Anda di halaman 1dari 5

Perkembangan Hadist pada masa Tabiin dan Sahabat Kecil

Periode ini disebut ‘Ashr Intisyar Al-riwayah ila Al-Amshar (masa berkembang dan
meluasnya perwayatan hadist). Pada massa ini daerah islam sudah meluas, yakni ke
negeri Syam, Iraq, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke
Spanyol. Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah tersebut,
terutama dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu
hadist.
Para sahabat kecil dan Tabiin yang ingin mengetahui hadist-hadist Nabi SAW
diharuskan berangkat ke pelosok-pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan
hadist kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah-wilayah tersebut.
Dengan demikian pada masa ini, disamping tersebarnya periwayatan hadist ke pelosok
daerah jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadist pun menjadi ramai.
Karena meningkatnya periwayatan hadist, munculah bendaharawan dan lembaga-
lembaga hadist di berbagai daerah diseluruh negeri. Diantara bendaharawan hadist yang
banyak menerima, menghafal dan meriwayatkan hadist adalah :
1 Abu Hurairah, menurut Ibn Al-Jauzi, beliau meriwayatkan 5.374 hadist, sedangkan
menurut Al-Kirmany, beliau meriwayatkan 5.364 hadist
2. Abdullah bin Umar meriwayatkan 2.630 hadist
3. Aisyah istri Rasulullah SAW meriwayatkan 2.276 hadist
4. Abdullah bin Abbas meriwayatkan 1.660 hadist
5. Jabir Bin Abdullah meriwayatkan 1.540 hadist
6. Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan 1.170 hadist
Adapun lembaga-lembaga hadist yag menjadi pusat bagi usaha penggalian,
pendidikan, dan pengembangan hadist terdapat di:
1. Madinah, dengan tokoh-tokohnya : Dari kalangan sahabat : Abu Bakar, Umar, Ali,
Abu Hurairah, Aisyah, Ibn Umar, Sa’id Al-Khudri, Zaid bin Tsabit. Dari kalangan
Tabi’in : Urwah,, Sa’id Az-Zuhri, Abdullauh Ibn Umar, Al-Qasim Ibn Muhammad
Ibn Abi Bakar, Nafi’, Abu Bakar Ibn Abdurrahman Ibn Hisyam, dan Abu Zinad.
2. Mekkah, dengan tokoh-tokohnya : Dari kalagan Sahabat : Ali, Abdullah Ibn
Mas’ud, Sa’ad Ibn Abi Waqas, Sa’id Ibn Zaid, Khabbah Ibn Al-Arat, Salman Al-
Farizi, Abu Juhaifah. Dari kalangan Tabi’in : Masruq, Ubididah, Al-Aswad,
Syuraih, Ibrahim,
3. Bashrah, dengan tokoh-tokohnya : Dari kalangan Sahabat : Anas Ibn Malik, Utbah,
Imran Ibn Husain, Abu Barzah, Ma’qil Ibn Yasar, Abu Bakrah, Abdurrahman Ibn
Sumirah, Abdullah Ibn Syikhkhir, Jariyah Ibn Qudamah. Dari kalangan Tabi’in :
Abu Al-Aliyah, Rafi’ Ibn Mihram Al-Riyahi, Al-Hasan Al-Bisri, Muhammad Ibn
Sirin, Abu Sya’tsa, Jabir Ibn Zaid, Qatadah, Mutharraf Ibn Abdullah Ibn
Syirkhkhir, Abu Bardah Raja’ Ibn Abi Musa.
4. Syam, dengan tokoh-tokohya : dari kalangan Sahabat : Muadz Ibn Jabbal,
Ubaidillah Ibn Tsamit, Abu Darda. Dari kalangan Tabi’in : Abu Idris Al-Khaulani,
Qasibah Ibn Dzuaib, Makhul, Raja’ Ibn Haiwah
5. Mesir, dengan tokoh-tokohnya : dari kalangan Tabi’in : Abdullah Ibn Amr’, Uqbah
Ibn Amir, Kharijah Ibn Hudzaifah, Abdullah Ibn Harits, Abu Basyrah, Abu Saad
Al-Khair, Martsad Al-Yaziri, Yazid Ibn Abi Habib.
Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan hadist oleh orang-
orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnay Ali R.A.
Pada masa ini umat islam mulai terpecah menjadi beberapa golongan, yaitu
golongan Ali bin Abi Tholib, golongan Khowari (yang menentang Ali dan
Muawiyah) dan yang ketiga golonan Jumhur ( golongan pemerintahan pada
masa itu)
Terpecahnya umat islam tersebut memacu orang-orang yang tidak
bertanggung jawab untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal
dari Rasulullah SAW. Untuk mendukung golongan mereka. Oleh sebab iu
mereka membuat hadist palsu dan menyebarkannya kepada Masyarakat.1

Periode ke empat : Perkembangan Hadist pada Abad ke II dan ke III Hijriah


Periode ini disebut Ashr Al-Kitabah wa Al-Tadwin (mas penulisan dan
pembukuan). Maksudnya penulisan dan pembukuan secara resmi, yaitu yang
diselenggarakan atas inisiatif pemerintah.
Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad ke II H, yakni pada masa
pemerintahan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz tahun 101 H. Sebagai Khalifah, Umar

1
Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, ( Bandung : Pustaka Setia, 2008), hlm. 36-38.
sadar bahwa para perawi yang menghimpun hadist dalam hafalannya semakin banyak
yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak membukukan dan mengumpulkan
dakan buku-buku hadist dari perawinya, ada kemungkinan hadist-hadist tersebut akan
lenyap bersamaan dengan kepergian para penghafal.
Untuk mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah meminta
kepala gubernur Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hazmi (120 H)
untuk membukukan hadist Rasul yang terdapat pada penghafal wanita yang terkenal,
yaitu Amrah Binti Abdir Rahman Ibn Sa’ad Ibn Zurarah Ibn Ades, seorang ahli fiqih
murid Aisyah r.a dan hadist-hadist yang ada ada Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi
Bakr Ash-Shiddieq, seorang pemuka tabiin dan salah seorang fuqoha Madinah yang
tujuh
Disamping itu Umar mengirimkan surat-surat kepda gubernur yang ada dibawah
kekuasaannya untuk membukukan hadist yang ada pada Ulama yang tinggal di wilayah
masing-masing. Diantara ulama besar yang membukukan hadist atas kemauan
Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad ibn Muslim ibn Ubaidillah Ibn Syihab Az-
Zuhri, seorang Tabiin yang ahli dalam hal Fiqh dan Hadist.
Kitab hadist yang ditulis oleh Ibnu Hazm, yang merupakan kitab hadist pertama
yang ditulis atas perintah kepala negara, tidak samapai kepada kita, dan kitab ini tidak
membukukan seluruh hadist yang ada di Madinah. Pembukuan seluruh hadist yang ada
di Madinah dilakukan oleh Imam Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang
memang terkenal sebagai seorang ulama besar dari ulama-ulama hadist pada masanya.
Setelah itu para ulama besar berlomba-lomba membukukan hadist atas anjuran Abu
Abbas As-Shoffah dan anak-anaknya dari Khalifah Abbasiyah.
Para ulama abad kedua membukukan hadist tanpa menyaringnya, yakni mereka
tidak hanya membukukan hadist-hadist saja tetapi fatwa-fatwa sahabat pun dimasukan
kedalam bukunya. Oleh karena itu didalam kitab-kitab tersebut terdapat hadist-hadist
marfu’, hadist-hadistmauquf, dan hadist-hadist maqthu’
Keadaan seperti ini menyebabkan sebagian ulama mempelajari keadaan rawi-
rawi hadist dan dalam masa ini telah banyak rawi-rawi yang lemah. Pada periode ini
muncul tokoh-tokoh Jarh wa Ta’dil, diantaranya adalah Ad-Dastaway (154 H), Al-
Auza’i (156 H), Sufyan Ats-Tsauri (161 H), dll.
Periode ke V : Masa Men-tashih-kan Hadist dan Penyusunan Kaidah-kaidahnya
Setelah terjadinya pemalsuan pemalsuan hadist dan adanya upaya dari orang-orang
Zindiq untuk mengacaukan hadist, dalam penyusunan hadist para ulama memerhatikan
hal-hal berikut :
a. membahas keadaan Rawi dari berbagai segi, baik dari segi keadilan, tempat kediaman,
masa dll
b. Memisahkan hadist yang shahih dari hadist yang dhoif dengan cara mentashihkannya.
Sa’id Ibn Jubair, Amir Ibn Syurahil, Asy-Sya’bi

Anda mungkin juga menyukai