadaan penurunan kesadaran, terlihat bingung dan gelisah.
Saat masuk rumah sakit, pasien masih dalam keadaan penurunan kesadaran, saat ditanya pasien
masih dalam keadaan bingung dalam menjawab pertanyaan yang diajukan. Pasien mengeluhkan
nyeri kepala seperti tertimpa beban yang berat pada daerah oksipital belakang kepala kiri yang
dapat menyebar ke seluruh daerah kepala, badan terasa lemah dan letih, mual (+), muntah (+)
lebih dari 3x/hari pasien merasa muntah dapat dirasakan setelah makan dan dapat berkurang bila
istirahat, muntah berupa makanan yang diisikan ke perut pasien. Kejang (-), nyeri anggota gerak
atas dan bawah kanan. Keluhan tersebut tidak disertai mual, muntah, sesak, nyeri dada, nyeri
perut, nyeri anggota gerak, kejang, keluarnya cairan darah dari hidung-mulut-telinga, gangguan
pendengaran, pandangan dobel, bicara pelo, mulut perot, kelemahan, kesemutan maupun tebal –
tebal anggota gerak dan keluhan bab dan bak lancer.
Saat dilakukan anamnesis di bangsal, Pasien sebelumnya sudah dirawat 6 hari di bangsal, dengan
keluhan demam(-), mual (+), muntah (+), pusing (+), yang semakin hari keadaannya semakin
baik, pasien masih mengeluhkan hilang ingatan akan peristiwa sebelum terjadinya kecelakaan,
pasien masih dalam keadaan penurunan kesadaran, yaitu nilai GCS < 15, sampai dilakukan
anamnesis ulang di bangsal sampai tanggal 2 april . Keluhan bab dan bak lancer.
Anamnesis Sistem:
Resume Anamnesa :
Seorang Perempuan usia 25 tahun dengan riwayat kecelakaan lalu lintas, kepala kiri terbentur,
pingsan + 15 menit, tidak ingat saat kejadian berlangsung, pusing tertimpa beban yang berat(+),
mual-muntah (+), nyeri kepala (+), badan letih-lemas (+), nyeri leher (+), kejang (-), demam (-),
nyeri anggota gerak (-), kelemahan anggota gerak (-), pelo (-), perot (-), keluar darah
dari hidung-mulut-telinga(-), kesemutan (-) dan bab dan bak lancer.
DISKUSI I
Dari anamnesa tersebut didapatkan seorang pasien perempuan usia 25 tahun mengalami keluhan
pusing berputar, nyeri kepala yang dapat menjalar sampai leher, mual, muntah dan badan terasa
letih dan lemas. Beberapa kumpulan gejala yang dialami pasien merupakan suatu sindroma pasca
trauma yang terjadi akibat trauma kepala yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas yang dialami
pasien. Cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala secara langsung ataupun tidak
langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi
psikososial baik temporer maupun permanen (Perdossi, 2006). Cedera kepala dapat
menyebabkan cedera pada kulit kepala, tulang tengkorak, dan jaringan otak, oleh karenanya
dinamakan juga cedera kranioserebral yang masuk dalam lingkup neurotraumatologi yang
menitikberatkan cedera terhadap jaringan otak, selaput otak, dan pembuluh darah otak. Kita
dapat membedakan kasus yang termasuk dalam cedera kepala adalah menurut strubb, ada 2
pandangan yang termasuk dalam cedera kepala
1. Adanya cedera pada otak berupa akselerasi-deselerasi pada rongga otak, yaitu berupa
terjadinya benturan.
2. Serta terjadinya gangguan fungsi syaraf yang dapat terjadi dalam berbagai bentuk, namun
biasanya penurunan kesadaran merupakan gambaran utama.
Pda pasien ini diambil diagnosis sementara berupa cedera kepala sedang, di karenakan oleh, pada
pasien tersebut, penilaian GCS, masih benilai 13-15 , dan pasien tidak sadarkan diri > 10 menit
– 6 jam. Untuk penentuan diagnosis secara pasti, dapat dilihat dari hasil pemeriksaan ct scan
untuk melihat adanya hematom edema sereblar.
. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang
batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens
retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan karena itu,
kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung.
Pada kasus ini terjadinya benturan pada pasien serta terjadinya penurunan kesadaran, sehingga
termasuk dalam cedera kepala.
. Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat
dalam batang otak. Sehingga terjadi keluhan pusing pada pasien, dapat disebabkan mekanisme
terjadinya penekanan pada otak.
Ketidakmampuan untuk mengingat sebagian atau seluruh pengalaman masa lalu. Amnesia dapat
disebabkan oleh gangguan organik di otak, misalnya; pada kontusio serebri. Namun dapat juga
disebabkan faktor psikologis misalnya pada gangguan stres pasca trauma individu dapat
kehilangan memori dari peristiwa yang sangat traumatis
. Posttraumatic amnesia dapat dibagi dalam 2 tipe. Tipe yang pertama adalah retrograde, yang
didefinisikan oleh Cartlidge dan Shaw, sebagai hilangnya kemampuan secara total atau parsial
untuk mengingat kejadian yang telah terjadi dalam jangka waktu sesaat sebelum trauma kapitis.
Lamanya amnesia retrograde biasanya akan menurun secara progresif. Tipe yang kedua dari
PTA adalah amnesia anterograde, suatu defisit dalam membentuk memori baru setelah
kecelakaan, yang menyebabkan penurunan atensi dan persepsi yang tidak akurat. Memori
anterograde merupakan fungsi terakhir yang paling sering kembali setelah sembuh dari
hilangnya kesadaran. Pada kasus ini, terdapat amnesia retrograd, yang tidak dapat mengingat
kejadian sebelum terjadinya kecelakaan. Selanjutnya akan dibahas, definisi mengenai perjalanan
klinis dari taruma kepala.
BAB II
Landasan Teori
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak
langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik,
kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent.1
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala,
bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan
fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
1. Berdasarkan mekanisme
2. Cedera kepala tumpul, dapat disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor,
2. Cedera kepala tembus (penetrasi), disebabkan luka tembak atau pukulan benda
tumpul.
1. Berdasarkan beratnya
2. Ringan (GCS 14-15)
3. Sedang (GCS 9-13)
4. Berat (GCS 3-8)
5. Berdasarkan morfologi
6. Fraktura tengkorak
7. Kalvaria
8. Linear atau stelata
9. Depressed atau nondepressed
10. Terbuka atau tertutup
11. Dasar tengkorak
12. Dengan atau tanpa kebocoran CNS
13. Dengan atau tanpa paresis N VII
3 Lesi intrakranial
a Fokal
1. Epidural
2. Subdural
3. Intraserebral
4. Difusa
5. Komosio ringan
6. Komosio klasik
7. Cedera aksonal difusa
Klasifikasi cedera kepala dapat dilakukan dengan berbagai cara pembagian, namun yang sering
digunakan adalah berdasarkan keadaan klinis dan patologis (primer atau sekunder seperti
dijelaskan di atas). Untuk klasifikasi berdasarkan keadaan klinis didasarkan pada kesadaran
pasien yang dalam hal ini menggunakan Glasgow coma scale (GCS) sebagai patokannya.
Terdapat tiga kategori yaitu CKR (GCS: 14-15), CKS (GCS: 9-13), dan CKB (GCS ≤ 8)
(Greenberg, 2001). Adapun pembagian cedera kepala menurut Perdossi (2006) adalah sebagai
berikut:
GCS = 13-15
Kehilangan kesadaran antara >10 menit sampai
6 jam
GCS = 9-12
Kehilangan kesadaran lebih dari 6 jam
GCS = 3-8
Adapun bila didapat penurunan kesadaran lebih dari 24 jam disertai defisit neurologis dan
abnormalitas CT Scan berupa perdarahan intrakranial, penderita dimasukkan klasifikasi cedera
kepala berat (Perdossi, 2006)
Tujuan klasifikasi tersebut adalah untuk pedoman triase di gawat darurat. Adapun bila didapat
abnormalitas CT Scan berupa perdarahan intrakranial, penderita dimasukkan klasifikasi cedera
kepala berat (Perdossi, 2006).
Patofisiologi :
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera
sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda
paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses
akselarasi-deselarasi gerakan kepala.5 Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa
coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang
tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat
benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup.1 Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala
bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara
tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak
bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa
otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan
(contrecoup).6
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul
sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan
neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.6
Lebih lanjut keadaa Trauma kepala menimbulkan edema serebri dan peningkatan tekanan
intrakranial yang ditandai adanya penurunan kesadaran, muntah proyektil, papilla edema, dan
nyeri kepala. Masalah utama yang sering terjadi pada cedera kepala adalah adanya perdarahan,
edema serebri, dan peningkatan tekanan intrakranial.
1. Perdarahan serebral
Cedera kepala dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah otak yang menimbulkan
perdarahan serebral. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematoma seperti pada epidural
hematoma yaitu berkumpulnya darah di antara lapisan periosteum tengkorak dengan duramater
akibat pecahnya pembuluh darah yang paling sering adalah arteri media meningial. Subdural
hematoma adalah berkumpulnya darah di ruang antara duramater dengan subarahnoid.
Sementara intracereberal hematoma adalah berkumpulnya darah pada jaringan serebral (Black &
Hawks, 2009). Perdarahan serebral pada jumlah yang relatif sedikit akan dapat diabsorpsi, akan
tetapi apabila perdarahan lebih dari 50 cc akan sulit diabsorpsi dan menyebabkan gangguan
perfusi jaringan otak.
2. Edema Serebri
Edema merupakan keadaan abnormal saat terjadi penimbunan cairan dalam ruang intraseluler,
ekstraseluler atau keduanya. Edema dapat terjadi pada 2 sampai 4 hari setelah trauma kepala.
Edema serebral merupakan keadaan yang serius karena dapat menimbulkan peningkatan tekanan
intrakranial dan perfusi jaringan serebral yang kemudian dapat berkembang menjadi herniasi dan
infark serebral. Ada 3 tipe edema serebral, yaitu: edema vasogenik, sitogenik dan interstisial.
Edema vasogenik merupakan edema serebral yang terjadi karena adanya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah sehingga plasma dapat dengan mudah keluar ke ekstravaskuler.
Edema sitogenik yaitu adanya peningkatan cairan yang terjadi pada sel saraf, sel glia dan
endotel. Edema ini terjadi karena kegagalan pompa sodium-potasium, natrium-kalium yang
biasanya terjadi bersamaan dengan episode hipoksia dan anoksia. Sedangkan edema interstitial
terjadi saat cairan banyak terdapat pada periventrikular yang terjadi akibat peningkatan tekanan
yang besar sehingga tekanan cairan yang ada jaringan ependimal akan masuk ke periventrikuler
white matter (Hickey, 2003).
Tekanan intrakranial (TIK) adalah tekanan yang terjadi dalam ruang atau rongga tengkorak.
Rongga otak merupakan ruang tertutup yang terdiri atas darah dan pembuluh darah, cairan
cerebrospinalis, dan jaringan otak dengan komposisi volume yang relatif konstan. Jika terjadi
peningkatan salah satu atau lebih dari komponen tersebut, maka secara fisiologis akan terjadi
proses kompensasi agar volume otak tetap konstan (Brunner & Suddarth’s, 2004; Little, 2008).
Pasien dengan cedera kepala dapat mengalami edema serebri atau perdarahan cerebral. Hal ini
berarti akan terjadi penambahan volume otak yang apabila melebihi ambang kompensasi, maka
akan menimbulkan desakan atau herniasi dan gangguan perfusi jaringan serebral. Keadaan
herniasi serebral merupakan kondisi yang mengancam kehidupan karena dapat menekan organ-
organ vital otak, seperti batang otak yang mengatur kesadaran, pengaturan pernapasan maupun
kardiovaskuler (Amminoff et al, 2005).
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior. Gejala yang
timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii. Komplikasi :
Gangguan pendengaran
Parese N.VII perifer
Meningitis purulenta akibat robeknya duramater
Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus
disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan operatif bila
adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.
a b c
Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei primer dan
survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antaralain
airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan
resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala beratsurvei primer
sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah
homeostasis otak.
3 Indikasi untuk tindakan operatif pada kasus cedera kepala ditentukan oleh kondisi
1. volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial atau lebih
2. kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis, serta gejala dan
3. terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat
4. pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm
5. terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg.
6. terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang CT scan
7. terjadi gejala akan terjadi herniasi otak
8. terjadi kompresi / obliterasi sisterna basalis
Diagnosis Sementara
Status Generalis
N : 91x/mnt
Tanda Vital :
RR : 20x/mnt
S : 36,5
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
diameter 3/3 mm, reflek cahaya +/+, reflek kornea +/+,
Kepala : hematoma di oksipital sinistra dengan ukuran 3×3 cm, vulnus
ekskoriatum di jari telunjuk kanan serta daerah decubitus
kanan.
Limfonodi tak membesar, Kaku kuduk (-), Meningeal sign (-
Leher :
)
Paru: sonor, vesikuler diseluruh lap. paru, suara tambahan (-)
Dada :
Jantung: Konfigurasi kesan dalam batas normal, SI-II
tunggal, bising (-)
Abdomen : Supel, tympani, hepar dan lien tak teraba
Edema (-), atrofi otot (-), vulnus ekskoriatum di jari telunjuk
Ekstremitas :
dan kelingking tangan kanan.
Status Psikiatrik:
Status Neurologis:
T T Sdn Sdn + +
RP – – Tr=Eu Eu Tn=N N
– – Eu Eu N N
Sensibilita
: Dbn
S
Dbn
Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit 15 (4-10)
MCV 82 (82-92)
Fungsi
:
Vegetatif MCH 27,3 ( 27-45)
SGPT : 21 ( 0-35)
LDL-Cholestrol: 137↓
Trigliserid : 38 ( 70-140) ↓
Tidak terlihat fraktur, kompresi, maupun listesis pada corpus vertebralis cervicalis.
Ct-scan kepala, tanpa kontras: ( 28 Maret 2014 )
Sulkus kortikalis dan fissure lateralis sylvii kanan-kiri tampak lebih baik.
Tampak Subangial hematom pada regio occipital midline sampai ke sisi kiri.
Kesan:
Subangial hematoma dan garis fraktur pada os occipital midline sampai ke kiri.
Pada kasus di atas termasuk dalam cedera kepala berat, karena ditemukan adanya
fraktur tengkorak pada daerah midline occipital kiri, Intracereblar hemorrage di
lobus frontal kanan-kiri dan pariental kanan. Yang termasuk dalam cedera kepala
berat, terdapat perdarahan hematom. Pada kasus ditemukannya fraktur tengkorak
dapat memperbesar terjadinya perdarahan intrakranial yaitu 400 kali pada orang
yang tidak mengalami penurunan kesadaran serta 20 kali pada pasein yang
mengalami penurunan kesadaran. Pada kasus ini fraktur yang terjadi baru pada
daerah kalvaria, sehingga hanya terdapat midline belum ditemukan terjadinya
tanda –tanda fraktur basis cranii, yaitu berupa otorrhea atau rhinorrhea. Terjadinya
perdarahan intrakranial, berupa lesi fokal atau lesi difus pada otak, yang biasanya
terjadinya bersama-sama, perdarahan intrasereblar merupakan pecahnya pembuluh
darah yang disebabkan adanya laserasi atau kontusio sehingga apabila terjadinya
bisa pada daerah yang terkena benturan atau daerah sebrang benturan, Defisit
neurologis yang terjadi dapat berbeda-beda tergantung lokasi dan luasnya perdaran
yang terjadi. Adanya Hematom sereblar intrakarnial pada bagian frontal dan
parietal, menguatkan diagnosis akhir menjadi cedera kepala berat.
DIAGNOSIS AKHIR
Penatalaksanaan:
7. Asam Traknesid
Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui peningkatan sintesis
phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak melalui
potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga menunjukkan kemampuan
untuk meningkatkan kemampuan kognitif, Citicoline diharapkan mampu
membantu rehabilitasi memori pada pasien dengan luka pada kepala dengan cara
membantu dalam pemulihan darah ke otak. Studi klinis menunjukkan peningkatan
kemampuan kognitif dan motorik yang lebih baik pada pasien yang terluka di
kepala dan mendapatkan citicoline. Citicoline juga meningkatkan pemulihan
ingatan pada pasien yang mengalami gegar otak.
Metilkobalamin adalah bentuk aktif Vit B12, siap digunakan tubuh dalam reaksi
metilasi homosistein membentuk metionin.Reaksi metilasi berperan pada
pembentukan DNA, protein yang penting untuk saraf, pembentukan mielin dan
transpor aksonal. Metilkobalamin berperan pada regenerasi saraf yang mengalami
kerusakan, misalnya pada, nyeri neuropatik, neuralgia nervus kranialis, peripheral
nerve injury, vertigo dan tinitus dengan mengurangi ectopic discharge.
MANNITOL
Efektif mengontrol peninggian tekanan intrakranial pada cedera kepala berat
dengan dosis 0,25-1 g/kg BB. Indikasi adalah herniasi transtentorial dan
perburukan neurologis yang bukan disebabkan kelainan ekstrakranial. Cegah
hipovolemik dengan penggantian cairan. Osmolalitas serum harus dibawah 320
mOsm/l agar tidak terjadi gagal ginjal. Euvolemia dipertahankan dengan
penggantian cairan adekuat. Kateter foley sangat penting. Bolus intermitten lebih
efektif dibanding infus Mannitol penting pada pasien cedera kepala, terutama fase
akut bila diduga atau nyata ada peninggian tekanan intrakranial.
PROGNOSIS
Death : ad bonam
Disease : ad bonam
Disability : ad bonam
Discomfort : ad bonam
Dissatisfaction : ad bonam
Distitution : ad bonam
· Inj.Citicolin 2x
500 mg
· Inj.Piracetam
2×3 gram
· Inj. Ranitidin
1×1 ampul
· Inj
Metilcobalamin
1x1gram
· Inj.
Metilprednisolon
· Asam
Traknesid
1/04/
02/04/1 03/04/1 04/03/1 05/04/1 06/04/201 07/04/01
Tanda Vital
4 4 4 4 4 4
14
120/ 120/ 120/
130/9
TD 120/80 120/80 130/80
0
80 80 80
N 82 81 80 84 80 84 79
R 21 20 26 24 23 20 22
S 37 36,1 36 36,5 36,3 36,5 35,5
S
Penurunan
+ + + – – – –
Kesadaran
Muntah + + + + – – –
Nyeri kepala 4 5 4 3 3 2 1
O
GCS 13 14 14 15 15 15 15
Refleks
+/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+
Cahaya
Refleks
+/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+
Kornea
A Cedera Kepala Berat
CKB CKb 7 CKB 8 CKb 9 CKB 10 CKB 11 CKB 12 CKB13
P
· Inf RL 20
tpm
· Inj.Ranitidi
n 1×1 ampul
· Inj Citicolin
2x 500 mg
· Inj.
Ranitidin 1×1
Ampul
· Inj
Piracetam 2×3
gram
· Inj Manitol
4x 125 cc
Daftar Pustaka: