Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang
Sebagian besar infeksi virus penyebab pilek seperti common cold dapat
menyebabkan suatu sumbatan pada hidung, yang akan hilang dalam beberapa
hari. Namun jika terjadi peradangan pada sinusnya dapat muncul gejala lainnya
seperti nyeri kepala dan nyeri tekan pada wajah.
Sinusitis adalah infeksi atau peradangan dari mukosa sinus paranasal. Sinusitis
mungkin hanya terjadi pada beberapa hari (sinusitis akut) atau berlanjut menjadi
sinusitis kronis jika tanpa pengobatan yang adekuat. Angka kejadian sinusitis akut
mendekati 3 dalam 1000 orang, sedangkan sinusitis kronis lebih jarang kira-kira 1
dalam 1000 orang. Bayi di bawah 1 tahun tidak menderita sinusitis karena
pembentukan sinusnya belum sempurna, tetapi sinusitis dapat terjadi pada
berbagai usia dengan cara lain. Sinus atau sering pula disebut dengan sinus
paranasalis adalah rongga udara yang terdapat pada bagian padat dari tulang
tenggkorak di sekitar wajah, yang berfungsi untuk memperingan tulang
tenggkorak. Rongga ini berjumlah empat pasang kiri dan kanan. Rasa sakit di
bagian dahi, pipi, hidung atau daerang diantara mata terkadang dibarengi dengan
demam, sakit kepala, sakit gigi atau bahan kepekaan indra penciuman kita
merupaan salah satu gejala sinusitis. Terkadang karena gejala yang kita rasakan
tidak spesifik, kita salah mengartikan gejala-gejala tersebut dengan penyakit lain
sehingga membuat penyakit sinusitis yang diderita berkembang tanpa diobati.

1.2.Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa “Asuhan Keperawatan Masalah Pada Sistem Penginderaan
(Penglihatan Dan Pendengaran)”

1
2. Tujuan khusus
1 Apa yang dimaksud dengan Penyakit Sinusiti?
2 Bagaimana Etiologi dari penyakit Sinusitis ?
3 Bagaimana Klasifikasi dari Penyakit Sinusitis ?
4 Bagaimana manifestasi Klinik dari Sinusitis ?
5 Sepertia apa Tingkatan sdadium dari penyakit Sinusitis?
6 Bagaimana diagnose keperawatan dari penyakit Sinusitis?
7 Bagaimana Bentuk Asuhan Keperawatan Dari penyakit Sinusitis ?

1.3 Manfaat Penulisan


Semoga makalah ini dapat menyumbangkan sedikit pengetahuan
kepada mahasiswa ,dan mampu memberikan sedikit gambaran tentang
beberapa model penerapan asuhan keperawatan yang ada di rumah sakit.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi
Sinusitis akhiran umum dalam kedokteran itis berarti peradangan karena
itu sinusitis adalah suatu peradangan sinus paranasal. Sinusitis adalah suatu
peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi,infeksi virus, bakteri,dan jamur.
(Cangjaya,2002).
.
2.2 Anatomi Fisiologi
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat
pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila,sinus frontal,
sinus etmoid dan sinus sfenid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang – tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang.
Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga


hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus
sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir,
sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang
berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10
tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus – sinus ini
umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.

2.3 Etiologi
Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang)
maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun).

3
Penyebab sinusitis akut (Arif Mansjoer, 2003)
1 Infeksi virus.
Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran
pernafasan bagian atas (misalnya pilek).
2 Bakteri.
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam
keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh
menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus
lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang
biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
3 Infeksi jamur.
Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut.

Penyebab sinusitis kronis:


Asma
1 Penyakit alergi (misalnya rinitis alergika)
2 Gangguan sistem kekebalan atau kelainan sekresi maupun pembuangan
lender.

2.4 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM).
Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang
berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak
dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan
tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi
atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya
cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh

4
tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini
akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret
akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang
membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa
berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang.
Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi,
polipoid atau pembentukan polip dan kista.( Sitorus Ratna, Yulia, 2005)

2.5 Pathway
Virus Bakteri Jamur

Menginfeksi ostium sinus & mukosiliar
(KOM)

Oedem

Mukosa yang berhadapan bertemu

Silia tidak dapat bergerak & ostium tersumbat

Tekanan negatif di rongga sinus

Terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus

Sinusitis

Nyeri letih, lesu demam hidung tersumbat Selaput lendir


↓ ↓ ↓ hidung merah
Nyeri Kelelahan Hipertermi & bengkak

Sumber Sitorus Ratna, Yulia, 2005,

5
2.6 Manisfestasi Klinis/Tanda dan Gejala

a Sinusitis Akut (Arif Mansjoer , 2003)


Dari Anamnesis biasanya didahulu oleh infeki saluran pernafasan atas
(Terutama pada nak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari
7 hari.
Gejala Subjeltif terbagi atas gejala sistemik yaitu demand an rasa lesu
serta gejala local yaitu tersumbat, ingus ketal yang kadang berbau danp
ada mengalir ke nasofaring, halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada
pagi hari, ngeri pada daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke
tempat lain.

b Sinusitis Sub Akut (Arif Mansjoer , 2003)


Sama dengan Sinusitis Akut, hanya tanda-tanda radang akutnya sudah
redah.Pada Rinuskopi anterior tampak Sekret purulen di meatus medius
atau superior. Pada rinuskopi posterioer tampak secret purulen di
nasofaring.

c Sinusitis Kronik Akut (Arif Mansjoer , 2003)


Gejala Subyektif bervariasi dari ringan sampai berat seperti:
 Gejala hidung dan nasofaring,erupasekretdi hidung dan nasofaring.Sekret
ke nasofaring terus menerus akan menyebabkna batuk kronik.
 Gejala faring berupa rasa tidak nyaman di tenggorakan.
 Gejala telinga berupa gangguan pendengarkan akibat sumbatan tuba
eutacius.
 Nyeri Kepala, biasanya pada pagihari dan berkurang di siang
hari.Mungkin akibat penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus,
serta statis venapada malam hari
 Gejala mata, akibat perjalanan infeksi melaluidukus nasolaktrimalis
 Gejala Saluran Nafas, berupa batuk dan kadang komplikasi paru
 Gejala saluran cerna dapat terjadi gastroeritis akibat mkopus yang
tertelan.

6
2.7 Komplikasi
Komplikasi sinusitis lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada orang
dewasa. Jika anak Anda mengalami sinusitis dan telah mengalami pembengkakan
di sekitar tulang pipi atau kelopak mata, ini mungkin merupakan infeksi bakteri
pada jaringan kulit dan lembut atau infeksi pada jaringan sekitarnya mata. Jika
Anda melihat gejala ini, bawa anak Anda untuk periksa ke dokter, yang mungkin
mereka akan merujuk ke spesialis telinga, hidung dan tenggorokan (THT). Bila
kondisinya parah, antibiotik sering dapat mengendalikan penyebaran infeksi ke
tulang di dekatnya. Namun, dalam kasus yang sangat jarang (sekitar satu dari
10.000), infeksi dapat menyebar ke daerah sekitar mata, tulang, darah atau otak.

CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan


derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan
ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau berkomplikasi.

a. Komplikasi orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang
tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut,
namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat
menimbulkan infeksi isi orbita. Terdapat lima tahapan :
1. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat
infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak,
karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering
kali merekah pada kelompok umur ini.
2. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi
isi orbita namun pus belum terbentuk.
3. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang
orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
4. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi
orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral
yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan
kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang
makin bertambah.

7
5. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui
saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis
septik. Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :
a. Oftalmoplegia
b. Kemosis konjungtiva
c. Gangguan penglihatan yang berat
d. Kelemahan pasien
e. Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan
dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.
b. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam
sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut
sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis,
ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan
mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai
pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke
lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan
penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.Piokel adalah mukokel terinfeksi,
gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.
Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua
mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.
c. Komplikasi Intra Kranial
1. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah
meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran
vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior
sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara
ethmoidalis.
2. Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium,
sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien
hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu
menimbulkan tekanan intra kranial.

8
3. Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau
permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
4. Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka
dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.
Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara
bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.
5. Osteomielitis dan abses subperiosteal penyebab tersering osteomielitis dan
abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri
tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan
menggigil.

2.8 Pemeriksaan Penujangan


1 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan palpasi turut membantu menemukan nyeri tekan pada daerah sinus
yang terkena disamping pemeriksan rinoskopi anterior dan rinoskopi posterior.
2. Transiluminasi
Transluminasi mempuyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk
pemeriksaan sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik
tidak tersedia.
3. Pemeriksaan radiologi
a Foto rontgen sinus paranasal
Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain: Waters, PA dan Lateral.
Tepi mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto rontgen, tetapi jika ada
infeksi tepi mukosa akan tampak karena udema permukaan mukosa. Permukaan
mukosa yang membengkak dan udema tampak seperti suatu densitas yang paralel
dengan dinding sinus.
Pembengkakan permukaan mukosa yang berbatas tegas pada resesus alveolaris
antrum maksila biasanya terjadi akibat infeksi yang berasal dari gigi atau daerah
periodontal.Jika cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu dapat dilihat
adanya batas cairan (air fluid level) pada foto dengan posisi tegak.
b CT-Scan (Computer Tomography) sinus paranasal

9
Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada penampang
CT-Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-Scan adalah
cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah.
CT-Scan koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan
visualisasi yang baik tentang anatomi rongga hidung, komplek osteomeatal,
rongga-rongga sinus dan struktur-struktur yang mengelilinginya seperti orbita,
lamina kribiformis, dan kanalis optikus. Obstruksi anatomi pada komplek
osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi akan terlihat jelas.
CT-Scan dapat menilai tingkat keparahan inflamasi dengan menggunakan sistem
gradasi yaitu staging Lund-Mackay. Sistem ini sangat sederhana untuk digunakan
secara rutin dan didasarkan pada skor angka hasil gambaran CT scan. Lund-
MacKay Radiologic Staging System ditentukan dari lokasi Gradasi Radiologik
sinus maksila, etmoid anterior, etmoid posterior dan sinus sphenoid, Penilaian
Gradasi radiologik dari 0-2, Gradasi 0 : Tidak ada kelainan, Gradasi 1 :
Opasifikasi parsial Gradasi 2 : Opasifikasi komplit.
4. Nasoendoskopi
Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena
dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor
lokal penyebab sinusitis.
Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan septum nasi, meatus
media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya polip atau tumor.

2.9 Penatalaksanaan

Jika pada pemeriksaan ditemukan adanya faktor predisposisi seperti


deviasi septum, kelainan atau variasi anatomi KOM, hipertrofi adenoid pada anak,
polip, kista, jamur, gigi penyebab sinusitis, dianjurkan untuk melakukan
penatalaksanaan yang sesui dengan kelainan yang ditemukan (Ulusoy, 2007).
Jika tidak ditemukan faktor predisposisi, diduga kelainan adalah
bakterial yang memerlukan pemberian antibiotik dan pengobatan medik lainnya.
1 Medikamentosa
a Antibiotika
Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapat diberikan sebagai
terapi awal. Pilihan antibiotika harus mencakup β-laktamase seperti pada terapi

10
sinusitis akut lini ke II, yaitu amoksisillin klavulanat atau ampisillin sulbaktam,
sefalosporin generasi kedua, makrolid, klindamisin. Jika ada perbaikan antibiotik
diteruskan mencukupi 10 – 14 atau lebih jika diperlukan.
Jika tidak ada perbaikan dapat dipilih antibiotika alternatif seperti siprofloksasin,
golongan kuinolon atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga ada bakteri
anaerob, dapat diberi metronidazole.Jika dengan antibiotika alternatif tidak ada
perbaikan, maka eveluasi kembali apakah ada faktor predisposisi yang belum
terdiagnosis dengan pemeriksaan nasoendoskopi maupun CT-Scan.
b Terapi Medik Tambahan
Dekongestan, Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal mendampingi
antibiotik. Dekongestan oral menstimulasi reseptor α-adrenergik dimukosa hidung
dengan efek vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan sumbatan hidung,
meningkatkan diameter ostium dan meningkatkan ventilasi.

11
BAB III
PEMBAHASAN

3.1.Pengkajian
a Dafa Biografi
Meliputi :Identitas Pasien yaitu: nama, umur, jenis, kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan,alamat dan Indentitas Penanggung Jawab :
b Riwayat Keperawatan
1 Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengeluh susah nafas, deman, lesu, tersumbat,sakit kepala, nafsu
makan hilang
2 Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah Pasien pernah menderita Alergi, terjadi Kesukaran dalam
membau/bernapas, Sinusitis, kerusakan sillia,Infeksi Gigi Rahang
3 Riwayat Kesehatan keluarga
Mungkin diantara keluarga pasien ada yang menderita Sinusitis

3.2.Diagnosa Keperawatan (Nanda 2015-2017)


1 Ketidakkefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan
rasa nyaman berhubungan dengan Peradangan (00031)
2 Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan Tubuh Berhubungan dengan
intake makanan kurang (00002)
3 Gangguan Pola Tidur Berhubungan dengan Proses Penyakit dan
Perubahan Lingkungan (000198)

3.3 Rencana Keperawatan

No Diagnosa Noc Nic


1 Nyeri: · Pain Level, Pain Management
kepala, · Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
tenggoroka· Comfort level secara komprehensif termasuk
n Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik, durasi,
berhubunga· Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan faktor

12
n dengan nyeri presipitasi
peradangan· Mampu mengenali nyeri2. Observasi reaksi nonverbal
pada (skala, intensitas, dari ketidaknyamanan
hidung frekuensi dan tanda nyeri)3. Kurangi faktor presipitasi
· Menyatakan rasa nyeri
nyaman setelah nyeri 4. Pilih dan lakukan penanganan
berkurang nyeri (farmakologi, non
· Tanda vital dalam farmakologi dan inter
rentang normal personal)
5. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
6. Tingkatkan istirahat
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
6. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek
samping)

2 Bersihan a. Respiratory status : 1. Pastikan kebutuhan oral /

13
jalan nafas Ventilation trachealsuctioning.
tidak efektif
b. Respiratory status : 2. Berikan O2
berhubunga Airway patency 3. Anjurkan pasien untuk
n dengan c. Aspiration Control istirahat dan napas dalam
adanya kriteria hasil : 4. Posisikan pasien untuk
secret yanga. Mendemonstrasika memaksimalkanVentilasi
mengental b. batuk efektif dan 5. Keluarkan sekret dengan
c. suara nafas yang batuk atau suction
bersih,tidak ada sianosis 6. Auskultasi suara nafas, catat
dan dyspneu adanya suara tambahan
d. Menunjukkan jalan nafas7. Monitor status hemodinamik
yang paten 8. Berikan pelembab udara
e. Kassa basah NaCl Lembab
Mampu mengidentifikasik
9. Atur intake untuk cairan
an dan mencegah faktor mengoptimalkan keseimbanga
yang penyebab. n.
f. Saturasi O2 dalam 10. Monitor respirasi dan status
g. batas normal O2
11. Pertahankan hidrasi yang
adekuat untuk mengencerkan
secret
3 Gangguana. Nutritional status: 1. Kaji adanya alergi makanan
pemenuhan Adequacy of nutrient 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
nutrisi b. Nutritional Status : untuk menentukan jumlah
kurang dari food and Fluid Intake kalori dan nutrisi
kebutuhanc. Weight Control yang dibutuhkan pasien
berhubunga 3. Yakinkan diet yang dimakan
n dengan Kriteria hasil mengandung tinggi serat
nafsu a. Albumin serum untuk mencegah konstipasi
makan b. Pre albumin serum 4. Monitor adanya penurunan
menurun c. Hematokrit BB dan gula darah
d. Hemoglobin 5. Monitor turgor kulit

14
e. Total iron binding 6. Monitor mual dan muntah
f. capacity 7. Monitor pucat, kemerahan,
g. Jumlah limfosit dan kekeringan jaringan
konjungtiva
8. Monitor intake nuntrisi
9. Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat
nutrisi

3.4 Implementasi

Menurut Patricia A. Potter (2005), Implementasi merupakan pelaksanaan dari


rencana tindakan keperawatan yang telah disusun / ditemukan, yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dapat terlaksana dengan baik
dilakukan oleh pasien itu sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat
bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan
fisioterapis. Perawat memilih intervensi keperawatan yang akan diberikan kepada
pasien.
Berikut ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat :
1. Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan
2. Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan
3. Menyiapkan lingkungan terapeutik
4. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
5. Memberikan asuhan keperawatan langsung
6. Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya.
Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan klien,
menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatn yang sudah ada,
mengidentifikasi area dimana bantuan dibutuhkan untuk mengimplementasikan,
mengkomunikasikan intervensi keperawatan.
Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan pengetahuan
tambahan keterampilan dan personal. Setelah implementasi, perawat menuliskan

15
dalam catatan klien deskripsi singkat dari pengkajian keperawatan, Prosedur
spesifik dan respon klien terhadap asuhan keperawatan atau juga perawat bisa
mendelegasikan implementasi pada tenaga kesehatan lain termasuk memastikan
bahwa orang yang didelegasikan terampil dalam tugas dan dapat menjelaskan
tugas sesuai dengan standar keperawatan.

3.1.5. Evaluasi

Menurut Patricia A. Potter (2005), Evaluasi merupakan proses yang


dilakukan untuk menilai pencapaian tujuan atau menilai respon klien terhadap
tindakan leperawatan seberapa jauh tujuan keperawatan telah terpenuhi.
Pada umumnya evaluasi dibedakan menjadi dua yaitu evaluasi kuantitatif dan
evaluasi kualitatif. Dalam evalusi kuantitatif yang dinilai adalah kuatitas atau
jumlah kegiatan keperawatan yang telah ditentukan sedangkan evaluasi kualitatif
difokoskan pada masalah satu dari tiga dimensi struktur atau sumber, dimensi
proses dan dimensi hasil tindakan yang dilakukan.
Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Mengumpulkan data keperawatan pasien
2. Menafsirkan (menginterpretasikan) perkembangan pasien
3. Membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
4. Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar
normal yang berlaku.

3.1.6 Cara Mencegah Sinusitis


Yang paling mudah, jangan sampai terkena infeksi saluran nafas. Rajin-rajin
cuci tangan karena tindakan sederhana ini terbukti efektif dalam mengurangi
risiko tertular penyakit saluran pernafasan. Selain itu, sedapat mungkin
menghindari kontak erat dengan mereka yang sedang terkena batuk pilek. Bila
anda memakai AC, sering-seringlah membersihkan penyaringnya agar debu,
jamur dan berbagai substansi yang mungkin dapat mencetuskan alergi dapat

16
dikurangi (walau tak mungkin dihilangkan seluruhnya). Demikian juga dengan
karpet dan sofa.
Tingkatkan daya tahan tubuh dengan cukup istirahat dan konsumsi makanan
dan minuman yang memiliki nilai nutrisi baik. Selain itu, jangan lupa untuk
minum air dalam jumlah yang cukup. Kegiatan minum ini seringkali dilupakan
orang padahal air yang sehat merupakan salah satu sumber utama kesehatan tubuh
kita.
Berolahraga yang teratur, khususnya setelah waktu subuh di mana udara pagi
saat itu masih jernih dan bersih. Perbanyak menghirup udara bersih, dengan cara
menghirup dan mengeluarkannya perlahan-lahan. Hal ini sangat bermanfaat selain
untuk menguatkan paru-paru juga untuk mengisi daerah sinus dengan oksigen.
Sehingga daerah-daerah sinus menjadi lebih bersih dan kebal terhadap berbagai
infeksi dan bakteri. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah segera kunjungi
dokter bila terdapat gejala-gejala yang mungkin merupakan gejala sinusitis.
Diagnosa dan pengobatan secara dini dan tepat akan mempercepat kesembuhan
penyakit yang diderita.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sinusitis adalah penyakit yang terjadi di daerah sinus. Sinus itu sendiri adalah
rogga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi
dari rongga sinus sendiri adalah untuk menjaga kelembapan hidung dan menjaga
pertukaran udara di daeranh hidung.

3.2 Saran
Dalam makalah ini terdapat penjelasan tentang Sinusitis, supaya semua
mahasiswi dapat memahami Sinusitis dan mengetahui bagaimana Sinusitis bagi
manusia, baik ciri-ciri, cara pengobatan, klasifikasi, maupun cara pencegahannya.
Perbanyak berolahraga yang teratur, khususnya setelah waktu subuh di mana
udara pagi saat itu masih jernih dan bersih. Perbanyak menghirup udara bersih,
dengan cara menghirup dan mengeluarkannya perlahan-lahan. Hal ini sangat
bermanfaat selain untuk menguatkan paru-paru juga untuk mengisi daerah sinus
dengan oksigen. Sehingga daerah-daerah sinus menjadi lebih bersih dan kebal
terhadap berbagai infeksi dan bakteri.

18
DAFTAR PUSTAKA

Arif Monsjoer,2003.Kapita Selekta Kedokteran.FUI.Jakarta.

Ballenger. J. J., infeksi Sinus Paranasal, dalam : Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorok Kepala dan Leher, ed 13 (1), Binaputra Aksara, jakarta, 1994, 232 –
241

Doenges, M. G. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta 2000 Lab.


UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan tenggorokan FK Unair, Pedoman
diagnosis dan Terapi Rumah sakit Umum Daerah dr Soetom FK Unair, Surabaya

Nanda 2015-2017

NIC (Nursing Intervensitions Classifisication) Edisi Keenam Bahasa Indonesia.

NOC Edisi Keenam Bahasa Indonesia.

Sitorus Ratna, Yulia, 2005, Model Praktek Keperawatan Profesional di Rumah


SakitPanduan Implementasi,. EGC, Jakarta

Ratna Sitorus, 2005, Model Praktek Keperawatan Profesional di Rumah


Sakit,. EGC, Jakarta

19
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks


(pendengaran dan keseimbangan Anatominya juga sangat rumit . Indera
pende¬ngaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan
pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui
bicara tergantung pada kemampuan mendengar.
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara
adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan
tinggi karena kompresi (pemampatan)molekul-molekul udara yang berselang
seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul
tersebut. (Sherwood, 2001).
Sewaktu suatu gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta suatu
gelombang tekanan di telinga dalam. Gelombang tekanan menyebabkan
perpindahan mirip-gelombang pada membran basilaris terhadap membrana
tektorium. Sewaktu menggesek membrana tektorium, sel-sel rambut tertekuk. Hal
ini menyebabkan terbentuknya potensial aksi. Apabila deformitasnya cukup
signifikan, maka saraf-saraf aferen yang bersinaps dengan sel-sel rambut akan
terangsang untuk melepaskan potensial aksi dan sinyal disalurkan ke otak
(Corwin, 2001).
Proses mendengar pada anak atau orang dewasa normal merupakan proses
yang alami, timbul tanpa usaha tertentu dari individu dan sepertinya terjadi secara
otomatis dan tanpa kita sadari, padahal untuk dapat mendengar bunyi atau suara
percakapan harus melalui suatu tahapan atau proses.

20
1.2 Tujuan Penulis
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah dilakukan seminar diharapkan mahasiswa memahami tentang asuhan
keperawatan Otitis Media Akut.

1.2.2 Tujuan Instruksional Khusus


Setelah dilakukan seminar mahasiswa memahami tentang :
1 Pengertian Otitis Media
2 Etiologi Otitis Media
3 Patofisiologi dan phatway Otitis Media
4 Manisfestasi Klinis Otitis Media
5 Kompliksi Otitis Media
6 Pemeriksaan penunjang Otitis Media
7 Asuhan keperawatan Otitis Media

1.3 Manfaat Penulis


Semoga makalah ini dapat menyumbangkan sedikit pengetahuan
kepada mahasiswa ,dan mampu memberikan sedikit gambaran tentang
beberapa model penerapan asuhan keperawatan yang ada di rumah sakit.

21
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbangan). Anatominya juga sangat rumit .Indera
pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan
pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui
bicara tergantung pada kemampuan mendengar.(Roger watson, 2002, 102).

Otitis media adalah peradangan akut atau seluruh pericilium telinga


tengah.Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi
saluran tersebut.Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran,
mengakibatkan tersumbatnya saluran.(Mansjoer, 2001, 76).

Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan
karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, 2001).
Otitis Media Akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh
periosteum telinga tengah (Mansjoer, Arif, 2001).
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Ahmad Mufti, 2005)

2.2 Anatomi Fisologi


Telinga adalah organ pendengaran. Syaraf yang melayani indera ini adalah
syaraf cranial ke delapan atau nervus auditorius. Telinga terdiri dari 3 bagian,
yaitu: telinga luar, telinga tengah dan rongga telinga dalam.
1 Telinga Luar
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (pinna) dan kanalis auditorius
eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang
dinamakan membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada
kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi
kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan
jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu
pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis

22
auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah
sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan
meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan
menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5
sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa
padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang
dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana
timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula
seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen.
Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen
ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri
dan memberikan perlindungan bagi kulit.
2 Telinga Tengah
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus
stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan
ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela
oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah
dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di
mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke
getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan
dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk
cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami
robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke
telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe. Tuba eustachii yang
lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan telingah
ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka
akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau
menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan
menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.

23
3 Telinga Dalam
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ
untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis),
begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea
vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea
dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga
kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90
derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan
keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh perubahan
kecepatan dan arah gerakan seseorang. Koklea berbentuk seperti rumah
siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral
dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti.
Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya, Labirin
membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang
berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui
aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus,
dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti.(Anatomi
dan Fisiologi untuk paramedic. Pearce, C Evelyn. 2002)

2.3 Etilogi
Penyebabnya adalah bakteri-bakteri saluran pernafasan bagian atas dan
bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus, staphylococcus aureus,
pneumococcus, haemophylus influenza, escherecia coli, streptococcus
anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas aerugenosa.
Penyebab lainnya yaitu virus. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai
pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau
adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus,
rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi
tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,
menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme
farmakokinetiknya (Kerschner, 2007).

24
2.4 Patofisiologi
Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang
sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga.
Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud (kapas pembersih) bisa
mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong sel-sel kulit yang
mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana.
Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan
penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang.
Kulit yang basah dan lembut pada saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh
bakteri atau jamur.
Infeksi oleh kuman pada kulit disepertiga luar liang telinga yang
mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
serumen membentuk furunkel.
Stadium prainflamasi timbul bila lapisan lipid meatus akusticus eksternus
terlepas karena lembab atau trauma menimbulkan edema epitel skuamosa.
Keadaan ini menimbulkan trauma lokal yang memudahkan bakteri masuk
melalui kulit, terjadi inflamasi dan cairan eksudat. Rasa gatal memicu terjadinya
iritasi, berikutnya infeksi lalu terjadi pembengkakan dan akhirnya menimbulkan
rasa nyeri.
Proses infeksi menyebabkan peningkatan suhu lalu menimbulkan
perubahan rasa nyaman dalam telinga. Selain itu, proses infeksi akan
mengeluarkan cairan / nanah yang bisa menumpuk dalam liang telinga (meatus
akustikus eksterna) sehingga hantaran suara akan terhalang dan terjadilah
penurunan pendengaran.
Bakteri patogen yang sering menyebabkan otitis eksterna yaitu
Pseudomonas (41%), Streptokokus (22%), Stafilokokus aureus (15%) dan
Bakteroides (11%) (Oghalai, 2003).
Infeksi pada liang telinga luar dapat menyebar ke pinna, periaurikuler dan
tulang temporal.
Otalgia pada otitis eksterna disebabkan :

25
a. Kulit liang telinga luar beralaskan periostium & perikondrium bukan bantalan
jaringan lemak sehingga memudahkan cedera atau trauma. Selain itu, edema
dermis akan menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit yang hebat.
b. Kulit dan tulang rawan pada 1/3 luar liang telinga luar bersambung dengan
kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan sedikit saja pada daun
telinga akan dihantarkan ke kulit dan tulang rawan liang telinga luar sehingga
mengakibatkan rasa sakit yang hebat pada penderita otitis eksterna.

Staduim kronik terdiri dari peradangan ringan dan infeksi yang menetap
meskipun diberi terapi

2.5 Pawthay

26
2.6 Manisfestasi Klinik/Gejala

Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat
ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada
orang dewasa. (Hendarso, 2011)
a. Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang
dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic(pemberian tekanan
positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan
ke otoskop), dapat mengalami perforasi.
b. Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
c. Keluhan nyeri telinga (otalgia)
d. Demam
e. Anoreksia
f. Limfadenopati servikal anterior

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada otitis media :
1. Komplikasi yang terjadi pada Otitis media adalah :
a. Infeksi pada tulang sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)
b. Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler).
c. Tuli.
d. Peradangan pada selaput otak (meningitis).
e. Abses otak.
f. Ruptur membrane timpani.
2. Tanda-tanda terjadi komplikasi :
a. Sakit kepala.
b. Tuli yang terjadi secara mendadak.
c. Vertigo (perasaan berputar).
d. Demam dan menggigil.

27
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1 Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar.
2 Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane
timpani.
3 Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis
(Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).
4 Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat
gendang telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai
respon endang telinga terhadap perubahan tekanan udara.

2.9 Pelaksanaan
a. Pemberian obat Antibiotik
1) Tujuan
Tujuan pemberian antibiotic, untuk melumpuhkan atau menghilangkan bakteri.
2) Efek samping
Jika diberikan secara kontinyu dan tidak teratur, akan menyebabkan resistensi
bakteri, dan akan menimbulkan alergi baru jika antibiotik tidak cocok dengan
tubuh.
3) Indikasi
Lebih banyak diberikan pada penderita peradangan yang disebabkan oleh bakteri.
4) Kontra indikasi
Berbahaya diberikan pada penderita bronchitis, asma dan aritmia.

b) Pemberian obat Analgesik


1) Tujuan
Untuk menghilangkan nyeri.
2) Efek samping
Umumnya Asam Mefenamat dapat diberikan dengan baik pada dosis yang
dianjurkan, Pada beberapa kasus pernah dilaporkan terjadinya rasa mual, muntah,
diare, pada penggunaan jangka panjang yang terus menerus dengan dosis 2000 mg
atau lebih sehan dapat mengakibatkan agranulositosis dan hemolitik anemia.
3) Indikasi

28
Untuk menghilangkan segala macam nyeri dan ringan sampai sedang dalam
kondisi akut dan kronis termasuk nyeri karena trauma.
4) Kontraindikasi
Pada penderita tukak lambung pendenta asma, penderita ginjal dan penderita yang
hipersensitif.

2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Mengkaji nyeri.
b. Mengkompres hangat.
c. Mengurangi kegaduhan pada lingkungan klien.
d. Instruksikan kepada keluarga tentang komunikasi yang efektif.
e. Memberikan informasi segala yang terkait dengan penyakit otitis medi

29
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian
a. Dafa Biografi
Meliputi :Identitas Pasien yaitu: nama, umur, jenis, kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan,alamat dan Indentitas Penanggung Jawab :
b. Riwayat Keperawatan

a. Anamnesis
Keluhan utama dapat berupa :
1) Gangguan pendengaran / pekak.
Bila ada keluhan gangguan pendengaran, perlu ditanyakan :
a) Apakah keluhan tsb. pada satu telinga atau kedua telinga, timbul tiba-tiba
atau bertambah secara bertahap dan sudah berapa lamanya.
b) Apakah ada riwayat trauma kepala, telinga tertampar, trauma akustik atau
pemakaian obat ototoksik sebelumnya.
c) Apakah sebelumnya pernah menderita penyakit infeksi virus seperti parotitis,
influensa berat dan meningitis.
d) Apakah gangguan pendengaran ini diderita sejak bayi , atau pada tempat yang
bising atau pada tempat yang tenang.
2) Suara berdenging / berdengung (tinitus)
a) Keluhan telinga berbunyi dapat berupa suara berdengung atau berdenging
yang dirasakan di kepala atau di telinga, pada satu sisi atau kedua telinga.
b) Apakah tinitus ini menyertai gangguan pendengaran.
3) Rasa pusing yang berputar (vertigo).
Dapat sebagai keluhan gangguan keseimbangan dan rasa ingin jatuh.
a) Apakah keluhan ini timbul pada posisi kepala tertentu dan berkurang bila
pasien berbaring dan timbul lagi bila bangun dnegan gerakan cepat.
b) Apakah keluhan vertigo ini disertai mual, muntah, rasa penuh di telinga dan
telinga berdenging yang mungkin kelainannya terdapat di labirin atau disertai
keluhan neurologis seperti disentri, gangguan penglihatan yang mungkin letak

30
kelainannya di sentral. Kadang-kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada
kekakuan pergerakan otot-oto leher. Penyakit DM, hipertensi, arteriosklerosis,
penyakit jantung, anemia, kanker, sifilis, dapat menimbulkan keluhan vertigo dan
tinitus.
4) Rasa nyeri di dalam telinga (Otalgia)
a) Apakah pada telinga kiri /kanan dan sudah berapa lama.
b) Nyeri alihan ke telinga dapat berasal dari rasa nyeri gigi, sendi mulut, tonsil,
atau tulang servikal karena telinga di sarafi oleh saraf sensoris yang berasal dari
organ-organ tersebut.
5) Keluar cairan dari telinga (otore)
a) Apakah sekret keluar dari satu atau kedua telinga, disertai rasa sakit atau tidak
dan sudah berapa lama.
b) Sekret yang sedikit biasanya berasal dari infeksi telinga luar dan sekret yang
banyak dan bersifat mukoid umumnya berasal dari telinga tengah. Bila berbau
busuk menandakan adanya kolesteatom. Bila bercampur darah harus dicurigai
adanya infeksi akut yang berat atau tumor. Bila cairan yang keluar seperti air
jernih harus waspada adanya cairan liquor serebrospinal.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1 Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera fisik
2 Gangguan persepsi sensori (pendengaran) di tandai dengan perubahan
resepsi, transmisi dan integritas sensorir
3 Gangguan Rasa Aman yang berhubungan dengan Peradangan
4 Gangguan Pendengaran di tandai dengan Peradangan.

31
3.3 Rencana Keperawatan

NANDA NOC NIC


1. Nyeri akut · Manajemen nyeri · Tingkat kenyamanan
Definisi : Serangan Aktivitas : Indikator:
mendadak atau ü Kaji tipe intensitas, ü Melaporkan kondisi fisik
perlahan dari karakteristik dan lokasi yang membaik
intensitas ringan nyeri ü Melaporkan kondisi
sampai berat yangü Kaji tingkatan skala nyeri psikologis yang membaik
di antisipasi atau untuk menentukan dosis ü Mengekspresikan
diprediksi durasi analgesik kegembiraan terhadap
nyeri kurang dari 6ü Anjurkan istirahat ditempat lingkungan sekitar
bulan tidur dalam ruangan yang ü Mengekspresikan kepuasan
tenang dengan control nyeri
Batasan
ü Atur sikap fowler 300 atau ·Kontrol Nyeri
karakteristik:
dalam posisi nyaman. Indikator:
ü peningkatan tekanan
ü Ajarkan klien teknik ü Mengenal factor penyebab
intra okuler (TIO) relaksasai dan nafas dalamü Mengenal serangan nyeri
yang ditandai ü Anjurkan klien ü Mengenal gejala nyeri
dengan mual dan menggunakan mekanism ü Melaporkan control nyeri
muntah. koping yang baik disaat ·Tingkat Nyeri
ü Adanya laporan nyeri terjadi Indikator:
nyeri secara verbalü Hindari mual, muntah ü Melaporkan nyeri
dan non verbal karena ini akan ü Frekuensi nyeri
ü Nafsu makan meningkatkan TIO ü Ekspresi wajah karena nyeri
menurun ü Alihkan perhatian pada hal-ü Perubahan tanda-tanda vital
ü Mual, muntah hal yang menyenangkan
ü Hilangkan atau kurangi
sumber nyeri
· Pemberian analgesik

32
ü Berikan analgesik sesuai
order dokter.
ü Perhatikan resep obat, nama
pasien, dosis dan rute
pemberian secara benar
sebelum pemberian obat.

2.Gangguan · Peningkatan · Kompensasi Tingkah


persepsi sensori - Komunikasi: Defisit Laku Pendengaran
perseptual Pendengaran Indikator:
pendengaran Aktivitas: ü Pantau gejala kerusakan
ü Janjikan untuk pendengaran
mempermudah ü Menggunakan layananan
pemeriksaan pendengaran pendukung untuk
sebagaimana mestinya pendegaran yang lemah
ü Memfasilitasi penggunaan ü Menghilangkan gangguan
alat bantu sewajarnya ü Menggunakan bahasa isarat
ü Beritahu pasien bahwa ü Membaca gerakan bibir
suara akan terdengar ü Memperoleh alat bantu
berbeda dengan memakai pendengaran
alat bantu ü Mengingatkan yang lain
ü Jaga kebersihan alat bantu untuk menggunakan teknik
ü periksa secara rutin baterai yang menguntungkan
alat bantu pendengaran
ü Mendengar dengan penuh ü Memakai alat bantu
perhatian pendengaran (misal, lampu
ü Menahan diri dari berteriak pada telepon, alarm
pada pasien yang kebakarab, bel pintu, TDD
mengalami gangguan ü Menggunakan alat bantu
komunikasi dengar dengan benar
ü Memfasilitasi lokasi ·Gambaran tubuh

33
penggunaan alat bantu Indikator:
ü Memfasilitasi letak telepon Gambaran internal
bagi gangguan ü Pribadi
pendengaran sebagaimanaü Sesuai antara kenyataan,
mestinya ideal, dan perilaku tubuh
·Pembentukan kognisi ü Deskripsi pada bagian
Aktivitas: tubuh yang terkena
ü Bantu pasien untuk dampak
menerima kenyataan ü Menyesuaikan diri dengan
bahwa statemen diri berubahnya penampilan
berada di tengah-tengah pisik
timbulnya emosi ü Menyesuaikan diri dengan
ü Bantu pasien memahami berubahnya fungsi tubuh
akan ketidakmapuannya ü Menyesuaikan diri dengan
untuk menggapai perilaku berubahnnya status
yang diinginkan sering kesehata
disebabkan oleh statemen ü Kesediaan untuk
diri yang tidak masuk akal menggunakan strategi
ü Tunjukkan bentuk-bentuk untuk meningkatkan
kelainan fungsi berpikir penampilan dan fungsi
(misal, pikiran yang tubuh
bertentangan, terlalu
banyak menggeneralisasi,
penguatan, dan
personalisasi)
ü Bantu pasien mengenali
emosi yang menyakitkan
yang ia rasakan
ü Bantu pasien mengenal
pemicu yang diterima
(misal, situasi, kejadian,
dan interaksi dengan orang

34
lain) yang membuat stress
ü Bantu pasien untuk
mengenal interpretasi
pribadi yang salah
mengeni faktor pemicu
yang diterima
ü Bantu pasien untuk
mengganti interpretasi
yang salah dengan yang
lebih realistis berdasarkan
situasi yang membuat
stres, kejadian, dan
interaksi

3.4 Implementasi Keperawatan

Menurut Patricia A. Potter (2005), Implementasi merupakan pelaksanaan dari


rencana tindakan keperawatan yang telah disusun / ditemukan, yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dapat terlaksana dengan baik
dilakukan oleh pasien itu sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat
bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan
fisioterapis. Perawat memilih intervensi keperawatan yang akan diberikan kepada
pasien.
Berikut ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat :
7. Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan
8. Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan
9. Menyiapkan lingkungan terapeutik
10. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
11. Memberikan asuhan keperawatan langsung

35
12. Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya.
Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan klien,
menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatn yang sudah ada,
mengidentifikasi area dimana bantuan dibutuhkan untuk mengimplementasikan,
mengkomunikasikan intervensi keperawatan.
Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan pengetahuan
tambahan keterampilan dan personal. Setelah implementasi, perawat menuliskan
dalam catatan klien deskripsi singkat dari pengkajian keperawatan, Prosedur
spesifik dan respon klien terhadap asuhan keperawatan atau juga perawat bisa
mendelegasikan implementasi pada tenaga kesehatan lain termasuk memastikan
bahwa orang yang didelegasikan terampil dalam tugas dan dapat menjelaskan
tugas sesuai dengan standar keperawatan.

3.5 Evaluasi Keperawatan


Menurut Patricia A. Potter (2005), Evaluasi merupakan proses yang
dilakukan untuk menilai pencapaian tujuan atau menilai respon klien terhadap
tindakan leperawatan seberapa jauh tujuan keperawatan telah terpenuhi.
Pada umumnya evaluasi dibedakan menjadi dua yaitu evaluasi kuantitatif dan
evaluasi kualitatif. Dalam evalusi kuantitatif yang dinilai adalah kuatitas atau
jumlah kegiatan keperawatan yang telah ditentukan sedangkan evaluasi kualitatif
difokoskan pada masalah satu dari tiga dimensi struktur atau sumber, dimensi
proses dan dimensi hasil tindakan yang dilakukan.
Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Mengumpulkan data keperawatan pasien
2. Menafsirkan (menginterpretasikan) perkembangan pasien
3. Membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
4. Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar
normal yang berlaku.

36
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

pendengaran sebagai salah satu indera, memegang peranan yang sangat penting
karena perkembangan bicara sebagai komponen utama komunikasi pada manusia
sangat tergantung pada fungsi pendengaran. Apabila pendengaran mengalami
gangguan pada telinga seperti otitis media yang tekait dengan kasus ini.

4.2 Saran
Sebaiknya tidak mencoba pemindahan serumen telinga di rumah dengan cotton
bud, jepit rambut, pensil, atau peralatan lain apa pun. Tindakan seperti itu
biasanya hanya memasukkan lilin lebih banyak dan bisa merusakkan gendang
pendengar dan akan mengalami penyumbatan pada bagian telinga dalam.Sabun
dan air di atas sehelai waslap menyediakan higienis telinga eksternal yang
memadai.

37
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. J. (2001).Patofisiologi. Jakarta: EGC

Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18 thed. USA: Saunders Elsevier, 2632-2646.

Potter,PatriciaA. & Perry, Anne Griffin. (2005). Buku Ajar Fundamental


Keperawatan: konsep, proses, dan praktik . Jakarta: EGC.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta;EGC

Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Jakarta : EGC

38

Anda mungkin juga menyukai