Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Undang–undang Nomor 36 tahun 2009 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Menurut Stuart dan Laraia (dalam Hidayati, 2012)
kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa
penyakit atau kelemahan. Seseorang dikatakan sehat apabila seluruh aspek dalam dirinya
dalam keadaan tidak terganggu baik tubuh, psikis, maupun sosial. Menurut WHO, ada
empat komponen utama yang disebut satu kesatuan dalam pengertian sehat yaitu sehat
jasmani, sehat mental, kesejahteraan sosial dan sehat spiritual. Keempat komponen ini
dikenal untuk sehat positif atau dikatakan sebagai “ Positive Health”. Aspek-aspek
kesehatan yang berpengaruh pada kepribadian seseorang yaitu sehat mental. Sehat mental
atau kesehatan jiwa sering dikaitkan dengan sehat jasmani, keduanya ada dalam pepatah
kuno Men Sana in Corpore Sano yang berarti jiwa yang sehat ada didalam badan yang
sehat.

Kesehatan jiwa menurut WHO adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.
Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi juga merupakan
suatu hal yang dibutuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa merupakan perasaan sehat
dan bahagia serta mampu mengatasi masalah kehidupan, dapat menerima orang lain apa
adanya dan mempunyai sikap dan pikiran positif terhadap diri sendiri dan orang lain
(Hawari, 2006). Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama
di negara - negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai
gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun gangguan tersebut dapat
menimbulkan ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidaktepatan individu
dalam berperilaku yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat
menghambat pembangunan karena tidak berkarakteristik ( Hawari, 2001). Adapun prilaku
maladaptif seseorang yang berpengaruh pada kesehatan jiwa akan mengakibatkan

1
gangguan jiwa. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas maupun
kuantitas penyakit mental-emosional manusia (Hidayat, 2007). Kondisi tersebut dapat
menyebabkan timbulnya gangguan jiwa dalam tingkat ringan ataupun berat yang
memerlukan penanganan dirumah sakit baik dirumah sakit jiwa atau di unit perawatan jiwa
di rumah sakit umum.

World Health Organitation (WHO) (2012) memperkirakan sebanyak 450 juta orang di
seluruh dunia mengalami gangguan mental, prevalensi adalah 100 jiwa/1000 penduduk,
terdapat sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk
diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya.
Gangguan jiwa yang mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan kemungkinan
akan berkembang menjadi 25% ditahun 2030. Gangguan jiwa ditemukan disemua negara,
pada perempuan dan laki-laki, pada semua tahap kehidupan, orang miskin maupun kaya
baik pedesaan maupun perkotaan mulai dari yang ringan sampai berat. Orang yang
mengalami gangguan jiwa sepertiganya tinggal dinegara berkembang, sebanyak 8 dari 10
penderita gangguan mental itu tidak mendapatkan perawatan (Kemenkes RI, 2012).

Gangguan jiwa kerap muncul di usia produktif yaitu 15 – 25 tahun, sehingga perlu
mengenali gejala, serta terapi sedini mungkin agar dapat meningkatkan probabilitas
pemulihan sempurna (recovery). Gangguan jiwa yang tidak ditangani dengan baik akan
menyebabkan gangguan jiwa berat. Gejala psikotik awal gangguan jiwa berat dapat
menyebabkan skizofrenia yaitu kesulitan berinteraksi serta menarik diri dari aktivitas
sehari-hari. Saat ini diperkirakan sekitar 26 juta orang diseluruh dunia akan mengalami
skizofrenia dalam hidup mereka. Meskipun angka tersebut terbilang tinggi, masih banyak
kasus yang diperkirakan tidak terdeteksi akibat kurangnya dukungan dari masyarakat
(WHO, 2013). Gangguan kejiwaan skizofrenia merupakan suatu penyakit jiwa berat yang
membuat penderitanya kerap diabaikan.

Salah satu gangguan jiwa yang dimaksud adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu
bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses fikir serta disharmoni
(keretakan, perpecahan) antara proses fikir, afek/emosi, kemauan dan psikomotor disertai
distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi (Direja, 2011). Di Indonesia,

2
skizofrenia termasuk gangguan jiwa berat terbanyak penderitanya. Data Riskesdas 2013
menunjukkan, prevalensi penyakit ini mencapai 1-2 orang dari 1000 penduduk. Menurut
Riskesdas tahun 2013, prevalensi orang dengan skizofrenia (ODS) di indonesia mencapai
1, 7 per mil gangguan jiwa berat terbanyak di indonesia yaitu di DIY, Aceh, Sulawesi
Selatan, Bali dan Jawa Tengah. Proporsi rumah tanggga yang pernah memasung orang
dengan gangguan jiwa berat 14,3 %, terbanyak pada penduduk yang tinggal di pedesaan
(18,2 %). Serta pada penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah (19,5 %).
Prevelensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia 6,0 %. Propinsi dengan
pravelensi dengan gangguan mental emosional tertinggi adalah Sulawasi Tengah, Sulawesi
Selatan, DIY, dan Nusa Tenggara Timur. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat di
Propinsi Lampung tahun 2013 jumlah yang mengalami gangguan jiwa berat 0,8 per mil,
sedangkan prevalensi gangguan mental emosional di Propinsi Lampung tahun 2013
berjumlah 1,2 %. Angka kunjungan penderita gangguan jiwa di RSJ Provinsi Lampung
tahun 2015 mencapai 27.480 dengan jumlah pasien baru 2.606 orang dan pasien lama
24.884 orang (RSJD Provinsi Lampung, 2016).

Skizofrenia memiliki gejala primer antara lain gangguan proses pikiran (bentuk, langkah
dan isi pikir), gangguan afek dan emosi, gangguan kemauan, gangguan psikomotor dan
gejala sekunder berupa waham dan halusinasi (Maramis, 2004). Secara umum gangguan
tersebut dapat mengakibatkan kekacauan yang dapat berupa pembicaraan dan perilaku
kacau, afek datar, aktivitas motorik berlebihan, gerak –gerak tidak terkendali, terdapat juga
kemarahan, menjaga jarak dan kecemasan (Setiadi, 2006). Tanda gejala yang menunjukkan
seseorang mengalami skizofrenia antara lain bermasalah pada gangguan kognisi, gangguan
perhatian, gangguan ingatan, gangguan asosiasi, gangguan pertimbangan, gangguan
pikiran, gangguan kesadaran, gangguan kemauan gangguan emosi dan afek serta gangguan
psikomotor.

Salah satu tanda dan gejala gangguan jiwa yang sering terjadi dan menimbulkan kendala
yang besar adalah perilaku kekerasan. Risiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk
perilaku yang bertujuan melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis (Keliat,
2010). Menurut Stuart (2009) perilaku agresif adalah suatu kondisi dimana seseorang
mengabaikan hak orang lain, dia menganggap bahwa harus berjuang untuk kepentingannya

3
dan mengharapkan perilaku yang sama dari orang lain, bagi dia hidup adalah pertempuran
yang dapat mengabaikan kekerasan fisik atau verbal, perilaku agresif sering terjadi akibat
kurang kepercayaan diri.

Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon maladaptif dari marah. Marah adalah
emosi yang kuat; ketika ditolak atau dipendam dapat memicu masalah fisik seperti sakit
kepala migrain, ulcers, radang usus dan bahkan penyakit jantung koroner; ketika ditujukan
ke dalam diri sendiri, marah dapat mengakibatkan depresi dan harga diri rendah; ketika
diungkapkan tidak dengan tepat, dapat memperburuk hubungan; ketika ditekan/supresi,
marah dapat berubah menjadi kebencian yang sering dimanifestasikan dengan perilaku diri
yang negatif dari pasif sampai agresif (Townsend, 2009). Kemarahan terjadi ketika
individu mengalami frustasi, terluka atau takut (Videback, 2008). Kesulitan dalam
mengekspresikan kemarahan sering dikaitkan dengan gangguan jiwa (Koh, Kim & Park,
2012 dalam Videback, 2008). Perilaku kekerasan adalah akibat dari kemarahan yang
ekstrim atau ketakutan (panik). Alasan khusus dari perilaku agresif bervariasi dari setiap
orang (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009).

Berdasarkan data Ruang Cenderawasih RSJ Daerah Provinsi Lampung pada bulan
2018, ditemukan masalah keperawatan yaitu halusinasi menempati urutan pertama, disusul
dengan risiko perilaku kekerasan,defisit perawatan diri, isolasi social, harga diri rendah
dan waham. Karena dirasa cukup menarik dengan banyaknya klien yang mengalami risiko
perilaku kekerasan dan tingginya rasa keingintahuan penulis serta berdasarkan data
tersebut penulis memilih untuk mengangkat masalah ini dengan judul “ Asuhan
Keperawatan Pada Tn. I dengan Risiko Perilaku Kekerasan di Ruang Cenderawasih
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung”

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan masalah utama
risiko perilaku kekerasan.

4
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan konsep dan teori terkait masalah utama risiko perilaku
kekerasan.
b. Mampu memaparkan hasil penelitian yang terkait dengan asuhan keperawatan jiwa
dengan masalah utama risiko perilaku kekerasan.
c. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan masalah utama risiko perilaku
kekerasan.
d. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien dengan risiko perilaku
kekerasan.
e. Mampu membuat diagnosa keperawatan pada klien dengan risiko perilaku
kekerasan.
f. Mampu membuat rencana keperawatan pada klien dengan risiko perilaku
kekerasan.
g. Mampu membuat implementasi keperawatan pada klien dengan risiko perilaku
kekerasan.
h. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan risiko perilaku
kekerasan.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KASUS/MASALAH UTAMA
1. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan (fitria, 2009).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain (Yoseph,
2007).
2. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain

6
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
3. Tingkatan/Fase perilaku Kekerasan
a. Triggering incidents
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa faktor
yang dapat menjadi pemicu agresi antara laian: provokasi, respon terhadap
kegagalan, komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan frustrasi,
pelanggaran batas terhadap jarak personal, dan harapan yang tidak terpenuhi. Pada
fase ini klien dan keluarga baru datang.
b. Escalation phase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat diseterakan dengan respon
fight or flight. Pada fase escalasi kemarahan klien memuncak, dan belum terjadi
tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif klien gangguan psikiatrik
bervariasi misalnya: halusinasi, gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat,
kerusakan neurologi/kognitif, bunuh diri dan koping tidak efektif.
c. Crisis point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik de escalation gagal
mencapai tujuannya. Pada fase ini klien sudah melakukan tindakan kekerasan.

7
d. Settling phase
Klien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energi marahnya. Mungkin
masih ada rasa cemas dan marah dan berisiko kembali ke fase awal.
e. Post crisis depression
Klien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan berfokus pada
kemarahan dan kelelahan.
f. Return to normal functioning
Klien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi, dan
kelelahan.
4. Jenis-jenis Perilaku Kekerasan
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom
beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat,
takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster
menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga
meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat
b. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya
yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang
terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa
marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu
perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien
c. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk
menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.

8
5. Rentang Respon Perilaku Kekerasan

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Pasif Frustasi Agresif Amuk

 Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang


lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
 Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman
tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
 Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialami.
 Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol
oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia
berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan
sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain
 Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain.
 Respon kemarahan dapat berfluktusi dalam rentang adaptif-maladaptif.

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Faktor Predisposisi
a. Teori Biologik
1. Struktur otak (Neuroanatomi)
Penelitian telah difokuskan pada tiga area otak yang diyakini terlibat dengan
perilaku agresif adalah sistem limbik, lobus frontal dan hipothalamus. Sistem
limbik dikaitkan dengan mediasi dorongan dasar dan ekspresi emosi serta
tingkah laku manusia seperti makan, agresi dan respon seksual, termasuk
proses pengolahan informasi dan memori. Sintesis informasi ke dan dari area
lain di otak mempunyai pengaruh pada emosional dan perilaku. Perubahan
dalam sistem limbik dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan perilaku

9
agresif. Secara khusus amigdala bagian dari sistem limbik menjadi mediasi
ekspresi kemarahan dan ketakutan (Stuart, 2009).
2. Genetik
Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang
mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia (Copel, 2007). Sedangkan
Buchanan dan Carpenter (2000, dalam Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009)
menyebutkan bahwa kromosom yang berperan dalam menurunkan skizofrenia
adalah kromosom 6. Sedangkan kromosom lain yang juga berperan adalah
kromosom 4, 8, 15 dan 22, Craddock et al ( 2006, dalam Stuart, 2009).
3. Neurotransmitter
Neurotransmitter adalah zat kimia otak yang ditransmisikan dari dan ke seluruh
neuron sinapsis, sehingga menghasilkan komunikasi antara otak dan struktur
otak yang lain. Rendahnya neurotransmitter serotonin dikaitkan dengan
perilaku yang iritabilitas, hipersensitivitas terhadap provokasi dan perilaku
amuk. Individu dengan perilaku impulsif, bunuh diri, dan melakukan
pembunuhan, mempunyai serotonin dengan jumlah lebih rendah daripada rata-
rata jumlah asam 5-hidroxyinoleacetik (5-HIAA) / produk serotonin (Stuart,
2009).
4. Imunovirologi
Karakteristik biologis lain yang berhubungan dengan perilaku kekerasan adalah
riwayat penggunaan obat NAPZA dan frekuensi dirawat. Penggunaan NAPZA
akan mempengaruhi fungsi otak, mempengaruhi terapi dan perawatan yang
diberikan (Dyah, 2009).
b. Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Suatu pandangan psikologi tentang perilaku agresif menyatakan bahwa
pentingnya mengetahui predisposisi faktor perkembangan atau pengalaman
hidup yang membatasi kemampuan individu untuk memilik koping mekanisme
yang bukan perilaku kekerasan. Faktor perkembangan atau pengalaman hidup
yang membatasi mekanisme koping nonviolence menurut Stuart dan Laraia
(2009).

10
2) Teori Pembelajaran
Pembelajaran internal terjadi selama individu mendapat penguatan pribadi
ketika melakukan perilaku agresif, kemungkinan sebagai kepuasan dalam
mencapai tujuan atau pengalaman merasakan penting, mempunyai kekuatan
dan kontrol terhadap orang lain. Pembelajara eksternal terjadi selama observasi
model peran seperti peran sebagai orang tua, teman sebaya, saudara, olahraga
dan tokoh hiburan (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009).
2. Faktor Presipitasi
a. Faktor Biologi
Stressor presipitasi adalah stimuli yang diterima individu sebagai tantangan,
ancaman atau tuntutan. Stressor presipitasi perilaku kekerasan dari faktor biologi
dapat disebabkan oleh gangguan umpan balik di otak yang mengatur jumlah dan
waktu dalam proses informasi. Penurunan fungsi dari pad frontal menyebabkan
gangguan pada proses umpan balik dalam penyampaian informasi yang
menghasilkan proses informasi overload (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009).
b. Faktor Psikologis
Pemicu perilaku kekerasan dapat diakibatkan oleh toleransi terhadap frustasi yang
rendah, koping individu yang tidak efektif, impulsive dan membayangkan atau
secara nyata adanya ancaman terhadap keberadaan dirinya, tubuh atau kehidupan.
Dalam ruang perawatan perilaku kekerasan dapat terjadi karena provokasi
petugas, perilaku kekerasan klien terjadi pada setting ini dimana petugas merasa
memiliki sikap otoriter dan cenderung mengatur, semua itu berkontribusi terjadi
konflik petugas dan klien (Fontaine, 2009).
3. Penilaian Stressor
Model stressor diatesis dalam sebuah karya klasik oleh Liberman dan rekan (1994)
menjelaskan bahwa gejala skizoprenia berkembang berdasarkan pada hubungan antara
jumlah stress dalam pengalaman seseorang dan toleransi internal terhadap ambang
stress. Penilaian seseorang tentang stressor, dan masalah yang terkait dengan koping
untuk mengatasi stress dapat memprediksi timbulnya gejala.
4. Mekanisme Koping
Pada fase aktif psikosis klien menggunakan beberapa mekanisme pertahanan diri
dalam upaya untuk melindungi diri dari pengalaman menakutkan yang disebabkan

11
oleh penyakit mereka. Regresi adalah berkaitan dengan masalah informasi pengolahan
dan pengeluaran sejumlah besar energi dalam upaya untuk mengelola kegelisahan,
menyisakan sedikit untuk aktivitas hidup sehari-hari. Proyeksi adalah upaya untuk
menjelaskan persepsi membingungkan dengan menetapkan responsibility kepada
seseorang atau sesuatu. Penarikan diri ini dengan masalah membangun kepercayaan
dan keasyikan dengan pengalaman internal. Pada klien penyesuaian postpsychotic
proses aktif menggunakan mekanisme koping adaptif juga. Ini termasuk kognitif,
emosi, interpersonal, fisiologis dan spiritual strategi penanggulangan yang dapat
berfungsi sebagai dasar untuk penyusunan intervensi keperawatan (Stuart, 2009).
5. Sumber Koping
Psikosis atau skizoprenia adalah penyakit menakutkan dan sangat menjengkelkan yang
memerlukan penyesuaian baik bagi klien dan keluarga. Proses penyesuaian pasca
psikotik terdiri dari 4 fase, yaitu :
1. Disonansi kognitif (psikosis aktif)
2. Pencapaian wawasan
3. Stabilitas dalam semua aspek kehidupan (ketetapan kognitif)
4. Bergerak terhadap prestasi kerja atau tujuan pendidikan (ordinariness)
Proses multifase penyesuaian dapat berlangsung 3 sampai 6 tahun (Moller, 2006,
dalam Stuart, 2009).

C. POHON MASALAH

DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan / amuk
c. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan

12
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal
atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri
sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal
atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

13
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perilaku kekerasan

E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Tujuan Umum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
o Bina hubungan saling percaya :salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan
o Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
o Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
Tindakan:
o Beri kesempatan mengungkapkan
o Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
o Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
Tindakan :
o Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
o Observasi tanda perilaku
o Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
o Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
o Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
o Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku
Tindakan:
o Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
o Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
o Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

14
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
o Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
o Diskusikan cara lain yang sehat. Secara fisik :tarik nafas dalam jika sedang kesal,
berolah raga, memukul bantal / kasur.
o Secara verbal : katakana bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
o Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku
Tindakan:
o Bantu memilihcara yang paling tepat.
o Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah
o Bantu mensimulasikan cara yang telah
o Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
o Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari
Tindakan :
o Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan
o Beri reinforcement positif atas keterlibatan
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
o Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan
efeksamping).
o Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara
dan waktu).
o Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

C. Identitas klien
Inisial : Tn. I
Alamat : Sukabumi, Bandar Lampung
Umur : 35 Tahun
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Pns
Suku/bahasa : Palembang
Agama : Islam
Informan : Keluarga (List Pasien)
Tanggal masuk RS : 18 Januari 2018
Tanggal pengkajian: 02 Februari 2018
Nomor register : 012563

Identitas penanggung jawab


Nama : Ny. E
Alamat : Jln. Pajajaran Jagabaya II, Bandar Lampung
Umur : 25 Tahun
Pendidikan :Diploma
Pekerjaan : Swasta
Suku/bahasa : Palembang
Agama : Islam
Hubungan dengan klien : Kakak Kandung

D. Alasan masuk
Klien dibawa ke RSJ karena keluhan 1 minggu menunjukkan gejala susah tidur, gelisah,
bicara sendiri, bernyayi sendiri, merasa curiga.

E. Faktor predisposisi

16
1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu : Ya, tahun 2009 klien telah dirawat di
RSJ Provinsi Lampung
2. Pengobatan sebelumnya : Kurang Berhasil, setelah dirawat di RSJ klien dapat
beradaptasi dengan keluarga dan lingkungan namun klien mengatakan masih suka
marah-marah bila ada hal yang membuatnya tersinggung. Klien juga mengatakan
bahwa putus berobat karena sudah merasa sembuh.
Masalah Keperawatan : penatalaksanaan pengobatan tidak efektif.
3. Penganiayaan : () pelaku / usia () korban / usia () saksi / usia
() aniaya fisik (√) kekerasan dalam keluarga
() aniaya seksual () tindakan kriminal () penolakan
Jelaskan : klien mengatakan saat marah suka membanting peralatan rumah tangga.
Masalah Keperawatan : risiko perilaku kekerasan.
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa ? Tidak.
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan :
Klien mengatakan bahwa pernah dibohongin oleh mantan pacarnya. Sehingga menjadi
begini
Masalah Keperawatan : trauma berduka komplek.

F. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital : TD 130/90 mmHg Nadi 90 x/mnt pernafasan18 x/mnt
2. Ukur : TB 155 cm BB : 50 kg (√) turun (x) naik
3. Keluhan fisik : () ya (√) tidak
4. Pemeriksaan fisik :
a. Kepala : rambut hitam, tidak ada benjolan
b. Mata : tampak melotot
c. THT : telinga tidak kotor dan simetris, hidung bersih dan simetris,
tenggorokan tidak ada pembesaran.
d. Leher : tidak ada kelainan
e. Dada : suara nafas vesikuler
f. Abdomen : tampak luka lecet, tidak kembung.
g. Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan.
h. Ekstremitas atas dan bawah : tidak ada kelainan.

17
i. Integumen : klien mengatakan tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : -

G. Psikososial
1. Genogram

Jelaskan : klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya harmonis, komunikasi dengan


keluarga lancar, pengambil keputusan dalam keluarga adalah bapaknya
Masalah Keperawatan : -

2. Konsep Diri
a. Gambaran diri :
Klien mengatakan bahwa bagian tubuh yang disukai adalah hidungnya karena
mancung. Bagian tubuh yang tidak disukai adalah jari kelingking kanan karena patah.
Masalah Keperawatan : gangguan gambaran diri.
b. Identitas Diri :
Klien mengatakan bahwa sebagai suami merasa dikhianati istrinya. Tidak ada masalah
dalam pekerjaan.
Masalah Keperawatan : gangguan identitas diri.
c. Peran :
Klien mengatakan bahwa meskipun tidak teratur berusaha memenuhi kebutuhan
keluarga, namun saat ini tidak dapat dilakukannya karena dirawat di rumah sakit jiwa.

18
Masalah Keperawatan : tidak efektif penampilan peran.
d. Ideal diri :
Klien mengatakan bahwa memiliki cita-cita menjadi orang sukses dalam hidup, namun
karena kecanduan narkoba semuanya jadi hancur. Klien ingin segera sembuh dan
pulang ke rumah.
e. Harga diri :
Klien mengatakan bangga dengan keadaan tubuhnya, Klien merasa tidak dihargai oleh
istrinya, klien merasa tidak berguna bagi keluarga, klien malu tidak mampu memenuhi
kebutuhan keluarga, klien merasa kurang dihargai oleh keluarga dan lingkungan,
bahkan ibunya mengatakan bahwa klien telah gila.
Masalah Keperawatan : harga diri rendah.
3. Hubungan sosial
a. Orang yang terdekat : ibu
b. Peran serta kegiatan kelompok / masyarakat : klien mengatakan kurang aktif
dalam kegiatan di lingkungan.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : klien mengatakan jika ada
masalah dibicarakan dengan ibunya, karena klien tidak lagi serumah dengan istri
dan anaknya sehingga klien merasa kesepian. Sedangkan adiknya sering membuat
jengkel.
Masalah Keperawatan : isolasi sosial.
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : klien mengatakan beragama islam, ia menganggap
bahwa sakit yang diderita karena perbuatan yang salah sejak kecil.
b. Kegiatan ibadah : klien mengatakan sering meninggalkan sholat, saat di
rumah sakit pun jarang melaksanakan sholat.
Masalah Keperawatan : risiko distress spiritual.

H. Status Mental
1. Penampilan
(√) tidak rapi (x) penggunaan pakaian tidak sesuai
(x) cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan : penampilan klien kurang rapi.

19
Masalah Keperawatan : -.
2. Pembicaraan
(√) cepat (√) keras (x) gagap (x) inkoheren (x) apatis
(x) lambat (x) membisu (x) tidak mampu memulai bicara
Jelaskan : klien berbicara cenderung cepat dan keras, pandangan tajam, mata melotot,
dapat menjawab pertanyaan dengan jelas.
Masalah Keperawatan : risiko perilaku kekerasan.
3. Aktivitas motorik
(x) lesu (√) tegang (√) gelisah (x) agitasi (x) grimasen (x) tremor
(x) kompulsif
Jelaskan : klien tampak tegang dan gelisah, ingin segera mengakhiri pembicaraan.
Tampak klien sering mondar mandir.
Masalah Keperawatan : risiko perilaku kekerasan.
4. Alam perasaan
(x) sedih (x) ketakutan (x) putus asa (x) khawatir (x) gembira berlebihan
Jelaskan :-
Masalah Keperawatan : -.
5. Afek
(x) datar (x) tumpul (√) labil (x) tidak sesuai
Jelaskan : klien menghindari kontak mata, berusaha mengalihkan pembicaraan.
Masalah Keperawatan : risiko perilaku kekerasan.
6. Interaksi selama wawancara
(√) bermusuhan (x) tidak kooperatif (x) mudah tersinggung
(x) kontak mata kurang (x) defensif (x) curiga
Jelaskan : klien mengatakan dendam dengan orang yang telah memukulinya dan ingin
membalas jika ada kesempatan.
Masalah Keperawatan : risiko perilaku kekerasan.
7. Persepsi / halusinasi
(√) pendengaran (x) penglihatan (x) perabaan (x) pengecapan
(x) penghidu

20
Jelaskan : klien mengatakan jarang mendengar suara bisikan yang menyuruhnya untuk
membunuh orang. Suara itu muncul saat sendiri dan suara tersebut hanya sesaat saja.
Klien tampak seperti bicara sendiri.
Masalah Keperawatan : halusinasi pendengaran.
8. Proses pikir
(x) sircumtansial (x) tangensial (x) kehilangan asosiasi (x) flight of idea
(x) blocking (x) pengulangan pembicaraan perseverasi
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -.
9. Isi pikir
(√) obsesi (x) fobia (x) hipokondria (x) dipersonalisasin
(x) ide yang terkait (x) pikiran magis
Waham
(x) agama (x) somatik (x) kebesaran (x) curiga (x) nihilistik
(x) sisip pikir (x) kontrol pikir
Jelaskan : klien sering mengatakan ingin membunuh orang.
Masalah Keperawatan : gangguan proses pikir.
10. Tingkat kesadaran
(√) bingung (x) fobia (x) hipokondria
Disorientasi
(x) waktu (x) tempat (x) orang
Jelaskan : klien tampak bingung.
Masalah Keperawatan : kebingungan akut.

11. Memori
(x) gangguan daya ingat jangka panjang
(x) gangguan daya ingat jangka pendek
(√) gangguan daya ingat saat ini
(x) konfabulasi
Jelaskan : klien mengatakan sering lupa minum obat.
Masalah Keperawatan : kerusakan memori.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung

21
(x) mudah beralih (x) tidak mampu berkonsentrasi
(x) tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -.
13. Kemampuan penilaian
(x) gangguan ringan (√) gangguan bermakna
Jelaskan : klien mengatakan masih jengkel dengan ibu dan adiknya, klien tampak
masih suka marah.
Masalah Keperawatan : kerusakan penilaian.
14. Daya tilik diri
(√) mengingkari penyakit yang diderita (x) menyalahkan hal-hal yang diluar
dirinya
Jelaskan : klien mengatakan bahwa dirinya tidak sakit.
Masalah Keperawatan : kerusakan penilaian.

I. Kebutuhan Persiapan Pulang


1. Makan dan minum
(x) bantuan minimal (x) bantuan total
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -.
2. BAB / BAK
(x) bantuan minimal (x) bantuan total
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -.
3. Mandi
(x) bantuan minimal (x) bantuan total
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -.
4. Berpakaian / berhias
(x) bantuan minimal (x) bantuan total
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -.

22
5. Istirahat / tidur
(√) tidur siang, lama : ± 2 jam
(√) tidur malam, lama : ± 6 jam
(√) kegiatan sebelum/sesudah tidur : sikat gigi, merapikan tempat tidur.
Jelaskan : -
Masalah Keperawatan : -.
6. Penggunaan obat
(√) bantuan minimal (x) bantuan total
Jelaskan : klien dapat minum obat sendiri, namun butuh pengawasan.
Masalah Keperawatan : -
7. Pemeliharaan kesehatan
Perawatan lanjut : (√) ya (x) tidak
Sistem pendukung : (√) ya (x) tidak
Jelaskan : klien masih membutuhkan perawatan lanjutan dan kontrol ulang. Sistem
pendukung terutama keluarga harus dikondisikan lebih baik.
Masalah Keperawatan : -.
8. Kegiatan di luar rumah
Belanja : (√) ya (x) tidak
Transportasi : (√) ya (x) tidak
Lain-lain : (√) ya (x) tidak
Jelaskan : klien dapat melakukan kegiatan diluar rumah secara mandiri.
Masalah Keperawatan : -.

J. Mekanisme Koping
Adaptif maladaptif
(√) bicara dengan orang lain (√) minum alkohol
(x) mampu menyelesaikan masalah (√) reaksi lambat/berlebihan
(√) tehnik relaksasi (x) bekerja berlebihan
(x) aktivitas konstruktif (x) menghindar
(x) olahraga (√) mencederai diri/orang lain/barang
(x) lain-lain (x) lain-lain

23
Jelaskan : klien mengatakan jika ada masalah selain bicara dengan ibunya juga minum
alkohol, marah dan merusak barang.
Masalah Keperawatan : koping individu tidak efektif.

K. Masalah psikososial dan lingkungan


Klien berhubungan dengan dukungan kelompok spesifik : -.
Masalah berhubungan dengan lingkungan fisik : -.
Masalah berhubungan dengan pendidikan spesifik : -.
Masalah berhubungan dengan pekerjaan spesifik : klien mengatakan pekerjaannya
buruh serabutan.
Masalah berhubungan dengan perumahan spesifik :.
Masalah berhubungan dengan ekonomi spesifik : klien mengatakan tidak dapat
memenuhi kebutuhan keluarga.
Masalah berhubungan dengan pelayanan kesehatan :-.
Jelaskan : klien mengatakan bahwa istrinya selingkuh, ia merasa sedih dan tidak dihargai.
Hal ini mengakibatkan klien terpisah dari istri dan anaknya.
Masalah Keperawatan : harga diri rendah.

L. Kurang pengetahuan tentang


(√) penyakit jiwa (√) sistem pendukung (√) faktor predisposisi (√) kondisi fisik
(√) mekanisme koping (√) obat-obatan (√) lain-lain
Jelaskan : Klien tidak mengetahui tentang penyakitnya, apa penyebabnya bagaimana
mengatasinya, bosan minum obat.
Masalah Keperawatan : kurang pengetahuan.

M. Aspek medis
Diagnosa medis : skizoprenia
Terapi medik : risperidon 2x2 mg, trihexyphenidil 2x2 mg, CPZ 00-50 mg.

24
N. Data Fokus
Data Subyektif :
1. Klien mengatakan bahwa putus berobat karena sudah merasa sembuh.
2. klien mengatakan pernah melihat ayahnya menganiaya ibunya pada saat usia klien ± 11
tahun.
3. Klien mengatakan bahwa istrinya selingkuh dengan orang lain. Kejadian ini membuat
klien tersinggung dan sedih.
4. klien mengatakan badannya sakit dan pegal-pegal
5. klien mengatakan merasakan gatal-gatal di punggung dan perut.
6. klien mengatakan bahwa jarang bertemu dengan ayahnya sejak kecil, komunikasi
dengan keluarga kurang lancar, pengambil keputusan dalam keluarga adalah ibunya
7. Klien mengatakan bahwa bagian tubuh yang disukai adalah hidungnya karena
mancung. Bagian tubuh yang tidak disukai adalah jari kelingking kanan karena patah.
8. Klien mengatakan bahwa sebagai suami merasa dikhianati istrinya.
9. Klien mengatakan bahwa meskipun tidak teratur berusaha memenuhi kebutuhan
keluarga, namun saat ini tidak dapat dilakukannya karena dirawat di rumah sakit jiwa.
10. Klien mengatakan bangga dengan keadaan tubuhnya, Klien merasa tidak dihargai oleh
istrinya, klien merasa tidak berguna bagi keluarga, klien malu tidak mampu memenuhi
kebutuhan keluarga, klien merasa kurang dihargai oleh keluarga dan lingkungan,
bahkan ibunya mengatakan bahwa klien telah gila.
11. klien mengatakan kurang aktif dalam kegiatan di lingkungan.
12. klien mengatakan tidak lagi serumah dengan istri dan anaknya sehingga klien merasa
kesepian. Sedangkan adiknya sering membuat jengkel.
13. Klien mengatakan bahwa sakit yang diderita karena perbuatan yang salah sejak kecil.
14. klien mengatakan sering meninggalkan sholat, saat di rumah sakit pun jarang
melaksanakan sholat.
15. klien mengatakan dendam dengan orang yang telah memukulinya ingin dan membalas
jika ada kesempatan.
16. klien mengatakan jarang mendengar suara bisikan yang menyuruhnya untuk
membunuh orang, Suara itu muncul saat sendiri dan suara tersebut hanya sesaat saja.
17. klien sering mengatakan ingin membunuh orang.
18. klien mengatakan sering lupa minum obat

25
19. klien mengatakan masih jengkel dengan ibu dan adiknya.
20. klien mengatakan bahwa dirinya tidak sakit.
21. klien mengatakan jika ada masalah selain bicara dengan ibunya juga minum alkohol,
marah dan merusak barang
22. klien mengatakan bahwa istrinya selingkuh, ia merasa sedih dan tidak dihargai.

Data Obyektif :
1. Klien tampak sedih ketika ditanya tentang kondisi istri dan anaknya.
2. penampilan klien kurang rapi
3. klien berbicara cenderung cepat dan keras pandangan tajam, mata melotot, dapat
menjawab pertanyaan dengan jelas
4. Klien tampak seperti bicara sendiri
5. klien tampak tegang dan gelisah, ingin segera mengakhiri pembicaraan. Tampak klien
sering mondar mandir
6. klien tampak masih suka marah
7. klien menghindari kontak mata, berusaha mengalihkan pembicaraan
8. klien tampak bingung.

O. Analisa data
No Data Diagnosa
1. Ds. klien mengatakan jarang mendengar suara GSP :Halusinasi pendengaran
bisikan yang menyuruhnya untuk membunuh
orang, Suara itu muncul saat sendiri dan suara
tersebut hanya sesaat saja.

Do. Klien tampak seperti bicara sendiri


2. Ds. klien mengatakan tidak lagi serumah dengan Isolasi sosial
istri dan anaknya sehingga klien merasa
kesepian.

Do. klien menghindari kontak mata,


3. Ds. klien mengatakan dendam dengan orang Resiko perilaku kekerasan
yang telah memukulinya dan ingin membalas
jika ada kesempatan, klien sering mengatakan

26
ingin membunuh orang

Do. klien berbicara cenderung cepat dan keras,


pandangan tajam, mata melotot. klien
menghindari kontak mata, berusaha
mengalihkan pembicaraan.
4. Ds. Klien merasa tidak dihargai oleh istrinya, Harga diri rendah
klien merasa tidak berguna bagi keluarga, klien
malu tidak mampu memenuhi kebutuhan
keluarga, klien merasa kurang dihargai oleh
keluarga dan lingkungan, bahkan ibunya
mengatakan bahwa klien telah gila.

Do. klien menghindari kontak mata.


5. Ds. Klien mengatakan bahwa putus berobat Penatalaksanaan pengobatan tidak
karena sudah merasa sembuh sehingga klien efektif
kembali mengalami gangguan jiwa

Do. Klien dirawat kembali di RSJ

6. Ds. Klien mengatakan bahwa istrinya selingkuh Berduka kompleks


dengan orang lain. Kejadian ini membuat klien
tersinggung dan sedih.

Do. Klien tampak sedih ketika ditanya tentang


kondisi istri dan anaknya

7. Ds. Klien mengatakan bahwa bagian tubuh yang Gangguan gambaran diri
disukai adalah hidungnya karena mancung.
Bagian tubuh yang tidak disukai adalah jari
kelingking kanan karena patah

Do.jari kelingking kanan tampak bengkok


8. Ds. Klien mengatakan bahwa sebagai suami Gangguan identitas diri
merasa dikhianati istrinya

Do-

9. Ds. Klien mengatakan bahwa meskipun tidak Ketidakefektifan penampilan


teratur berusaha memenuhi kebutuhan keluarga, peran
namun saat ini tidak dapat dilakukannya karena
dirawat di rumah sakit jiwa.

DO.-

10. Ds. klien mengatakan sering meninggalkan Distress spritual


sholat, saat di rumah sakit pun jarang

27
melaksanakan sholat

Do -

11. Ds.- Kebingungan akut


Do. Klien kebingungan, klien mondar-mandir
12. Ds. Klien mengatakan sering lupa minum obat. Kerusakan memori
Do.-

13. Ds. klien mengatakan masih jengkel dengan ibu Kerusakan penilaian
dan adiknya

Do. klien tampak masih suka marah,


14. Ds. Pasien mengatakan ia tidak merasa sakit, kurang pengetahuan
Klien tidak mengetahui tentang penyakitnya,
apa penyebabnya bagaimana mengatasinya.
bosan minum obat.
Do: -

15. Ds. klien mengatakan jika ada masalah minum koping individu tidak efektif
alkohol, marah dan merusak barang

Do: -

P. Pohon Masalah
Risiko mencederai orang lain Kerusakan penilaian

Kerusakan memori
Halusinasi Risiko Perilaku kekeraasan
pendengaran
28
Kebingungan akut

Isolasi sosial Harga diri rendah Halusinasi


pendengaran

Berduka komplek

Ketidakefektifan peran Koping individu tidak efekteif

Kurang pengetahuan

Q. Daftar diagnosa keperawatan


1. Risiko perilaku kekerasan
2. Harga diri rendah
3. Isolasi sosial

R. Intervensi / Rencana Tindakan

29
TANGGAL DIAGNOSA INTERVENSI
21-10-2016 Risiko perilaku kekerasan SP 1
1. Identifikasi penyebab, tanda dan gejala, RPK yang
dilakukan, akibat RPK.
2. Cara mengontrol RPK : fisik, obat, verbal,
spiritual.
3. Latihan cara mengontrol RPK secara fisik : tarik
nafas dalam dan pukul bantal.
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik.

SP 2
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik, beri pujian.
2. Latih cara mengontrol RPK dengan obat (jelaskan
6 benar : jenis, guna, dosis, frekuensi, cara,
kontinuitas minum obat)
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik
dan minum obat.

SP 3
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik dan obat, beri
pujian.
2. Latih cara mengontrol RPK secara verbal (3 cara,
yaitu : mengungkapkan, meminta, menolak dengan
benar)
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik,
minum obat dan verbal

SP 4
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik, obat dan verbal,
beri pujian.
2. Latih cara mengontrol RPK secara spiritual (2
kegiatan)
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik,
minum obat, verbal dan spiritual.
21-10-2016 Harga diri rendah SP 1
1. Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan
aspek positif pasien (buat daftar kegiatan).
2. Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat
dilakukan saat ini (pilih dari daftar kegiatan) : buat
daftar kegiatan yang dilakukan saat ini.
3. Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang
dapat dilakukan saat ini untuk dilatih.
4. Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara
melakukannya).
5. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua
kali perhari.

SP 2
1. Evaluasi kegiatan pertama yang telah dilatih dan
berikan pujian.
2. Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan
dilatih.
3. Latih kegiatan kedua (alat dan cara)
4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua
kegiatan masing-masing dua kali perhari.

30
SP 3
1. Evaluasi kegiatan pertama dan kedua yang telah
dilatih dan berikan pujian.
2. Bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan
dilatih.
3. Latih kegiatan ketiga (alat dan cara)
4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan tiga
kegiatan masing-masing dua kali perhari.
SP 4
1. Evaluasi kegiatan pertama, kedua dan ketiga yang
telah dilatih dan berikan pujian.
4. Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan
dilatih.
5. Latih kegiatan keempat (alat dan cara)
4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
empat kegiatan masing-masing dua kali perhari..

S. Dokumentasi Keperawatan
Nama pasien : Tn. A
No Waktu/ Implementasi Evaluasi
Tanggal
Jumat, Data : - S:
21/10/2016 - Klien mengatakan dulu sewaktu
11.00 Diagnosa keperawatan: - dirumah klien sering marah-marah,
dan merusak barang dan saat ini
Tindakan Keperawatan : klien sudah tidak marah-marah
lagi
11.15 - Mengajarkan klien untuk - Klien mengatakan saat dirumah
megidentifikasi masalah yang sering mendengar suara-suara dan
dialami. sekarang jarang mendengar suara-
suara tersebut
RTL :
- Klien mengatakan merasa
1. Mengidentifikasi resiko prilaku kesepian karena tidak serumah
kekerasan dan latih cara mengontrol dengan istri dan anaknya
emosi dengan cara tarik nafas dalam menyebabkannya jarang keluar
dan pukul bantal kasur rumah, dan sekarang klien juga
2. Mengidentifikasi halusinasi dan latih suka menyendiri
cara mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik. O:
3. Mengidentifikasi penyebab isolasi - Klien mampu tarik nafas dalam
sosial dan latih cara berkenalan - Klien mampu menghardik
- Klien mampu berkenalan dengan
orang sekitarnya

A:
- Resiko Prilaku Kekerasan (+)
- GSP : Halusinasi (+)
- Isolasi Sosial (+)

P:
- Menceritakan kembali jika ada
masalah kepada perawat

31
CATATAN PERKEMBANGAN

SP Ke :1
Pertemuan Ke :2

No. Waktu/ Tanggal Implementasi Evaluasi


2. Jumat, Data : S:
21/10/2016 - Klien mengatakan dulu sewaktu - Klien mengatakan lebih
13.30 dirumah klien sering marah- tenang, klien mengatakan
marah, dan merusak barang dan sering marah-marah bila
saat ini klien sudah tidak marah- permintaannya tidak
marah lagi dipenuhi, diskusi latihan
- Klien mengatakan saat dirumah latihan tarik napas dalam
sering mendengar suara-suara dan dan pukul bantal kasur,
sekarang jarang mendengar suara-
suara tersebut - Klien merasa tenang, klien
- Klien mengatakan merasa mengatakan sudah jarang
kesepian karena tidak serumah mendengar suara-suara
dengan istri dan anaknya yang isinya menyuruh klien
menyebabkannya jarang keluar untuk membunuh orang,
rumah, dan sekarang klien juga suara-suara tersebut muncul
suka menyendiri. pada waktu malam hari
Dx : suara muncul kira-kira 2x
- Resiko Prilaku Kekerasan sehari. Diskusi cara
- GSP : Halusinasi menghardik, lakukan
- Isolasi Sosial menghardik
-
- Klien mengatakan merasa
Tindakan keperawatan : senang, klien mengatakan
13.40 - Melatih cara mengontrol yang dekat dengan klien
resiko perilaku kekerasan yaitu ibunya, sedangkan
dengan tarik nafas dalam dan yang tidak dekat yaitu adik
pukul bantal kasur dan tetangganya, klien
13.55 - Melatih cara mengontrol mengatakan keuntungan
halusinasi dengan punya teman yaitu tidak
menghardik sendirian, dan kerugiannya
14.05 - Melatih berkenalan dengan 1 yaitu merasa kesepian,
orang diskusi cara berkenalan,
bercakap-cakap dengan
RTL : teman

32
- Latih cara mengontrol resiko
perilaku kekerasan dengan O:
obat - Klien mampu latihan cara
- Latih cara mengontrol tarik nafas dalam dan
halusinasi dengan obat memukul bantal kasur
- Latih cara bicara saat - lien mampu menghardik
meakukan kegiatan - Klien mampu berkenalan
dengan 1 orang
A:
- Resiko Prilaku Kekerasan
(+)
- GSP : Halusinasi dengar
(+)
- Isolasi Sosial (+)

P:
- latihan cara pukul bantal
kasur dan tarik nafas dalam
2x sehari
- latihan cara menghardik 3x
sehari
- latihan cara berkenalan 3x
sehari

CATATAN PERKEMBANGAN
SP Ke :2
Pertemuan Ke :3

No. Waktu/ Implementasi Evaluasi


Tanggal
3. Sabtu, Data : S:
22/10/2016 - Klien mengatakan lebih tenang, - Klien mengatakan paham,
10.00 klien mengatakan sering marah- klien menjelaskan obat-
marah bila permintaannya tidak obatan yang diminum
dipenuhi, diskusi latihan latihan seperti warna kuning 1 x
tarik napas dalam dan pukul perhari diminumnya, ,
bantal kasur, orange 2x 3 perhari, putih
2 x 3 perhari, diskusi
- Klien merasa tenang, klien tentang cara minum obat,
mengatakan sudah jarang klien minum obat
mendengar suara-suara yang
isinya menyuruh klien untuk - Klien mengatakan senang
membunuh orang, suara-suara dapat berbicara saat
tersebut muncul pada waktu merapihkan tempat
malam hari suara muncul kira- tidurnya sendiri dan
kira 2x sehari. Diskusi cara membantu merapihkan
menghardik, lakukan menghardik tempat tidur temannya,
diskusi tentang latihan
- Klien mengatakan merasa berbicara saat melakukan
senang, klien mengatakan yang kegiatan, melakukan
dekat dengan klien yaitu ibunya, kegiatan.
sedangkan yang tidak dekat yaitu
adik dan tetangganya, klien
mengatakan keuntungan punya O:
teman yaitu tidak sendirian, dan - Klien mampu mengenal
kerugiannya yaitu merasa obat

33
kesepian, diskusi cara - Klien mampu melakukan
berkenalan, bercakap-cakap berbicara saat melakukan
dengan teman kegiatan.
A:
Dx : - Resiko Prilaku Kekerasan
- Resiko prilaku kekerasan (+)
- GSP: Halusinasi pendengaran - GSP : Halusinasi dengar
- Isolasi sosial (+)
- Isolasi Sosial (+)
Tindakan keperawatan :
P:
10.10 - Melatih klien cara mengontrol - latihan cara pukul bantal
resiko perilaku kekerasan dengan kasur 2x sehari
obat - latihan cara menghardik 3x
10.25 - Melatih klien cara mengontrol sehari
halusinas dengan obat - latihan cara berkenalan
10.40 - Melatih cara berbicara saat dengan 1 orang 3x sehari
melakukan kegiatan - latihan cara minum obat 2x
sehari
RTL : - latihan cara berbicara saat
- Latih cara mengontrol RPK melakukan kegiatan 2 x
dengan cara verbal sehari
- Latih cara mengontrol halusinasi
dengan cara bercakap-cakap
- Latih cara berbicara saat
melakukan kegiatan dengan 2
kegiatan baru

CATATAN PERKEMBANGAN
SP Ke :3
Pertemuan Ke :4

No. Waktu/ Implementasi Evaluasi


Tanggal
4. Sabtu, 22/10/2016 Data : S:
14.00 - Klien mengatakan paham, - Klien mengatakan tenang,
klien menjelaskan obat- kien mengatakan akan bicara
obatan yang diminum langsung jika ada orang yang
seperti warna kuning 1 x menyakiti, diskusi latihan
perhari diminumnya, , verbal, klien mengungkapkan,
orange 2x 3 perhari, putih meminta dan menolak.
2 x 3 perhari, diskusi
tentang cara minum obat, - Klien merasa senang,
klien minum obat mengobrol dengan perawat,
klien mengatakan akan
- Klien mengatakan senang mengajak teman mengobrol
dapat berbicara saat bila mendengar suara-suara,
merapihkan tempat diskusi latihan bercakap-
tidurnya sendiri dan cakap, klien bercakap-cakap
membantu merapihkan
tempat tidur temannya, - Klien mengatakan senang

34
diskusi tentang latihan dapat berbicara saat
berbicara saat melakukan melakukan kegiatan mencuci
kegiatan, melakukan tangan sebelum dan sesudah
kegiatan makan dan membuang
Dx : sampah pada tempatnya,
- Resiko prilaku kekerasan diskusi latihan berbicara saat
- GSP: Halusinasi melakukan kegiatan,
pendengaran melakukan kegiatan .
- Isolasi sosial
O:
Tindakan keperawatan : - Klien mampu melakukan
latihan secara verbal
14.05 - Melatih cara mengontrol - Klien mampu bercakap-cakap
resiko perilaku kekerasan dengan teman atau perawat
dengan cara verbal - Klien mampu berbicara saat
melakukan kegiatan
- Melatih cara mengontrol
14.15 halusinasi dengan cara A:
bercakap-cakap - Resiko Prilaku Kekerasan (+)
- GSP : Halusinasi dengar (+)
14.30 - Melatih berbicara saat - Isolasi Sosial (+)
meakukan kegiatan dengan
2 kegiatan baru P:
- latihan pukul bantal kasur dan
RTL : tarik nafas dalam 2x sehari
- Latih cara mengontrol - latihan menghardik 2x sehari
resiko perilaku kekerasan - latihan cara berkenalan 2x1
dengan spiritual - latihan minum obat 2x sehari
- Latih cara mengontrol - latihan cara berbicara saat
halusinasi dan melakukan melakukan kegiatan harian 2x
kegiatan harian sehari
- Latih cara bicara sosial : - latih bercakap-cakap dengan
meminta sesuatu, teman 2x sehari
menjawab pertanyaan - latih mengontrol emosi
dengan verbal 2x sehari
- latih cara berbicara saat
melakukan kegiatan 2x sehari

BAB IV
PEMBAHASAN

I. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan yang terdiri
atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Pengumpulan data

35
pengkajian meliputi data predisposisi ( tumbang, komunikasi dalam keluarga, social
budaya, & biologis), dan Faktor presipitasi (Ade Herman, 2011)
Risiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan melukai
seseorang, baiki secara fisik maupun psikologis (Keliat, 2010). Dari hasil pengkajian di
temukan klien mengatakan dendam dengan orang yang telah memukulinya dan ingin
membalas jika ada kesempatan, klien sering mengatakan ingin membunuh orang. klien
berbicara cenderung cepat dan keras, pandangan tajam, mata melotot. klien menghindari
kontak mata, berusaha mengalihkan pembicaraan. Sehingga klien dapat disimpulkan
mengalami risiko perilaku kekerasan.
A. Faktor Predisposisi
a. Faktor Biologi
1. Struktur otak (Neuroanatomi)
Penelitian telah difokuskan pada tiga area otak yang diyakini terlibat dengan
perilaku agresif adalah sistem limbik, lobus frontal dan hipothalamus. Sistem
limbik dikaitkan dengan mediasi dorongan dasar dan ekspresi emosi serta
tingkah laku manusia seperti makan, agresi dan respon seksual, termasuk
proses pengolahan informasi dan memori. Sintesis informasi ke dan dari area
lain di otak mempunyai pengaruh pada emosional dan perilaku. Perubahan
dalam sistem limbik dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan perilaku
agresif. Secara khusus amigdala bagian dari sistem limbik menjadi mediasi
ekspresi kemarahan dan ketakutan (Stuart, 2009).
Dari hasil pengkajian klien mengatakan jika ada masalah minum alkohol, hal
ini dapat menyebabkan kerusakan tiga area otak yaitu sistem limbik, lobus
frontal dan hipothalamus sehingga dapat mengganggu proses pengolahan
informasi, tidak mampu berpikir rasional.

2. Genetik
Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang
mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia (Copel, 2007). Sedangkan
Buchanan dan Carpenter (2000, dalam Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009)
menyebutkan bahwa kromosom yang berperan dalam menurunkan skizofrenia

36
adalah kromosom 6. Sedangkan kromosom lain yang juga berperan adalah
kromosom 4, 8, 15 dan 22, Craddock et al ( 2006, dalam Stuart, 2009).
Dari hasil pengkajian tidak ada data yang mendukung teori tersebut
3. Neurotransmitter
Neurotransmitter adalah zat kimia otak yang ditransmisikan dari dan ke seluruh
neuron sinapsis, sehingga menghasilkan komunikasi antara otak dan struktur
otak yang lain. Rendahnya neurotransmitter serotonin dikaitkan dengan
perilaku yang iritabilitas, hipersensitivitas terhadap provokasi dan perilaku
amuk. Individu dengan perilaku impulsif, bunuh diri, dan melakukan
pembunuhan, mempunyai serotonin dengan jumlah lebih rendah daripada rata-
rata jumlah asam 5-hidroxyinoleacetik (5-HIAA) / produk serotonin (Stuart,
2009).
Dari hasil pengkajian di temukan klien mengatakan dendam dengan orang yang
telah memukulinya dan ingin membalas jika ada kesempatan, klien sering
mengatakan ingin membunuh orang. klien berbicara cenderung cepat dan
keras, pandangan tajam, mata melotot. klien menghindari kontak mata,
berusaha mengalihkan pembicaraan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
ketidakseimbangan neurotransmitter yang cenderung meningkat sehingga
memperburuk perilaku agresif.
4. Imunovirologi
Karakteristik biologis lain yang berhubungan dengan perilaku kekerasan adalah
riwayat penggunaan obat NAPZA dan frekuensi dirawat. Penggunaan NAPZA
akan mempengaruhi fungsi otak, mempengaruhi terapi dan perawatan yang
diberikan (Dyah, 2009).
Dari hasil pengkajian klien mengatakan jika ada masalah minum alkohol, hal
ini jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama akan mempengaruhi fungsi
otak.
b. Faktor Psikologis
1. Teori Psikoanalitik
Suatu pandangan psikologi tentang perilaku agresif menyatakan bahwa
pentingnya mengetahui predisposisi faktor perkembangan atau pengalaman
hidup yang membatasi kemampuan individu untuk memilik koping mekanisme

37
yang bukan perilaku kekerasan. Faktor perkembangan atau pengalaman hidup
yang membatasi mekanisme koping nonviolence menurut Stuart dan Laraia
(2009).
Dari hasil pengkajian klien mengatakan pernah melihat ayahnya menganiaya
ibunya pada saat usia klien ± 11 tahun, Klien mengatakan bahwa istrinya
selingkuh dengan orang lain. Kejadian ini membuat klien tersinggung dan
sedih.
2. Teori Pembelajaran
Pembelajaran internal terjadi selama individu mendapat penguatan pribadi
ketika melakukan perilaku agresif, kemungkinan sebagai kepuasan dalam
mencapai tujuan atau pengalaman merasakan penting, mempunyai kekuatan
dan kontrol terhadap orang lain. Pembelajara eksternal terjadi selama observasi
model peran seperti peran sebagai orang tua, teman sebaya, saudara, olahraga
dan tokoh hiburan (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009).
Dari hasil pengkajian klien mengatakan bahwa jarang bertemu dengan ayahnya
sejak kecil, komunikasi dengan keluarga kurang lancar, pengambil keputusan
dalam keluarga adalah ibunya. Hal ini dapat memberikan dampak terhadap
pola pengambilan keputusan yang tidak tepat dan cenderung pragmatis.
B. Faktor Presipitasi
a. Faktor Biologi
Stressor presipitasi adalah stimuli yang diterima individu sebagai tantangan,
ancaman atau tuntutan. Stressor presipitasi perilaku kekerasan dari faktor biologi
dapat disebabkan oleh gangguan umpan balik di otak yang mengatur jumlah dan
waktu dalam proses informasi. Penurunan fungsi dari pad frontal menyebabkan
gangguan pada proses umpan balik dalam penyampaian informasi yang
menghasilkan proses informasi overload (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009).
Dari hasil pengkajian klien mengatakan jika ada masalah minum alkohol, hal ini
jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama akan mempengaruhi fungsi otak
secara permanen.
b. Faktor Psikologis
Pemicu perilaku kekerasan dapat diakibatkan oleh toleransi terhadap frustasi yang
rendah, koping individu yang tidak efektif, impulsive dan membayangkan atau

38
secara nyata adanya ancaman terhadap keberadaan dirinya, tubuh atau kehidupan.
Dalam ruang perawatan perilaku kekerasan dapat terjadi karena provokasi
petugas, perilaku kekerasan klien terjadi pada setting ini dimana petugas merasa
memiliki sikap otoriter dan cenderung mengatur, semua itu berkontribusi terjadi
konflik petugas dan klien (Fontaine, 2009).
Dari hasil pengkajian Klien merasa tidak dihargai oleh istrinya, klien merasa tidak
berguna bagi keluarga, klien malu tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga,
klien merasa kurang dihargai oleh keluarga dan lingkungan, bahkan ibunya
mengatakan bahwa klien telah gila. klien mengatakan jika ada masalah minum
alkohol, marah dan merusak barang. Hal ini dapat menyebabkan perilaku
kekerasan yang terus berulang dan mengharuskan klien harus dirawat di rumah
sakit.

II. Diagnosa Keperawatan


Dari hasil pengkajian didapatkan masalah keperawatan yang mucul sebanyak 15 yaitu
1) GSP :Halusinasi pendengaran
2) Isolasi sosial
3) Resiko perilaku kekerasan
4) Harga diri rendah
5) Penatalaksanaan pengobatan tidak efektif
6) Berduka kompleks
7) Gangguan gambaran diri
8) Gangguan identitas diri
9) Ketidakefektifan penampilan peran
10) Distress spritual
11) Kebingungan akut
12) Kerusakan memori
13) Kerusakan penilaian
14) kurang pengetahuan
15) koping individu tidak efektif
Data Subyektif :
1) Klien mengatakan bahwa putus berobat karena sudah merasa sembuh.

39
2) klien mengatakan pernah melihat ayahnya menganiaya ibunya pada saat usia klien ±
11 tahun.
3) Klien mengatakan bahwa istrinya selingkuh dengan orang lain. Kejadian ini membuat
klien tersinggung dan sedih.
4) klien mengatakan badannya sakit dan pegal-pegal
5) klien mengatakan merasakan gatal-gatal di punggung dan perut.
6) klien mengatakan bahwa jarang bertemu dengan ayahnya sejak kecil, komunikasi
dengan keluarga kurang lancar, pengambil keputusan dalam keluarga adalah ibunya
7) Klien mengatakan bahwa bagian tubuh yang disukai adalah hidungnya karena
mancung. Bagian tubuh yang tidak disukai adalah jari kelingking kanan karena patah.
8) Klien mengatakan bahwa sebagai suami merasa dikhianati istrinya.
9) Klien mengatakan bahwa meskipun tidak teratur berusaha memenuhi kebutuhan
keluarga, namun saat ini tidak dapat dilakukannya karena dirawat di rumah sakit jiwa.
10) Klien mengatakan bangga dengan keadaan tubuhnya, Klien merasa tidak dihargai oleh
istrinya, klien merasa tidak berguna bagi keluarga, klien malu tidak mampu memenuhi
kebutuhan keluarga, klien merasa kurang dihargai oleh keluarga dan lingkungan,
bahkan ibunya mengatakan bahwa klien telah gila.
11) klien mengatakan kurang aktif dalam kegiatan di lingkungan.
12) klien mengatakan tidak lagi serumah dengan istri dan anaknya sehingga klien merasa
kesepian. Sedangkan adiknya sering membuat jengkel.
13) Klien mengatakan bahwa sakit yang diderita karena perbuatan yang salah sejak kecil.
14) klien mengatakan sering meninggalkan sholat, saat di rumah sakit pun jarang
melaksanakan sholat.
15) klien mengatakan dendam dengan orang yang telah memukulinya ingin dan membalas
jika ada kesempatan.
16) klien mengatakan jarang mendengar suara bisikan yang menyuruhnya untuk
membunuh orang, Suara itu muncul saat sendiri dan suara tersebut hanya sesaat saja.
17) klien sering mengatakan ingin membunuh orang.
18) klien mengatakan sering lupa minum obat
19) klien mengatakan masih jengkel dengan ibu dan adiknya.
20) klien mengatakan bahwa dirinya tidak sakit.

40
21) klien mengatakan jika ada masalah selain bicara dengan ibunya juga minum alkohol,
marah dan merusak barang
22) klien mengatakan bahwa istrinya selingkuh, ia merasa sedih dan tidak dihargai.

Data Obyektif :
1. Klien tampak sedih ketika ditanya tentang kondisi istri dan anaknya.
2. penampilan klien kurang rapi
3. klien berbicara cenderung cepat dan keras pandangan tajam, mata melotot, dapat
menjawab pertanyaan dengan jelas
4. Klien tampak seperti bicara sendiri
5. klien tampak tegang dan gelisah, ingin segera mengakhiri pembicaraan. Tampak klien
sering mondar mandir
6. klien tampak masih suka marah
7. klien menghindari kontak mata, berusaha mengalihkan pembicaraan
klien tampak bingung.
Pohon Masalah
Menurut Keliat dkk (2005) pohon masalah perilaku kekerasan sebagai berikut :

Dari hasil pengkajian ditemukan pohon masalah yang muncul yaitu:

Risiko mencederai orang lain Kerusakan penilaian

Kerusakan memori
Halusinasi Risiko Perilaku kekeraasan
pendengaran

41
Kebingungan akut

Isolasi sosial Harga diri rendah Halusinasi


pendengaran

Berduka komplek

Ketidakefektifan peran Koping individu tidak efekteif

Kurang pengetahuan

Sehingga terdapat perbedaan antara teori dengan hasil pengkajian dikarenakan teori hanya
membahas terkait diagnosa prioritas, sedangkan pada askep membahas diagnosa secara
menyeluruh.
Dari hasil pengkajian didapatkan diagnosa prioritas yaitu :
1) Halusinasi
2) Resiko prilaku kekerasan
3) Isolasi sosial

III. Rencana Keperawatan


Rencana keperawatan yang digunakan berdasarkan asuhan keperawatan dengan
menggunakan matrik.

IV. Implementasi
Implementasi yang digunakan berdasarkan aplikasi SP. Dapat pula dilakukan intervensi
tambahan untuk memaksimalkan hasil terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
kepada klien dengan risiko perilaku kekerasan, antara lain :
1. Assertiveness Training (AT) berdasarkan jurnal yang berjudul “Penurunan Perilaku
Kekerasan pada Klien Skizoprenia dengan Assertiveness Training (AT)”. Dapat
disimpulkan bahwa perilaku kekerasan pada kelompok yang mendapat terapi

42
generalis dan Assertiveness Training (AT) mengalami penurunan lebih rendah secara
bermakna terhadap kelompok yang hanya mendapat terapi generalis.
2. Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) berdasarkan jurnal yang berjudul
“Pengaruh Rational Emotive Behaviour Therapy terhadap Klien Perilaku Kekerasan
di Ruang Rawat Inap RSMM Bogor Tahun 2010”. Dapat disimpulkan bahwa respon
kognitif, emosi, perilaku, sosial dan fisiologis pada klien yang mendapat REBT lebih
baik secara bermakna dibandingkan dengan klien PK yang tidak mendapatkan REBT.
3. Terapi Psikoreligi berdasarkan jurnal yang berjudul “Pengaruh Terapi Psikoreligi
terhadap Penurunan Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizoprenia di RSJ Daerah
Surakarta”. Dapat disimpulkan bahwa terapi psikoreligi berpengaruh terhadap
penurunan perilaku kekerasan pada pasien skizoprenia di RSJD Surakarta, ada
perbedaan penurunan perilaku kekerasan pada pasien yang diberi terapi psikoreligi
dan tidak diberi terapi psikoreligi.

V. Evaluasi
klien yang sudah mendapatkan asuhan keperawatan risiko perilaku kekerasan serta
membuat standar asuhan keperawatan dalam mengontrol perilaku kekerasan yang tepat.
Setelah pemberian terapi tetap melaksanakan evaluasi dan follow up melalui jadwal
kegiatan harian terhadap kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan terhadap klien dengan risiko perilaku
kekerasan.

43
A. Kesimpulan
adapun kesimpulan yang didapat dalam kasus ini yaitu :
1. Pada hasil pengkajian klien mengalami masalah keperawatan risiko perilaku
kekerasan.
2. Diagnosa prioritas yang muncul pada klien dengan risiko perilaku kekerasan antara
lain, Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, isolasi sosial, dan resiko
prilaku kekerasan.
3. Rencana asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien berdasarkan matriks tentang
risiko perilaku kekerasan.
4. Implementasi yang dilakukan pada klien bedasarkan rencana keperawatan yang ada
pada matriks dan sebagai bahan pertimbangan dapat dilakukan intervensi sebagaiman
dalam jurnal kesehatan yang berjudul Penurunan Perilaku Kekerasan pada Klien
Skizoprenia dengan Assertivereness Training (AT), Pengaruh Rational Emotive
Behaviour Therapy terhadap Klien Perilaku Kekerasan di Ruang Rawat Inap RSMM
Bogor Tahun 2010 dan Pengaruh Terapi Psikoreligi terhadap Penurunan Perilaku
Kekerasan pada Pasien Skizoprenia di RSJ Daerah Surakarta.
5. Evaluasi dari hasil pengkajian yang dilakukan pada klien didapatkan hasil klien
mampu mengontrol perilaku kekerasan berdasarkan tindakan keperawatan yang
diberikan.

B. Saran
1. Bagi klien yang belum pulang, dianjurkan minum obat secara teratur.
2. Bagi klien yang sudah pulang, sebaiknya selalu mengontrol pengobatan secara teratur
agar tidak timbul kambuh.
3. Untuk mengurangi tekanan jiwa perlu dilakukan pencegahan dengan pembinaan
individu.
4. Dalam pelaksanaan usaha hendaknya bekerjasama dan membina saling percaya serta
menciptakan lingkungan lainnya.

44
45

Anda mungkin juga menyukai