Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingginya kasus penyakit malaria di kalangan masyarakat membuat Malaria


sangat dikenal oleh sebagian orang. Hal ini dikarenakan penyakit malaria merupakan salah
satu penyakit yang mematikan di dunia. Dan salah satu pandemi yang pernah dialami negara-
negara di dunia, khususnya banyak terjadi dinegara tropis. Indonesia sebagai salah satu
negara tropis yang rentan dengan pandemi malaria tersebut. Indonesia pernah tercatat
sebagai negara dengan jumlah kasus kematian tinggi akibat kasus malaria.

Siklus hidup Plasmodium dapat berlangsung pada dua keadaan, yaitu siklus hidup
aseksual ( skizogoni ) yang terjadi di dalam sel darah merah vertebrata dan siklus hidup
seksual ( sporogoni yang berlangsung di dalam tubuh invertebrate ). Hasil siklus aseksual
adalah merozoit, sedangkan hasil siklus hidup sporogoni adalah sporozoit . Proses
pembentukan gametosit yang disebut gametogoni dimulai di dalam sel darah merah
vertebrata dan berakhir di dalam tubuh nyamuk dengan terbentuknya bentuk yang infektif
untuk vertebrata, yaitu bentuk sporozoit.

Pada penularan penyakit malaria nyamuk anopheles merupakan vector penular,


baik malaria pada manusia maupun malaria pada kera. Sedangkan yang menjadi vector
penular pada unggas adalah nyamuk sub family Culicinae misalnya nyamuk genus Culex.

Spesies parasit malaria yang dapat menginfeksi manusia adalah sebagai berikut :

a. Plasmodium vivax, dapat menyebabkan malaria tertian benigna, disebut juga malaria
vivax atau ‘ tertian ague “, ini memiliki kecenderungan menginfeksi sel darah merah yang
muda ( retikulosit ). Serangan demam yang berulang setiap 48 jam.

b. Plasmodium ovale, dapat menyebabkan malaria tertian benigna atau lebih cepat
disebut malaria ovale. Predileksinya terhadap sel-sel darah merah mirip dengan vivax yang
menginfeksi sel darah merah muda ( Harijanto, P. N, 2009 ).

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 1


c. Pasmodium falciparum, dapat menyebabkan penyakit tertian maligna ( malaria
tropica ), infeksi oleh spesies ini menyebabkan parasitemia yang meningkat jauh lebih cepat
dibandingkan spesies lain dan merozoitnya menginfesi sel darah merah dari segala umur (
baik muda maupun tua ).

d. Plasmodium malariae, dapat menyebabkan malaria kuartana, serangan panas


berulang setiap 72 jam, dan menginfeksi sel-sel darah yang tua P. malaria merupakan satu-
satunya spesies parasit malaria manusia yang ditemukan juga menginfeksi simpanse dan
beberapa binatang lainnya ( Kus Irianto, 2009 ).

Penyakit malaria di Indonesia sampai saat ini masih merupakan masalah


kesehatan masyarakat. Angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi, terutama di daerah
Indonesia bagian timur. Di daerah trasmigrasi dimana terdapat campuran penduduk yang
berasal dari daerah yang endemis dan tidak endemis malaria, di daerah endemis malaria
masih sering terjadi letusan kejadian luar biasa (KLB) malaria Oleh karena kejadian luar
biasa ini menyebabkan insiden rate penyakit malaria masih tinggi di daerah tersebut. Malaria
merupakan penyakit global yang paling sering terjadi di daerah tropis, tetapi penularannya
juga dapat terjadi didaerah beriklim sedang. Pada abad ke-19 dan ke-20 awal, spesies
Plasmodium secara luas terdistribusi di Amerika. Distribusi ini termasuk Amerika Serikat
Selatan, Mississippi River Valley, dan Minnesota dan Michigan. Sekarang, parasit
Plasmodium menyebabkan lebih dari 100 juta kasus malaria per tahun terutama didaerah
tropis. Hasil yang diperkirakan dari 1-2.000.000 kematian per tahun, banyak dari mereka
adalah anak-anak. Bahkan, lebih besar dari 90% kejadian malaria mengancam jiwa anak-
anak. Distribusi dari vektor nyamuk dan prevalensi penyakit dalam suatu populasi
merupakan factor utama yang menentukan distribusi parasit Plasmodium. Daerah yang
penuh dengan nyamuk, seperti rawa-rawa, telah lama memiliki hubungan dengan tingginya
angka serangan malaria. Lingkungan yang mendukung seperti genangan air menyebabkan
munculnya sarang nyamuk. Saat ini, yang merupakan daerah endemik antara lain Karibia,
Amerika Selatan bagian utara, Amerika Tengah, Afrika, India, Australia, Asia Tenggara,
dan Asia kepulauan Pasifik. Malaria juga terjadi secara sporadik di daerah non endemik,
dalam banyak kasus berupa penyakit laten. Penyakit malaria yang kambuh disebabkan oleh
reaktivasi fase laten hipnozoit P vivax dan P ovale (Wilson, 2001).

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 2


Dewasa ini upaya pemberantasan penyakit malaria dilakukan melalui,
pemberantasan vektor penyebab malaria (nyamuk Anopheles) dan dilanjutkan dengan
melakukan pengobatan kepada mereka yang diduga menderita malaria atau pengobatan juga
sangat perlu diberikan pada penderita malaria yang terbukti positif secara laboratorium.
Dalam hal pemberantasan malaria selain dengan pengobatan langsung juga sering dilakukan
dengan jalan penyemprotan rumah dan lingkungan sekeliling rumah dengan racun serangga,
untuk membunuh nyamuk dewasa upaya lain juga dilakukan untuk memberantas larva
nyamuk.

1.2 Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui berbagai informasi mengenai karakteristik dari Plasmodium malariae,
Plasmodium ovale, Plasmodium Vivax, dan Plasmodium falciparum, termasuk siklus
hidup dan dampak negatifnya.
2. Mengetahui karakteristik dari jenis nyamuk sebagai vektor dari masing-masing
Plasmodium Sp.
3. Mengetahui informasi tentang penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium malariae,
Plasmodium ovale, Plasmodium Vivax, dan Plasmodium falciparum baik penyebab,
gejala-gejala yang ditimbulkan, cara pencegahan maupun cara pengobatannya.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 3


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Plasmodium malariae


2.1.1 Klasifikasi Plasmodium malariae

Kingdom : Protista
Phylum : Apicomplexa
Class : Aconoidasida
Order : Haemosporida
Family : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Species : Plasmodium malariae

Secara keseluruhan Plasmodium terdiri dari 12 sub genera. Dari 12 sub genera
tersebut, hanya 3 sub gewnera yang menyebabkan parasit pada manusia yaitu sub genera
Plasmodium, sub genera Laverinia, dan sub genera Vinckeria. Lima sub genera menjadi
parasit pada reptilia dan sub genera lainnya hidup pada burung (Aves). Plasmodium
malariae biasa ditemaukan di Indonesia Bagian Timur.

2.1.2 Struktur Tubuh Plasmodium malariae


Plasmodium malariae termasuk
dalam phylum Apicomplexa atau Sporozoa.
Sporozoa merupakan golongan protista
yang dapat membentuk spora untuk
menginfeksi inangnya. Plasmodium
malariae tidak memiliki alat gerak khusus,
sehingga gerakannya dilakukan dengan
mengubah kedudukan tubuhnya.
Plasmodium malariae merupakan parasit
pada manusia (penyebab penyakit malaria
quartana, ia mengambil makanan dengan
menyerap dari tubuh inangnya. Respirasi
dan ekspirasi terjadi secara difusi. Gambar 2.1 Struktur Tubuh Plasmodium malariae
Sumber : https://image.slidesharecdn.com/kel5plasmodiummalariae-120428045932-
phpapp02/95/kel-5-plasmodium-malariae-5-728.jpg?cb=1335589260

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 4


Plasmodium memiliki struktur tubuh berbentuk bulat yang dapat mencapai 10 mm. Tubuh
terbentuk dari kumpulan tropozoit memanjang. Dibagian anterior terdapat kompleks apikal
berupa kait, penghisap, atau filamen sederhana untuk melekatkan diri pada inang.
Kompleks apikal hanya terlihat dengan mikroskop elektron.

2.1.3 Anopheles Sp.

Klasifikasi Anopheles Sp.


Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Diptera
Superfamily : Culicoidea
Family : Colicidae
Subfamily : Anophelinae
Gambar 2.2 Anopheles Sp.
Genus : Anopheles Sumber : https://image.slidesharecdn.com/kel5plasmodiummalariae-
120428045932-phpapp02/95/kel-5-plasmodium-malariae-9-
728.jpg?cb=1335589260
Anopheles (nyamuk betina) merupakan salah satu anggota dari family Culicidae.
Terdapat 400 spesies nyamuk Anopheles. Namun, hanya 30-40 yang dapat menjadi vektor
malaria. Secara alami Anopheles gambiae paling terkenal akibat peranannya sebagai
penyebar parasit malaria (misalnya Plasmodium malariae). Di Indonesia, ditemukan 80
spesies nyamuk Anopheles tetapi hanya 16 spesies sebagai vektor malaria Ciri nyamuk
Anopheles Relatif sulit dibedakan dengan jenis nyamuk lain, kecuali dengan kaca pembesar.
Ciri paling menonjol yang bisa dilihat oleh mata telanjang adalah posisi waktu menggigit
menungging, terjadi di malam hari, baik di dalam maupun di luar rumah, sesudah menghisap
darah nyamuk istirahat di dinding dalam rumah yang gelap, lembab, di bawah meja, tempat
tidur atau di bawah dan di belakang lemari.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 5


2.1.4 Siklus Hidup Anopheles Sp.

Gambar 2.3 Siklus Hidup Anopheles Sp.


Sumber : https://image.slidesharecdn.com/kel5plasmodiummalariae-120428045932-phpapp02/95/kel-
5-plasmodium-malariae-9-728.jpg?cb=1335589260

2.1.4.1 Vase Telur


Untuk bertelur nyamuk betina akan mencarai tempat
seperti genangan air dan daun pepohonan yang lembab. Telur akan
diletakkan berpencar. Telur yang semua berwarna putih, 12-24
jam kemudian berwarna hitam sebagai kamuflase agar tidak
dimakan oleh hewan atau insecta lainnya. Telur akan menetas
dalam waktu 2-3 hari menjadi larva.

Gambar 2.4 Telur Anopheles Sp.


Sumber : http://3.bp.blogspot.com/-
WO2QqYDpncA/VRFwE5bJkqI/AAAAAAAAAE
2.1.4.2 Vase Larva (Jentik) 8/e6cdHA5ZShA/s1600/jentik%2Baedes.jpg

Larva nyamuk merupakan fase hidup diair, meskipun


demikian untuk bernafas larva harus menghirup udara secara
langsung. Untuk itu bagian belakang tubuhnya dilengkapi dengan
semacam pipa panjang hingga menembus permukaan air.
Mikroorganisme merupakan makanan larva. Dengan
menggerakkan mulutnya yang menyerupai sikat, air dibuat
berpusar sehingga mikroorganisme dapat masuk ke dalam
Gambar 2.5 Larva Anopheles Sp.
mulutnya. Pada waktu bahaya, larva dapat menyelam Sumber : https://4.bp.blogspot.com/-
LuPzcGKbEAo/V0GxMRxoSZI/AAAAAAAAA
dan berenang di dalam air. Stadium larva vw/XNJ8FUugaMY2hggGg9RZQZNVHGEJEhZ
KACKgB/s400/ano%2Bdwasa%2B1.jpg
biasanya berlangsung selama 4-6 hari.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 6


2.1.4.3 Vase Pupa
Pupa tidak lagi mensuplai makanan ke dalam tubuhnya
(fase istirahat). Pada stadium ini, pupa bernafas pada
permukaan air dengan menggunakan 2 tanduk kecil yang
berada pada prohorax. Pupa juga sewaktu bahaya dapat
menyelam di dalam air. Stadium ini umumnya berlangsung
hingga 5-10 hari.
Gambar 2.6 Pupa Anopheles Sp.
Sumber : http://lifeinfreshwater.net/wp-
content/gallery/mosquitoes-culicidae-anopheles-
sp/Mosquito-pupa-Culicidae-09.jpg
2.1.4.4 Nyamuk Anopheles Sp.
Setelah mengalami fase Pulpa, akan keluar dari
kepompongnya menjadi nyamuk yang sempurna. Selanjutnya
nyamuk akan mencari makan dan berpasangan dan fase-fase
diatas akan terulang kembali.

Gambar 2.7 Anopheles Sp.


Sumber : https://mediskus.com/wp-
content/uploads/2013/01/malaria.jpg

2.1.5 Siklus Hidup Plasmodium malariae

Bila nyamuk terinfeksi plasmodium


menghisap darah vertebrata, nyamuk
menginjeksikan air ludahnya (saliva) yang
berisi sporozoit yang kecil dan memanjang
masuk kedalam aliran darah. Pada dasarnya
sporozoit bentuknya mirip dengan Emeria atau
parasit coccidia dengan panjang 10-15 um dan
diameter 1 um.
Begitu masuk aliran darah sporozoit
langsung menghilang dalam waktu 1 jam.
Ternyata mereka masuk kedalam parenchym
hati atau organ internal lainnya. Fase ini disebut
fase “Pre erytrocytic” atau Gambar 2.8 Siklus Hidup Plasmodium malariae
Sumber : http://4.bp.blogspot.com/-
“exoerytrocytic primer” (schizogony). jrIZzfZk1Y8/VUv6y7GWPnI/AAAAAAAAA_A/0SsE
6T5rHMI/s1600/siklus%2Bhidup%2Bplasmodium.png

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 7


Begitu masuk kedalam sel hati, parasit
bermetamorfosis menjadi trophozoit. Trophozoit memakan cytoplasma dari sel hospes
secara pynositosis. Setelah sekitar 1 minggu, trophozoit menjadi masak dan mulai
mengalami proses scizogony. Sejumlah anak nuclei terbentuk dan berubah bentuk menjadi
schizont yang disebut “Cryptozoit” . Dalam masa pembelahan inti, membrana nukleus tetap
utuh. Mitokondria membesar pada saat terjadi perkembangan trophozoit menjadi banyak
mitokondria. Merozoit yang terbentuk terjadi setelah proses cytokinesis. Merozoit lebih
pendek daripada sporozoit. Merozoit masuk ke sel hati lainnya dan membentuk schizont dan
kemudian membentuk merozoit lagi.
Merozoit meninggalkan sel hati berpenetrasi ke dalam sel erytrocyt, ini adalah awal
fase “erytrocytic”. Begitu masuk erytrocyt, merozoit berubah bentuk menjadi trophozoit
lagi. Cytoplasma sel darah dimakan dan membentuk vacuola cincin cytoplasma dengan
nukleus berada dipinggirnya. Pada saat trophozoit tumbuh, vacuola menjadi tidak jelas,
tetapi terlihat granula pigmen dari hemozoin dari vacuola. “Hemozoin” adalah produk dari
digesti parasit asal hemoglobin dari hospes tetapi bukan degradasi dari bagian hemoglobin.

Parasit cepat berkembang menjadi schizont. Bilamana perkembangan merozoit telah


sempurna, maka sel pecah kemudian keluar sel metabolik dari parasit dan residu dari sel
hospes termasuk hemozoin. Banyak merozoit dibunuh oleh sel reticuloendothelial dan
leucocyt, tetapi masih ada sejumlah merozoit yang berparasit dalam sel hospes.

Setelah beberapa generasi proses reproduksi asexual tersebut, beberapa merozoit


masuk kedalah sel erytrocyt dan membentuk “Macrogametocyt” dan “microgametocyt”,
berbentuk agak pipih dan mengandung hemozoin. “Gametocytogenesis” mungkin juga
terjadi dalam hati. Bila tidak termakan nyamuk, gametocyt segera akan mati atau dimakan
oleh sel phagocyt dalam sistem reticuloendothelial.

2.1.6 Siklus Hidup Anopheles Sp.

Bila erytrocyt yang mengandung gemetocyt dihisap oleh nyamuk yang bukan vektor
(tidak cocok), maka darah akan didigesti dan parasit akan mati. Tetapi bila dihisap oleh
nyamuk vektor (cocok) maka gametocyt berkembang menjadi gamet. Secara alami hanya
nyamuk betina yang menghisap darah. Hospes yang cocok pada parasit plasmodium adalah
nyamuk Anopheles spp. Setelah keluar dari erytrocyt, macrogametocyt masak dan menjadi
macrogamet. Dilain pihak microgamet berubah bentuk menjadi “exflagelasi”. Begitu

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 8


microgamet menjadi extraseluler, dalam waktu 10-12 menit, nucleus membelah diri menjadi
6-8 anak nuclei, dimana setiap nuclei berkembang menjadi axonema. Pada saat dinding
microgamet pecah setiap flagella yang mengandung nuclei bergerak keluar bebas mencari
macrogamet dan berpenetrasi sehingga terjadi fertilisasi. Hasilnya adalah zygot diploid yang
dengan cepat berkembang menjadi ookinete yang motil dengan bentuk yang memanjang.
Ookinete berpenetrasi ke membran periothropic dinding usus nyamuk, bermigrasi ke
haemocel usus dan berubah bentuk menjadi oocyt. Oocyt ditutupi oleh capsul segera setelah
keluar dari haemocel. Selama perjalanannya tersebut zygot membelah diri secara haploid
dengan banyak inti sel disebut mitokondria dan inclusion lainnya. Sporoblast membelah
menjadi ribuan sporozoit. Sporozoit ini memecah oocyst dan keluar bermigrasi dalam tubuh
nyamuk, kemudian masuk kedalam kelenjar ludah nyamuk menunggu untuk diinjeksikan ke
hospes vertebrata.

Gambar 2.9 Siklus Hidup Anopheles Sp.


Sumber : https://mediskus.com/wp-content/uploads/2013/01/malaria.jpg

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 9


Plasmodium Malariae memiliki morfologi yang berbeda-beda pada setiap stadiumnya.
Stadium – stadium tersebut meliputi :

2.1.6.1 Stadium Tropozoit


Tropozoit muda ditemukan sebagai cincin kompak dalam sel-
sel yang mengandung titik James. Cincin trofozoit tetap kompak
karena mereka mengembangkan dan menunjukkan sedikit bagian
amoeboid secara umum. Butiran kecil pigmen yang tersebar dapat
dilihat dalam mengembangkan trofozoit yang membubarkan
sebagai trofozoit yang telah jatuh. Akhir trofozoit bulat dan
konsolidasi dengan peningkatan
Gambar 2.10 Stadium Tropozoit Plasmodium Malariae
Sumber : http://3.bp.blogspot.com/- sitoplasma
Fw35OV3XuJI/VDalcNkexiI/AAAAAAAAACo/FPM31uAx
bKU/s1600/Pm4.jpg

2.1.6.2 Stadium Skizon


Stadium skizon dari sediaan darah penderita merozoit
6-12 (rata-rata 8), tersusun simetris, pigmen coklat
kekuningan.

Gambar 2.11 Stadium Skizon Plasmodium malariae


Sumber : http://3.bp.blogspot.com/-
Fw35OV3XuJI/VDalcNkexiI/AAAAAAAAACo/FPM31uAxbKU/s1600/Pm4.jpg

2.1.6.3 Staduim gametosit


Pada gametosit matang berbentuk bulat, mengisi
dua pertiga dari sel darah merah. Sel merah
sedikit diperbesar dan dan dibintiki dan berisi
pigmen yang memiliki pengaturan yang berbeda
rodlets konsentris, terutama di pinggiran.

Gambar 2.12 Stadium Gametosit Plasmodium malariae


Sumber : http://3.bp.blogspot.com/-
Fw35OV3XuJI/VDalcNkexiI/AAAAAAAAACo/FPM31uAxbKU/s1600/Pm4.jpg

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 10


2.1.7 Proses Kehidupan Plasmodium malariae

Sebagaimana Makhluk hidup lainnya, Plasmodium malariae juga melakukan proses


kehidupan meliputi :

2.1.7.1 Metabolisme (pertukaran zat)


Untuk hidupnya, plasmodium mengambil oksigen dan zat makanan dari hemoglobin
sel darah merah (eritrosit) dari proses metabolisme meninggalkan sisa berupa pigmen yang
terdapat dalam sitoplasma. Keberadaan pigmen ini bisa dijadikan salah satu indikator dalam
identifikasi.

2.1.7.2 Pertumbuhan
Pertumbuhan disini adalah perubahan morfologi yang meliputi, perubahan bentuk,
ukuran, warna, serta sifat dari bagian-bagian sel. Perubahan ini mengakibatkan suatu
stadium parasit pada berbagai spesies menjadi bervariasi. Setiap proses membutuhkan waktu
sehingga morfologi stadium parasit yang ada pada sediaan darah dipengaruhi oleh waktu
pengambilan darah dilakukan. Hal ini berkaitan dengan jam siklus perkembangan stadium
parasit, akibatnya tidak ada gambar morfologi parasit yang sama pada lapang pandang atau
stadium darah yang berbeda.

2.1.7.3 Pergerakan
Plasmodium malariae bergerak dengan cara menyebarkan sitoplasmanya yang
berbentuk kaki palsu (pseudopodia) bentuk penyebaran ini dikenal sehingga bentuk
sitoplasma amuboit (tanpa bentuk).

2.1.7.4 Perkembangbiakan
Perkembangbiakan artinya berubah dari 1 sel atau sepasang sel menjadi beberapa sel
baru pada 2 macam perkembangbiakan plasmodium Yaitu :

a) Perkembangbiakan secara Seksual


Perkembangbiakan ini terjadi dalam tubuh nyamuk melalui proses sporogoni.
Bila mikrogametofit (sel jantan) dan makrogametofit (sel betina) terhisap oleh
vektor bersama darah penderita maka proses perkawinan antara kedua sel kelamin
itu akan terjadi. Dari proses ini akan terbentuk zigot yang kemudian akan berubah
menjadi ookinet dan selanjutnya menjadi ookista. Terakhir, ookista pecah dan
membentuk sporozoit yang tinggal dalam kelenjar ludah vektor. Perubahan dari

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 11


mikrogametosit dan makrogametosit sampai menjadi sporozoit di dalam kelenjar
ludah vektor disebut masa tunas eksintrinsik atau siklus sporogoni. Jumlah
sporokista pada setiap ookista dan lamanya siklus sporogoni pada plasmodium
malariae menunjukkan jumlah sporozoit dalam ookista adalah 6-8 butir dan siklus
sporogoni selama 26-28 hari.

b) Perkembangan secara Aseksual


Perkembangbiakan ini terjadi didalam tubuh manusia melalui proses
Sizogoni yang terjadi melalui proses pembelahan sel secara ganda. Inti tropozoit 2,
4, 8 dan seterusnya sampai pada tahap tertentu. Bila pembelahan ini telah selsesai
sitoplasma sel induk dibagi-bagi kepada setiap inti dan terbentuklah sel baru yang
disebut merozoit.

2.1.7.5 Reaksi terhadap rangsangan


Plasmodium malariae memberikan reaksi terhadap rangsangan yang datang dari luar
ini sebagai upaya mempertahankan diri seandainya rangsangan ini berupa ancaman terhadap
dirinya, misalnya plasmodium dapat membentuk sistem kekebalan (resistensi) terhadap obat
anti malaria yang digunakan oleh penderita.

2.2 Plasmodium vivax

2.2.1 Klasifikasi Plasmodium vivax

Kerajaan : Protista
Filum : Apicomplexa
Kelas : Aconoidasida
Ordo : Haemosporida
Famili : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Species : Plasmodium vivax

Gambar 2.13 Plasmodium vivax


Plasmodium vivax adalah protozoa parasit dan Sumber : http://3.bp.blogspot.com/-
Fw35OV3XuJI/VDalcNkexiI/AAAAAAA
patogen manusia. Plasmodium vivax adalah salah satu
AACo/FPM31uAxbKU/s1600/Pm4.jpg
dari empat spesies parasit malaria yang

umumnya menyerang manusia. Plasmodium vivax dibawah oleh nyamuk Anopheles betina.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 12


2.2.2 Morfologi Plasmodium vivax
Morfologi Plasmodium berbeda-beda
tiap spesies. Sitoplasmanya mempunyai
bentuk yang tak teratur pada berbagai stadium
pertumbuhan dan mengandung kromatin,
pigmen serta granula. Pigmen malaria terdiri
dari protein yang telah didenaturasi, yaitu
hemozoin atau hematin yang merupakan hasil
Gambar 2.14 Plasmodium vivax metabolisme antara parasit dengan bahan-
Sumber : http://3.bp.blogspot.com/-
Fw35OV3XuJI/VDalcNkexiI/AAAAAAAAACo/FPM3 bahan dari eritrosit
1uAxbKU/s1600/Pm4.jpg

Spesies plasmodium ini menyebabkan penyakit “malaria tertiana benigna” atau


disebut malaria tertiana. Nama tertiana adalah berdasarkan fakta bahwa timbulnya gejala
demam terjadi setiap 48 jam. Nama tersebut diperoleh dari istilah Roma, yaitu hari kejadian
pada hari pertama , sedangkan 48 jam kemudian adalah hari ke 3. Penyakit banyak terjadi di
daerah tropis dan sub tropis, kejadian penyakit malaria 43% disebabkan oleh Plasmodium
Vivax.. Proses schizogony exoerytrocytic dapat terus terjadi sampai 8 tahun, disertai dengan
periode relaps, disebabkan oleh terjadinya invasi baru terhadap erythrocyt. Kejadian relaps
terciri dengan pasien yang terlihat normal (sehat) selama periode laten. Terjadinya relaps
juga erat hubungannya dengan reaksi imunitas dari individu.

Plasmodium vivax hanya menyerang erytrocyt muda (reticulocyt), dan tidak dapat
menyerang/tidak mampu menyerang erytrocyt yang masak. Segera setelah invasi kedalam
erytrocyt langsung membentuk cincin., cytoplasma menjadi aktif seperti amoeba
membentuk pseudopodia bergerak ke segala arah sehingga disebut “vivax”. Infeksi terhadap
erytrocyt lebih dari satu trophozoit dapat terjadi tetapi jarang. Pada saat trophozoit
berkembang erytrocyt membesar, pigmennya berkurang dan berkembang menjadi peculiar
stipling disebut “Schuffners dot”. Dot (titik) tersebut akan terlihat bila diwarnai dan akan
terlihat parasit di dalamnya. Cincin menempati 1/3-1/2 dari erytrocyt dan trophozoit
menempati 2/3 dari sel darah merah tersebut selama 24 jam. Granula hemozoin mulai
terakumulasi sesuai dengan pembelahan nucleus dan terulang lagi sampai 4 kali, terdapat 16
nuclei pada schizont yang masak. Bila terjadi imunitas atau diobati chemotherapi hanya
terjadi sedikit nyclei yang dapat diproduksi. Proses schizogony dimulai dan granula pigmen

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 13


terakumulasi dalam parasit. Merozoit yang bulat dengan diameter 1,5 um langsung
menyerang erytrocyt lainnya. Schizogony dalam erytrocyt memakan waktu 48 jam.

Beberpa merozoit berkembang menjadi gametocyt, dan gametocyt yang masak


mengisi sebagian besar erytrocyt yang membesar (10um). Sedangkan mikrogametocyt
terlihat lebih kecil dan biasanya hanya terlihat sedikit dalam erytrocyt. Gametocyt
memerlukan 4 hari untuk masak. Perbandingan antara macro:microgametocyt adalah 2:1,
dan salah satu sel darah kadang diisi keduanya (macro+micro) dan schizont. Dalam nyamuk
terjadi proses pembentukan zygot, ookinete dan oocyt dengan ukuran 50 um dan
memproduksi 10.000 sporozoit. Terlalu banyak oocyt dapat membunuh nyamuk itu sendiri
sebelum oocyt berkembang menjadi sporozoit.

2.2.3 Gejala Plasmodium vivax menyerang eritrosit

- Eritrosit yang terinfeksi oleh parasit ini mengalami pembesaran dan pucat karena
kekurangan hemoglobin.
- Tropozoit muda tampak sebagai cincin dengan inti pada satu sisi.
- Tropozoit tua tampak sebagai cincin amuboid akibat penebalan sitoplasma yang
tidak merata.
- Dalam waktu 36 jam parasit akan mengisi lebih dari setengah sel eritrosit yang
membesar.
- Proses selanjutnya inti sel parasit akan mengalami pembelahan dan menjadi
bentuk schizont yang berisi merozoit berjumlah antara 16 – 18 buah.
- Gametosit mengisi hampir seluruh eritrosit. Mikrogametosit berinti besar dalam
pewarnaan Giemsa akan berwarna merah muda sedangkan sitoplasma berwarna
biru. Makrogametosit berinti padat berwarna merah letaknya biasanya di
pinggir.
- Terdapat bintik-bintik merah yang disebut titik Schuffner pada eritrosit yang
terinfeksi parasit ini.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 14


2.2.4 Siklis Hidup

- Nyamuk Anopheles betina menggigit, menghisap darah manusia kemudian


mengeluarkan air liur yang mengandung sporozoit.
- Bersama aliran darah sporozoit menuju hati, selama ± 3 hari.
- Sporozoit membelah menjadi 8 – 32 merozoit, keluar dari hati kemudian
menginfeksi sel hati lain dan membentuk merozoit baru. Akibatnya sel hati
banyak yang rusak.
- Gejala demam terjadi ketika merozoit melisiskan sel darah merah dalam jumlah
banyak.
- Gejala demam terjadi ketika merozoit melisiskan sel darah merah dalam jumlah
banyak.
- Jika darah si penderita digigit nyamuk Anopheles dan menghisap darah
penderita tadi maka makrogametosit dan mikrogametosit akan ikut terhisap dan
masuk ke dalam usus nyamuk. Di dalam usus nyamuk makrogametosit
danmikrogametosit berkembang menjadi makrogamet (ovum) dan mikrogamet
(sperma). Prosesnya dinamakan gametogonia atau gametogenesis. Fertilisasi
terjadi di dalam usus sehingga terbentuklah zigot (ookinet).
- Zigot (ookinet) selanjutnya akan menembus dinding usus dan untuk sementara
akan menetap, terbungkus oleh otot dinding perut nyamuk (ookista).
- Di dalam ookista, zigot akan membelah berulang kali sehingga terbentuk sel-sel
yang lengkap dinamakan sporozoit.
- Jika ookista telah matang maka akan pecah sehingga sporozoit tersebar ke
seluruh tubuh nyamuk, diantaranya adalah ke dalam kelenjar ludah.
- Apabila nyamuk menghisap darah manusia bersamaan dengan itu nyamuk akan
melepaskan sporozoit ke dalam darah.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 15


2.2.5 Proses Kehidupan
Perkembangbiakan/siklus hidupnya dapat dibagi atas tiga stadium:

a) Schizogonia : Terbentuk secara membelah dan terjadi setelah menginfeksi


inang.
b) Sporogoni : Pembentukan spora di luar inang dan merupakan stadium efektif.
c) Gamogoni : Tahap pembentukan sel-sel gamet terjadi di dalam tubuh inang.
perantara atau nyamuk.

Jika plasmodium vivax berada di dalam tubuh manusia mereka berkembang biak
dengan cara aseksual yaitu fase gametofit dan vegetatif, sedangkan jika mereka berada pada
nyamuk maka mereka berkembang biak dengan cara seksual yaitu fase sporofit dan
generatif.

Pemeriksaan laboratorium untuk penegakan diagnosa pasti penyakit malaria adalah


dengan melakukan pemeriksaan mikroskopis untuk menemukan parasit Plasmodium dalam
sediaan darah. Sediaan darah tipis akan memberikan gambaran bentuk parasit yang lebih
baik dan sempurna morfologinya, namun perlu ketelitian dan kesabaran dalam melakukan
pemeriksaan. Sedangkan sediaan darah tebal akan mempercepat proses identifikasi
Plasmodiun walaupun morfologi parasit tidak sebaik bila dibuat sediaan apus. Tes serologi
untuk malaria bisa dilakukan dengan IHA ( Indirect Hemaglutination Test ) dan ELISA
(Enzym Linked Immuno Sobent Assay ).

Ada tiga faktor yang harus diperhatikan dalam pengobatan malaria yaitu : jenis
plasmodium yang menginfeksi, keadaan klinis pasien (usia dan kehamilan), dan jenis obat
yang cocok untuk plasmodium penginfeksi. Jenis obat tergantung dari tempat hidupnya
plasmodium tersebut. Hal tersebut disebabkan adanya plasmodium yang sudah resisten
terhadap beberapa obat pada daerah tertentu. Malaria ringan dapat diberikan obat ringan,
sedangkan malaria berat yang mempunyai gejala klinis pendarahan harus diobservasi
dirumah sakit dengan pengobatan intra vena.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 16


2.2.6 Reproduksi

Plasmodium vivax dapat mereproduksi baik secara aseksual dan seksual ,tergantung pada
tahap siklus hidupnya.

a) Secara Aseksual :

1. Tanaman belum trofozoit (Ring atau cincin meterai-berbentuk), sekitar 1 / 3


dari diameter dari sel darah merah

2. trofozoit dewasa: Sangat tidak teratur dan halus (digambarkan sebagai


amoeboid); pseudopodial banyak proses terlihat. Kehadiran butiran halus
pigmen coklat (pigmen malaria) atau hematin mungkin berasal dari
hemoglobin dari sel darah merah yang terinfeksi.

3. Schizonts (juga disebut meronts): Sebagai besar sebagai sel darah merah yang
normal, sehingga sel terparasit menjadi buncit dan lebih besar dari biasanya.
Ada merozoit sekitar enam belas.

b) Secara Seksual :

Tahap seksual Plasmodium vivax sebagai berikut :


1. Transfer ke nyamuk
2. Gametogenesis Mikrogamet dan Makrogamet
3. Pembuahan
4. Ookinite
5. Oocyst
6. Sporogony

2.2.7 Patologi dan Gejala Klinis

Serangan pertama dimulai dengan sindrom prodromal: sakit kepala, sakit punggung,
mual dan malaise umum. Demam tidak teratur pada 2-4 hari pertama ,tetapi kemudian
menjadi intermiten dengan perbedaan yang nyata pada pagi dan sore hari, suhu meninggi
dan kemudian turun menjadi normal. Malaria vivax penting bukan karena angka
kematiannya tetapi karena kelemahan penderita yang disebabkan oleh relapsnya.

Limpa pada serangan pertama mulai membesar, dengan konsistensi lembek dan
mulai teraba pada minggu kedua. Pada malaria menahun menjadi sangat besar ,keras dan
kenyal. Pada permulaan serangan pertama , jumlah parasit Plasmodium vivax kecil dalam
peredaran darah tepi, tetapi bila demam tersian telah berlangsung, jumlahnya bertambah
besar. Kira–kira satu minggu setelah serangan pertama , stadium gametosit tampak dalam
darah.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 17


2.2.8 Epidemiologi

Spesies ini terdapat di daerah subtropik, dapat juga ditemukan di daerah dingin
(Rusia), di daerah tropic Afrika, terutama di Afrika Barat. Di Indonesia spesies tersebut
tersebar di seluruh kepulauan dan pada umumnya di daerah endemic mempunyai frekuensi
tertinggi diantara spesies yang lain.

2.2.9 Diagnosa Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk penegakan diagnosa pasti penyakit malaria adalah


dengan melakukan pemeriksaan mikroskopis untuk menemukan parasit Plasmodium dalam
sediaan darah. Sediaan darah tipis akan memberikan gambaran bentuk parasit yang lebih
baik dan sempurna morfologinya, namun perlu ketelitian dan kesabaran dalam melakukan
pemeriksaan. Sedangkan sediaan darah tebal akan mempercepat proses identifikasi
Plasmodiun walaupun morfologi parasit tidak sebaik bila dibuat sediaan apus.

Tes serologi untuk malaria bisa dilakukan dengan IHA ( Indirect Hemaglutination
Test ) dan ELISA ( Enzym Linked Immuno Sobent Assay ).

2.3 Plasmodium falciparum

2.3.1 Klasifikasi Plasmodium falciparum

Kingdom : Haemosporodia

Divisio : Nematoda

Subdivisio : Laveran

Kelas : Spotozoa

Ordo : Haemosporidia

Genus : Plasmodium

Species : Falcifarum

Parasit ini merupakan species yang berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya
dapat menjadi berat dan menyebabkan kematian. P.falciparum menyebabkan penyakit
malaria falsifarum. Manusia merupakan hospes perantara parasit ini dan nyamuk Anopheles
betina menjadi hopses definitifnya atau merupakan vektornya. Parasit ini ditemukan
didaerah tropic, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia parasit ini terbesar di
seluruh kepulauan.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 18


2.3.2 Morfologi dan Daur Hidup

Parasit ini merupakan species yang berbahaya karena penyakit yang


ditimbulkannya dapat menjadi berat dan menyebabkan kematian.

Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase preritrosit saja; tidak
ada fase ekso-eritrosit. Bentuk dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizom yang
berukuran ± 30 µ pada hari keempat setelah infeksi.

Jumlah morozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 bentuk cacing
stadium trofosoit muda plasmodium falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran ±1/6
diameter eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir
(marginal) dan bentuk accole sering ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan
dalam satu eritrosit (infeksi multipel). Walaupun bentuk marginal, accole, cincin dengan
kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang di infeksi
oleh species plasmodium lain pada manisia, kelainan-kelainan ini lebih sering ditemukan
pada Plasmodium Falciparum dan keadaan ini penting untuk membantu diagnosis species.

Bentuk cincin Plasmodium falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran


seperempat dan kadang-kadang setengah diameter eitrosit dan mungkin dapat disangka
parasit Plasmodium malariae. Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen.
Stadium perkembangan siklus aseksual berikutnya pada umumnya tidak berlangsumg dalam
darah tepi, kecuali pada kasus brat (perniseosa).

Adanya skizon muda dan matang Plasmodium falciparum dalam sediaan darah tepi
berarti keadaan infeksi yang berat sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan
cepat.

Bentuk skizon muda Plasmodium falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh
adanya satu atau dua butir pigmen yang menggumpal. Pada species parasit lain pada manusia
terdapat 20 atau lebih butir pigmen pada stadium skizon yang lebih tua. Bentuk cincin da
tofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan bertahan dikapiler alat-alat dalam,
seperti otak, jantung, plasenta, usus atau sumsum tulang; di tempat – tempat ini parasit
berkembang lebih lanjut.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 19


Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara zkisogoni.
Bila skison sudah matang, akan mengisi kira-kira 2/3 eritrosit. Akhirnya membelah-belah
dan membentuk 8 – 24 morozoit, jumlah rata-rata adalah 16. skizon matang Plasmodium
falciparum lebih kecil dari skizon matang parasit malaria yang lain. Derajat infeksi pada
jenis malaria ini lebih tinggi dari jenis-jenis lainnya, kadang-kadang melebihi 500.000/mm3
darah.

Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata dalam alat-alat dalam dan
jaringan sehingga gejala klinik pada malaria falciparum dapat berbeda-beda. Sebagian besar
kasus berat dan fatal disebabkan oleh karena eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal
dan menyumbat kapiler.

Pada malaria falciparum eritrosit yang diinfeksi tidak membesar selama stadium
perkembangan parasit. Eritrosit yang mengandung trofozoit tua dan skizon mempunyai titik
kasar berwarna merah (titik mauror) tersebar pada dua per tiga bagian eritrosit. Pembentukan
gametosit berlamgsung dalam alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium mudah dapat
ditentukan dalam darah tepi. Gametosis muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian
menjadi lebih panjang atau berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit
atau pisang sebagai gametosis matang. Gametosis untuk pertama k ali tampak dalam darah
tepi setelah beberapa generasi mengalami skizogoni biasanya kira-kira 10 hari setelah parasit
pertama kali tampak dalam darah. Gametosis betina atau makrogametosis biasanya lebih
langsing dan lebih panjang dari gametosit jantang atau mikrogametosit, dan sitoplasmanya
lebih biru dengan pulasan Romakonowsky. Intinya lebih lebih kecil dan padat, berwarna
merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar inti. Mikrogametozit membentuk lebih
lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru, pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya
berwarna merah mudah, besar dan tidak padat, butir-butir pign\men disekitan plasma sekitar
inti.

Jumlah gametosit pada infeksi Falciparum berbeda-beda, kadang-kadang sampai


50.000 – 150.000/mm3 darah, jumlah ini tidak pernah dicapai oleh species Plasmodium lain
pada manusia. Walaupun skizogoni eritrosit pada Plasmodium falciparum selesai dalam
waktu 48 jam dan priodisitasnya khas terirana, sering kali pada species ini terdapat 2 atau
lebih kelompok-kelokpok parasit, dengan sporolasi yang tidak singkron, sehingga
priodesitas gejala pada penderita menjadi tidak teratur, terutama pada stadium permulaan
serangan malaria.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 20


Siklus seksual Plasmodium falciparum dalam nyamuk sama seperti pada
Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 20o C, 15 – 17 hari pada suhu
23o C dan 10 – 11 hari pada suhu 25o C – 28o C. pigmen pada obkista berwarna agak hitam
dan butir butinya relative besar, membentuk pola pada kista sebagai lingkaran ganda sekitar
tepinya, tetapi dapat tersusun sebagai lingkaran kecil dipusat atau sebagai garis lurus ganda.
Pada hari ke- 8 pigmen tidak tampak kecuali beberapa butir masih dapat dilihat.

2.3.3 Stadium Siklus Hidup Plasmodium falciparum

a) (Stadium Tropozoit), Sediaan


A darah tipis
Eritrosit yang terinfeksi parasit tidak
membesar, tampak ukuran eritrosit
sama dengan eritrosit normal lainnya,
ini yang membedakan infeksi
B plasmodium falciparum dan vivax.
Bentuk parasit seperti cincin seperti
yang ditunjuk B, sitoplasma lebih tebal.
Multipel infeksi juga dapat terjadi
seperti yang ditunjuk A.

Gambar 2.15 Stadium Tropozoit Plasmodium


falciparum
Sumber : http://3.bp.blogspot.com/-
WO2QqYDpncA/VRFwE5bJkqI/AAAAAAAAAE8/e6cdHA5
ZShA/s1600/TropozoitStadium%2Falciparum.jpg

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 21


b) (Stadium Skizon), Sediaan
A
darah tipis
Eritrosit tidak membesar, tampak titik
B maurer. Parasit hampir memenuhi
eritrosit yaitu sekitar 2/3 eritrosit.
Keterangan: A = Eritrosit normal, B =
C
Merozoit menyebar, parasit terdiri dari
2 – 24 merozoit, C = Pigmen hitam, D
= Stadium skizon.
Gambar 2.16 Stadium Skizon Plasmodium
falciparum
Sumber : http://3.bp.blogspot.com/-
D WO2QqYDpncA/VRFwE5bJkqI/AAAAAAAAAE8/
e6cdHA5ZShA/s1600/Skizondium%2Falciparum.jpg

Gambar 2.17 Stadium Skizon Plasmodium


falciparum
Sumber : http://3.bp.blogspot.com/-
WO2QqYDpncA/VRFwE5bJkqI/AAAAAAAAAE8/e7
cdHA5ZShA/s1600/Skizondium%2Falciparum.jpg

c) (Stadium Gametosit)

Karakteristik : makrogametosit dan


mikrogametosit memiliki bentuk
seperti pisang.

Gambar 2.18 Stadium Gametosit Plasmodium


falciparum
Sumber : http://3.bp.blogspot.com/-
WO2QqYDpncA/VRFwE5bJkqI/AAAAAAAAAE8/e6
cdHA5ZShA/s1600/Gametositdium%2Falciparum.jpg

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 22


d) Stadium Trofozoit (infeksi
berat)
Dapat dilihat pada sediaan darah tebal,
tampak parasit dengan stadium
trofozoit muda dalam jumlah banyak
dalam 1 lapangan pandang,
menunjukkan bahwa infeksi sudah
berat. Trofozoit berbentuk cincin,
cincin terbuka, koma, tanda seru dan
sayap burung terbang.
Gambar 2.19 Stadium Tropozoit Plasmodium
falciparum
Sumber : http://3.bp.blogspot.com/-
WO2QqYDpncA/VRFwE5bJkqI/AAAAAAAAAE8/e
6cdHA5ZShA/s1600/Tropozoitstadium%2Falciparum
.jpg

2.3.4 Patologi dan Gejala-gejala

Masa tunas intrinsic malaria falciparum berlangsung antara 9-14 hari. Penyakitnya
mulai dengan sakit kepala, punggung dan ekstremitas, perasaan dingin, mual, muntah atau
diare ringan. Demam mungkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit;
diagnosis pada stadium ini tergantung dari anamosis tentang kepergian penderita ke daerah
endemic malaria sebelumnya. Penyakit berlangsung terus, sakit kepala, punggung dan
ekstremitas lebih hebat dan keadaan umum memburuk. Pada stadium ini penderita tampak
gelisah, pikau mental (mentral cunfuncion). Demam tidak teratur dan tidak menunjukkan
perodiditas yang jelas.

Ada anemia ringan dan leucopenia dengan monositosis. Pada stadium dini penyakit
penyakit dapat didiagnosis dan diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera diatasi. Bila
pengobatan tidak sempurna, gejala malaria pernisiosa dapat timbul secara mendadak. Istilah
ini diberikan untuk penyulit berat yang timbul secara tidak terduga pada setiap saat, bila
lebih dari 5 % eritrosit di-infeksi.

Pada malaria Falciparum ada tiga macam Malaria :


1. Malaria serebral dapat dimulai secara lambat atau mendadak setelah gejala
permulaan.
2. Malaria algida menyerupai syok/renjatan waktu pembedahan.
3. Gejala gastro-intestinal menyerupai disentri atau kolera.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 23


Malaria falciparum berat adalah penyakit malaria dengam P.falciparum stadium
aseksual ditemukan di dalam darahnya, disertai salah satu bentuk gejala klinis tersebut
dibawah ini (WHO, 1990) dengan menyingkirkan penyebab lain (infeksi bakteri atau virus)
:
1. Malaria Otak Dengan Koma (Unarousable Coma)
2. Anemia Normositik Berat
3. Gagal Ginjal
4. Edema Paru
5. Hipoglikemia
6. Syok
7. Perdarahan Spontan/Dic (Disseminated Intravascular Coagulation)
8. Kejang Umum Yang Berulang.
9. Asidosis
10 Malaria Hemoglobinuria (Backwater Fewer)
 Manifestasi Klinis Lainnya (Pada Kelompok Atau Daerah Didaerah Tertentu) :
1. Gangguan Kesadaran (Rousable)
2. Penderita Sangat Lemah (Prosrated)
3. Hiperparasitemia
4. Ikterus (Jaundice)
5. Hiperpireksia

Hemolisis intravascular secara besar-besaran dapat terjadi dan memberikan


gambaran klinis khas yang dikenal sebagai “blackwater fever” atau febris iktero-
hemoglobinuria. Gejala dimulai dengan mendadak, urin berwarna merah tua samapi hitam,
muntah cairan yang berwarna empedu, ikterus, badan cepat lemah dan morolitasnya tinggi.
Pada “blackwater” parasit sedikit sekali, kadang-kadang tidak ditemukan dalam darah tepi.

2.3.5 Diagnosis

Diagnosis malaria falcifarum dapat dibuat dengan menemukan parasit trofozoit


muda ( bentuk cincin ) tanpa atau dengan stadium gametosit dalam sediaan darah tepi. Pada
autopsy dapat ditemukan pigmen dan parasit dalam kapiler otak dan alat-alat dalam.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 24


2.4 Plasmodium ovale

2.4.1 Klasifikasi Plasmodium ovale

Kingdom : Protista
Subkingdom : Protozoa
Phylum : Apicomplexa
Class : Sporozoasida
Order : Eucoccidiorida
Family : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Species : plasmodium ovale

P. ovale terutama terdapat di daerah tropic Afrika bagian Barat, di daerah Pasifik
Barat dan di beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di Pulau Owi
sebelah Biak di Irian Jaya dan di Pulau Timor.

Di seluruh dunia, malaria biasanya terbatas pada daerah tropis dan subtropis dan
ketinggian di bawah 1.500 m . P. ovale relatif tidak biasa di luar Afrika tingkat infeksi .
WHO memperkirakan bahwa setiap tahun 300-500 juta kasus malaria terjadi dan lebih dari
1 juta orang meninggal karena malaria . P. ovale , di mana ia ditemukan , terdiri dari < 1 %
dari isolat .

1. Tropozoit

Gambar 2.20 Siklus Hidup Plasmodium ovale


Sumber : http://4.bp.blogspot.com/-
jrIZzfZk1Y8/VUv6y7GWPnI/AAAAAAAAA_A/0SsE6T5rHMI/s1600/Muda%2Tropozoit%2Bplasmodium.png

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 25


2. Tropozoit Muda

Gambar 2.21 Siklus Hidup


Plasmodium malariae
Sumber : http://4.bp.blogspot.com/-
jrIZzfZk1Y8/VUv6y7GWPnI/AAAAAA
AAA_A/0SsE6T5rHMI/s1600/Tropozoit
%2BTua%2Bplasmodiumovale.png

3. Tropozit Tua

2.4.2 Morfologi

Morfologi P. ovale mempunyai persamaan dengan P. malariae tetapi perubahan pada


eritrosit yang dihinggapi parasit mirip dengan P. vivax. Trofozoit muda berukuran kira – kira
2 mikron (1/3 eritrosit). Titik – titik schuffner (disebut juga titik James) terbentuk sangat dini
dan tampak jelas. Stadium trofozoit berbentuk bulat dan kompak dengan granula pigmen
yang lebih kasar tetapi tidak sekasar pigmen P. malariae. Pada stadium ini eritrosit agak
membesar dan sebagian besar berbentuk lonjong (oval) dan pinggir eritrosit bergerigi pada
salah satu ujungnya dengan titik Schuffner yang menjadi lebih banyak.

2.4.3 Siklus Hidup

Terinfeksi malaria nyamuk Anopheles betina inoculates sporozoit ke dalam host


manusia selama makan darah . Sporozoit menginfeksi sel-sel hati dan matang menjadi skizon
, yang pecah dan melepaskan merozoit ( exo - erythrocyticskizogoni ) . Pada P. vivax dan P.
ovale tahap tidur ( hypnozoites ) dapat bertahan dalam hati selama berminggu-minggu , atau
bahkan bertahun-tahun . Merozoit menginfeksi sel darah merah . Trofozoit tahap cincin
tumbuh menjadi skizon , yang pecah melepaskan merozoit ( skizogonierythrocytic ) .
Beberapa parasit berdiferensiasi menjadi tahap erythrocytic seksual ( gametosit ) . Gametosit
tertelan oleh nyamuk Anopheles selama makan darah . The mikrogamet menembus
makrogamet menghasilkan zigot dalam perut nyamuk . The zigot menjadi ookinetes dan
menyerang dinding midgut mana mereka berkembang menjadi ookista . Ookista tumbuh,
pecah , dan sporozoitrilis , yang membuat jalan mereka ke kelenjar ludah nyamuk ( siklus
sporogonic ).

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 26


2.4.4 Patologi Dan Gejala Klinis

Gejala klinis malaria ovale mirip dengan malaria vivaks. Serangannya sama hebat
tetapi penyembuhannya sering secara spontan dan relapsnyalebih jarang. Parasit sering tetap
berada dalam darah (periode laten) dan mudah ditekan oleh spesies lain yang lebih virulen.
Parasit ini baru tampak lagi setelah spesies yang lain lenyap. Infeksi campur P. ovale sering
terdapat pada orang yang tinggal di daerah tropic Afrika dengan endemi malaria.

2.4.5 Diagnosis

1. Identifikasi mikroskopis adalah metode yang paling sering digunakan untuk


menunjukkan infeksi aktif .
2. Malaria ovale penyakitnya ringan dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
3. Diagnosis malaria ovale dilakukan dengan menentukan parasit P. ovale dalam
sediaan darah yang dipulas dengan Giems.

2.5 Pengertian Malaria

Penyakit malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam bentuk infeksi
akut ataupuan kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa genus plasmodium bentuk
aseksual, yang masuk ke dalam tubuh manusia dan ditularkan oleh nyamuk Anhopeles
betina. Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia yaitu mal = buruk dan area = udara
atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa – rawa yang mengeluarkan
bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain seperti demam roma, demam rawa,
demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme Di dunia ini
hidup sekitar 400 spesies nyamuk anopheles, tetapi hanya 60 spesies berperan sebagai vektor
malaria alami.

Adapun definisi kasus dari berbagai kasusnya adalah sebagai berikut :

2.5.1 Kasus Rekrudesensi


Rekrudesensi adalah berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu
sesudah berakhirnya serangan primer.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 27


2.5.2 Kasus Relaps
Relaps dinyatakan sebagai berulangnya gejala klinik setelah periode yang lama dari
masa laten, sampai 5 tahun. Selanjutnya, gejala kliniknya dikenal sebagai trias malaria yang
terdiri dari demam, anemia (kurang darah) dan splenomegali (Pembengkakan Limpa).
Demam khas pada malaria adalah menggigil selama 15-60 menit karena pecahnya skizon
eritrosit, lalu demam selama 2-6 jam kemudian berkeringat selama 2-4 jam. Keringat yang
dihasilkan dapat sangat banyak hingga membasahi tempat tidur. Setelah berkeringat
biasanya penderita justru akan merasa lebih baik tapi lemas. Gejala ini terus berulang dengan
periode tertentu sesuai dengan jenis plasmodiumnya.

2.6 Patogenesis Malaria

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan
kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan
parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini
diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan
sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang
menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.

Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah


pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis
dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi
hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag. Pada malaria berat mekanisme
patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan
eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel
untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme,
diantaranya transport membran sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting. Sitoadherensi
merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparum pada reseptor di
bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit
yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset.

Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang


mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 28


parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
Resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang
bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.

Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan


berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:

2.6.1 Penghancuran eritrosit


Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap
eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia
jaringan. Pada hemolisis Intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (Black White
Fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal.

2.6.2 Mediator endotoksin-makrofag.


Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang
sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari
saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF)
yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang
terinfeksi parasit malaria. TNF dansitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan
sindrom penyakit pernapasan pada orang dewasa.

2.6.3 Sekuestrasi eritrosit yang terluka


Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan
(knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan
antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit
terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat
dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan
yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan Anoksia dan edema jaringan.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 29


2.7 Gejala-Gejala Penyakit Malaria

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria proxym) secara
berurutan:

2.7.1 Periode dingin


Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan
kering, penderita sering membungkus dirinya
dengan selimut atau sarung pada saat menggigil,
sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis
seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung
antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperature. (Mansyor A dkk, 2001)

Gambar 2.22 Periode Dingin Plasmodium malariae


Sumber : https://image.slidesharecdn.com/kel5plasmodiummalariae-
120428045932-phpapp02/95/kel-5-plasmodium-malariae-21-
2.7.2 Periode Demam 728.jpg?cb=1335589260

Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh
tetap tinggi, dapat sampai 40ºC atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi
meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah- muntah dan dapat terjadi syok. Periode
ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan
keadaan berkeringat. (Harijanto P.N, 2006). deposit pigmen tersebut. Terjadinya demam
pada penyakit malaria adalah berhubungan erat dengan kerusakan dari generasi merozoit
dan rupturnya sel darah merah yang berisi merozoit tersebut. Terjadinya demam juga
dirangsang oleh produk exkresi dari parasit yang dikeluarkan pada waktu erytrocyt lysis.

2.7.2 Periode Berkeringat


Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa
capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan
pekerjaan biasa. (Harijanto P.N, 2006). Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada
infeksi malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan
terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan
hiperemis. (Harijanto P.N, 2006)
2.10 Penularan Malaria

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 30


Cara penularan, apakah secara alamiah atau bukan alamiah, juga mempengaruhi.
Penularan bukan alamiah seperti penularan malalui transfusi darah, masa inkubasinya
tergantung pada jumlah parasit yang turut masuk bersama darah dan tingkat imunitas
penerima arah. Secara umum dapat dikatakan bahwa masa inkubasi bagi plasmodium
falciparum adalah 10 hari setelah transfusi, plasmodium vivax setelah 16 hari dan
plasmodium malariae setelah 40 hari lebih. Masa inkubasi merupakan rentang waktu sejak
sporozoit masuk sampai timbulnyagejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi
Plasmodium malariae yaitu 28-30 hari.

2.8 Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Malaria

2.8.1 Lingkungan Fisik

a) Suhu
Udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus Sprogami atau masa
inkubasi Ektrinsik. Masa inkubasi Ekstrinsik adalah mulai saat masuknya gametosit
ke dalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium sporogami dalam nyamuk yaitu
terbentuknya sporozoid yang kemudian masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi
suhu maka makin pendek masa inkubasi Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari
setiap species pada suhu 26,7ºC masa inkubasi Ekstrinsik untuk setiap Plasmodium
malariae adalah 14 hari. Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai masuknya
Sprozoid darah sampai timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon
darah dalam tubuh penderita. Masa inkubasi Intrinsik Plasmodium malariae : 18 –
40 hari (28).

b) Kelembaban udara
Kelembaban udara yang rendah, mempengaruhi umur nyamuk, tingkat
kelembaban 63 % misalnya merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan
adanya penularan.

c) Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk
menjadi dewasa. Hujan diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan
berkembangnya Anopheles spp. Bila curah hujan yang normal pada sewaktu-waktu
maka permukaan air akan meningkat sehingga tidak menguntungkan bagi malaria.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 31


Curah hujan yang tinggi akan merubah aliran air pada sungai atau saluran air
sehingga larva dan kepompong akan terbawa oleh air.

d) Angin
Jarak terbang nyamuk dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin artinya jarak
jangkau nyamuk dapat diperpanjang atau di perpendek tergantung kepada arah
angin.

e) Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
An.sundaicus. Lebih menyukai tempat yang teduh dan An.barbirostris dapat hidup
di tempat yang teduh maupun tempat yang terang. An.macculatus lebih suka hidup
di tempat yang terlindung (sinar matahari tidak langsung).

f) Arus air
Masing-masing nyamuk menyukai tempat perindukan yang aliran airnya
berbeda. An.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau
sedikit mengalir. An.minimus menyukai tempat perindukan yang airnya cukup deras
dan An. Letifer di tempat air yang tergenang.

2.8.2 Lingkungan Kimia

Beberapa species nyamuk dapat juga memanfaatkan oksigen yang terlarut (Dissolved
oxygen) melalui pernafasan kulit. Dari lingkungan kimia yang baru diketahui pengaruhnya
adalah kadar garam dari tempat perindukan, seperti An.sundaicus tumbuh optimal pada air
payau yang kadar garamnya berkisar 12-18% dan tidak dapat berkembang biak pada garam
lebih dari 40%. Untuk mengatur derajat keasaman air yang disenangi pada tempat
perkembangbiakan nyamuk perlu dilakukan pengukuran pH air, karena An.Letifer dapat
hidup ditempat yang asam atau pH rendah.

a) Lingkungan Biologi
Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves), ganggang dan
berbagai jenis tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk,
karena ia dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau menghalangi dari
serangan mahkluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air merupakan indicator bagi

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 32


jenis-jenis nyamuk tertentu. Tanaman air bukan saja menggambarkan sifat fisik,
tetapi juga menggambarkan susunan kimia dan suhu air misalnya pada lagun banyak
ditemui lumut perut ayam (Heteromorpha) dan lumut sutera (Enteromorpha)
kemungkinan di lagun tersebut ada larva An. Sundaicus. Adanya berbagai jenis ikan
pemakan larva seperti ikan kepala timah (Plocheilus panchax Panchax spp),
Gambusi sp, Oreochromis niloticus (nila merah), Oreochromis mossambica (mujair),
akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu daerah. Selain itu adanya ternak besar
seperti sapid dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia,
apabila kandang hewan tersebut diletakkan diluar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah
atau cattle barrier (Rao, T.R, 1984).

b) Lingkungan Sosial Budaya


Faktor ini kadang- kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan
faktor lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut
malam, di mana vector lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar
jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan
penggunaan zat penolak nyamuk yang intensitasnya berbeda sesuai dengan
perbedaan status social masyarakat akan mempengaruhi angka kesakitan malaria.

2.9 Pengendalian Malaria

Penanggulangan malaria seharusnya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan


antara Host, Agent dan Environment, pemutusan rantai penularan ini harus ditujukan kepada
sasaran yang tepat, yaitu :

2.9.1 Pemberantasan Vektor


Penangulangan vector dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa
(penyemprotan rumah dengan Insektisida). Dengan di bunuhnya nyamuk maka parasit yang
ada dalam tubuh, pertumbuhannya di dalam tubuh tidak selesai, sehingga
penyebaran/transmisi penyakit dapat.
Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau menghilangkan tempat-
tempat perindukan, sehingga perkembangan jumlah (Density) nyamuk dapat dikurangi dan
akan berpengaruh terhadap terjadinya transmisi penyakit malaria.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 33


penangulangan vector dapat dilakukan dengan memanfaatkan ikan pemakan jentik.
Penelitian Biologik yang telah dilakukan menunjukkan bahwa prospek terbaik adalah ikan,
karena mudah dikembangbiakkan, ikan suka memakan jentik, dan sebagai sumber protein
bagi masyarakat.
Penggunaan ikan nila merah (Oreochromis Nilotis) sebagai pengendali vektor telah
dilakukan. Ikan nila memiliki daya adaptasi tinggi diberbagai jenis air. Nila dapat hidup di
air tawar, air payau, dan di laut.

2.9.2 Pengendalian Vektor


Pengendalian vector malaria dilaksanakan berdasarkan pertimbangan, Rasioanal,
Efektif, Efisiensi, Sustainable, dan Acceptable yang sering disingkat RESSA yaitu :

a) Rational
Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan memang terjadi
penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi kriteria yang ditetapkan,
antara lain : Wilayah pembebasan : desa dan ditemukan penderita indegenius dan
wilayah pemberantasan PR > 3%.
b) Effective
Dipilih salah satu metode / jenis kegiatan pengendalian vektor atau kombinasi
dua metode yang saling menunjang dan metode tersebut dianggap paling berhasil
mencegah atau menurunkan penularan, hal ini perlu didukung oleh data epidemiologi
dan Laporan masyarakat.
c) Sustainable
Kegiatan pengendalian vektor yang di pilih harus dilaksanakan secara
berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan tertentu dan hasil yang sudah
di capai harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah,
antara lain dengan penemuan dan pengobatan penderita.
d) Acceptable
Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh masyarakat
setempat (Depkes RI, 2005)

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 34


2.10 Kegiatan Dalam Pengendalian Vektor

2.10.1 Penyemprotan rumah


Penyemprotan dilakukan pada semua bangunan yang ada, pada malam hari
digunakan sebagai tempat menginap atau kegiatan lain, masjid, gardu ronda, dan lain-lain.

2.10.2 Larviciding
Kegiatan anti larva yang dilakukan dengan cara kimiawi, kegiatan ini di lakukan
dilingkungan yang memiliki banyak tempat perindukan yang potensial (Breeding Pleaces).
Yang dimaksud dengan tempat perindukan adalah genangan air disekitar pantai yang
permanen, genangan air dimuara sungai yang tertutup pasir dan saluran dengan aliran air
yang lambat.

2.10.3 Biological control


kegiatan anti larva dengan cara hayati (pengendalian dengan ikan pemakan jentik),
dilakukan pada desa-desa di mana terdapat di mana terdapat banyak tempat perindukan
vektor potensial dengan ketersedian air sepanjang tahun, seperti mata air, anak sungai,
saluran air persawahan, rawa-rawa daerah pantai dan air payau, dll.

2.10.4 Pengolahan lingkungan (Source reduction)


kegiatan-kegiatan yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan
kegiatan modifikasi dan manipulasi faktor lingkungan dan interaksinya dengan manusia
untuk mencegah dan membatasi perkembangan vector dan mengurangi kontak antara
manusia dan Vektor (Depkes, 2005).

2.10.5 Kelambunisasi
Pengendalian nyamuk Anopheles sp secara kimiawi yang digunakan di Indonesia.
Kelambunisasi adalah pengunaan kelambu yang terlebih dahulu dicelup dengan insektisida
permanent 100EC yang berisi bahan aktif permethrin.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 35


2.11 Pencegahan Penyakit Malaria

Pencegahan sederhana dapat dilakukan oleh masyarakat, antara lain :


a) Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria, dengan cara tidur
memakai kelambu, tidak berada diluar rumah pada malam hari, mengolesi badan
dengan lotion anti nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela.
b) Membersihkan tempat sarang nyamuk, dengan cara membersihkan semak-
semak disekitar rumah dan melipat kain-kain yang bergantungan, mengusahakan
didalam rumah tidak gelap, mengalirkan genangan air serta menimbunnya.
c) Membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan dengan insektisida)
d) Membunuh larva dengan menebarkan ikan pemakan larva.
e) Membunuh larva dengan menyemprot larvasida.

2.12 Pengobatan malaria

Berdasarkan pemeriksaan, baik secara langsung dari keluhan yang timbul maupun
lebih berfokus pada hasil laboratium maka dokter akan memberikan beberapa obat-obatan
kepada penderita. Diantaranya adalah pemberian obat untuk menurunkan demam seperti
paracetamol, vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh sebagai upaya membantu
kesembuhan.

Sedangkan obat antimalaria biasanya yang dipakai adalah Chloroquine, karena


harganya yang murah dan sampai saat ini terbukti efektif sebagai penyembuhan penyakit
malaria di dunia. Namun ada beberapa penderita yang resisten dengan pemberian
Chloroquine, maka beberapa dokter akan memberikan antimalaria lainnya seperti
Artesunate-Sulfadoxine/pyrimethamine, Artesunate-amodiaquine, Artesunat-piperquine,
Artemether-lumefantrine, dan Dihidroartemisinin-piperquine.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 36


BAB III

PENUTUP

2.11 Kesimpulan

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.
Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan splenomegali.
Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komlikasi
ataupun mengalami komlikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat. Sejenis infeksi
parasit yang menyerupai malaria ialah infeksi babesiosa yang menyebabkan babesiosis.

Plasmodium yang sering dijumpai adalah Plasmodium vivax yang menyebabkan


malaria tertiana (Benign Malaria) dan Plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria
tropika (Malignan Malaria). Plasmodium malariae pernah juga dijuumpai pada suatu kasus,
tetapi sangat jarang. Plasmodium ovale pernah dilaporkan dijumpai di Irian Jaya, pulau
Timor, pulau Owi (utara Irian Jaya). Manifestasi Klinik Malaria Non Falciparum

Manifestasi Klinis Malaria Tertiana/M. Vivax atau M. Benigna

Inkubasi 12-17 hari, kadang-kadang lebih panjang 12-20 hari. Pada hari-hari
pertama panas irregular, kadang-kadang remiten atau intermiten, pada saat tersebut perasaan
dingin atau menggigil jarang terjadi. pada akhir minggu tipe panas menjadi intermiten dan
periodic setiap 48 jam dengan gejala klasik Trias Malaria. Serangan paroksismal biasanya
terjadi pada waktu sore hari. Kepadatan parasit mencapai maksimal dalam waktu 7-14 hari.
Pada minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari, limpa
masih mebesar dan panas masih berlangsung, pada akhir minggu ke-5 panas mulai turun
secara krisis. Pada malaria vivax manifestasi klinik dapat berlangsung secara berat tetapi
kurang membahayakan. Limpa dapat membesar sampai derajat 4 atau 5 (ukuran Hackett).
Malaria serebral jarang terjadi. Edema tungkai disebabkan karena hipoalbuminemia.
Mortalitas malaria vivax rendah tetapi morbiditas tinggi karena seringnya terjadi relapse.
Pada penderita yang seimune perlangsungan malaria vivax tidak spessifik dan ringan saja;
parasitemia hanya rendah; serangan demam hanya pendek dan penyembuhan lebih cepat.
Reistensi terhadap kloroquin pada malaria vivax juga dilaporkan di Irian Jaya dan didaerah

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 37


lainnya. Relapse sering terjadi karena keluarnya bentuk hipnozoit yang tertinggal di hati
pada saat stastus imun tubuh menurun

3.2 Saran

Plasmodium Sp, nyamuk Anopheles Sp, dan penyakit malaria merupakan tiga hal
yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, mengingat ketiganya memiliki hubungan yang
sangat erat. Oleh karena itu, sudah hendaknya kita mempelajari ketiga hal tersebut guna
menemukan cara terbaik dan efektif untuk mengurangi, bahkan menghilangkan dampak
negatif yang ditimbulkannya.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 38


Daftar Pustaka

Davey, Patrick. 2000. At a Glance Medicine.. Jakarta : EMS

Garna, herry, dkk.2010.Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. IDAI.Jakarta.

W, Aru Sudoyo.2009.Ilmu Penyakit Dalam. .InternaPublishing.Jakarta


Mandal, B.K.,dkk.2008. Infeksi Tropis dan Zoonosis Non Helimintik, Lecture Notes
Penyakit Infeks.Jakarta: Erlangga.
Nurhari, Ogi.2009.Plasmodium Sp. http://www.scribd.com/doc/51574461/Epidemiologi-
Malaria.15 Mei 2011.
Soedarmo, Sumarmo S.Poorwo . 2010. Infeksi Tropis & Pediatri Tropis. Jakarta : UI Press.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Malaria, buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid iii, hal : 1732.
Jakarta : FKUI
Sudoyo A. W. dkk, 2009. Buku Ajar – Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V . Jakarta :
EGC
Widoyono.2005. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. EMS
Zein, Abdurrahman. 2010.Malaria. http://malariana.blogspot.com/2008/11/patologi-dan-
gejala-klinis.html. 15 Mei 2011.
Zulfin.2008. Malaria dan Bahahanya.
http://medicastore.com/penyakit/792/Malaria.html.15 Mei 2011.
Acharya, P., et al., 2009. A glimpse into the clinical proteome of human malaria para-
sites Plasmodium falciparum and Plasmodium vivax . Proteomics Clin. Appl. 3 (11),
1314–1325.
Acharya, P., et al., 2011. Clinical proteomics of the neglected human malarial parasite
Plas-
modium vivax . PLoS One 6 (10), e26623.
Aguas, R., Ferreira, MU, Gomes, MG, 2012. Modeling the effects of relapse in the trans-
mission dynamics of malaria parasites. J. Parasitol. Res. 921715.
Aikawa, M., Miller, LH, Rabbege, J., 1975. Caveola–vesicle complexes in the
plasmalemma
of erythrocytes infected by Plasmodium vivax and P cynomolgi . Unique structures related
to Schuffner's dots. Saya. J. Pathol. 79 (2), 285–300.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 39


Akinyi, S., et al., 2012. A 95 kDa protein of Plasmodium vivax and P. cynomolgi
visualized
by three-dimensional tomography in the caveola–vesicle complexes (Schuffner's dots)
of infected erythrocytes is a member of the PHIST family. Mol. Mikrobiol. 84 (5),
816–831.
Altevogt, BM, et al., 2012. Research agenda. Guiding limited use of chimpanzees in
research.
Science 335 (6064), 41–42.
Arevalo-Herrera, M., et al., 2011. Malaria transmission blocking immunity and sexual
stage
vaccines for interrupting malaria transmission in Latin America. Mem. Inst. Oswaldo
Cruz 106 (Suppl. 1), 202–211.
Baer, K., et al., 2007a. Release of hepatic Plasmodium yoelii merozoites into the
pulmonary
microvasculature. PLoS Pathog. 3 (11), e171.
Baer, K., et al., 2007b. Kupffer cells are obligatory for Plasmodium yoelii sporozoite
infection
of the liver. Sel. Mikrobiol. 9 (2), 397–412.
Barnwell, JW, et al., 1990. Plasmodium vivax : malarial proteins associated with the mem-
brane-bound caveola–vesicle complexes and cytoplasmic cleft structures of infected
eritrosit Exp. Parasitol. 70 (1), 85–99.
Barnwell, JW, Nichols, ME, Rubinstein, P., 1989. In vitro evaluation of the role of the
Duffy blood group in erythrocyte invasion by Plasmodium vivax . J. Exp. Med. 169 (5),
1795–1802.
Plasmodium vivax : Modern Strategies to Study a Persistent Parasite's Life Cycle
21
Baruch, DI, et al., 1995. Cloning the P. falciparum gene encoding PfEMP1, a malarial
variant
antigen and adherence receptor on the surface of parasitized human erythrocytes. Sel
82 (1), 77–87.
Bass, CC, Johns, FM, 1912. The cultivation of malarial Plasmodia ( Plasmodium vivax and
Plasmodium falciparum ) in vitro. J. Exp. Med. 16 (4), 567–579.
Borlon, C., et al., 2012. Cryopreserved Plasmodium vivax and cord blood reticulocytes can
be

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 40


used for invasion and short term culture. Int. J. Parasitol. 42 (2), 155–160.
Bousema, T., Drakeley, C., 2011. Epidemiology and infectivity of Plasmodium falciparum
and Plasmodium vivax gametocytes in relation to malaria control and elimination. Klinik.
Mikrobiol. Rev. 24 (2), 377–410.
Boyd, M., Stratman-Thomas, W., Kitchen, S., 1935. On the relative susceptibility of
Anopheles
quadrimaculatus to Plasmodium vivax and Plasmodium falciparum . Saya. J. Trop. Med.
Hyg.
s1–15 (4), 485–493.
Boyd, M., Stratman-Thomas, W., Muench, H., 1936. The occurrence of gametocytes of
P lasmodium vivax during the primary attack. Saya. J. Trop. Med. Hyg. s1–16, 133–138.
Boyd, MF, Andstratman-Thomaws, K., 1934. Studies on Plasmodium vivax . 7. Some
o bservations on inoculation and onset. Saya. J. Hyg. 20, 488.
Bozdech, Z., et al., 2008. The transcriptome of Plasmodium vivax reveals divergence and
diversity of transcriptional regulation in malaria parasites. Proc. Natl. Acad. Sci. Amerika
Serikat
105 (42), 16290–16295.
Bray, RS, et al., 1985. Observations on early and late post-sporozoite tissue stages in pr
imate
malaria. AKU AKU AKU. Further attempts to find early forms and to correlate
hypnozoites with
growing exo-erythrocytic schizonts and parasitaemic relapses in Plasmodium cynomolgi
bastianellii infections. Trans. R Soc. Trop. Med. Hyg. 79 (2), 269–273.
Bruce, MC, et al., 1990. Commitment of the malaria parasite Plasmodium falciparum to
sexual and asexual development. Parasitology 100 (Pt 2), 191–200.
Carlton, JM, et al., 2008a. Comparative genomics of the neglected human malaria parasite
Plasmodium vivax . Nature 455 (7214), 757–763.
Carlton, JM, et al., 2008b. Comparative evolutionary genomics of human malaria parasites.
Trends Parasitol. 24 (12), 545–550.
Carlton, JM, Sina, BJ, Adams, JH, 2011. Why is Plasmodium vivax a neglected tropical
penyakit? PLoS Negl. Trop. Dis. 5 (6), e1160.
Carter, R., Miller, LH, 1979. Evidence for environmental modulation of
gametocytogenesis in

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 41


Plasmodium falciparum in continuous culture. Banteng. World Health Organ. 57 (Suppl.
1), 37–52.
Carter, R., Nijhout, MM, 1977. Control of gamete formation (exflagellation) in malaria
parasites. Science 195 (4276), 407–409.
Carvalho, BO, et al., 2010. On the cytoadhesion of Plasmodium vivax -infected
erythrocytes.
J. Infect. Dis. 202 (4), 638–647.
Cavasini, CE, et al., 2007. Plasmodium vivax infection among Duffy antigen-negative
in dividuals from the Brazilian Amazon region: an exception? Trans. R Soc. Trop. Med.
Hyg. 101 (10), 1042–1044.
Chamchod, F., Beier, JC, 2012. Modeling Plasmodium vivax : relapses, treatment,
seasonality,
and G6PD deficiency. J. Theor. Biol.
Chan, ER, et al., 2012. Whole genome sequencing of field isolates provides robust charac-
terization of genetic diversity in Plasmodium vivax . PLoS Negl. Trop. Dis. 6 (9), e1811.
Chattopadhyay, R., et al., 2010. Establishment of an in vitro assay for assessing the effects
of
drugs on the liver stages of Plasmodium vivax malaria. PLoS One 5 (12), e14275.
Chen, N., et al., 2007. Relapses of Plasmodium vivax infection result from clonal
hypnozoites
activated at predetermined intervals. J. Infect. Dis. 195 (7), 934–941.
Chitnis, CE, Miller, LH, 1994. Identification of the erythrocyte binding domains of Plas-
modium vivax and Plasmodium knowlesi proteins involved in erythrocyte invasion. J. Exp.
Med. 180 (2), 497–506.
Mary R. Galinski et al.
22
Coatney, GR, 1971. The Primate Malarias. US Government Printing Office, Washington,
DC.
Cogswell, FB, 1992. The hypnozoite and relapse in primate malaria. Klinik. Mikrobiol.
Putaran.
5 (1), 26–35.
Cogswell, FB, et al., 1991. Hypnozoites of Plasmodium simiovale . Saya. J. Trop. Med.
Hyg. 45
(2), 211–213.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 42


Collins, WE, Contacos, PG, 1979. Infection and transmission studies with Plasmodium
simiovale in the Macaca mulatta monkey. J. Parasitol. 65 (4), 609–612.
Collins, WE, Contacos, PG, 1974. Observations on the relapse activity of Plasmodium
simiovale in the rhesus monkey. J. Parasitol. 60 (2), 343.
Collins, WE, Contacos, PG, Jumper, JR, 1972. Studies on the exoerythrocytic stages of
simian malaria. VII. Plasmodium simiovale . J. Parasitol. 58 (1), 135–141.
Collins, WE, et al., 2009. Studies on the Salvador I strain of Plasmodium vivax in non-
human
primates and anopheline mosquitoes. Saya. J. Trop. Med. Hyg. 80 (2), 228–235.
Daily, JP, et al., 2007. Distinct physiological states of Plasmodium falciparum in malaria-
infected patients. Nature 450 (7172), 1091–1095.
Deane, LM, Deane, MP, Ferreira Neto, J., 1966. Studies on transmission of simian malaria
and on a natural infection of man with Plasmodium simium in Brazil. Banteng. Kesehatan
dunia
Organ. 35 (5), 805–808.
del Portillo, HA, et al., 2001. A superfamily of variant genes encoded in the subtelomeric
region of Plasmodium vivax . Nature 410 (6830), 839–842.
Dembele, L., et al., 2011. Towards an in vitro model of Plasmodium hypnozoites suitable
for
penemuan obat. PLoS One 6 (3), e18162.
Deye, GA, et al., 2012. Use of a rhesus Plasmodium cynomolgi model to screen for anti-
hypnozoite activity of pharmaceutical substances. Saya. J. Trop. Med. Hyg. 86 (6), 931–
935.
Dharia, NV, et al., 2010. Whole-genome sequencing and microarray analysis of ex vivo
Plasmodium vivax reveal selective pressure on putative drug resistance genes. Proc. Natl.
Acad. Sci. USA 107 (46), 20045–20050.
Dissanaike, AS, 1965. Simian malaria parasites of Ceylon. Banteng. World Health Organ.
32,
593–597.
Ejigiri, I., Sinnis, P., 2009. Plasmodium sporozoite–host interactions from the dermis to the
hepatocyte. Curr. Opini Mikrobiol. 12 (4), 401–407.
Escalante, AA, et al., 2005. A monkey's tale: the origin of Plasmodium vivax as a human
malaria parasite. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 102 (6), 1980–1985.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 43


Frevert, U., et al., 2008. Plasmodium sporozoite passage across the sinusoidal cell layer.
Subcell
Biochem. 47, 182–197.
Galinski, MR, Barnwell, J., 2012. Nonhuman primate models for human malaria research.
In: Abee, CR (Ed.), Nonhuman Primates in Biomedical Research: Diseases, Academic
Press Elsevier, pp. 299–323.
Galinski, MR, Barnwell, JW, 1996. Plasmodium vivax : merozoites, invasion of
reticulocytes
and considerations for malaria vaccine development. Parasitol. Today 12 (1), 20–29.
Galinski, MR, Barnwell, JW, 2008. Plasmodium vivax : who cares? Malar. J. 7 (Suppl. 1),
S9.
Galinski, MR, et al., 1992. A reticulocyte-binding protein complex of Plasmodium vivax
merozoites. Cell 69 (7), 1213–1226.
Galinski, MR, Xu, M., Barnwell, JW, 2000. Plasmodium vivax reticulocyte binding pr
otein-2
(PvRBP-2) shares structural features with PvRBP-1 and the Plasmodium yoelii 235 kDa
rhoptry protein family. Mol. Biochem. Parasitol. 108 (2), 257–262.
Gardner, MJ, et al., 2002. Sequence of Plasmodium falciparum chromosomes 2, 10, 11 and
14.
Nature 419 (6906), 531–534.
Garnham, PC, et al., 1975. A strain of Plasmodium vivax characterized by prolonged in
cubation:
morphological and biological characteristics. Banteng. World Health Organ. 52 (1), 21–32.
Gething, PW, et al., 2012. A long neglected World malaria map: Plasmodium vivax E
ndemicity
in 2010. PLoS Negl. Trop. Dis. 6 (9), e1814.
Plasmodium vivax : Modern Strategies to Study a Persistent Parasite's Life Cycle
23
Gething, PW, et al., 2011. Modelling the global constraints of temperature on transmission
of Plasmodium falciparum and P. vivax . Parasit. Vectors 4, 92.
Golenda, CF, Li, J., Rosenberg, R., 1997. Continuous in vitro propagation of the malaria
parasite Plasmodium vivax . Proc. Natl. Acad. Sci. USA 94 (13), 6786–6791.
Grimberg, BT, et al., 2012. Increased reticulocyte count from cord blood samples using
hypotonic lysis. Exp. Parasitol. 132 (2), 304–307.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 44


Grimberg, BT, et al., 2007. Plasmodium vivax invasion of human erythrocytes inhibited by
antibodies directed against the Duffy binding protein. PLoS Med. 4 (12), e337.
Guilbride, DL, Guilbride, PD, Gawlinski, P., 2012. Malaria's deadly secret: a skin stage.
Trends Parasitol. 28 (4), 142–150.
Handayani, S., et al., 2009. High deformability of Plasmodium vivax -infected red blood
cells
under microfluidic conditions. J. Infect. Dis. 199 (3), 445–450.
Haynes, JD, et al., 1976. Culture of human malaria parasites Plasmodium falciparum .
Alam
263 (5580), 767–769.
Hollingdale, MR, et al., 1985. In vitro culture of two populations (dividing and nondi-
viding) of exoerythrocytic parasites of Plasmodium vivax . Saya. J. Trop. Med. Hyg. 34
(2),
216–222.
Imwong, M., et al., 2007. Relapses of Plasmodium vivax infection usually result from a
ctivation
of heterologous hypnozoites. J. Infect. Dis. 195 (7), 927–933.
Jiang, JB, et al., 1988. Observations on early and late post-sporozoite tissue stages in
p rimate malaria. V. The effect of pyrimethamine and proguanil upon tissue hypnozoites
and schizonts of Plasmodium cynomolgi bastianellii . Trans. R Soc. Trop. Med. Hyg. 82
(1),
56–58.
Jones, DP, Park, Y., Ziegler, TR, 2012. Nutritional metabolomics: progress in addressing
complexity in diet and health. Annu. Pendeta Nutr. 32, 183–202.
Kafsack, BF, Llinas, M., 2010. Eating at the table of another: metabolomics of host–
parasite
interaksi. Cell Host Microbe. 7 (2), 90–99.
Kitchen, SF, 1938. The infection of reticulocytes by Plasmodium vivax . Saya. J. Trop.
Med. 18,
347–359.
Kosaisavee, V., et al., 2011. The genetic polymorphism of Plasmodium vivax genes in
endemic
regions of Thailand. Asian Pac. J. Trop. Med. 4 (12), 931–936.
Krotoski, WA, et al., 1982a. Observations on early and late post-sporozoite tissue stages in

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 45


primate malaria. II. The hypnozoite of Plasmodium cynomolgi bastianellii from 3 to 105
days after infection, and detection of 36- to 40-hour pre-erythrocytic forms. Saya. J. Trop.
Med. Hyg. 31 (2), 211–225.
Krotoski, WA, et al., 1982b. Demonstration of hypnozoites in sporozoite-transmitted
P lasmodium vivax infection. Saya. J. Trop. Med. Hyg. 31 (6), 1291–1293.
Krotoski, WA, et al., 1982c. Observations on early and late post-sporozoite tissue stages
in primate malaria. I. Discovery of a new latent form of Plasmodium cynomolgi (the
h ypnozoite), and failure to detect hepatic forms within the first 24 hours after infection.
Saya. J. Trop. Med. Hyg. 31 (1), 24–35.
Krotoski, WA, et al., 1986. Observations on early and late post-sporozoite tissue stages
in primate malaria. IV. Pre-erythrocytic schizonts and/or hypnozoites of Chesson and
North Korean strains of Plasmodium vivax in the chimpanzee. Saya. J. Trop. Med. Hyg. 35
(2), 263–274.
Krotoski, WA, et al., 1980. Relapses in primate malaria: discovery of two populations of
exoerythrocytic stages. Preliminary note. Br. Med. J. 280 (6208), 153–154.
Kuss, C., et al., 2012. Quantitative proteomics reveals new insights into erythrocyte
invasion
by Plasmodium falciparum . Mol. Sel. Proteomics 11 (2), M111010645.
Lacerda, MV, et al., 2012. Understanding the clinical spectrum of complicated
Plasmodium
vivax malaria: a systematic review on the contributions of the Brazilian literature. Malar.
J. 11, 12.
Mary R. Galinski et al.
24
LaCount, DJ, et al., 2005. A protein interaction network of the malaria parasite
Plasmodium
falciparum Nature 438 (7064), 103–107.
Lanners, HN, 1992. Prolonged in vitro cultivation of Plasmodium vivax using Trager’s
c ontinuous-flow method. Parasitol. Res. 78 (8), 699–701.
Lasonder, E., et al., 2002. Analysis of the Plasmodium falciparum proteome by high-
accuracy
mass spectrometry. Nature 419 (6906), 537–542.
Lasonder, E., et al., 2008. Proteomic profiling of Plasmodium sporozoite maturation identi-
fies new proteins essential for parasite development and infectivity. PLoS Pathog. 4 (10),

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 46


e1000195.
Le Roch, KG, Chung, DW, Ponts, N., 2012. Genomics and integrated systems biology in
Plasmodium falciparum : a path to malaria control and eradication. Parasite Immunol. 34
(2–3), 50–60.
Li, J., Han, ET, 2012. Dissection of the Plasmodium vivax reticulocyte binding-like
proteins
(PvRBPs). Biochem. Biofis. Res. Komunal 426 (1), 1–6.
Mazier, D., et al., 1984. Cultivation of the liver forms of Plasmodium vivax in human
h epatocytes. Nature 307 (5949), 367–369.
Meis, JF, et al., 1983. Malaria parasites–discovery of the early liver form. Nature 302
(5907),
424–426.
Menard, D., et al., 2010. Plasmodium vivax clinical malaria is commonly observed in Du
ffy-
negative Malagasy people. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 107 (13), 5967–5971.
Mons, B., 1990. Preferential invasion of malarial merozoites into young red blood cells.
Blood Cells 16 (2–3), 299–312.
Mons, B., et al., 1988a. Plasmodium vivax : in vitro growth and reinvasion in red blood
cells of
Aotus nancymai . Exp. Parasitol. 66 (2), 183–188.
Mons, B., et al., 1988b. Erythrocytic schizogony and invasion of Plasmodium vivax in
vitro.
Int. J. Parasitol. 18 (3), 307–311.
Mu, J., et al., 2005. Host switch leads to emergence of Plasmodium vivax malaria in
humans.
Mol. Biol. Evol. 22 (8), 1686–1693.
Mueller, I., et al., 2009. Key gaps in the knowledge of Plasmodium vivax , a neglected
human
malaria parasite. Lancet Infect. Dis. 9 (9), 555–566.
Nguyen-Dinh, P., et al., 1981. Cultivation in vitro of the vivax-type malaria parasite
P lasmodium cynomolgi . Science 212 (4499), 1146–1148.
Noulin, F., et al., 2012. Cryopreserved reticulocytes derived from hematopoietic stem cells
can be invaded by cryopreserved Plasmodium vivax isolates. PLoS One 7 (7), e40798.
Pacheco, MA, et al., 2012. Evidence of purifying selection on merozoite surface protein 8

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 47


(MSP8) and 10 (MSP10) in Plasmodium spp. Menulari. Genet. Evol.
Pain, A., et al., 2008. The genome of the simian and human malaria parasite Plasmodium
knowlesi . Nature 455 (7214), 799–803.
Panichakul, T., et al., 2007. Production of erythropoietic cells in vitro for continuous
culture
of Plasmodium vivax . Int. J. Parasitol. 37 (14), 1551–1557.
Pfahler, JM, et al., 2006. Transient transfection of Plasmodium vivax blood stage parasites.
Mol. Biochem. Parasitol. 149 (1), 99–101.
Pradel, G., Frevert, U., 2001. Malaria sporozoites actively enter and pass through rat
Kupffer
cells prior to hepatocyte invasion. Hepatology 33 (5), 1154–1165.
Prasad, CS, Aparna, N., Harendra Kumar, ML, 2011. Exflagellated microgametes of
P lasmodium vivax in human peripheral blood: an uncommon feature of malaria. Indian J.
Hematol. Blood Transfus. 27 (2), 104–106.
Price, RN, et al., 2011. Plasmodium vivax treatments: what are we looking for? Curr. Opini
Menulari. Dis. 24 (6), 578–585.
Prudencio, M., Rodriguez, A., Mota, MM, 2006. The silent path to thousands of m
erozoites:
the Plasmodium liver stage. Nat. Pendeta Microbiol. 4 (11), 849–856.
Plasmodium vivax : Modern Strategies to Study a Persistent Parasite's Life Cycle
25
Ray, S., et al., 2012. Serum proteome analysis of vivax malaria: an insight into the disease
pathogenesis and host immune response. J. Proteomics 75 (10), 3063–3080.
Reininger, L., et al., 2012. The Plasmodium falciparum , Nima-related kinase Pfnek-4: a
marker
for asexual parasites committed to sexual differentiation. Malar. J. 11 (1), 250.
Richter, J., et al., 2010. What is the evidence for the existence of Plasmodium ovale h
ypnozoites?
Parasitol. Res. 107 (6), 1285–1290.
Roobsoong, W., et al., 2010. Characterization of the Plasmodium vivax erythrocytic stage
proteome and identification of a potent immunogenic antigen of the asexual stages.
Malar. J. 9.
Roobsoong, W., et al., 2011. Determination of the Plasmodium vivax schizont stage
proteome.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 48


J. Proteomics 74 (9), 1701–1710.
Russell, B., et al., 2011. A reliable ex vivo invasion assay of human reticulocytes by
Plasmo-
dium vivax . Blood 118 (13), e74–81.
Russell, BM, et al., 2003. Simple in vitro assay for determining the sensitivity of
Plasmodium
vivax isolates from fresh human blood to antimalarials in areas where P. vivax is endemic.
Antimikrob. Agen Chemother. 47 (1), 170–173.
Ryan, JR, et al., 2006. Evidence for transmission of Plasmodium vivax among a duffy
antigen
negative population in Western Kenya. Saya. J. Trop. Med. Hyg. 75 (4), 575–581.
Schmidt, LH, 1983. Relationships between chemical structures of 8-aminoquinolines
and their capacities for radical cure of infections with Plasmodium cynomolgi in rhesus
m onkeys. Antimikrob. Agen Chemother. 24 (5), 615–652.
Shortt, HE, Garnham, PC, 1948. Demonstration of a persisting exo-erythrocytic cycle in
Plasmodium cynomolgi and its bearing on the production of relapses. Br. Med. J. 1 (4564),
1225–1228.
Shortt, HE, Garnham, PC, et al., 1948. The pre-erythrocytic stage of human malaria,
P lasmodium vivax . Br. Med. J. 1 (4550), 547.
Silvestrini, F., Alano, P., Williams, JL, 2000. Commitment to the production of male and
female gametocytes in the human malaria parasite Plasmodium falciparum . Parasitologi
121 (Pt 5), 465–471.
Sinnis, P., Zavala, F., 2008. The skin stage of malaria infection: biology and relevance to
the
malaria vaccine effort. Masa Depan Mikrobiol. 3 (3), 275–278.
Smalley, ME, Abdalla, S., Brown, J., 1980. The distribution of Plasmodium falciparum in
the
peripheral blood and bone marrow of Gambian children. Trans. R. Soc. Trop. Med. Hyg.
75, 103–105.
Smith, JD, et al., 1995. Switches in expression of Plasmodium falciparum var genes
correlate
with changes in antigenic and cytoadherent phenotypes of infected erythrocytes. Sel
82 (1), 101–110.
Su, XZ, et al., 1995. The large diverse gene family var encodes proteins involved in

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 49


cy toadherence and antigenic variation of Plasmodium falciparum -infected erythrocytes.
Cell 82 (1), 89–100.
Tachibana, S., et al., 2012. Plasmodium cynomolgi genome sequences provide insight into
Pl asmodium vivax and the monkey malaria clade. Nat. Genet. 44 (9), 1051–1055.
Thiberge, S., et al., 2007. In vivo imaging of malaria parasites in the murine liver. Nat.
Protoc.
2 (7), 1811–1818.
Trager, W., Jensen, JB, 1976. Human malaria parasites in continuous culture. Science 193
(4254), 673–675.
Udagama, PV, Atkinson, CT, Peiris, JS, David, PH, Mendis, KN, Aikawa, M., 1988.
Immunoelectron microscopy of Schüffner's dots in Plasmodium vivax -infected human
eritrosit Saya. J. Pathol. Apr;131(1):48–52.
Udomsangpetch, R., et al., 2008. Cultivation of Plasmodium vivax . Trends Parasitol. 24
(2),
85–88.
Mary R. Galinski et al.
26
Voit, EO, 2012. A First Course in Systems Biology. Garland Science, New York.
Voit, EO, Brigham, KL, 2008. The role of systems biology in predictive health and
p ersonalized medicine. Open Path. J. 2, 68–70.
Wertheimer, SP, Barnwell, JW, 1989. Plasmodium vivax interaction with the human Duffy
blood group glycoprotein: identification of a parasite receptor-like protein. Exp. P arasitol.
69 (4), 340–350.
Westenberger, SJ, et al., 2010. A systems-based analysis of Plasmodium vivax lifecycle
tr anscription from human to mosquito. PLoS Negl. Trop. Dis. 4 (4), e653.
White, NJ, 2011. Determinants of relapse periodicity in Plasmodium vivax malaria. Malar.
J. 10, 297.
Young, MD, 1966. Scientific exploration and achievement in the field of malaria. J.
Parasitol.
52 (1), 3–8.

Plasmodium ∣ Univ PGRI Adi Buana SBY Page 50

Anda mungkin juga menyukai