Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Multiple sclerosis (MS) adalah suatu penyakitdimana syaraf-syaraf dari sistim syaraf
pusat (otakdan sumsum tulang belakang atau spinal cord) memburuk atau degenerasi.
Myelin, yang menyediakan suatu penutup atau isolasi untuk syaraf-syaraf, memperbaiki
pengantaran (konduksi) dari impuls-impuls sepanjang syaraf-syaraf dan juga adalah penting
untuk memelihara kesehatan dari syaraf-syaraf. Pada multiple sclerosis, peradangan
menyebabkan myelin akhirnya menghilang. Sebagai konsekwensinya, impuls-impuls listrik
yang berjalan sepanjang syaraf-syaraf memperlambat, yaitu menjadi lebih perlahan. Sebagai
tambahan, syaraf-syaraf sendiri menjadi rusak. Ketika semakin banyak syaraf-syaraf yang
terpengaruh, seorang pasien mengalami suatu gangguan yang progresif pada fungsi-fungsi
yang dikontrol oleh sistim syaraf seperti penglihatan, kemampuan berbicara, berjalan,
menulis, dan ingatan.

Kira-kira 350,000 orang-orang di Amerika mempunyai multiple sclerosis. Biasanya,


seorang pasien didiagnosis dengan multiple sclerosis berumur antara 20 dan 50 tahunWanita
lebih rentan terjangkit MS daripada pria, MS 50% lebih sering terjadi pada wanita daripada
pria (3 berbanding 2). MS adalah penyakit orang dewasa muda; rata-rata usia terjadinya
serangan adalah 22-39 tahun, tetapi jangkauan serangan sebenarnya sangat luas hingga
mencapai kira-kira 10-59 tahun.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari multiple sklerosis ?
2. Apa etiologi dari multiple sklerosis?
3. Apa klasifkasi dari multiple sklerosis?
4. Bagaimana patofisiologi dari multiple sklerosis ?
5. Apa manifestasi klinis dari multiple sklerosis?
6. Apa pemeriksaan diagnostic untuk multiple sklerosis ?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari multiple sklerosis?
8. Apa komplikasi dari multiple sklerosis?

1
1.3 Tujuan
1 Untuk mengetahui definisi dari multiple sklerosis
2 Untuk mengetahui etiologi dari multiple sklerosis
3 Untuk mengetahui klasifkasi dari multiple sklerosis
4 Untuk mengetahui patofisiologi dari multiple sklerosis
5 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari multiple sklerosis
6 Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic untuk multiple sklerosis
7 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari multiple sklerosis
8 Untuk mengetahui komplikasi dari multiple sklerosis

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Multipel sklerosis yang dulu disebut juga sklerosis diseminasi adalah penyakit
degeneratif, bersifat kronis dan progresif yang merusak myelin pada sususan saraf pusat
(Hickey, 2008)
Multiple sclerosis (MS) merupakan keadaan kronis, penyakit degeneratif
dikarakteristikkan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medulla spinalis.
Demielinasi menunjukkan kerusakan myelin yaklni adanya material lunak dan protein
disekitar serabut-serabut saraf otak. Myelin adah Substansi putih yang menutupi serabut saraf
yang berperan dalam konduksi saraf normal (konduksi salutatory).
MS merupakan salah satu gangguan neurologik dimana onset terjadinya multipel
sklerosis rata-rata terjadi di usia 20 dan 40 tahun. Multipel sklerosis umumnya terjadi pada
usia dewasa muda dan sekitar 20% mengalami onset awal di usia 40 dan 50 tahun. Penyakit
ini lebih sering terjadi wanita dari pada pria. sklerosis multipel berasal dari banyaknya
daerah jaringan parut (sklerosis) yang mewakili berbagai bercak demielinasi dalam sistem
saraf. Pertanda neurologis yang mungkin dan gejala dari sklerosis multipel sangat beragam
sehingga penyakit ini tidak terdiagnosis ketika gejala pertamanya muncul.

2.2 Etiologi
Penyebab terjadi multipel sklerosis masih belum diketahui secara pasti. Namun, para
ilmuwan memperkirakan bahwa terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya multipel
sklerosis. Penyebab MS belum diketahui secara pasti namun ada dugaan berkaitan dengan
virus dan mekanisme autoimun (Clark, 1991).
Kerusakan myelin pada MS mungkin terjadi akibat respon abnormal dari sistem
kekebalan tubuh, yang seharusnya melindungi tubuh dari serangan organisme berbahaya
(bakteri dan virus).
- Gangguan autoimun (kemungkinan dirangsang / infeksi virus)
- Genetik
- Kelainan pada unsur pokok lipid mielin
- Racun yang beredar dalam CSS
- Infeksi virus pada SSP

3
Ada beberapa Faktor-faktor pemicu dan yang dapat memperburuk (eksaserbasi ) multipel
sklerosis yaitu :
- Kehamilan
- Infeksi yang disertai demam
- Stress emosional
- Cedera

2.3 Klasifikasi
Menurut Basic Neurologi (Mc. Graw Hill,2000),ada beberapa kategori
sklerosis multipel berdasarkan progresivitasnya adalah :
1. Relapsing Remitting sklerosis multipel
Ini adalah jenis MS yang klasik yang sering kali timbul pada akhir usia belasan atau dua
puluhan tahun diawali dengan suatu erangan hebat yang kemudian diikuti dengan
kesembuhan semu.Yang dimaksud dengan kesembuhan semu adalah setelah serangan hebat
penderita terlihat pulih.Namun sebenarnya,tingkat kepulihan itu tidak lagi sama dengan
tingkat kepulihan sebelum terkena serangan.sebenarnya kondisinya adalah sedikit demi
sedikit semakin memburuk.jika sebelum terkena serangan hebat pertama penderita memiliki
kemampuan motorik dan sensorik, Hampir 70% penderita sklerosis multipel pada awalnya
mengalami kondisi ini, setelah beberapa kali mengalami serangan hebat, jenis sklerosis
multipel ini akan berubah menjadi Secondary Progressiv sklerosis multipel
2. Primary Progresssiv MS
Pada jenis ini kondisi penderita terus memburuk ada saat – saat penderita
tidak mengalami penurunan kondisi, namun jenis sklerosis multipel ini tidak mengenal
istilah kesembuhan semu. Tingkat progresivitanya beragam pada tingakatan yang paling
parah, penderita sklerosis multipel jenis ini biasa berakhir dengan kematian.
3. Secondary Progressiv sklerosis multipel
Ini adalah kondisi lanjut dari Relapsing Remitting sklerosis multipel. Pada jenis ini
kondisi penderita menjadi serupa pada kondisi penderita Primary Progresssiv sklerosis
multipel.
4. Benign sklerosis multipel
Sekitar 20% penderita sklerosis multipel jinak ini. Pada jenis sklerosis multipel ini
penderita mampu menjalani kehidupan seperti orang sehat tanpa begantung pada siapapun.
Serangan – serangan yang diderita pun umumnya tidak pernah berat sehingga para penderita
sering tidak menyadari bahwa dirinya menderita sklerosis multipel.

4
2.4 Patofisiologi
Neuron atau sel saraf memiliki sebuah badan sel. Terdapat dua macam serabut saraf yang
keluar dari badan sel yaitu dendrit dan akson. Dendrit berfungsi mengirimkan impuls ke
badan sel saraf sedangkan akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan
yang lain. Akson ditutupi oleh lapisan lemak yang disebut lapisan myelin. Myelin merupakan
kumpulan sel Schwan yang berfungsi melindungi akson dan memberikan nutrisi. Sel Schwan
adalah sel glia yang membentuk selubung lemak. Myelin menfasilitasi dalam konduksi saraf.
Pada kasus multipel sklerosis pemicu terjadinya kerusakan myelin belum diketahui secara
pasti. Namun suatu teori menyatakan bahwa adanya serangan reaksi autoimun yang
disebabkan oleh infeksi virus dan toksin lingkungan serta dipengaruhi oleh faktor genetik
individu. Respon imun memicu kerusakan selaput myelin yang menyelimuti saraf pusat.
Proses yang disebut demyelinasi ini disertai dengan edema dan inflamasi. Adanya inflamasi
kronis dan terbentuknya jaringan parut menyebabkan konduksi impuls saraf menjadi
terganggu atau menjadi lambat. Antibodi myelin protein spesifik ditemukan di serum dan
cairan serebrospinal pada pasien yang menderita multipel sklerosis. Sel T limfosit merusak
myelin juga dilibatkan dalam proses autoimun untuk merusak myelin dan terjadi inflamasi.
Remyelinasi sel saraf dapat terjadi tapi prosesnya lambat dan dapat terjadi perbaikan
sehingga gejala yang terjadi dapat berkurang.

2.5 Manifestasi Klinis


Sindrom klinis pada MS secara klasik ditemukan adanya gangguan yang bersifat relaps
dan remisi yang mengenai traktus-traktus sistem saraf dengan onset pada usia muda , dengan
variasi gambaran klinis yang ditemukan sering beragam, variasi ini termasuk dalam hal onset
usia,manifestasi awal, frekuensi, berat ringannya penyakit dan gejala sisa relaps, tingkat
progresifitas dan banyaknya gejala neurology yang timbul.
Variasi gambaran klinis ini menggambarkan banyaknya atau luasnya daerah system saraf
yang rusak (MS plak). Secara umum seorang dokter mencurigai suatu kasus MS bila
ditemukan gejala :
- Pasien mendapat 2 serangan dari gangguan neurologi (tiap serangan lebih dari 24 jam
dan berlangsung lebih dari 1 bulan, atau
- Perkembangan gejala yang progresif secara perlahan selama periode paling sedikit 6
bulan
Multiple sclerosis memiliki kondisi yang sangat variabel dan gejala-gejalanya
bergantung pada area sistem syaraf pusat yang terserang. Tidak ada pola khusus pada MS dan

5
setiap penderita MS memiliki kekhasan gejalanya sendiri-sendiri, yang bentuknya dari waktu
ke waktu bervariasi dan tingkat keparahan serta jangka waktunya pun dapat berubah, dan
semua variasi dan perubahan itu dapat terjadi bahkan pada penderita yang sama. Gejala-
gejala umum tersebut adalah:
1. Gangguan Sensorik
Gangguan sensorik merupakan gejala awal yang paling sering ditemukan pada MS (21-55%) dan
berkembang/timbul hampir pada semua pasien MS. Biasanya pasien sering datang dengan keluhan
rasa baal atau kesemutan dimulai pada satu kaki yang merambat keatas (ascending) pada satu sisi
kemudian kesisi yang lain (kontra sisi).
- Penglihatan kabur
- Penglihatan membayang (diplopia)
- Neuritis optikal
- Pergerakan mata yang tak terkontrol
- kebutaan (sangat jarang terjadi)
- Hipestesi (baal), parestesi (kesemutan), disestesi (rasa terbakar). Hipestesi merupakan gejala
yang tersering muncul. Gangguan ini dapat timbul disemua daerah distribusi, satu atau lebih
dari satu anggota gerak,wajah atau badan (trunkal).
2. Gangguan Motorik
Gejala awal motorik ditemukan pada 32-41% kasus MS dan lebih dari 60% kasus MS mempunyai
gejala motorik.Gangguan motorik terjadi akibat terlibatnya traktus piramidalis yang menyebabkan
kelemahan,spastisitas, gangguan gerakan tangkas, dan hiperfleksi. Gangguan ini dapat timbul akut
atau kronik progresif dengan kelemahan satu atau lebih anggota gerak, kelemahan otot wajah,
kekakuan tungkai yang dapat menyebabkan gangguan dalam berjalan dan keseimbangan atau terjadi
suatu spastisitas. Latihan atau panas biasanya menyebabkan gejala memburuk.
- hilang keseimbangan tubuh
- Gemetar (tremor)
- ketidakstabilan kemampuan berjalan (ataksia)
- kekakuan anggota tubuh
- gangguan koordinasi
- perasaan lemah: pada kasus tertentu hal ini dapat mempengaruhi kaki dan
kemampuan berjalan
- kekakuan otot yang dapat mempengaruhi mobilitas dan cara berjalan
3. Gangguan indra perasa
- perasaan geli di beberapa bagian tubuh
- perasaan seperti di tusuk-tusuk jarum

6
- kebas (paraesthesia)
- perasaan seperti terbakar
o nyeri dapat menyertai penyakit MS, contohnya, nyeri di wajah (seperti trigeminal
neuralgia), dan nyeri otot
4. Gangguan kemampuan berbicara
- perlambatan cara berbicara
- berbicara seperti menggumam
- perubahan ritme berbicara
- sulit menelan (dysphagia)
5. Gangguan berkemih dan BAB
Gangguan berkemih merupakan salah satu gejala MS yang sering ditemukan.Pada saat
awal terjadi “urgency dan frekuensi” kemudian terjadi inkontinensia urin. Konstipasi lebih
sering ditemukan (39-53%) dibandingkan inkontinensia alvi. Hal diatas merupakan masalah
yang serius bagi penderita MS karena dapat menyebabkan infeksi pada saluran kemih.
- Gangguan kandung kemih meliputi: sering buang air kecil, tidak dapat buang air kecil
secara tuntas atau tidak bisa menahan air kecil.
- Gangguan usus meliputi: konstipasi/sembelit, dan kadang-kadang diare.
6. Gangguan Seksual
Gangguan seksual terjadi pada lebih dari 70% pasien MS. Disfungsi seksual merupakan
gabungan dari berbagai masalah yang timbul baik masalah motorik dan sensorik maupun
masalah psikologis penderita.
- impoten
- Berkurangnya kemampuan seksual
- kehilangan gairah
7. Gangguan Kognitif dan Emosi
Masalah kognitif seperti kesulitan berkonsentrasi,gangguan memori, dan gangguan
mental terdapat pada 40-70 % pasien MS. Banyak penderita MS meninggalkan pekerjaannya
akibat masalah diatas. Pada ± 10% kasus, disfungsi mental berat dan demensia dapat tejadi.
Gangguan ini mungkin berhubungan dengan depresi yang dilaporkan ditemukan pada 25-
50% kasus MS.
Ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa depresi pada MS bukan karena masalah
psikologi,umur atau lamanya menderita penyakit tetapi dipengaruhi oleh jumlah lesi yang
ditemukan pada gambaran MRI (Swirsky-Sacchetti T et al 1992). Atrofi otak, pembesaran
ventrikel dan menipisnya korpus kalosum juga penyebab gejala gangguan kognitif diatas.

7
8. Gangguan Nervus Cranialis
- Gangguan Penciuman : Gangguan penciuman sering ditemukan terjadi pada kasus MS.
- Gangguan Penglihatan :
Neuritis Optika (ON) adalah gangguan penglihatan yang paling sering terjadi 14-23% kasus dan
50% ,biasanya muncul secara akut atau subakut dan unilateral dengan diikuti rasa nyeri pada mata
terutama dengan adanya gerakan bola mata. Neuritis Optika bilateral sangat jarang terjadi, bila
ditemukan biasanya asimetris dan lebih berat pada satu mata. Neuritis optika bilateral biasanya terjadi
pada anak dan ras Asia.
- Gangguan Gerakan Bola Mata
Gangguan gerakan bola mata sering terjadi pada pasien MS biasanya berhubungan dengan
gangguan saraf penggerak bola mata, Nervus cranial VI,III dan jarang pada nervus VI. Nistagmus
adalah gejala yang paling sering muncul (Dell’Osso,Daroff,Troost,1990) berupa “jelly like
nystagmus”berupa gerakan cepat dengan amplitudo kecil, pendular. Internuklear ophtalmoplegia
(INO) juga sering ditemukan, dan bila ditemukan bilateral biasanya didapatkan juga adanya nistagmus
vertical dan upward gaze.
- Gangguan Nervus Kranial lain.
Gangguan sensasi pada wajah ,subjektif maupun objektif sering ditemukan. Ditemukannya
trigeminal neuralgia pada dewasa muda mungkin merupakan gejala awal dari MS. Hemifasial
spasme,paresis wajah tanpa adanya gangguan pengecap dapat ditemukan.Vertigo dilaporkan
merupakan gejala yang ditemukan pada 30-50% kasus MS dan biasanya berhubungan dengan
kelainan nervus kranialis, biasanya ditemukan hipo atau hiperakusis. Bisa juga terjadi gangguan
pendengaran dan biasanya unilateral. Gangguan yang berhubungan dengan Nervus Kranial IX,X dan
XII biasanya terjadi disfagia.dan biasanya merupakan gejala akhir yang muncul.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Pemeriksaan elektroforesis terhadap CSS : Untuk mengungkapkan adanya ikatan
oligoklonal ( beberapa pita imunoglobulin G [ IgG ] ), yang menunjukkan
abnormalitas immunoglobulin.
2. Pemeriksaan potensial bangkitan : dilakukan untuk memebantu memastikan luasnya
proses penyakit dan dan memantau perubahan penyakit.
3. CT scan : dapat menunjukkan atrofi serabral
4. MRI untuk memperlihatkan plak-plak kecil dan untuk mengevaluasi perjalanan
penyakit dan efek pengobatan.
5. Pemeriksaan urodinamik untuk mengetahui disfungsi kandung kemih
6. Pengujian neuropsikologik dapat diindikasikan untuk mengkaji kerusakan kognitif.

8
( Mutaqin Arif, Asuhan keperawatan klien dangan gangguan system persyarafan,( 2008 )
hal 216 )

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan dari pengobatan atau penatalaksanaan multiple sklerosis adalah menghilangkan


gejala dan membantu fungsi klien.

A. Penatalaksanaan farmakoterapi
1. Terapi obat untuk fase akut :
- Kortikosteroid dan ACTH : Digunakan sebagai agens anti-inflamasi yang dapat
meningkatkan konduksi saraf. Pemberian awal dapat dimulai dari Metilprednisolon 0.5-1
g IV selama 3 -7 hari dan dosisnya diturunkan 60mg perhari selama 3 hari berturut-turut
sampai 10 mg per hari. Dosis oral dapat diberikan sama dengan IV kecuali penurunan
dosis 60 mg selama 5-7 hari.
2. Terapi obat untuk menurunkan jumlah kekambuhan
- Beta interferon ( betaseron ) : Digunakan dalam perjalanan relapsing-remittting, dan
juga menurunkan secara signifikan jumlah dan beratnya eksaserbasi. Interferon tidak
dapat diberikan dengan dosis tunggal tetapi harus di kombinasikan dengan 3 jenis
obat yaitu alfa, beta dan gamma interferon. Alfa dan beta diproduksi dari sel yang
terinfeksi virus. Beta interferon menurunkan frekuensi kambuhnya MS. Rute
pemberian obat melalui subkutan dan lebih baik lagi pemberian melalui intratekal
atau IM. Dosis pada orang dewasa 3-9 juta unit SC 3x/minggu selama 6 bulan. Obat
lain yang dapat menurunkan frekuensi kambuhnya MS adalah : copolymer 1 dan
azathioprine.
3. Baklofen : sebagai agens antispasmodic merupakan pengobatan yang dipilih untuk
spastisitas. Klien dengan spastisitas beret dan kontraktur memerlukan blok saraf dan
intervensi pembedahan untuk mencegah kecacatan lebih lanjut.
4. Imunosupresan (immunosuppressant) dapat menstabilkan kondisi penyakit
5. Terapi obat lain : cycloscospamid, total limpoid irradiation ( TLI).

B. Terapi suportif

9
1. Terapi suportif diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan mempertahankan
kondisi pasien agar tetap stabil. Fisioterapi dan terapi okupasi diberikan untuk
mempertahankan tonus dan kekuatan otot serta ditambah dengan obat untuk relaksasi otot
untuk mengurangi ketidaknyamanan dan nyeri karna spastik.
C. Blok saraf dan pembedahan : Dilakukan jika terjadi spastisitas berat dan kontraktur
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut

2.8 Komplikasi
Komplikasi yang biasanya terjadi pada multiple skleriosis adalah :
1. Disfungsi pernafasan
2. Infeksi kandung kemih, system pernafasan dan sepsis
3. Komplikasi dari imobilitas

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Contoh Kasus
Ny A usia 28 tahun datang ke poli neurologi RSCM dengan keluhan kelemahan kedua
tungkai sejak ±1,5 tahun SMRS. Pada awalnya (Januari 2013) pasien merasakan kelemahan
pada kaki kiri dan tangan kiri disertai rasa tebal sampai di lutut. Pasien tidak dapat bekerja
lagi karena kelemahan kakinya, bila berjalan kaki kiri diseret. Rasa tebal menghilang sendiri
2 bulan kemudian tetapi rasa lemah masih tetap ada. Oleh keluarga dibawa berobat kedokter
saraf dan dikatakan terkena virus, pasien diberi obat (nama obat tidak ingat) dan menurut
keluarga keadaan pasien membaik. Kemudian pasien dapat bekerja lagi walaupun kelemahan
tungkai masih ada. 1 bulan kemudian kaki kanan terasa lemah dan tebal diikuti oleh rasa tebal
pada lengan kiri, rasa tebal dirasakan sampai dikepala. Oleh keluarga dibawa ke RS dan
dirawat, pasien kemudian pulang dan dikatakan penyakit tidak dapat diobati. Pasien pulang
kerumah dan berjalan sudah harus dipapah karena keempat anggota gerak sudah lemah
terutama kedua tungkai. Pasien juga mulai mengeluhkan penglihatan mulai terganggu, pasien
mengatakan penglihatan seperti ada kabut dan silau bila kena sinar, dan beberapa bulan
kemudian pandangan pasien menjadi dobel bila melihat jauh dan pasien sering merasa
berputar, keluhan penglihatan ini dirasakan pasien semakin memberat. Kelemahan kedua
tungkai makin bertambah dan selama 1 tahun pasien hanya dapat duduk di tempat tidur dan
menggunakan kursi roda bahkan sejak 6 bulan SMRS pasien sudah tidak dapat duduk lagi
karena lemah. Sejak 2 bulan SMRS pasien mulai bicara tidak jelas dan pasien mengeluh sulit
menelan dan sering tersedak, disekitar mulut pasien juga dirasakan tebal. Kesulitan BAB dan
BAK pasien sering ngompol dan menurut keluarga pasien sering lupa terhadap sesuatu yang
sudah dikerjakan sebelumnya. Pandangan pasien juga semakin kabur. Oleh keluarga pasien
dibawa ke RSCM.

1. PENGKAJIAN
IDENTITAS
Nama : Ny. A
Umur : 28 Tahun
Jenis Kelamin :P
Suku / Bangsa : Indonesia
Agama : Islam

11
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Alamat : Ds. Bendet Cukir, Jombang
No. Register :-
Tgl MRS : 23 Mei 2014
Tgl Pengkajian : 23 Mei 2014
Diagnosa Medis : Multipel Sklerosis
I. RIWAYAT KEPERAWATAN ( NURSING HISTORY )
Keluhan utama :
Klien datang dengan keluhan kelemahan kedua tungkai sejak ±1,5 tahun SMRS.
1.1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada awalnya (Januari 2013) pasien merasakan kelemahan pada kaki kiri dan tangan kiri
disertai rasa tebal sampai di lutut, rasa tebal menghilang sendiri 2 bulan kemudian tetapi
rasa lemah masih tetap ada. Oleh keluarga dibawa berobat kedokter saraf dan dikatakan
terkena virus, pasien diberi obat (nama obat tidak ingat). 1 bulan kemudian kaki kanan
terasa lemah dan tebal diikuti oleh rasa tebal pada lengan kiri, rasa tebal dirasakan
sampai dikepala, oleh keluarga dibawa ke RS dan dirawat, pasien kemudian pulang dan
dikatakan penyakit tidak dapat diobati. Kelemahan kedua tungkai makin bertambah
selama 1 tahun pasien hanya dapat duduk di tempat tidur dan menggunakan kursi roda.
Sejak 2 bulan SMRS pasien mulai bicara tidak jelas dan pasien mengeluh sulit menelan
dan sering tersedak, disekitar mulut pasien juga merasakan tebal, oleh keluarga pasien
dibawa ke RSCM.
1.2. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Riwayat sakit kepala sejak 8 tahun yang lalu dan dirasakan di belakang kepala, pasien
minum obat-obat warung. Riwayat vaksinasi : Menurut orang tua pasien tidak
mendapatkan vaksinasi saat balita.
1.3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Orangtua pasien (bapak) pernah mengalami kelemahan kedua tungkai disertai rasa baal
yang menjalar keatas tetapi sembuh tanpa pengobatan medis (pengobatan alternatif)

PEMERIKSAAN FISIK
12
1.4. TANDA – TANDA VITAL
 Kesadaran : komposmentis
 keadaan umum : lemah
 TD : 100/80 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 Suhu : 37 C
 RR : 18 x/menit

1.6. PEMERIKSAAN PER SISTEM


A. Sistem Pernafasan
Hidung
Inspeksi : tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada secret/ingus,tidak ada
pemberian O2 melalui nasal/masker.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada fraktur tulang nasal
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir lembab, menggunakan alat bantu pernapasan

Leher
Inspeksi : bentuk leher normal dan simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada pembesaran kalenjer tiroid
Faring
Inspeksi : tidak ada kemerahan dan tanda-tanda infeksi/oedem
Area Dada
Inspeksi : tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, pergerakan dada simetris,
bentuk dada normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada kelainan pada dinding thorax.
Perkusi : bunyi paru sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : suara nafas vesikuler

B. Kardiovaskuler Dan Limfe


Wajah
Inspeksi : simetris dan konjungtiva merah muda
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Dada
Inspeksi : bentuk dada normal dan simetris
Palpasi : tidak ada pembesaran ictus cordis
Perkusi : adanya bunyi redup pada batas jantung dan tidak terjadi pelebaran atau
pengecilan
Auskultasi : bunyi jantung normal

13
Ekstermitas atas
Inspeksi : tidak ada varises, sianosis, clubbing finger, oedem
Palpasi : suhu akral dingin
Ekstermitas bawah
Inspeksi : tidak ada varises, sianosis, clubbing finger, oedem
Palpasi : suhu akral dingin

C. Persyarafan
Anamnesa : hilang keseimbangan, perubahan bicara, parastesia pada bagian wajah dan
paralysis pada bagian tungkai.
Pemeriksaan nervus
 Nervus I olfaktorius (pembau)
Klien bisa membedakan aroma saat di beri minyak wangi dan minyak kayu putih.
 Nervus II opticus (penglihatan)
Ketajaman penglihatan :
Penglihatan pasien kabur dan padangan menjadi dobel bila melihat jauh.
 Nervus III oculomotorius
Tidak terdapat edem kelopak mata dan kelainan bentuk bola mata.
 Nervus IV toklearis
Bentuk pupil bulat isokor, ukuran pupil 4mm/4mm dan reaksi pupil terhadap cahaya +/+
 Nervus V trigeminus (sensasi kulit wajah)
Reflek masester : +
Sensibiltas wajah :
Pasien tidak dapat merasakan tusukan benda tumpul dan tajam pada daerah sekitar
wajah.
 Nervus VI abdusen
Gerakan bola mata pasien cepat (nistagmus) dan penglihatan ganda (diplopia)
 Nervus VII facialis
Pasien tidak bisa merengut dan menggembungkan pipi
 Nervus VIII auditorius/akustikus
Fungsi pendengaran baik
 Nervus IX glosoparingeal
Reflek muntah : -
 Nervus X vagus
Pasien kesulitan menelan
 Nervus XI aksesorius

14
Pasien kesulitan untuk mengangkat bahu
 Nervus XII hypoglosal/hipoglosum
Bentuk lidah simetris, pasien mampu menjulurkan lidah dan menggerakkannya ke
segala arah
Reflek Fisiologis :
- Bisep : -
- Trisep : -
- Patella : +
- Archiles : +
Reflek Patologis :
- Babinski : +
- Brudzinski I/II : -/+
- Chadok : +
- Oppenhiem : +
- Gordon : +
- Gonda : +
- Rossolimo : +
- Trommer : -
Tingkat Kesadaran (Kualitas) : Composmetis
Tingkat Kesadaran (Kuantitas) :
- GCS : E4M6V5 = 15
D. Perkemihan-Eliminasi Uri
Anamnesa : Enurisis/ngompol dan inkontenensia urine
Genetelia Eksterna :
Inspeksi : tidak ada oedem dan tidak ada tanda-tanda infeksi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan atau tonjolan
Kandung Kemih
Inspeksi : terdapat ketegangan pada kadung kemih
Palpasi : adanya tahanan lunak pada kandung kemih
Ginjal
Inspeksi : tidak ada pembesaran pinggang
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tidak nyeri ketok
E. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi
Anamnesa : terjadi perubahan pola makan karena disfagia dan gangguan defekasi
konstipasi
Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir kering

15
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut,
Lidah
Inspeksi : tidak ada sariawan dan lesi
Palpasi : tidak ada oedem atau nyeri tekan
Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat pembesaran abdomen (distensi abdomen), tidak ada luka.
Auakultasi : peristaltic usus
Perkusi : hipertympani
Palpasi
Kuadran I
Hepar tidak terdapat hepatomegali dan nyeri tekan
Kuadran II
Gaster tidak ada nyeri tekan abdomen dan tidak terdapat distensi abdomen
Kuadran III
Terdapat penumpukan feses
Kuadran IV
Tidak ada nyeri tekan pada titik Mc Burney

F. Sistem Muskuloskeletal Dan Integumen


Anamnesa : terdapat kelemahan ekstermitas pada kedua tungkai dan pasien
menggunakan kursi roda
Warna Kulit
Tidak ada hiperpigmentasi dan hipopigmentasi, warna kulit sawo matang
Kekuatan Otot

3 4

1 1

G. Sistem Endokrin dan Eksokrin


Kepala
Inspeksi : rambut lebat tidak ada kerontokan dan alospesia
Leher
Inspeksi : bentuk leher simetris.
Palpasi : tidak ada pembesaran kalenjar tyyroid, dan tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas bawah
Palpasi : tidak terpat edem non piting

H. Sistem Reproduksi
Payudara
Inspeksi : bentuk simetris, bersih, tidak ada masa dan tidak ada luka
Palpasi : tidak ada benjolan dan pengeluaran cairan atau darah, tidak ada nyeri tekan

16
Axilla
Inspeksi : tidak ada benjolan
Palpasi : tidak teraba benjolan
Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat pembesaran perut
Palpasi : tidak ada masa
I. Persepsi Sensori
Anamnesa : penglihatan pasien kabur dan ganda
Mata
Inspeksi : bentuk mata simetris
Kornea : normal berkilau transparan
Iris/pupil : warna iris hitam reflek pupil isokhor
Lensa : jernih dan transparan
Sclera : putih
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan pembengkakan
Penciuman-(hidung)
Palpasi : tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri tekan

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

17
NS.
DIAGNOSIS : Hambatan Mobilitis Fisik (00085)
(NANDA-I)
Keterbatasan pada pergerkan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas
DEFINITION
secara mandiri dan terarah.

- Penurunan waktu reaksi

- Kesulitan membolak- balik posisi

- Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis.,


meningkatkan perhatianpada aktivitas orang lain, mengendalikan
perilaku, fokus pada ketunadayaan/ aktivitas sebelum sakit)

- Dispnea setelah beraktivitas

- Perubahan cara berjalan


DEFINING
CHARACTE - Gerakan bergetar
RISTICS - Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus

- Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar

- Keterbatasan rentang pergerakan sendi

- Tremor akibat pergerakan

- Ketidakstabilan postur

- Pergerakan lambat

- Pergerakan tidak terkoordinasi


- Intoleransi aktivitas
- Perubahan metabolisme seluler
- Ansietas
- Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usai
RELATED - Kontraktur
FACTORS: - Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia
- Fisik tidak bugar
- Penurunan ketahanan tubuh
- Penurunan kendali otot
- Penurunan massa

18
- Penurunan kekuatan otot
- Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
- Keadaan mood depresif
- Keterlambatan perkembangan
- Ketidakyamanan
- Disuse
- Kalu sendi
- Kurang dukungan lingkungan (mis., fisik atau sosial)
- Keterbatasan ketahanan kardiovaskuler
- Kerusakan intregitas struktur tulang
- Malnutrisi
- Gangguan muskuloskeletal
- Nyeri
- Agens obat
- Program pembatasan gerak
- Keengganan memulai pergerakan
- Gaya hidup monoton
- Gangguan sensori preseptual
Subjective data entry Objective data entry
 kelemahan kedua tungkai  Kesadaran : komposmentis
 bicara pasien tidak jelas  keadaan umum : lemah
 pasien mengeluh sulit menelan dan  TD : 100/80 mmHg
sering tersedak, disekitar mulut  Nadi : 80 x/menit

ASSESSMENT

pasien juga dirasakan tebal. Suhu : 37 C


 Kesulitan BAB dan BAK pasien  RR : 18 x/menit
sering ngompol  Pasien menggunakan kursi roda
 menurut keluarga, pasien sering  hilang keseimbangan dan parastesia
lupa terhadap sesuatu yang sudah pada bagian wajah
dikerjakan sebelumnya.  inkontenesia urine
 Pandangan pasien juga semakin
kabur dan pandangan pasien
menjadi dobel bila melihat jauh

19
DIAGNOSIS Ns. Diagnosis (Specify):
Client Hambatan Mobilitas Fisik
Diagnostic
Related to:
Statement:
Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular

20
III. INTERVENSI

Inisial Pasien : Ny A

Tanggal : 23 Mei 2014

Diagnosa Keperawatan : Hambatan Mobilitas Fisik

NIC NOC
INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR

Setelah dilakukan tindakan keperawatan


Hambatan Mobilitas Fisik pasien teratasi
dengan kriteria hasil:

 Bantu pasien untuk duduk di tempat - Ambulasi - Berjalan dengan langkah yang pelan (4)
tidur maupun di kursi - meningkatkan mobilitas (4)
Terapi latihan: Ambulasi  Konsultasikan dengan tim
Definisi : Peningkatan dari fisioterapi untuk merencanakan
- meningkatkan kemandirian. (4)
pemberian bantuan dengan cara
latihan
berjalan untuk mempertahankan
fungsi tubuh selama pasien  Pastikan alat bantu dalam kondisi - Koordinasi
dirawat dan selama fase baik
pergerakan - Memperkuat kontraksi otot (3)
penyembuhan  Sediakan alat bantu ambulasi
seperti walker (alat bantu jalan) - Mengontrol pergerakan (4)
 Jelaskan pada pasien tentang - Menyeimbangkan pergerakan (4)
keamanan berpindah posisi serta
teknik ambulasi
 Bantu pasien untuk berdiri dan

21
NIC NOC
mempertahankan jarak langkah - Mobilitas
pada setiap ambulasi - Keseimbangan (4)
 Tingkatkan ambulasi secara nandiri
- Koordinasi (4)
dengan sedikit bantuan
- Berjalan(4)

Terapi Latihan : Mobilitas  Tentukan pembatasan pergerakan


Definisi: pergerakan tubuh baik dan efeknya
aktif maupun pasif untuk  Jelaskan kepada pasien / keluarga
memelihara atau mengembalikan tujuan dan rencana untuk berlatih
fleksibilitas
 Monitor ketidaknyamanan atau rasa
sakit selam aktivitas
 Posisikan pasien seoptimal
mungkin dalam melakukan
pergerakan aktif dan pasif
 Lakukan latihan PROM atau bantu
latihan AROM
 Instruksikan pasien atau keluarga
bagaimana cara yang sistematis
melaksanakan PROM atau AROM
 Dorong pasien untuk mencoba
menggerakkan badan sebelum
mulai ROM
 Motivasi untuk tetap melakukan
pergerakan walaupun di tempat
tidur atau diatas kursi dorong

22
NIC NOC
ambulasi, jika mampu
 Evaluasi kemampuan untuk
melakukan mobilisasi secara aman
dan berikan alat bantu berjalan.

23
IV. IMPLEMENTASI

TGL/JAM IMPLEMENTASI PARAF

24 Mei 2014  membantu pasien untuk duduk di tempat tidur


maupun di kursi
 mekonsultasikan dengan tim fisioterapi untuk
merencanakan latihan
 memastikan alat bantu dalam kondisi baik
 menyediakan alat bantu ambulasi seperti walker (alat
bantu jalan)
 menjelaskan pada pasien tentang keamanan
berpindah posisi serta teknik ambulasi
 membantu pasien untuk berdiri dan mempertahankan
jarak langkah pada setiap ambulasi
 mningkatkan ambulasi secara nandiri dengan sedikit
bantuan
 mnentukan pembatasan pergerakan dan efeknya
 menjelaskan kepada pasien / keluarga tujuan dan
rencana untuk berlatih
 memonitor ketidaknyamanan atau rasa sakit selam
aktivitas
 meposisikan pasien seoptimal mungkin dalam
melakukan pergerakan aktif dan pasif
 melakukan latihan PROM atau bantu latihan AROM
 meinstruksikan pasien atau keluarga bagaimana cara
yang sistematis melaksanakan PROM atau AROM
 mendorong pasien untuk mencoba menggerakkan
badan sebelum mulai ROM
 memotivasi untuk tetap melakukan pergerakan
walaupun di tempat tidur atau diatas kursi dorong
ambulasi, jika mampu
 meevaluasi kemampuan untuk melakukan mobilisasi
secara aman dan berikan alat bantu berjalan.

24
V. EVALUASI

NO zTGL/JAM CATATAN PERKEMBANGAN PARAF


1. 25 Mei 2014 S:

Klien mengeluh kelemahan kedua tungkai

bicara pasien tidak jelas

pasien mengeluh sulit menelan dan sering


tersedak, disekitar mulut pasien juga
dirasakan tebal.

Kesulitan BAB dan BAK pasien sering


ngompol

menurut keluarga, pasien sering lupa terhadap


sesuatu yang sudah dikerjakan sebelumnya.

Pandangan pasien juga semakin kabur dan


pandangan pasien menjadi dobel bila melihat
jauh

O:

Kesadaran : komposmentis

keadaan umum : lemah

TD : 100/80 mmHg

Pasien menggunakan kursi roda

hilang keseimbangan dan parastesia pada


bagian wajah

inkontenesia urine

A: Masalah klien belum teratasi.

P: Rencana masih di teruskan.

I : Melaksanakan tindakan yang telah ada.

E : masih terdapat kelemahan pada tungkai

25
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sklerosis multipel merupakan penyakit degenerasi yang menyerang sistem saraf pusat
yaitu otak dan medula spinalis . Penyakit ini ditandai dengan adanya kelemahan, mati rasa,
hilangnya fungsi pendengaran dan penglihatan yang biasanya terjadi pada umur 18-40 tahun.
Banyak pasien yang menderita multipel sklerosis hidup normal diantara periode kambuhnya
penyakit. Beberapa pasien yang penyakitnya lebih parah dibutuhkan perawatan yang intensif
di rumah. Kebanyakan pasien yang menderita multipel sklerosis mengalami kelemahan,
penurunan imunitas, gangguan perkemihan, disfungsi sexual, kelemahan, perubahan interaksi
social. Pasien membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan penyakit yang
dialaminya, dan beberapa pasien perlu dilakukan konseling dan psikotherapi untuk mengatasi
perubahan tubuh yang dialaminya. Walaupun obat untuk kesembuhan belum ada
namun penanganan medis dan asuhan keperawatan yang tepat diperlukan agar pasien dapat
menjalani aktifitas sehari-hari dengan optimal.

26
DAFTAR PUSTAKA

www.google.co.id

www.wikipedia.co.id

Scribd

Francis GS, D Pierre,Antel PJ. Neurology in Clinical Practise: Multiple Sclerosis,2nd ed, Washington,
Butterworth Heinemann,1996: p 1308-35

Pirko I,Noseworthy JH, Demyelinating Disorder of The Central Nervous System.Dalam : Goetz CG :
Textbook of Clinical Neurology,2nd ed, Pennsylvania, The Curtis Center Independence Square West
Philadelphia,2003,p 1060-76

Multiple Sclerosis : What is Multiple Sclerosis, available from : http/www.Multiple Sclerosis.org

Nowack JW, Multiple Sclerosis, available from : http/ www,emedicine.com

27

Anda mungkin juga menyukai