Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

Asma Berat Eksaserbasi Akut

Disusun Sebagai Tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu


Penyakit Dalam
RST TK II dr. Soedjono Magelang

Diajukan Kepada :
dr. Dwi Hartanto, Sp.P

Diajukan Oleh :
Kartika Yulianti
1710221071

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN


ILMU PENYAKIT DALAM
RST TK II DR.SOEDJONO MAGELANG
PERIODE 11 MARET-26 MEI 2018

1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus :
Asma berat eksaserbasi akut

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan


Klinik
di Bagian Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Tentara dr. Soedjono Magelang

Disusun Oleh:
Kartika Yulianti
1710221071

Magelang, April 2018


Telah dibimbing dan disahkan oleh
Pembimbing:

dr. Dwi Hartanto, Sp.P

2
BAB I
STATUS PASIEN
I.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn.A
No. RM : 167738
Umur : 18 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Magelang
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum menikah
Tanggal Masuk : 25 April 2018

I.2 ANAMNESIS
Aloanamnesis pada tanggal 26 April 2018
a. Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
b. Keluhan Tambahan
Batuk, mual, muntah.
c. Riwayat Penyakit Sekarang:
- Pasien mengeluh sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, Sesak
napas dirasakan terutama saat saat malam hari malam hari, sesak nafas
dipicu udara dingin, ada binatang berbulu di dekat pasien, serta jika
pasien sedang ada penyakit lain seperti batuk, flu. Pasien mengaku
sering sesak nafas dan sering terdengar bunyi “ngik-ngik” saat sesak
nafas berlangsung. Sesak nafas akan memburuk jika pasien melakukan
banyak gerakan dan aktivitas dan sedikit membaik saat istirahat. Sesak
nafas sering dirasakan sejak 2 tahun yang lalu.
- Kekambuhan sesak nafas biasanya terjadi 2 kali sehari atau seminggu
bisa kambuh 3-4 kali, hal ini diakui pasien cukup menganggu aktivitas
sehari-harinya. Awalnya kekambuhan hanya terjadi minimal seminggu
1x tetapi semakin lama semakin sering dan memberat.

3
- Pasien mengaku sering bersin dan pilek saat bangun tidur dan terjadi
pada keadaan dingin dan pagi hari.
- Pasien mengaku jika sedang terjadi kekambuhan dada terasa berat jika
untuk bernapas.
- Keluhan disertai dengan batuk, batuk dirasakan sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit, batuk disertai dahak berwarna putih tetapi pasien
mengaku dahak sulit keluar. Sebelumnya jika terjadi kekambuhan asma
pasien jarang disertai batuk. Jika pasien sedang batuk atau flu pasti sesak
nafas muncul.
- Demam disangkal (-)
- Nyeri tenggorokan (-), pilek (-), lemas (+), pusing (-)
- Pasien mengaku merasa mual (+), dan muntah 3x 1 hari sebelum masuk
rumah sakit.
- BAB dan BAK dalam batas normal.
- 2 jam SMRS pasien merasa sesak nafas belum berkurang, lemas, batuk
(+).

d. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Pasien sudah pernah di diagnosis asma (+) oleh dokter
b. Rhinitis alergi (+)
c. Maag (+)
d. Diabetes melitus (-), penyakit jantung (-), hipertensi (-)

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah memiliki asma (+).

f. Riwayat Pengobatan
- Jika sedang sesak pasien sering meminum obat dari dokter, tetapi pasien
tidak mengetahui nama obat dan tidak membawa obat saat berada di
rumah sakit. Pasien merasa lebih baik jika meminum obat tersebut.

4
g. Riwayat Sosial Ekonomi
- Pasien seorang pelajar di madrasah, pasien tinggal di pondok pesantren.
- Pasien mengaku jarang berolah raga.

I.3 PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
B. Kesadaran : Composmentis
C. Tanda vital
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Pernapasan : 28x/menit
 Nadi : 90x/menit
 Suhu : 36,8 C
 SpO2 : 96%
 BB/TB : 37 kg / 155 cm, IMT = 15.4

D. Status Generalisata
 Kepala
Normocephal, distribusi rambut merata, rambut tidak mudah dicabut,
wajah tampak normal.
 Mata
Konjungtiva anemia -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor diameter 3 mm,
refleks pupil +/+, mata sembab -/-, mata cekung (-/-)
 Telinga
Simetris, tidak ada kelainan, otore (-/-)
 Hidung
Pernapasan cuping hidung (+), mukosa normal, konka hipertrofi tak
terlihat
 Tenggorokan
Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
 Leher
Deviasi trakhea (-), JVP tidak meningkat, KGB dalam batas normal

5
 Thoraks
Cor :
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba kuat angkat
Perkusi : Batas jantung
Kiri, redup pada ICS V linea midclavicular sinistra
Kanan, redup pada ICS IV linea parasternalis dextra
Atas, redup pada ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi :Bunyi jantung SI-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo :
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
Palpasi : Vocal fremitus dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) wheezing (+/+), ronkhi (-/-
)
 Abdomen
Inspeksi : Perut datar simetris
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)

- Ekstremitas
Akral hangat, edema tungkai (-/-), capillary refill time < 2 detik, turgor
dbn

I.4 DAFTAR MASALAH


- Pasien mengeluh sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
- Sesak napas dirasakan terutama saat saat malam hari malam hari
- Sesak nafas dipicu udara dingin, ada binatang berbulu di dekat pasien,
serta jika pasien sedang ada penyakit lain seperti batuk, flu.

6
- Sering sesak nafas dan sering terdengar bunyi “ngik-ngik” saat sesak
nafas berlangsung.
- Sesak nafas akan memburuk jika pasien melakukan banyak gerakan dan
aktivitas dan sedikit membaik saat istirahat.
- Sesak nafas sering dirasakan sejak 2 tahun yang lalu.
- Kekambuhan sesak nafas biasanya terjadi 2 kali sehari atau seminggu
bisa kambuh 3-4 kali.
- Sesak cukup menganggu aktivitas sehari-hari.
- Awalnya kekambuhan hanya terjadi minimal seminggu 1x tetapi
semakin lama semakin sering dan memberat.
- Pasien mengaku sering bersin dan pilek saat bangun tidur dan terjadi
pada keadaan dingin dan pagi hari.
- Dada terasa berat saat sesak
- Batuk (+)sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit,
- batuk disertai dahak berwarna putih tetapi pasien mengaku dahak sulit
keluar.
- lemas (+)
- Mual (+)
- Muntah 3x, 1 hari sebelum masuk rumah sakit
- Pernapasan cuping hidung (+)
- Wheezing (+/+)

I.5 Hipotesis
 Asma persisten berat eksaserbasi akut
 Asma persisten sedang eksaserbasi akut
 Bronchitis akut
 dispepsia

I.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Laboratorium
NO. JENIS HASIL NILAI RUJUKAN
PEMERIKSAAN

7
1. HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 15 12-16 g/Dl
Hematokrit 43.1 35 - 47 %
Eritrosit 5.22 3.9 – 5.5 juta/ L
Leukosit 21.900 3.600 – 11.000/L
Trombosit 316.000 150.000 – 440.000/L
MCV 82.4 80 – 100 Fl
MCH 28.7 26 – 35 pg
MCHC 34.9 31 – 36 g/Dl
2. KIMIA KLINIK
SGOT (AST) 35 < 37 U/L
SGPT (ALT) 39 < 41 U/L
Ureum 14 17 – 43 mg/Dl
Kreatinin 0.8 0.9 – 1.3 mg/Dl
Gula Sewaktu 70 70 – 170 mg/Dl

Pemeriksaan spirometri
FVC 0.91 30%
FEV1 0.83 29%
FEV1/FVC 91 106%
FEV1/VC 81 96%
PEF 2.14 33%

FEV1/FVC = 0.83/0.91 = 91%

Rontgen thoraks :
 Corakan bronkovaskular meningkat

I.7 DIAGNOSIS KERJA


Asma persisten berat eksaserbasi akut + bronkitis akut.

8
I.8 TERAPI
1. Farmakologi
a) terapi simptomatik
 batuk berdahak sulit keluar : mukolitik : vectrin 3x1
 mual : antiemetik : domperidon/vometa
b) terapi kausatif
 bronkodilator : salbutamol, nebulizer (bricasma 2x1, pulmicort 2x1),
aminophilin
 antiinflamasi : Metilprednisolon 3x62.5 mg
 Antibiotik : cephalosporin (ceftriaxone)
c) Terapi suportif
 Infus D5
2. Non farmakologi
 Hindari pencetus asma
 Minum air hangat

I.9 FOLLOW UP
26 April 2018
S Batuk (+) dahak masih sulit keluar, sesak sudah berkurang, mual (-)
O - Kesadaran : Composmentis
- TD : 120/70 mmHg
- Pernapasan : 24x/menit
- Nadi : 122x/menit
- Suhu : 36.1 C
- SpO2 : 89%
Status Generalisata
 Kepala: Normocephal, distribusi rambut merata, rambut tidak
mudah dicabut, wajah tampak normal
 Mata
Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor diameter
3 mm, refleks pupil +/+

9
 Telinga: dbn
 Hidung: dbn
 Tenggorokan: dbn
 Leher: dbn
 Thoraks
Cor : dbn
Pulmo : wheezing (+/+)
 Abdomen: dbn
 Ekstremitas
Akral hangat, edema tungkai (-/-), capillary refill time < 2 detik
A Asma persisten berat eksaserbasi akut + bronkitis akut
P - Oksigen 3 lpm
- Infus D5
- Metil perdnisolon 3x125
- Nebulizer (ventolin, flixotide)
- Salbutamol
- ceftriaxone
- Vectrin

27 April 2018
S Batuk (+), sesak sudah tidak terasa
O - Kesadaran: Composmentis
- TD: 120/80 mmHg, HR: 82x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 36º C,
SpO2: 96%
Status Generalisata
 Kepala: dbn
 Mata
Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor diameter
3 mm, refleks pupil +/+
 Telinga: dbn

10
 Hidung: dbn
 Tenggorokan: dbn
 Leher: dbn
 Thoraks
Cor : dbn
Pulmo : wheezing (+/+) minimal
 Abdomen: Nyeri tekan (-)
 Ekstremitas
Akral hangat, edema tungkai (+/+), capillary refill time < 2 detik

Asma persisten berat eksaserbasi akut + bronkitis akut


P - Metil prednisolon dosis diturunkan menjadi 2x62.5
- Nebulizer
- Oksigen 3 lpm
- Infus D5
- Nebulizer (ventolin, flixotide)

18 April 2018
S Keluhan (-)
O - Kesadaran: Composmentis
- TD: 120/80 mmHg, HR: 80x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 36 º C,
SpO2: 98%
Status Generalisata
 Kepala: wajah sembab sudah berkurang
 Mata
Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor diameter
3 mm, refleks pupil +/+, mata sembab (-)
 Telinga: dbn
 Hidung: dbn
 Tenggorokan: dbn
 Leher: struma tiroid difus (+)

11
 Thoraks
Cor : dbn
Pulmo : dbn
 Abdomen: Nyeri tekan (-)
 Ekstremitas
Akral hangat, edema tungkai (+/+), capillary refill time < 2 detik

A Asma persisten berat eksaserbasi akut + bronkitis akut


P - Infus asering 20 tpm
- Injeksi ceftriaxone
- Injeksi ranitidin
- PTU 200 mg 3x1
- Propanolol 10 mg 3x1
- Spironolacton 25 mg 1-0-0
- Vometa 3x1
- Diaform 3x4 tab

19 April 2018
S Keluhan (-)
O - Kesadaran: Composmentis
- TD: 110/80 mmHg, HR: 82x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 36,2º C,
SpO2: 98%
Status Generalisata
 Kepala: wajah sembab (-)
 Mata
Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor diameter
3 mm, refleks pupil +/+, mata sembab (-)
 Telinga: dbn
 Hidung: dbn
 Tenggorokan: dbn
 Leher: struma tiroid difus (+)

12
 Thoraks
Cor : dbn
Pulmo : dbn
 Abdomen: Nyeri tekan (-)
 Ekstremitas
Akral hangat, edema tungkai (+/+), capillary refill time < 2 detik

A Thyroid Heart Disease (Atrial Fibrilasi -> CHF) e.c hipertiroidisme


(grave’s disease)
P - Infus asering 20 tpm
- Injeksi ceftriaxone
- Injeksi ranitidin
- PTU 200 mg 3x1
- Propanolol 10 mg 3x1
- Spironolacton 25 mg 1-0-0
- Vometa 3x1
- Diaform 3x4 tab

13
BAB II

ASMA BRONCHIAL

II.1.Asma
II.1.1. Definisi Asma
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan
berarti serangan nafas pendek. Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan
tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai
berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini
hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan
bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya
riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain
sudah disingkirkan.
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for
Asthma (GINA) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas
dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T.
Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas,
rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini
biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi,
yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan,
inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap
berbagai rangsangan.

II.1.2. Epidemiologi
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada
umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya
muncul sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang
hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani.

14
Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak
yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal tersebut yang menjadikannya
tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas bermain, dan
fungsi dari hari ke hari.
Asma sudah dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi. Di Australia
prevalensi asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat menjadi
29,7% pada tahun 1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi
antara 3%-8%, penelitian di Menado, Pelembang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta
memberikan angka berturut-turut 7,99%; 8,08%; 17% dan 4,8%.

II.1.3. Faktor Resiko


Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar, faktor
risiko yang berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma dan faktor
risiko yang berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma yang
disebut trigger faktor atau faktor pencetus3). Adapun faktor risiko pencetus asma
bronkial yaitu :
1. Asap Rokok
2. Tungau Debu Rumah
3. Jenis Kelamin
4. Binatang Piaraan
5. Jenis Makanan
6. Perabot Rumah Tangga
7. Perubahan Cuaca
8. Riwayat Penyakit Keluarga
9. Lingkungan termasuk lingkungan kerja
10. Psikologis

II.1.4. Patofisiologi
Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot
bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi
bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas menyempit
pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obtruksi

15
terjebak tidak bisa diekspirasi, selanjutnya terjadi peningkatan volume residu,
kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernafas pada volume yang
tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar
saluran nafas tetap terbuka dan pertukaaran gas berjalan lancar.
Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat dinilai secara obyektif dengan
Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Arus Puncak Ekspirasi (APE). Sedangkan
penurunan Kapasitas Vital Paksa (KVP) menggambarkan derajat hiperinflasi paru.
Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada di saluran nafas yang besar,
sedang maupun yang kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran
nafas besar.
Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada asma disebabkan oleh
bronkokontriksi, hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan
deskuamasi sel epitel serta sel radang. Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan
nonspesifik, akan adanya jalan nafas yang hiperaktif, mencetuskan respon
bronkokontriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi alergen yang dihirup (tungau
debu, tepungsari, sari kedelai, dan protein minyak jarak), protein sayuran lainnya,
infeksi virus, asap rokok, polutan udara, bau busuk, obat-obatan (metabisulfit),
udara dingin, dan olah raga.
Patologi asma berat adalah bronkokontriksi, hipertrofi otot polos bronkus,
hipertropi kelenjar mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel radang (eosinofil,
neutrofil, basofil, makrofag), dan deskuamasi. Tanda-tanda patognomosis adalah
krisis kristal Charcot-leyden (lisofosfolipase membran eosinofil), spiral Cursch-
mann (silinder mukosa bronkiale), dan benda-benda Creola (sel epitel terkelupas).
Penyumbatan paling berat adalah selama ekspirasi karena jalan nafas intratoraks
biasanya menjadi lebih kecil selama ekspirasi. Penyumbatan jalan nafas difus,
penyumbatan ini tidak seragam di seluruh paru. Atelektasis segmental atau
subsegmental dapat terjadi, memperburuk ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.
Hiperventilasi menyebabkan penurunan kelenturan, dengan akibat kerja pernafasan
bertambah. Kenaikan tekanan transpulmuner yang diperlukan untuk ekspirasi
melalui jalan nafas yang tersumbat, dapat menyebabkan penyempitan lebih lanjut,
atau penutupan dini (prematur) beberapa jalan nafas total selama ekspirasi, dengan
demikian menaikkan risiko pneumotoraks.

16
II.1.5. Etiologi
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom,
imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai
individu. Aktivitas bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik
sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan nafas, disebut reseptor
batuk atau iritan, tergantung pada lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang
aferens, yang pada ujung eferens merangsang kontraksi otot polos bronkus.
Neurotransmisi peptida intestinal vasoaktif (PIV) memulai relaksasi otot polos
bronkus. Neurotramnisi peptida vasoaktif merupakan suatu neuropeptida dominan
yang dilibatkan pada terbukanya jalan nafas.
Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah
pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepung sari dan
ketombe. Bentuk asma inilah yang paling sering ditemukan pada usia 2 tahun
pertama dan pada orang dewasa (asma yang timbul lambat), disebut intrinsik.
Faktor endokrin menyebabkan asma lebih buruk dalam hubungannya dengan
kehamilan dan mentruasi atau pada saat wanita menopause, dan asma membaik
pada beberapa anak saat pubertas. Faktor psikologis emosi dapat memicu gejala-
gejala pada beberapa anak dan dewasa yang berpenyakit asma, tetapi emosional
atau sifat-sifat perilaku yang dijumpai pada anak asma lebih sering dari pada anak
dengan penyakit kronis lainnya.

II.1.6. Klasifikasi
Derajat Gejala Gejala Malam Faal Paru
Asma
Intermitten Gejala <1x/minggu 2x sebulan VEP1 80% nilai
Tanpa gejala diluar prediksi
serangan APE 80% nilai
Serangan singkat terbaik
Variability
APE <20%

17
Persisten Gejala >1x/minggu >2x sebulan VEP1 80% nilai
Ringan tapi <ix/hari prediksi
APE 80% nilai
terbaik
Variability
APE 20%-30%
Persisten Gejala setiap hari >1x seminggu VEP1 60-80%
Sedang Serangan nilai prediksi
mengganggu APE 60-80%
aktivitas dan tidur nilai terbaik
Membutuhkan Variability
bronkodilator tiap APE >30%
hari
Persisten Gejala terus Sering VEP1 <60%
Berat menerus nilai prediksi
Sering kambuh APE <60%
Aktivitas fisik nilai terbaik
terbatas Variability
APE >30%

II.1.7. Diagnosis
Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia,
disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya
penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga
penderita tidak merasa perlu ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang
bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan
variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk
menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal
paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.

18
a. Riwayat Penyakit dan gejala :
1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
2. Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
3. Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
4. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
5. Respons terhadap pemberian bronkodilator.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :


1. Riwayat keluarga (atopi)
2. Riwayat alergi / atopi
3. Penyakit lain yang memberatkan
4. Perkembangan penyakit dan pengobatan (PDPI, 2003).

b. Pemeriksaan fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat
normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi
pada auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal
walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan
napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan
hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita
bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran
napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis
berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya
terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Walaupun demikian mengi dapat tidak
terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai
gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan
penggunaan otot bantu napas.

c. Faal paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi
mengenai asmanya , demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea
dan mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain

19
untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai
berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai :
1. obstruksi jalan napas
2. reversibiliti kelainan faal paru
3. variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan
napas
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah
diterima secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan
spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE).
a. Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital
paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang
standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga
dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang
reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/
KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi .
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
- Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau
VEP1 < 80% nilai prediksi.
- Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 ³ 15% secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/
oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma
- Menilai derajat berat asma

b. Arus Puncak Ekspirasi (APE)


Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau
pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter
(PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan
mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas
ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/ dipahami

20
baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di rumah
sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan
ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.
Manfaat APE dalam diagnosis asma
- Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE ³ 15% setelah inhalasi bronkodilator
(uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi
kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu)
- Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE
harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat
berat penyakit (lihat klasifikasi)
Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru lain, di
samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat obstruksi. Oleh
karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan dengan nilai terbaik
sebelumnya, bukan nilai prediksi normal; kecuali tidak diketahui nilai terbaik
penderita yang bersangkutan

II.1.8. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding asma antara lain sbb :
Dewasa :
 Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Pada PPOK sesak bersifat irreversibel, terjadi pada usia 40 tahun keatas dan
biasanya dengan riwayat paparan zat alergen dalam watu yang cukup lama.
 Bronkitis kronik
Keluhan sesak nafas disertai dengan batuk produktif yang terus menerus selama 3
bulan dalam 2 tahun berturut turut.
 Gagal Jantung Kongestif
Sesak biasanya hilang timbul dan kumat-kumatan. Keluhan sesak biasanya terjadi
setelah melakukan aktivitas. Selain itu sesak nafas juga terjadi pada saat tidur
telentang sehingga pasien akan merasa lebih nyaman jika tidur mnggunakan 2-3
buah bantal.

21
 Obstruksi mekanis (misal tumor)
Keluhan sesak biasanya bertahan lama. Hal ini disebabkan karena adanya
penyempitan permanen dari saluran pernafasan. Bunyi mengi juga akan terdengar
setiap saat.
Anak
 Benda asing di saluran napas
Keluhan sesak disertai dengan riwayat tertelan benda asing. Setelah benda asing
berhasil dikeluarkan maka keluhan sesak akan hilang secara permanen.
 Laringotrakeomalasia
Laringotrakeomalasia adalah kelainan yang disebabkan oleh melemahnya struktur
supraglotis dan dinding trakea, sehingga terjadi kolaps dan obstruksi saluran napas
yang menimbulkan gejala utama berupa stridor. Kelainan ini dapat hadir sebagai
laringomalasia atau trakeomalasia saja.
 Tumor
Keluhan sesak biasanya juga bertahan lama sama seperti tumor pada dewasa. Hal
ini disebabkan karena adanya penyempitan permanen dari saluran pernafasan.
Bunyi mengi juga akan terdengar setiap saat.
 Bronkiolitis
Merupakan infeksi virus pada bronkiolus dan biasanya menyerang anak dibawah
usia 2 tahun

II.1.9. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan asma:
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma

22
Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan
terkontrol bila :
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis b2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak
diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20%
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat

Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen :


1. Edukasi
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat.

Pengobatan berdasarkan derajat berat asma


Asma Intermiten
Termasuk pula dalam asma intermiten penderita alergi dengan pajanan
alergen, asmanya kambuh tetapi di luar itu bebas gejala dan faal paru normal.
Demikian pula penderita exercise induced asthma atau kambuh hanya bila cuaca
buruk, tetapi di luar pajanan pencetus tersebut gejala tidak ada dan faal paru normal.
Serangan berat umumnya jarang pada asma intermiten walaupun mungkin
terjadi. Bila terjadi serangan berat pada asma intermiten, selanjutnya penderita
diobati sebagai asma persisten sedang.
Pengobatan yang lazim adalah agonis beta-2 kerja singkat hanya jika
dibutuhkan, atau sebelum exercise pada exercise-induced asthma, dengan alternatif
kromolin atau leukotriene modifiers; atau setelah pajanan alergen dengan alternatif

23
kromolin. Bila terjadi serangan, obat pilihan agonis beta-2 kerja singkat inhalasi,
alternatif agonis beta-2 kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja singkat dan
agonis beta-2 kerja singkat oral atau antikolinergik inhalasi. Jika dibutuhkan
bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama 3 bulan, maka sebaiknya penderita
diperlakukan sebagai asma persisten ringan.

Asma Persisten Ringan


Penderita asma persisten ringan membutuhkan obat pengontrol setiap hari
untuk mengontrol asmanya dan mencegah agar asmanya tidak bertambah bera;
sehingga terapi utama pada asma persisten ringan adalah antiinflamasi setiap hari
dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah. Dosis yang dianjurkan 200-400
ug BD/ hari atau 100-250 ug FP/hari atau ekivalennya, diberikan sekaligus atau
terbagi 2 kali sehari.
Terapi lain adalah bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat inhalasi) jika
dibutuhkan sebagai pelega, sebaiknya tidak lebih dari 3-4 kali sehari. Bila penderita
membutuhkan pelega/ bronkodilator lebih dari 4x/ sehari, pertimbangkan
kemungkinan beratnya asma meningkat menjadi tahapan berikutnya.

Asma Persisten Sedang


Penderita dalam asma persisten sedang membutuhkan obat pengontrol
setiap hari untuk mencapai asma terkontrol dan mempertahankannya. Idealnya
pengontrol adalah kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/ hari
atau 250-500 ug FP/ hari atau ekivalennya) terbagi dalam 2 dosis dan agonis beta-
2 kerja lama 2 kali sehari. Jika penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid
inhalasi dosis rendah (£ 400 ug BD atau ekivalennya) dan belum terkontrol; maka
harus ditambahkan agonis beta-2 kerja lama inhalasi atau alternatifnya. Jika masih
belum terkontrol, dosis glukokortikosteroid inhalasi dapat dinaikkan. Dianjurkan
menggunakan alat bantu/ spacer pada inhalasi bentuk IDT/MDI atau kombinasi
dalam satu kemasan (fix combination) agar lebih mudah.
Terapi lain adalah bronkodilator (agonis beta-2 kerja singkat inhalasi) jika
dibutuhkan , tetapi sebaiknya tidak lebih dari 3-4 kali sehari. . Alternatif agonis
beta-2 kerja singkat inhalasi sebagai pelega adalah agonis beta-2 kerja singkat oral,

24
atau kombinasi oral teofilin kerja singkat dan agonis beta-2 kerja singkat. Teofilin
kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah menggunakan teofilin
lepas lambat sebagai pengontrol.

Asma Persisten Berat


Tujuan terapi pada keadaan ini adalah mencapai kondisi sebaik mungkin,
gejala seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru
(APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek
samping obat seminimal mungkin. Untuk mencapai hal tersebut umumnya
membutuhkan beberapa obat pengontrol tidak cukup hanya satu pengontrol. Terapi
utama adalah kombinasi inhalasi glukokortikosteroid dosis tinggi (> 800 ug BD/
hari atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama 2 kali sehari. Kadangkala
kontrol lebih tercapai dengan pemberian glukokortikosteroid inhalasi terbagi 4 kali
sehari daripada 2 kali sehari.
Teofilin lepas lambat, agonis beta-2 kerja lama oral dan leukotriene
modifiers dapat sebagai alternatif agonis beta-2 kerja lama inhalasi dalam perannya
sebagai kombinasi dengan glukokortikosteroid inhalasi, tetapi juga dapat sebagai
tambahan terapi selain kombinasi terapi yang lazim (glukokortikosteroid inhalasi
dan agonis beta-2 kerja lama inhalasi). Jika sangat dibutuhkan, maka dapat
diberikan glukokortikosteroid oral dengan dosis seminimal mungkin, dianjurkan
sekaligus single dose pagi hari untuk mengurangi efek samping. Pemberian
budesonid secara nebulisasi pada pengobatan jangka lama untuk mencapai dosis
tinggi glukokortikosteroid inhalasi adalah menghasilkan efek samping sistemik
yang sama dengan pemberian oral, padahal harganya jauh lebih mahal dan
menimbulkan efek samping lokal seperti sakit tenggorok/ mulut. Sehngga tidak
dianjurkan untuk memberikan glukokortikosteroid nebulisasi pada asma di luar
serangan/ stabil atau sebagai penatalaksanaan jangka panjang.
Indikator asma tidak terkontrol
a. Asma malam, terbangun malam hari karena gejala-gejala asma
b. Kunjungan ke darurat gawat, ke dokter karena serangan akut
c. Kebutuhan obat pelega meningkat (bukan akibat infeksi pernapasan, atau
exercise-induced asthma)

25
Penatalaksanaan Asma Eksaserbasi

Initial Assesment
Riwayat, pem.fisik (auskultasi, penggunaan otot bantu nafas, HR, RR, FEV1 atau PEF,
Saturasi Oksigen

Initial Treatment
Oksigen smapai saturasi oksigen >90%, inhalasi β2-agonist kerja cepat (1jam), sistemik
glukokortikosteroid, sedatif di kontraindikasikan

Re-Assesment setelah 1 jam


Pem.fisik (auskultasi, penggunaan otot bantu nafas, HR, RR, FEV1 atau PEF, Saturasi O2

Kriteria episode moderate (sedang) : Kriteria episode severe (berat)


- PEF 60-80% nilai prediksi/terbaik - PEF <60% nilai prediksi/terbaik
- Tes Fisik : Gejala moderate, - Gejala berat timbul pada waktu
penggunaan otot bantu nafas istirahat
Treatment - Riwayat faktor resiko yang mendekati
- O2 asma lanjut
- Inhalasi β2-agonist+antikolinergik tiap Treatment
jam - O2
- Oral glukokortikosteroid - Inhalasi β2-agonist+antikolinergik tiap
- Lanjutkan selama 1-3 jam jam
- Sistemik glukokortikosteroid
- Injeksi IV magnesium

Re-Assesment setelah 1 jam

Respon baik : Respon inkomplit (1-2 Respon buruk (1-2 jam):


- PEF >70% jam): - PEF<30%
- SO2 >90% - Gejala ringan-sedang - PCO2>45mmHg
- Tidak ada distress - PEF<60% - PO2<60mmHg
pernafasan - SO2 tidak ada perubahan Intensive Care (ICU) :
Acute care setting: - O2
- O2 - Inhalasi β2-
Perubahan : kriteria - Inhalasi β2- agonist+antikolinergik
pulang agonist+antikolinergik - Pertimbangkan IV β2-
- PEF >60% - IV magnesium agonist
- Obat oral/inhalasi - Monitor PEF, SO2, nadi - Pertimbangkan IV
- Lanjutkan β2- teofilin
agonist - Intubasi dan ventilasi
- Pertimbangkan oral Re-Assesment mekanik
glukokortikosteroid
- Pertimbangkan
kombinasi inhalasi Perbaikan Respon buruk : ICU
- Edukasi Respon inkomplit dalam 6-
12 jam : pertimbangkan ICU

(GINA, 2010).

26
Glukokortikosteroid inhalasi yang dapat digunakan pada penanganan Asma

 Dewasa
Obat Dosis Harian Dosis Harian Dosis Harian
Rendah (µg) Sedang (µg) Tinggi (µg)
Beclomethasone
dipropionate - 200-500 >500-1000 >1000-2000
CFC
Beclomethasone
dipropionate - 100-250 >250-500 >500-1000
HFA
Budesonide 200-400 >400-800 >8--0-1680
Ciclesonide 80-160 >160-320 >320-1280
Flunisolide 500-1000 >1000-2000 >2000
Fluticazone
100-250 >250-500 >500-1000
propionate
Mumetasone
200 400 >800
fuoat
Triamcinolone
400-1000 >1000-2000 >2000
acetonide

 Anak-anak
Obat Dosis Harian Dosis Harian Dosis Harian
Rendah (µg) Sedang (µg) Tinggi (µg)
Beclomethasone
100-200 >200-400 >400
dipropionate
Budesonide 100-200 >200-400 >400
Budesenide neb 250-500 >500-1000 >1000
Ciclesonide 80-160 >160-320 >320
Flunisolide 500-750 >750-1250 >1250
Fluticazone
100-200 >200-500 >500
propionate
Mumetasone
100 >200 >400
fuoat
Triamcinolone
400-800 >800-1200 >1200
acetonide

(GINA, 2010).

27
Kriteria rawat inap dan pemulangan pasien asma
Pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada pre-treatment kurang dari 20%
atau pasien dengan nilai FEV1 atau PEF pada post-treatment kurang dari 40%
merupakan indikasi untuk dilakukan rawat inap pada pasien asma. Pada pasien
dengan nilai FEV1 atau PEF pada post-treatment antara 40-60% dapat dipulangkan
namun dengan syarat harus diawasi secara adekuat. Sedangkan pasien dengan nilai
FEV1 atau PEF pada post-treatment lebih dari 60% dapat langsung dipulangkan
(GINA, 2010).

Klasifikasi berat serangan asma akut

Gejala dan Berat Serangan Asma Keadaan


Tanda Ringan Sedang Berat Mengancam jiwa
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat -
Posisi Dapat tidur Duduk Duduk -
telentang membungkuk
Cara 1 kalimat Beberapa Kata demi -
berbicara kata kata
Kesadaran Mungkin Gelisah Gelisah Mengantuk,
gelisah gelisah, kesadaran
menurun
RR <20x/menit 20-30x/menit >30x/menit -
Nadi <100x/menit 100-120x >120x menit Bradikardia
/menit
Pulsus - +/- 10-20 + -
paradoksus 10 mmHg mmHg >25 mmHg Kelelahan otot
Otot bantu - + + Torakoabdominal
napas dan paradoksal
retraksi
suprasternal
Mengi Akhir Akhir Inspirasi dan Silent chest
ekspirasi ekspirasi ekspirasi
paksa
APE > 80 % 60-80 % < 60% -
PaO2 > 80 mmHg 80-60 mmHg < 60 mmHg -
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg -
SaO2 > 95 % 91-95 % < 90 % -

A. Prognosis Asma Bronchial


Sulit untuk mengetahui prognosis dari asma bronkial yang tidak disertai
komplikasi. Hal ini akan tergantung pula dari umur, pengobatan, lama observasi

28
dan definisi. Prognosis selanjutnya ditentukan banyak faktor. Dari kepustakaan
didapatkan bahwa asma pada anak menetap sampai dewasa sekitar 26% - 78%.
Umumnya, lebih muda umur permulaan timbulnya asma, prognosis lebih baik,
kecuali kalau mulai pada umur kurang dari 2 tahun. Adanya riwayat dermatitis
atopik yang kemudian disusul dengan rinitis alergik, akan memberikan
kemungkinan yang lebih besar untuk menetapnya asma sampai usia dewasa. Asma
yang mulai timbul pada usia lanjut biasanya berat dan sukar ditanggulangi. Smith
menemukan 50% dari penderitanya mulai menderita asma sewaktu anak. Karena
itu asma pada anak harus diobati dan jangan ditunggu serta diharapkan akan hilang
sendiri. Komplikasi pada asma terutama infeksi dan dapat pula mengakibatkan
kematian.

29
ANALISA KASUS

1. Sesak nafas
Sesak nafas atau dyspnea merupakan istilah atau ungkapan sensasi yang
dialami individu dengan keluhan tidak enak atau tidak nyaman saat bernafas
dan gejala ini bersifat subjektif.
Sesak nafas dapat disebabkan karena berbagai faktor yaitu kelainan cardiac dan
non cardiac.

Karakteristik sesak nafas pada pasien :


- Sesak napas dirasakan terutama saat saat malam hari malam hari
Hal ini mungkin terjadi karena pada saat malam hari udara semakin
dingin dimana saat udara dingin PO2 semakin rendah, keadaan ini
merangsang kemoreseptor menghantarkan informasi sensorik pada otak
dan memproses respiratory related signals sehingga menyebabkan
sensasi sesak nafas. Udara dingin juga dapat menjadi factor pencetus
munculnya asma pada orang yang memiliki riwayat asma sebelumnya
atau pada orang yang memiliki riwayat atopi pada keluarga, hal ini dapat
menyebabkan terjadinya reaksi antigen-antibodi yang merangsang
histamine serta mediator inflamasi lainnya menyebabkan

30
bronkokontriksi sehingga memicu terjadinya sesak nafas. Ini merupakan
salah satu gejala yang menonjol pada penyakit asma.

- Sesak nafas dipicu udara dingin, ada binatang berbulu di dekat


pasien, serta jika pasien sedang ada penyakit lain seperti batuk, flu.
Udara dingin, bulu binatang serta batuk dan flu dapat menjadi suatu
factor pencetus kekambuhan asma. Seperti yang kita tahu jenis allergen
pada asma dan penyakit lainnya yang dipengaruhi reaksi
hipersensitivitas dibagi menjadi 4 klasifikasi yaitu allergen inhalan
seperti debu, bulu binatang; injektan seperti obat-obatan; ingestan
seperti makanan; dan kontaktan seperti latex.
Batuk dan flu juga dapat mempengaruhi kekambuhan asma karena pada
keadaan tersebut dapat terjadi hipersekresi mukus yang dapat membuat
jalan nafas semakin sempit sehingga memperburuk keadaan asma.

- Sering sesak nafas dan sering terdengar bunyi “ngik-ngik” saat


sesak nafas berlangsung.
Merupakan salah satu tanda khas terjadinya penyempitan jalan nafas,
dapat terjadi pada berbagai macam keadaan seperti asma, bronchitis,
serta aspirasi benda asing tetapi pada kasus ini dapat memperkuat
hipotesis asma.

- Sesak nafas akan memburuk jika pasien melakukan banyak


gerakan dan aktivitas dan sedikit membaik saat istirahat.
Pada saat pasien banyak aktivitas dan banyak gerakan maka kebutuhan
tubuh akan O2 akan semakin banyak sehingga dapat memperburuk sesak
nafas.

- Kekambuhan sesak nafas biasanya terjadi 2 kali sehari atau


seminggu bisa kambuh 3-4 kali. Sesak cukup menganggu aktivitas
sehari-hari. Awalnya kekambuhan hanya terjadi minimal
seminggu 1x tetapi semakin lama semakin sering dan memberat.

31
Hal ini memperlihatkan bahwa kekambuhan asma dirasakan cukup
sering dan menganggu aktivitas sehari-hari. Asma pada pasien ini juga
semakin memberat setiap harinya, dan hal ini dapat menjadi informasi
untuk mengetahui derajat asma pada pasien ini.

dari gejala klinis pasien ini kemungkinan pasien ini masuk dalam asma
persisten sedang-berat, tetapi untuk memastikannya perlu dilakukan
pemeriksaan spirometri untuk mengetahui fungsi parunya guna
mendukung diagnosis.

2. Pasien mengaku sering bersin dan pilek saat bangun tidur dan terjadi
pada keadaan dingin dan pagi hari.
Tanda rhinitis alergi :
- rinore
- bersin berulang
- hidung tersumbat
- rasa gatal di hidung, telinga atau daerah langit-langit, mata gatal,
berair atau kemerahan

32
kemungkinan pasien ini memiliki riwayat rhinitis alergi juga sehingga memang
memiliki riwayat reaksi hipersensitivitas sebelumnya. Merupakan salah satu
fakto risiko terjadinya asma.

3. Dada terasa berat saat sesak


Sebagai salah satu sensasi sesak nafas yang dirasakan oleh pasien karena
menarik nafas secara terus-menerus sehinga otot-otot pernapasan digunasan
secara berlebihan.

4. Batuk (+) sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk disertai
dahak berwarna putih tetapi pasien mengaku dahak sulit keluar.
Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernafasan dan
merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di
tenggorokan karena adanya lendir atau mukus, makanan, debu, asap dan
sebagainya. Batuk juga merupakan salah satu gejala paling umum yang
menyertai penyakit pernafasan seperti asma, bronchitis dan PPOK. Batuk
pasien ini dapat disebabkan karena kekambuhan asmanya, tetapi dapat juga
terjadi karena adanya suatu infeksi pada saluran pernapasan.

5. lemas (+), Mual (+), Muntah 3x, 1 hari sebelum masuk rumah sakit
kemungkinan terdapat gangguan pada GI tract yang dapat disebabkan
karena berbagai hal seperti peningkatan asam lambung, keadaan
hipoglikemia dll.

6. Pernapasan cuping hidung (+)


Merupakan salah satu tanda adanya sesak nafas pada pasien.

7. Wheezing (+/+)
Wheezing merupakan suara nafas yang terjadi karena adanya penyempitan
jalan udara atau tersumbat sebagian. Obstruksi seringkali terjadi sebagai
akibat adanya sekresi atau edema. Suara ini juga terdengar pada asma dan
banyak proses yang berkaitan dengan bronkokonstriksi. Kondisi ini

33
biasanya disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa. Pada pasien ini
terdengar wheezing menandakan adanya penyempitan jalan napas yang
dapat disebabkan karena asma.

34
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Asma :www kalbe.co.id. November 28, 2006 19 ; 46;08.

Chilmonczyk BA. Assosiation between exposure to Environmental Tobacco


Smoke and Exacerbations of Asthma in Children, N.Eng J.Med 1993;
328;1665-1669.

GINA (Global Initiative for Asthma); Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Ginaasthma.org.2006.

GINA (Global Initiative for Asthma); Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Ginaasthma.org.2010.

Handayani D, Wiyono WH, Faisal Y. Penatalaksanaan Alergi Makanan. J.Respir


Indo 2004 ;24(3) 133-44.

Konsensus PDPI. 2003. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di


Indonesia. Jakarta:PDPI

Sundaru H, Sukamto, Asma Bronkial, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakulas


Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, juni 2006 ; 247.

Suyono. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI

35

Anda mungkin juga menyukai