Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

A. ..
B. …
C. ….
D. Upaya Meningkatkan Pendidikan Dasar
Salah satu target MDG adalah tercapainya pendidikan dasar universal. Pada
tahun 2015, semua anak di Indonesia baik laki-laki maupun perempuan dapat
menyelesaikan pendidikan dasar. Hal ini sesuai dengan Pasal 31 (2) UUD 1945
yang mengemukakan “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya”. Sedangkan Pasal 34 (2) UU Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan “Pemerintah dan pemerintah
daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan
dasar tanpa memungut biaya”. Berdasarkan kedua pasal yang sudah dikemukakan,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintah menjamin biaya pendidikan
bagi setiap warga negara yang mengenyam pendidikan dasar.
Penilaian terhadap pencapaian pendidikan dasar didasarkan atas empat
indikator. (Sulistyatuti, 2007: 19) mengemukakan empat indikator pencapaian
tujuan dari MDGs butir kedua, yaitu angka pasrtisipasi sekolah (APS), angka melek
huruf, rata-rata lama studi, dan rasio murid laki-laki dan perempuan. Sedangkan
UNDP (United Nations Development Programs) mengukur keberhasilan dalam
implementasi kebijakan bidang pendidikan melalui tiga indikator (Sulistyatuti,
2007: 28) yaitu angka melek huruf (literacy rate), angka partisipasi sekolah (school
enrolment ration), dan lama studi yang ditempuh (mean years of scholling). Dengan
demikian, Indonesia dikatakan mampu mencapai tujuan pendidikan dasar tahun
2015 apabila memiliki predikat baik pada beberapa indikator yang sudah
ditentukan.
Tampaknya, Indonesia telah berhasil mencapai tujuan MDGs butir 2 yaitu
dalam bidang pendidikan, semua anak menerima pendidikan dasar. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 2.1 yang menunjukkan bahwa persentase dalam memasukkan
semua anak ke sekolah dasar sebesar 94,7% (Stalker, 2008: 10).

Gambar 2.1 Angka Partisipasi di SD dan SMP


Sumber: BPS-Susenas, berbagai tahun

Walaupun sudah berhasil, kenyataannya masih terdapat anak yang tidak bisa
bersekolah dengan lancar. Ada yang tidak naik kelas, bahkan ada yang terpaksa
harus berhenti. Sebagian besar anak yang putus sekolah disebabkan karena kondisi
keluarga yang ekonominya rendah.

Upaya pemerintah dalam mencapai pendidikan untuk semua (education for


all) diwujudkan melalui Wajib Belajar. Berdasarkan Deklarasi Dakar, tujuan
pendidikan untuk semua adalah (1) memperluas dan meningkatkan pendidikan anak
usia dini khususnya bagi anak-anak sangat rawan & kurang beruntung; (2)
menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar di tahun 2015 untuk semua anak
khususnya anak perempuan dan anak dalam keadaan sulit & minoritas; (3)
mengembangkan proses pembelajaran dan life skills untuk pemuda dan orang
dewasa; (4) mencapai kemajuan 50% tingkat literasi dewasa di tahun 2015,
khususnya bagi perempuan; (5) menghapus disparitas gender pada pendidikan dasar
dan menengah di tahun 2005 dan meraih kesetaraan gender di tahun 2015 dan (6)
meningkatkan mutu pendidikan (Ismanto, 2017: 2).

2
Banyak idealisme pendidikan yang menjadi pekerjaan rumah kita semua,
terutama bagi presiden sebagai pemangku kebijakan nasional untuk mewujudkan
target MDGs pendidikan dasar untuk semua sehingga dapat diwujudkan pada tahun
2015, antara lain: Agenda penting itu diantaranya; (1) pendidikan dan kompetensi
pendidik, (2) profesionalisme pendidik, (3) manajemen finansial pendidikan dan
manajemen sumber daya manusia, (4) politik pendidikan, (5) paradigma
pendidikan, (6) pengembangan organisasi pendidikan, (7) penjaminan kualitas
pendidikan, dan (8) pendidikan dan kesetaraan gender.
Pasal 1 ayat 6 UU Sisdiknas menjabarkan kualifikasi pendidik adalah guru,
dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam
menyelenggarkan pendidikan. Sebagai usaha meningkatkan kualitas pendidikan
sebagai instrumen mengukur kompetensi guru dan dosen, misalnya, dikeluarkanlah
undang-undang guru dan dosen yang implementasinya adalah pelaksanaan
sertifikasi guru dan sertifikasi dosen.
Dalam konteks profesionalisme pendidik yang terus dibutuhkan, Baedowi
(2008) menyebutkan, bahwa pendidik profesional adalah pendidik yang memiliki
banyak kemampuan dalam; 1) merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
hasil pembelajaran; 2) meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara
berkelanjutan; 3) bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan
jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang
keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; 4)
menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, dan kode etik guru, serta nilai-
nilai agama dan etika; dan 5) memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan
bangsa.
Kualifikasi kemampuan guru sebagaimana disebutkan Baedowi (2008) di
atas akan menjadi sinergi dan mendukung peran guru sebagai pendidik apabila
syarat-syarat sebagai guru profesional yang baik dapat dipenuhi. Bebeberapa syarat
profesionalisme diantaranya; 1) berijazah; 2) sehat jasmani dan rohani; 3) taqwa
kepada Tuhan YME dan berkelakuan baik; 4) bertanggungjawab; 5) berjiwa
nasional (Purwanto, 2006: 139-142).

3
Dalam hal manajemen finansial pendidikan, manajemen yang dilakukan
sekolah melakukan proses kegiatan dan penyelenggaraan pendidikan yang
direncanakan dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh serta melakukan
pembinaan menyeluruh secara kontinyu terhadap biaya operasional sekolah.
Sehingga kegiatan pendidikan lebih efektif dan efesien serta membantu pencapaian
tujuan pendidikan melalui prosedur manajemen sekolah yang baik, meliputi;
pengelolaan dana masukan, perencanaan anggaran (budgetting), pelaksanaan
proses (throw put), dan hasil usaha (out put).
Bicara politik pendidikan, maka politik pendidikan di Indonesia masih
belum sepenuhnya merdeka. Hal ini bisa kita lihat dari komitmen pemerintah yang
masih harus terus dipompa agar terus meningkatkan akses dan pemerataan
pendidikan, dan MDGs pendidikan untuk semua ini harus menjadi target dan
prioritas. Paradigma pendidikan di Indonesia harus terus mengedepankan
paradigma pendidikan yang baru, sebab paradigma pendidikan lama
mengedepankan pendidikan sebagai kebutuhan dan hak dasar manusia, maka
paradigma pendidikan yang modern sekarang ini (baru) mengedepankan
pendidikan sebagai kebutuhan investasi masa depan seseorang untuk memperoleh
kesejahtaraan hidup.
Melalui pendidikan masa depan bangsa, dapat dirancang sebaik mungkin
dengan cara mempersiapkan SDM yang berkualitas. Dengan dasar ini kita harus
berusaha untuk; pertama, mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang
demokratis dan bermutu, guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif,
berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin, bertanggungjawab,
berketerampilan serta menguasai IPTEK dalam rangka mengembangkan kualitas
manusia Indonesia. Kedua, meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang
dikembangkan oleh berbagai pihak secara efektif dan efisien terutama dalam
pengembangan IPTEK, seni dan budaya, sehingga membangkitkan semangat pro-
aktif, kreatif, dan selalu kreatif dalam seluruh komponen bangsa. Ketiga,
mengembangkan pendidikan yang memanusiakan manusia, pendidikan yang dapat
mengembangkan harkat dan martabat manusia, dan mempersiapkan manusia
menjadi khalifah. Keempat, dalam menyongsong berbagai kecenderungan yang

4
aktual tidak ada alternatif lain selain perlu penataan kembali terhadap dunia
pendidikan sejak pendidikan tingkat dasar.
Mewujudkan pendidikan untuk semua diperlukan proses yang panjang dan
sistematis. Keterlibatan semua unsur sangat diperlukan demikian juga kesadaran
masyarakat menjadi daya dukung untuk terwujudnya maksud tersebut. Memang
diakui munculnya kendala dalam mewujudkan pendidikan untuk semua sangat
dipengaruhi dengan banyaknya permasalahan di bidang pendidikan yang dihadapi
oleh Indonesia. Terdapat empat masalah pokok pendidikan yang telah menjadi
kesepakatan nasional yang perlu diprioritaskan penanggulangannya yaitu (1)
masalah pemerataan pendidikan artinya semua warga negara yang butuh
pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan, (2) masalah mutu
pendidikan artinya perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat mencapai hasil
sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, (3) masalah efisiensi pendidikan
artinya pemrosesan pendidikan sesuai dengan rancangan dan tujuan yang ditulis
dalam rancangan, dan (4) masalah relevansi pendidikan artinya, hasil pendidikan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.

Baedowi. (2008). Strategi peningkatan kualitas dan kompetensi guru. Direktorat


Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Jakarta:
Depdiknas.
Ismanto, B. (2017). Kinerja pendidikan dasar dalam implementasi program
pendidikan untuk semua. kelola: jurnal manajemen pendidikan, 4(1), 1–11.
Purwanto, M. Ngalim. (2006). Ilmu pendidikan teoritis dan praktis. Bandung:
Rosdakarya.
Stalker, P. (2008). Millenium development goal. Nigerian Journal of Clinical
Practice, 14(3), 318–321. https://doi.org/10.4103/1119-3077.86776
Sulistyatuti, D. R. (2007). Pembangunan pendidikan dan MDGs di Indonesia :
sebuah refleksi kritis. Jurnal Kependudukan Indonesia, II(2), 25.
Suyahman. (2015). Pendidikan untuk semua antara harapan dan kenyataan. ( Studi
Kasus Permasalahan Pendidikan di Indonesia ). Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan, (November), 274–280.
UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Anda mungkin juga menyukai