Laman
Beranda
PENDAHULUAN
Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan dalam
pembangunan hukum nasional yang enuju kearah unifikasi hukum yang terutama akan
dilaksanakan melalui pembuatan peraturan perundang-undangan.
Salah satu inti dari unsur-unsur hukum adat untuk pembinaan hukum waris nasional adalah
hukum waris adat. Oleh karena itu hukum waris adat perlu diketengahkan dengan jalan
melakukan penelitian kepustakaan yang ada maupun penelitian di lapangan untuk dapat
mengetahui apakah dari sistem dan azas hukum waris adat yang terdapat di seluruh wawasan
nusantara ini dapat dicari titik temu dan kesesuaiannya dengan kesadaran hukum nasional.
Apakah azas kesamaan hak yang akan dijadikan landasan ataukah azas kerukunan yang akan
digunakan sebagai landasan dalam menentukan hukum waris adat di Indonesia.
Hukum waris bagi bangsa Indonesia tidak berarti waris setelah seseorang pewaris meninggal
dunia, melainkan dapat terjadi pewarisan dalam arti penunjukan atau penerusan harta kekayaan
pewaris sejak pewaris masih hidup. Demikian corak hukum waris adat bangsa Indonesia yang
selama ini berlaku, berbeda dengan hukum waris islam atau hukum waris barat.
Penguraian hukum waris adat ini dimaksudkan untuk dapat memberikan gambaran bagaimana
hukum waris adat di Indonesia yang tidak terlepas hubungannya dengan susunan masyarakatnya
diberbagai daerah yang berbeda-beda.terutama memberikan uraian mengenai hukum adat yang
menyangkut hukum waris itu sendiri serta tentang azas-azas dan sistem hukum waris adat pada
umumnya di Indonesia.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Hukum Waris Adat
Secara umum, pengertian hukum waris yang didasarkan pada pasal 830 Kitab Undang-Undang
hukum perdata dapat dirumuskan sebagai berikut:
Hukum waris adalah suatu rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, berhubung dengan
meninggalnya seseorang, akhibat-akhibatnya di dalam bidang kebendaan, diatur, yaitu: akhibat
dari beralihnya harta peninggalan dari seorang yang meninggal, kepada ahli waris baik di dalam
hubungannya antara mereka sendiri maupun dengan pihak ketiga.
Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan
azas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan waris serta cara bagaimana harta warisan
itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada waris. Hukum waris adat
sebenarnya adalah hukum penerusan harta kekayaan dari suatu generasi kepada keturunannya.
Adapun pendapat para ahli hukum adat tentang hukum waris adat adalah sebagai berikut:
Ter Haar menyatakan: Hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara
bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan
tidak berwujud dari generasi ke generasi.”
Menurut Wirjono, pengertian warisan ialah bahwa warisan itu adalah soal apakah dan
bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada
waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
Jadi menurut wirjono, istilah kewarisan diartikan sebagai cara penyelesaian bukan diartikan
bendanya. Kemudian cara penyelesaian itu sebagai akhibat dari kematian seseorang. Sehingga
waris dapat dilakukan setelah ada orang (pewaris) yang meninggal.
Pernyataan ini bertentangan dengan pendapat Soepomo yang menyatakan: “Hukum adat waris
memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-
barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari
suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya. Proses ini telah mulai dalam waktu
orang tua masih hidup. Proses tersebut tidak menjadi akuut oleh sebab orang tua meninggal
dunia. Memang meninggalnya bapak atau ibu adalah suatu peristiwa yang penting bagi proses
itu, akan tetapi sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan
pengoperan harta benda dan harta bukan benda tersebut”
Dengan demikian hukum waris itu memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur cara penerusan
dan peralihan harta kekayaan dari pewaris kepada para warisnya. Cara penerusan dan peralihan
harta tersebut dapat berlaku sejak pewaris masih hidup atau setelah pewaris maninggal dunia.
Bentuk peralihannya dapat dengan cara penunjukan, penyerahan kekuasaan atau penyerahan
pemilikan atas bendanya oleh pewaris kepada waris.
KESIMPULAN
Dalam hukum waris adat di Indonesia itu mempunyai corak sendiri berbeda dengan hukum waris
islam atau hukum waris barat. Peralihan harta kekayaan pada hukum waris adat tidak
memandang pewaris sudah meninggal dunia atau masih hidup. Sehingga hukum waris adat
dipandang sebagai peralihan harta kekayaan dari suatu generasi kepada keturunannya tanpa
memperhitungkan sudah meninggal atau masih hidupnya pewaris.
DAFTAR PUSTAKA
Bakry, Hasbullah, Pedoman Islam di Indonesia, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI
Press), 1990
Hadikusuma, Hilman, Hukum Waris Adat, Bandung: PT. Citra aditya Bakti, 1990
Soekanto, Soejono, et.al., Hukum Adat Indonesia, Jakarta: CV. Rajawali, 1986
Sudarsono, Hukum Waris Dan Sistem Bilateral, Jakarta: PT. Melton Putra, 1991
1 komentar:
1.
salam...
kalau sistem pewarisan waris barat dicantumkan hanya sebagai tambahan atau
pembanding saja, berarti sistem pewarisan adat cuman ada 4 ya..?
BalasHapus
MIMPI2 RASULULLAH
Aku melihat seorang dari umatku berada di dalam keadan gelap gelita disekelilingnya,
sedangkan dia sendiri di dalam keadaan binggung, maka datanglah pahala HAJI DAN
UMRAHNYA YANG IKHLAS KEPADA ALLAH SWT lalu mengeluarkannya dari kegelapan
kepada tempat yang terang-menderang.
kategori
Agama (2)
ibadah (5)
muamalah (4)
sejarah islam (1)
Arsip Blog
► 2012 (1)
o ► Oktober (1)
▼ 2011 (15)
o ▼ Agustus (6)
Syarat dan Rukun Shalat
Dewan Kehormatan Hakim Dan Komisi Yudisial
Pengertian, Azas dan Sistem Pewarisan Menurut Huku...
Zakat Hasil Bumi Atas Tanah Yang Disewakan
Jarimah Qishash Dan Diyat
Perkawinan Wanita Hamil Menurut Hukum Perkawinan I...
o ► Juli (6)
o ► Januari (3)
► 2010 (8)
o ► September (1)
o ► Mei (3)
o ► Maret (4)
► 2009 (1)
o ► Februari (1)
Mengenai Saya
Alutsyah
Lihat profil lengkapku
Pengikut