MITOS MILLENNIAL
PARADOKS TATA KELOLA MANUSIA MASA DEPAN
ANDRIE FIRDAUS
Model : @this_is_tis
Diproduksi dan didistribusikan
oleh:
Andrie Firdaus
Segmen II - Pengumpan
Bab 2 : Mengakuisisi Bakat atau Memasarkan profesi?
[Lika-liku rekrutmen di era-millennial] Hal. 37
Bab 3 : “Anggap seperti di rumah!”
[7 hari pertama] [Seri 2]
Segmen IV - Pengayom
Bab 6 : Nyaman bekerja Vs Pekerjaan yang nyaman
[Budaya, fasilitas dan aturan kerja] [Seri 2]
Bab 7 : Akhirnya, tentang timbal-balik!
[Sistem kompensasi yang tidak dapat diganggu- [Seri 2]
gugat]
2
Prolog
Millennial, benarkah sekedar mitos?
Dunia usaha dan industri selama satu dekade terakhir dikagetkan oleh
munculnya satu generasi pekerja mutakhir. Ada banyak nama yang
dilekatkan kepada mereka, namun yang paling akrab adalah Gen-Y dan
Millennial. Generasi pekerja baru ini telah sukses menggedor benak
segenap petinggi organisasi dan memaksa mereka kembali memutar
otak guna menjawab pertanyaan “how to deal with them?”. Pada
kenyataannya, tidak banyak yang mampu menjawab, dan seringkali
menemui jalan buntu saat harus membuat nyata jawaban yang mereka
temukan.
Penulis telah amati dan temukan, sebagian besar para leaders telah
mengamini fenomena ini dan mencoba berdamai dengannya. Mulai dari
mengadopsi saran-saran dari para konsultan ataupun melakukan temu-
dengar dengan para millennial secara langsung guna menyiapkan
amunisi yang pas menjawab pertanyaan di atas. Sebagian berhasil
menemukan formulanya, sebagian yang lain masih tersesat dalam
hitungan matematis atas keputusan yang akan diambil. Apa lagi kalau
bukan hitungan cost-benefit. Karena dalam perspektif hitungan
konvensional, “memelihara” para millennial menjadi sangat mahal.
3
Di sisi lain muncullah pertanyaan, membaca bab demi bab tentang
apakah generasi baru secara pengelolaan manusia millennial
otomatis masuk dalam kategori dalam buku ini. Untuk itu, penulis
“millennial”, atau justru harus menegaskan beberapa
sebenarnya istilah millennial ini poin, agar pertarungan
sengaja dikultuskan sebagai argumentasi tersebut menjadi
referensi seleksi alam. Pada kekal dalam olah pikir para
kenyataannya, masih banyak pembaca, seperti tertoreh di
pimpinan perusahaan yang bawah ini:
menggoreng bahan baku
manusianya dengan cara lama
dan tetap sustain. Jika ada Kehadiran millennial
lembaga yang sempat melakukan adalah mutlak
riset mendalam pada basis
industri manufaktur, Penulis Jauh sebelum istilah millennial
berkeyakinan mantap masih menjadi viral dan masif, kita
banyak pekerja pada usia dipertemukan semesta pada satu
“millennium” yang tidak terminologi, “millennium”.
menampilkan ciri “millennial”. Ramai istilah ini dibicarakan saat
Jika memang begitu adanya, Bumi Masehi mendekati ulang
bukankah millennial hanya tahun ke Dua Ribu tahunnya. Kita
berakhir menjadi mitos belaka. mengenal dan diteror oleh
“millennium bug” atau “Y2K
Setidaknya pikiran kritis itu telah bug” menjelang tanggal
membuncah dalam sanubari para perayaan itu. Semua orang
leaders sehingga timbullah opsi, ketakutan saat tanggal di
apakah saya cukup menjalankan kalender akan kembali menjadi
fungsi SDM seperti sedia kala, “00” setelah tahun “99”. Salah
atau saya akan adaptif terhadap satunya, ketakutan terhadap
genre baru tata kelola manusia. kekacauan yang dihasilkan pada
Penulis yakin, pertanyaan itu akan sistem otomatis penyimpan
sedikit terpuaskan dengan data.
4
Teknologi pada waktu itu belum juga terjadi. Perusahaan asuransi
dapat membuat setiap orang berpesta-pora mempromosikan
menjadi tenang dan bersikap wajar. produk perlindungan mutakhirnya
Norwegia dan Finlandia adu cepat atas kegagalan bisnis di era baru.
merubah data tahun kelahiran Organisasi pengacara berjibaku
penduduk mereka dari dua digit menyusun setumpuk dakwaan atas
“00” menjadi empat digit “0000”. terjadinya keluhan masyarakat
Bulgaria ikut pusing dengan jumlah apabila kekisruhan Y2K benar
digit tahun kelahiran pada nomor terjadi. Di United of States, segenap
kependudukan mereka. Di benua perusahaan menjadi mahfum atas
lain, Uganda segera melahirkan batasan pemerintah kepada mereka
Kelompok Kerja Y2K bekerja sama yang “merasa” mampu menghadapi
dengan World Bank untuk ancaman ini. Batasan berbentuk
mengatasi hal serupa. kebijakan itu menahan hasrat para
taipan untuk membabi-buta
Begitu juga dengan Belanda, yang melakukan spekulasi di pasar.
mencoba mengelola seluruh
informasi terkait hiruk-pikuk Kembali pada millennial, kehadiran
perpindahan abad melalui sebuah generasi ini bak waktu yang terus
pusat analisa dan penyebaran bergulir. Tidak dapat dicegah. Tidak
informasi khusus untuk Y2K. dapat ditahan. Namun (semoga)
Ancaman ini juga menyerang dapat dikelola. Hadirnya millennial
negara adi daya Amerika Serikat adalah mutlak, terlepas pada fakta
bersama sahabat dekatnya United tidak semua pekerja dalam kohort
of Kingdom. Berdua mereka salip- yang sama menampilkan ciri-ciri
menyalip dalam menyusun millennial.
kebijakan perlindungan bisnis
menghadapi era-millennium.
Di sektor swasta, ontran-ontran
5
Millennial dibutuhkan di era-baru
Era 90-an dimulailah gerilya musik rock alternatif yang dikawal musisi gaek
purna dunia, Kurt Cobain dan sekawanannya. Berlanjut muncul Hip Metal
dan geliat Pop-Punk-Rock pada era-millennium. Limp Bizkit dan Linkin Park
merajai masa itu bersama Blink 182 dan Sum 41.
6
Kebutuhan era baru terhadap generasi millennial bukan semata-mata
terjadi dalam hitungan laba-rugi perusahaan. Alih-alih mempengaruhi
bisnis secara makro, generasi millennial secara subtil mempengaruhi
cara, sikap dan fokus kerja. Tidaklah mereka berbicara tentang
meningkatkan produktivitas, mendorong efisiensi ataupun menekan
biaya. Tidak, bukan itu.
Para alumnus teknik industri tidak bisa lagi hanya bersandar pada teori-
teori engineering pra-millennium guna men-sistemisasi generasi ini. Kita
perlu pegangan baru. Kita perlu cara berpikir baru. Dan jika tidak
berlebihan penulis katakan, kita butuh gaya hidup baru.
7
Millennial selalu dalam kondisi Beta
Seorang millennial pernah bercerita kepada saya, cita-cita karir dia adalah
menjadi filantropis. Dia telah menyebar lamaran ke berbagai badan nirlaba
sebagai relawan. Pada saat ia mengatakan hal itu, ia masih bekerja sebagai
seorang analis di sebuah perusahaan swasta di pinggiran ibu kota.
Salahkah itu? Tidak. Menyebut itu “salah” hanya menunjukkan secara tidak
langsung bahwa kita tidak memahami millennial. Kita masih menggunakan
pola pikir purba. Menyebut keputusan itu sebagai keputusan yang change-
able tampaknya lebih bijak dan dapat diterima komunitas millennial.
8
Halo semua…
Berbicara tentang millennial memang menarik
sekaligus menggemaskan. Untuk itu, penulis
bermaksud memberikan waktunya secara cuma-
cuma kepada para pembaca yang punya
keinginan berdiskusi langsung tentang topik
dalam e-book ini selama dua jam, baik personal
maupun berkelompok.
Andrie Firdaus
(+62)817-0341-7836 (WA)
andriefirdaus@gmail.com
Pada akhirnya penulis masih harus mengeluarkan pertanyaan
pamungkas:
Mungkin itu mengapa pada satu dekade terakhir, topik HR/HC saling
mengungguli dengan topik IT dalam merebut perhatian petinggi
perusahaan di rapat dewan direksi. Keduanya terus berevolusi
mengikuti perkembangan zaman.
10
Di sudut lain, bayangan akan mitos millennial sediki demi sedikit
menjadi nyata. Seiring dengan itu, perlulah kita mendengar dari
mana asal istilah “millennial” ditelurkan.
Teori generasi milik Strauss dan Howe yang akan sedikit kita ulas di
awal. Lengkap dengan segala kontradiksi dan paradoksnya. Dalam
perjalanan selanjutnya, kita akan gunakan paradoks yang muncul
sebagai bumbu pelengkap pembahasan tata kelola manusia
millennial.
Setiap segmen dan bab yang ada tidak sekedar berisi panduan “how
to”, melainkan juga tantangan bagi pembaca untuk dapat menakar
apakah pandangan dan panduan yang tercetak di buku ini “do-able”
atau sekedar sebagai referensi saja.
11
Satu hal yang penulis tegaskan di akhir, bahwa
seluruh konsep di dalam buku ini merupakan
sari dari seluruh studi dan pengalaman
profesional penulis di dunia pengelolaan dan
pengembangan manusia. Adapun konteks yang
diberikan dalam pembahasan setiap konsep,
beberapa didasarkan pada situasi nyata yang
terjadi di dalam organisasi, dan secara khusus
berhubungan dengan bisnis dan perusahaan.
12
Segmen I
Kebangkitan
(Mitos) Millennial di Indonesia
Bab 1
Siapakah Millennial ?
Definisi millennial yang selama ini tersebar sangat bias budaya dan
ekonomi. Kita menerima begitu banyak karakteristik dan identitas yang
tidak hanya sulit tetapi juga langka ditemukan pada masyarakat
Indonesia. Di negeri asalnya pun, karakteristik generasi ini tidak dengan
mudah dapat digeneralisir.
Wiliam Strauss dan Neil Howe, sebagai pencetus teori generasi pun
masih sering menghadapi serangan dari kalangan akademisi mengenai
dasar riset yang menopang teori mereka.
14
Tiga hal inilah yang setidaknya selalu berkelindan dalam
bahasan awal pembedaan generasi. Pada akhirnya,
batasan ini akan saling berhimpit, bertabrakan atau
berpotongan dengan kondisi geografis sosial budaya
masyarakat. Inilah cikal bakal mitos millennial bermula.
15
Perkembangann teknologi
16
Teori generasi terjebak dalam over-generalisasi dalam menjelaskan
beberapa konsep dan fenomena. Teori ini mengandung paradoks yang
begitu nyata, khususnya saat harus dibawa menyeberangi konsep-
konsep teori psikologi sosial dan perkembangan. Berikut adalah tiga di
antaranya:
17
Apakah perbedaan ciri tiap generasi selamanya melekat pada
kohort dengan segala peristiwa yang mengiringi atau sebenarnya
perbedaan generasi hanyalah bentuk lain dari generation gap
(kesenjangan antar generasi)? Kita perlu sangsikan ini.
18
Pandangan seseorang terhadap dunia terpengaruhi oleh
pengalaman hidup yang ia temui. Bisa jadi pada sekian umur kita
melihat dunia begitu hitam dan pada tahun selanjutnya dunia
terlihat terang benderang. Bias rentang hidup perlu disadari
dalam memandang sebuah generasi.
Apabila saat ini millennial berada pada usia antara 20-35 tahun
dengan berbagai perilaku uniknya, bisa jadi 10 atau 20 puluh
tahun ke depan orang yang sama akan memiliki perilaku yang
menyerupai generasi sebelumnya seiring dengan pertumbuhan
pribadi.
19
Menerima konsep millennial secara mentah-mentah akan sangat
menyesatkan. Khususnya berkaitan dengan praktik pengelolaan
manusia, over-generalisasi terhadap suatu kelompok dapat
memunculkan kebijakan dan sistem yang bukan hanya tidak
mengena, tetapi juga self-destructive. Ibarat mengambil keputusan
untuk menyeberangi sungai hanya karena melihat permukaannya
tenang tapi ternyata memiliki arus bawah yang sangat kuat.
Kita akan memulainya dengan temuan riset yang diterbitkan oleh Pew
Research Center, sebuah lembaga riset di Amerika Serikat yang fokus
meneliti tentang perilaku, nilai dan sikap generasi millennial. Dalam
laporan riset mereka yang diterbitkan pada tahun 2007, sebanyak
68% dari total sample remaja berusia 18-25 tahun mengakui bahwa
mereka merupakan generasi yang unik dan berbeda.
20
Dalam ulasannya, Pew Research Center berupaya secara tegas
menekankan adanya perbedaan antara generasi millennial dan bukan
millennial melalui medium rentang usia (kohort). Tentunya dasar
penelitian ini bersandar mesra pada teori generasi milik Strauss dan
Howe.
“Finally, even if we had a full set of long-term data, we know that the
discrete effects of life cycle, cohort and period cannot be statistically
separated from one another with absolute certainty.”
21
Paradoks ini muncul mengikuti gubahan pemikiran sang futuris,
Samuel P. Hutington di tahun 1996 tentang konflik dan benturan antar
peradaban. Menurut Hutington, di masa millennium ketiga,
muncullah kekuatan baru di ranah global yang bergerak dengan nafas
dan pemikiran agamis.
22
Tiga ciri dominan millennial di atas dapat saya sandingkan secara
kasar dengan tiga latar belakang dominan pula, yakni “Parenting-
Technology-Crisis”. Sandingan ini tidak mutlak. Pada kenyataannya
generasi ini terkonstruksi melalui dinamika ketiganya. Akan tetapi,
mari kita nikmati paduan masing-masing poin tersebut dalam
beberapa sub-topik berikut ini.
23
Dalam studi yang dikembangkan, Baumrind cenderung menyodorkan
tipe authoritative sebagai gaya yang dapat digunakan untuk
membentuk pribadi bertanggung jawab ketimbang tipe gaya lainnya.
Ia mengemukakan konsep pendidikan Montessori dengan
pengelolaan di tiga area (lingkungan, pendidik dan siswa), sebagai
contoh relevan dalam menjalankan pola asuh authoritative.
24
Selebihnya, sebagian besar masyarakat Indonesia menyandar pada
tradisi dalam mengasuh anak. Bisa dipastikan gaya pola asuh
authoritative belum banyak diterapkan.
25
Puncak titik balik terjadi setelah orde baru digulingkan pada tahun
1998. Setiap orang merasa butuh informasi baru, karena menganggap
berita dan informasi yang selama ini diterima pada orde baru bias
kepentingan pemerintah dan tidak lagi dapat dipercaya.
Masuknya informasi baru termasuk dalam hal ini, topik pola asuh
orang tua, membuka kesadaran baru mengenai bagaimana
menjalankan pola pengasuhan yang demokratis di dalam keluarga.
Demokratisasi pola asuh anak, membuat sebagian kecil keluarga
menyangsikan efektivitas pendidikan di institusi sekolah.
26
Tidak ada data yang menunjukkan bahwa millennial dibesarkan di
dalam keluarga yang mengadopsi pola asuh demokratis. Selain
millennial secara definitif masih digolongkan dalam domain generasi,
konsep pola asuh demokratis pun pada masa millennial dibesarkan
juga masih jarang diimplementasikan secara penuh.
Bagi mereka yang haus informasi dan bersikap praktis, tentu hal baru
patut dicoba jika itu lebih baik dari sebelumnya. Sayangnya
kesempatan ini lebih mungkin didapatkan oleh kelas masyarakat
menengah ke atas.
27
Perkembangan teknologi informasi
membangun rasa keterhubungan
Mari kita telusuri akar ini. Saya akan mengajak seorang psikoanalis
yang punya minat mengenai topik ini. Adalah Sherry Turkle, seorang
profesional di bidang psikologi dan sosiologi yang mempelajari
dinamika perilaku dan interaksi manusia seiring perkembangan
teknologi informasi. Beliau mampu menjelaskan transisi identitas diri
fisik menjadi digital dengan sangat menarik.
28
Melalui studinya, Turkle menemukan bahwa perhatian yang
melibatkan emosi dan perasaan terhadap teknologi berbasis
komputer telah muncul pada orang-orang yang bermain tamagochi di
tahun 90-an.
29
Dalam karya lain berjudul Alone Together di tahun 2010, Turkle
menjelaskan bentuk adiksi manusia terhadap media sosial yang
berpangkal pada konektivitas individu dengan lingkungannya melalui
wadah internet.
Bentuk adiksi inilah yang pada akhirnya kita alami sebagai rasa
keterhubungan. Pada millennial, rasa keterhubungan begitu kuat,
karena adiksi tersebut telah berevolusi sedemikian rupa menjadi
bagian dari gaya hidup, kebutuhan primer dan modal budaya.
Seseorang akan selalu merasa diawasi oleh orang lain. Satu kesalahan
terjadi, maka orang lain akan memberikan hukuman kepadanya. Itu
sebab sebagian besar millennial merasa harus memeriksa gawai
mereka setiap 10 menit sekali.
30
Perasaan diawasi ini pula yang membuat millennial terkesan narsis
dan egosentris. Dikarenakan dirinya telah terkoneksi secara global
maka ia harus mempersiapkan diri sebaik mungkin, termasuk
membuat kesan baik kepada dunia global, setidaknya di media sosial.
Krisis melatih
kesiapan terhadap perubahan
Bagi orang Indonesia, krisis ini bukan hanya berarti kenaikan harga
barang ataupun tingginya angka inflasi. Ketidakpercayaan massal
tertanam di benak setiap orang terhadap stabilitas dan keajegan.
31
Betapa tidak, selama lebih dari 30 tahun masyarakat Indonesia
dimanjakan dengan swasembada pangan dan rencana pembangunan
jangka pendek, menengah dan panjang.
Tidak ada yang siap dengan perubahan kala itu. Semua orang panik.
Semua orang berteriak. Semua menggila. Beberapa oportunis
menyisipkan agenda kerja kepada penguasa untuk meraih keuntungan
dari kondisi ini. Beberapa yang lain memilih bungkam atau melarikan
diri ke luar negeri. Sisanya menerima nasib sebagai takdir ilahi.
Satu hal yang pada akhirnya disadari, bangsa Indonesia menjadi lebih
siap terhadap perubahan. Krisis Mortgage 2008 di Amerika Serikat
terbukti tidak menggoyahkan perekonomian Indonesia.
Pun demikian runtuhnya harga jual minyak mentah dan batu bara
dunia, hanya menyisakan sedikit celah bagi pengusaha guna merutuki
nasib yang tidak tentu. Kita semua telah berubah. Kita semua telah
siap.
32
Tidak terlalu heran apabila millennial tidak lagi amaze dengan sesuatu
yang ajeg dan stabil. Krisis telah melatih setiap orang siap dan terbuka
terhadap perubahan, baik ataupun buruk.
Maka, jika anda seorang pelobi atau marketer yang ditugasi untuk
menarik animo millennial, gunakan kata kunci berikut: CHANGE!
33
Rasa percaya diri yang besar menguatkan opini bahwa mereka tidak
akan kehilangan pekerjaan, di samping kesadaran bahwa pilihan
tempat kerja begitu masif dan dengan kemampuan sundul langit
mampu menyaingi tenaga kerja dari generasi sebelumnya. Kejernihan
pikiran dan sikap positif ini membedakan millennial dengan generasi
sebelumnya yang kerap dilanda perasaan khawatir.
Goncangan sedikit pada status quo membuat baby boomer dan gen-x
pontang-panting mencari pegangan. Tidak seperti millennial yang
memandang hidup bagai gelombang ombak yang harus diarungi
menggunakan papan selancar. Jatuh dari papan itu wajar, selama
masih bernafas anda tetap dapat naik ke atas papan selancar sekali
lagi.
34
Fenomena terorisme benar-benar tidak sesuai dengan bayangan
millennial tentang hidup. Kaum muda dewasa ini tidak terlalu dekat
dengan “ideologi”. Mereka hanya dapat mengendus remah-remah
ideologi yang tersisa dari perang dunia kedua.
Mitos yang selama ini para biorokrat dengar, akhirnya akan dihadapi
secara langsung. Sosok yang berasal dari dunia nun jauh di sana
telah mendekat dan siap membangunkan mereka dari mimpi indah.
35
Segmen II
Pengumpan
Bab 2
Mengakuisisi Bakat
atau Memasarkan Profesi?
Terkait fungsi tugas di atas, muncul dua profesi unik, yakni talent
acquisition officer dan employer branding officer. Menariknya, kedua
profesi ini merupakan tim yang sangat efektif jika dapat bekerja sama.
Ibarat di dalam memancing, keduanya masuk dalam proses
mengumpan. Yang satu bertugas melakukan mapping lokasi basis ikan
berada serta mengarahkan umpan ke dalamnya. Yang lain bertugas
menyediakan godaan yang tak terelakkan bagi calon-calon target
akuisisi.
37
Mari sedikit bicara tentang passion. Sebagian orang mendefinisikan
dengan benar arti passion dan berjalan dengan penuh harga diri
menjemput passion. Sebagian yang lain memiliki imej tersamar tentang
passion. Sebagian lagi masih bimbang apakah passion adalah sebuah
tren atau sekedar gejala delusional.
38
Karena dari ruang tamu, seseorang begitu
mudah melihat bagian dalam rumah, program
employer branding harus fokus dalam
pembenahan internal organisasi.
39
Orang yang kita rekrut sudah siap dan
memiliki pertimbangan penuh dalam mengambil
tawaran pekerjaan yang diberikan. Sesulit
apapun tantangan yang menyertai.
40
Membuat dokumentasi talent menjadi proyek
maha-penting bagi para recruiter di era-
millennial. Betapa tidak, bisa jadi talent
yang anda incar sebelumnya kini telah
berlabuh di perusahaan lain.
41
4 Upbeat & modern hiring tools
Email, SMS dan telepon sudah menjadi barang
kuno. Dengan segera millennial mengenali
jenis perusahaan seperti apa yang
menghubungi mereka.
42
Setelah memahami karakteristik utama
millennial setidaknya kita dapat memprediksi
kecenderungan mereka dalam memilih tempat
kerja. Metode dalam merekrut menjadi salah
satu pertimbangan.
43
Akhir dari
Seri 1
Hai semua...
Kembali saya ingin menyapa para pembaca budiman.
Bagaimana kabarnya?
Semoga anda berada dalam kondisi emosi yang positif
sampai saat ini.
http://bit.ly/2v63HIB
Saya akan kirimkan seri kedua dari e-book Mitos
Millennial bagi Anda yang mengirimkan komentar sebelum
tanggal 7 Agustus 2017.
44