Anda di halaman 1dari 5

TINJAUAN PUSTAKA

Konstipasi pada Anak


Yusri Dianne Jurnalis, Sofni Sarmen, Yorva Sayoeti
Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / RS. Dr. M. Djamil
Padang, Sumatera Barat, Indonesia

ABSTRAK
Konstipasi sering terjadi pada anak dan menjadi salah satu alasan orang tua membawa anaknya berobat. Prevalensi konstipasi pada anak
0,3%-8%, 97% disebabkan oleh konstipasi fungsional. Konstipasi adalah ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna yang
tercermin dari 3 aspek: berkurangnya frekuensi berhajat dari biasanya, tinja yang lebih keras dan pada palpasi abdomen teraba massa tinja
(skibala) dengan atau tidak disertai enkopresis (“kecepirit”). Konstipasi merupakan manifestasi berbagai kelainan atau sebagai akibat sekunder
pengobatan. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk menegakkan diagnosis konstipasi. Nyeri perut atau rektum dan
enkoporesis merupakan komplikasi primer konstipasi pada anak.Terapi rumatan bertujuan untuk mencegah berulangnya konstipasi dengan
membentuk kebiasaan defekasi yang teratur, dengan cara modifikasi perilaku, pemberian diet serat, laksatif dan pendekatan psikologis.
Konstipasi biasanya remisi 60%-90% setelah pengobatan selama 1 tahun. Penanganan konstipasi pada anak melibatkan kerjasama antara
dokter, orangtua dan anak.

Kata kunci: konstipasi, anak, laksatif

ABSTRACT
Constipation often occurs in children and becomes one of the reason to seek medical treatment. The prevalence of constipation in children
is 0.3% - 8%, 97% is functional. Constipation is the inability to evacuate fecal matter properly, featured in 3 aspects: reduction of defecation
frequency, harder stools and palpated abdomen feces mass (scibala) with or without encopresis. Constipation is the manifestation of a variety
of disorders or as side effect of treatment. History of illness and physical examination are essential in establishing diagnosis. Abdominal or
rectum pain and encoporesis are the primary complications. Therapy aims to prevention with regular defecation habit forming, modification
of behavior, dietary fiber, laxatives and psychological approach. Constipation is usually a long-term remission of 60%-90% after treatment for 1
year. Constipation in children is managed with collaboration among physicians, parents and children. Yusri Dianne Jurnalis, Sofni Sarmen,
Yorva Sayoeti. Constipation in Children.

Key words: constipation, children, laxatives

PENDAHULUAN Sejumlah 97% kasus konstipasi anak suatu pengobatan.1,7


Perubahan pola diet merupakan salah disebabkan oleh konstipasi fungsional dengan
satu penyebab utama tingginya kejadian kejadian yang sama antara laki-laki dan DEFINISI
konstipasi1. Konstipasi umumnya perempuan.5 Bekkali NL mendapatkan usia Konstipasi berasal dari bahasa Latin, yaitu
memberikan gejala berupa rasa cemas anak yang menderita konstipasi fungsional “constipare” yang berarti berkerumun.9
sewaktu defekasi karena nyeri yang dan rectal fecal impaction (RFI) berkisar antara Menurut North American Society for Pediatric
dirasakan, nyeri perut berulang, sampai 4-16 tahun.6 Gastroenterology Hepatology and Nutrition
keadaan penurunan nafsu makan dan (NAPSGAN) 2006, Konstipasi adalah
gangguan pertumbuhan.2 Keluhan konstipasi sering menjadi alasan kelambatan atau kesulitan dalam defekasi
orang tua membawa anaknya berobat. yang terjadi dalam 2 minggu atau lebih dan
Konstipasi merupakan masalah yang sering Keluhan yang berhubungan dengan cukup membuat pasien menderita.10
terjadi pada anak3; prevalensinya diperkirakan konstipasi ditemukan pada 3% anak yang
0,3% sampai 8%.2 Menurut Van den Berg MM, berobat ke pusat pelayanan primer dan 25% Tabel 1 Frekuensi normal defekasi pada anak2,10,11
prevalensi konstipasi 0,7% sampai 26,9%.4 berobat ke spesialis Gastroenterologi2,3,7,8. Umur Defeksi/ Defekasi/hari
Pada studi retrospektif oleh Loening-Baucke Konstipasi tidak dipengaruhi oleh status minggu
0-3 bulan
tahun 2005 didapatkan prevalensi konstipasi sosial, ekonomi dan jumlah anak.7 Konstipasi ASI 5-40 2,9
pada anak sampai usia 1 tahun mencapai harus dianggap suatu gejala, bukan diagnosis, Formula 5-28 2,0
6-12 bulan 5-28 1,8
2,9% dan meningkat pada tahun kedua, yaitu keadaan ini merupakan manifestasi berbagai 1-3 tahun 4-21 1,4
sekitar 10,1%. 5 kelainan atau sebagai akibat sekunder dari >3 tahun 3-14 1,0

Alamat korespondensi email: yusridianne@yahoo.com

CDK-200/ vol. 40 no. 1, th. 2013 27


TINJAUAN PUSTAKA

Konstipasi adalah ketidak mampuan melaku- ileus, diet dan obat.11 Sekitar 97% konstipasi melemaskan sfingter ani eksternus tercapai,
kan evakuasi tinja secara sempurna yang ter- pada anak disebabkan oleh fungsional.5 defekasi volunter dapat dicapai dengan secara
cermin dalam dari 3 aspek yaitu: berkurang- Pada 137 anak India (tahun 2001-2006), 85% volunter melemaskan sfingter eksternus
nya frekuensi berhajat dari biasanya, tinja yang konstipasi disebabkan oleh fungsional dan dan mengontraksikan otot-otot abdomen
lebih keras dari sebelumnya dan pada palpasi 15% disebabkan oleh kelainan organik.12 (mengejan). Defekasi merupakan suatu refleks
abdomen teraba massa tinja (skibala) dengan spinal yang dengan sadar dapat dihambat
atau tidak disertai enkopresis (“kecepirit”).11 FISIOLOGI DEFEKASI dengan menjaga sfingter eksternus tetap
Keinginan berdefekasi muncul pertama kali berkontraksi atau melemaskan sfingter dan
Untuk praktisnya, seorang anak dikatakan saat tekanan rektum mencapai 18 mmHg ; megontraksikan otot abdomen. Se-benarnya
menderita konstipasi apabila ia tidak berhasil apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani stimulus dari pleksus mienterikus masih lemah
melakukan defekasi dengan kekuatan sendiri, internus dan eksternus melemas dan isi feses sebagai refleks defekasi, sehingga diperlukan
sakit saat berdefekasi atau telah terjadi inkon- terdorong keluar. Ketika feses masuk rektum, refleks lain, yaitu refleks defekasi parasimpatis
tinensia akibat penumpukan feses. distensi dinding rektum menimbulkan sinyal (segmen sakral medulla spinalis ).1,13,14
aferen menyebar melalui pleksus mienterikus
Konstipasi kronis didefinisikan sebagai gang- untuk menimbulkan gelombang peristaltik Bila ujung saraf dalam rektum terangsang, sinyal
guan gastrointestinal yang terdiri dari feses dalam kolon desendens, sigmoid, rektum, akan dihantarkan ke medulla spinalis, kemudian
yang keras, defekasi kurang dari 3x / minggu, dan mendorong feses ke arah anus. Ketika secara refleks kembali ke kolon desendens,
ketidakmampuan mengeluarkan feses yang gelombang peristaltik mendekati anus, sigmoid, rektum, dan anus melalui serabut
keras maupun lunak yang berlangsung lebih sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal parasimpatis pelvikus. Sinyal parasimpatis ini
dari 6 minggu.1 penghambat dari pleksus mienterikus dan sangat memperkuat gelombang peristaltik
sfingter ani eksterni dalam keadaan sadar dan merelaksasi sfingter ani internus sehingga
ETIOLOGI berelaksasi secara volunter sehingga terjadi mengubah refleks defekasi intrinsik menjadi
Penyebab tersering konstipasi pada anak adalah defekasi. Jadi sfingter melemas sewaktu proses defekasi yang kuat. Sinyal defekasi
fungsional, fissura ani, infeksi virus dengan rektum teregang. Sebelum tekanan yang masuk ke medula spinalis menimbulkan
efek lain, seperti mengambil napas dalam,
Tabel 2 Kriteria ROMA III untuk konstipasi fungsional9 penutupan glottis, kontraksi otot dinding
Bayi/ balita (usia < 4 tahun) abdomen mendorong isi feses dari kolon turun
Dalam 1 bulan paling kurang terdapat 2 kriteria di bawah ini: ke bawah dan saat bersamaan dasar pelvis
≤ 2 x defekasi/minggu
≥ 1 x episode inkontinensia/minggu setelah memperoleh toilet skill mengalami relaksasi dan menarik keluar cincin
Riwayat retensi feses yang berlebihan atau riwayat sangat nyeri atau “sembelit” anus mengeluarkan feses.1,13
Terdapat massa feses yang besar di rektum
Terdapat riwayat feses yang berukuran besar yang menyumbat toilet
Keadaan tersebut dapat disertai dengan gejala iritabel, penurunan nafsu makan atau tidak nafsu makan. PATOFISIOLOGI KONSTIPASI
Hal ini juga dapat disertai oleh feses yang berukuran besar
Anak usia > 4 tahun Proses defekasi yang normal memerlukan
Dalam 2 bulan paling kurang terdapat 2 kriteria di bawah ini: keadaan anatomi dan persyarafan yang
≤ 2 x defekasi/minggu
≥ 1 x episode inkontinensia/minggu normal dari rektum, otot puborektal dan
Riwayat posisi menahan atau BAB tertahan sfingter ani. Rektum adalah organ sensitif yang
Riwayat nyeri saat buang air besar atau tinja yang keras
Terdapat massa feses yang besar di dalam rektum mengawali proses defekasi. Tekanan pada
Riwayat feses yang berukuran besar yang menyumbat toilet dinding rektum akan merangsang sistem
saraf intrinsik rektum dan menyebabkan
Tabel 3 Penyebab konstipasi berdasarkan umur11 relaksasi sfingter ani interna, yang dirasakan
Neonatus/bayi Usia sekolah sebagai keinginan untuk defekasi. Sfingter
• Meconium plug • Retensi tinja ani eksterna kemudian menjadi relaksasi dan
• Penyakit Hirschsprung • Ketersediaan toilet terbatas
• Fibrosis kistik • Keterbatasan kemampuan mengenali rangsangan feses dikeluarkan mengikuti peristaltik kolon
• Malformasi anorektal bawaan, termasuk anus fisiologis melalui anus. Bila relaksasi sfingter ani interna
imperforata, stenosis ani, anal band • Preokupasi dengan kegiatan lain
• Chronic idiopathic intestinal pseudo obstruction • Tethered cord tidak cukup kuat, maka sfingter ani eksterna
• Endokrin: hipotiroid akan berkontraksi secara reflek, selanjutnya
• Alergi susu sapi Remaja
• Metabolik: diabetes insipidus, renal tubular acidosis • Irritable bowel syndrome sesuai dengan kemauan. Otot puborektal akan
• Retensi tinja • Jejas medulla spinalis (kecelakaan, trauma) membantu sfingter ani eksterna sehingga anus
• Perubahan diet • Diet
• Anoreksia mengalami konstriksi. Bila konstriksi sfingter
Batita dan umur 2-4 tahun • Kehamilan eksterna berlangsung cukup lama, refleks
• Fisura ani, retensi tinja • Laxative abuse
• Toilet refusal sfingter internus akan menghilang, sehingga
• Alergi susu sapi Segala usia keinginan defekasi juga menghilang.2,3,9,11
• Penyakit Hirschprung segmen pendek • Efek samping obat,perubahan diet,pasca-operasi
• Penyakit saraf: sentral atau muskular dengan • Riwayat operasi anal-rektum
hipotoni • Retensi tinja dan enkopresis akibat distensi tinja Pada konstipasi, feses yang terkumpul di
• Medula spinalis: meningomielokel, tumor, tethered kronis
cord • Perubahan aktifitas fisik, dehidrasi rektum dalam waktu lama akan menyebabkan
• Hipotiroid dilatasi rektum. Akibatnya mengurangi

28 CDK-200/ vol. 40 no. 1, th. 2013


TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 4 Diagnosis banding konstipasi10 (pemeriksaan ini juga dapat memberikan


Nonorganic Anterior displaced anus Abnormal abdominal informasi sensasi rektum, sfingter ani pada
Developmental Pelvic mass (sacral teratoma) musculature saat intirahat dan sewaktu defekasi, apakah
Cognitive handicaps Metabolic and gastrointestinal Prune belly
Attention-deficit disorders Hypothyroidism Gastroschisis normal atau anismus),
Situational Hypercalcemia Down syndrome  biopsi rektum untuk mendiagnosis
Coercive toilet training Hypokalemia Connective tissue disorders
Toilet phobia Cystic fibrosis Scleroderma Hirschprung disease,
School bathroom avoidance Diabetes mellitus Systemic lupus erythematosus  pemeriksaan transit marker radioopaque
Excessive parental interventions Multiple endocrine neoplasia EhlersYDanlos syndrome
Sexual abuse type 2B Drugs untuk mendiagnosis inersia kolon atau
Other Gluten enteropathy Opiates abnormalitas transit pada kolon,
Depression Neuropathic conditions Phenobarbital
Constitutional Spinal cord abnormalities Sucralfate  manometer kolon untuk menilai motilitas
Colonic inertia Spinal cord trauma Antacids kolon,
Genetic predisposition Neurofibromatosis Antihypertensives
Reduced stool volume and Static encephalopathy Anticholinergics  pemeriksaan lain untuk mencari penyebab
dryness Tethered cord Antidepressants organik lain adalah ultrasonografi abdomen
Low fiber in diet Intestinal nerve or muscle Sympathomimetics
Dehydration disorders Other dan MRI. 2,3,8
Underfeeding or malnutrition Hirschsprung disease Heavy-metal ingestion (lead)
Organic Intestinal neuronal dysplasia Vitamin D intoxification
Anatomic malformations Visceral myopathies Botulism DIAGNOSIS
Imperforate anus Visceral neuropathies Cow’s milk protein intolerance Langkah pertama yang penting dilakukan
Anal stenosis
adalah menyingkirkan kemungkinan
aktivitas peristaltik yang mendorong feses anak. Jika feses berada lama di rektum, lebih pseudokonstipasi. Pseudokonstipasi merujuk
ke luar sehingga menyebabkan retensi feses banyak bakteri berkolonisasi di perineum pada keluhan orang tua bahwa anaknya
yang lebih banyak. Peningkatan volume feses sehingga akan meningkatkan risiko infeksi menderita konstipasi padahal tidak ada
pada rektum menyebabkan kemampuan saluaran kemih.3,16 konstipasi. Pada anamnesis perlu ditanyakan
sensorik rektum berkurang sehingga retensi mengenai konsistensi tinja dan frekuensi
feses makin mudah terjadi.3,8,9,15 Pada pemeriksaan fisik didapatkan distensi defekasi. Pada pemeriksaan fisik, palpasi
abdomen dengan bising usus normal, abdomen yang cermat dan colok dubur perlu
GEJALA KLINIS meningkat atau berkurang. Massa abdomen dilakukan. Banyak orangtua mengeluh bayinya
Pada anamnesis, didapatkan riwayat teraba pada palpasi abdomen kiri dan kanan sering menggeliat, wajahnya meme-rah dan
berkurangmya frekuensi defekasi. Dengan bawah dan daerah suprapubis. Pada kasus tampak mengejan kesakitan waktu berhajat,
terjadinya retensi feses, gejala dan tanda lain berat, massa tinja kadang dapat teraba di semua itu normal dan bukan pertanda adanya
konstipasi berangsur muncul seperti nyeri dan daerah epigastrium. Fisura ani serta ampula konstipasi. Bila tinja anak lunak dan pada
distensi abdomen, yang sering hilang setelah rekti yang besar dan lebar merupakan tanda pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan,
defekasi. Riwayat feses yang keras dan/ feses penting pada konstipasi.16 maka tidak ada konstipasi walau berapa
yang sangat besar yang mungkin menyumbat kalipun frekuensi defekasi. Bila memang
saluran toilet. “Kecepirit” (enkopresis) di antara PEMERIKSAAN PENUNJANG terdapat konstipasi, langkah pertama yang
feses yang keras sering salah didiagnosis Pemeriksaan penunjang sangat diperlukan dilakukan adalah membedakan apakah
sebagai diare.16 untuk menegakkan diagnosis konstipasi dan konstipasi berlang-sung akut atau kronis.
mencari penyebabnya. Pemeriksaan yang
Bristol stool chart adalah tabel yang dapat dilakukan antara lain: Dikatakan konstipasi akut bila keluhan
menunjukkan ukuran kepadatan tinja dari  pengukuran kadar tiroksin dan berlangsung kurang dari 1-4 minggu dan
yang terpadat (tipe 1) hingga tercair (tipe Thyroid Stimulating Hormon (TSH) untuk konstipasi kronis bila keluhan berlangsung
7). Tabel ini dibuat oleh Universitas Bristol di menyingkirkan hipotiroid, lebih dari 1 bulan. 11,16 Sedangkan menurut
Inggris, yang dapat dipakai untuk deteksi  tes serologi (antiend-omysial/ antigliadin Croffie, konstipasi kronis adalah bila
konstipasi.17 antibody) untuk menyingkirkan Celiac disease, keluhan konstipasi lebih dari 8 minggu.2
 pemeriksaan foto polos abdomen Konstipasi kronis biasanya fungsional, tetapi
Anak yang mengalami konstipasi biasanya untuk melihat kaliber kolon dan massa tinja perlu dipertimbangkan adanya penyakit
mengalami anoreksia dan kurangnya dalam kolon (pemeriksaan ini dilakukan Hirschprung karena berpotensi menimbulkan
kenaikan berat badan, yang akan membaik bila pemeriksaan colok dubur tidak dapat komplikasi yang serius.8,11
jika konstipasinya diobati. Berbagai posisi dilakukan atau pada pemeriksaan colok dubur
tubuh, menyilangkan kedua kaki, menarik kaki tidak teraba adanya distensi rektum oleh Petunjuk penting lain dalam diagnosis
kanan dan kiri secara bergantian ke depan massa tinja), banding adalah umur pada saat awitan gejala
dan belakang (seperti berdansa) merupakan  barium enema untuk screening penyakit timbul.
manuver menahan feses dan kadang kala Hirchsprung,
perilaku tersebut menyerupai kejang.16  manometri anorektal untuk mendiagnosis Bila dalam anamnesis didapatkan bahwa
Hirschprung disease atau akalasia anal, dengan gejala timbul saat lahir, kemungkinan
Inkontinensia urin dan infeksi saluran kemih karakteristik tidak ada relaksasi sfingter penyebab ana-tomis seperti Hirschprung
seringkali berkaitan dengan konstipasi pada ani interna pada rektum yang distensi harus dipikirkan. Bila awitan gejala timbul

CDK-200/ vol. 40 no. 1, th. 2013 29


TINJAUAN PUSTAKA

pada saat usia toilet training (>2 tahun) (fecal impaction), evakuasi feses (disimpaction), dalam terapi rumatan adalah modifikasi
kemungkinan besar penyebabnya fungsional. pencegahan berulangnya akumulasi feses perilaku dan toilet training. Segera setelah
Adanya demam, perut kembung, anoreksia, dan menjaga pola defekasi menjadi teratur makan pagi dan malam, anak dianjurkan
mual, muntah, penurunan berat badan atau dengan terapi rumatan oral, edukasi kepada untuk buang air besar. Tidak perlu terlalu
berat badan sulit naik mungkin merupakan orangtua dan evaluasi hasil terapi.5,9,11 terburu-buru, yang akan membuat anak
gejala gangguan organik. Diare berdarah semakin tertekan, tetapi berilah waktu 10-15
pada bayi dengan riwayat konstipasi dapat Penjelasan kepada orang tua tentang menit bagi anak untuk buang air besar.11
merupakan enterokolitis akibat komplikasi lamanya tatalaksana konstipasi fungsional
Hirschprung. Walaupun lebih dari 95% dan meyakin-kan orangtua dan pasien Toilet training akan mengembangkan reflek
konstipasi pada anak tergolong fungsional, bahwa tidak ada solusi cepat pada kondisi gastrokolik bila melakukan secara teratur,
pada beberapa anak etiologinya mungkin seperti ini. Evakuasi feses dapat dilakukan dan se-lanjutnya akan membangkitkan
multifaktorial. Bila terapi logis tidak efektif atau dengan menggunakan terapi rektal atau oral. refleks defekasi.11,16 Sebagian besar anak telah
bila konstipasi terjadi pada masa neonatus NASPGHAN lebih menganjurkan evakuasi memulai toilet training pada usia 18 bulan
atau bayi, eksplorasi untuk mencari penyebab peroral dibandingkan perrektal karena kurang hingga 3 tahun.16 Kebiasaan ibu merupakan
lain harus dilakukan.11,16 invasif dan traumatik.16 Program evakuasi faktor yang berhubungan langsung dengan
feses biasanya dilakukan selama 2-5 hari toilet training pada anak sehingga dapat
DIAGNOSIS BANDING sampai terjadi evakuasi tinja secara lengkap menyebabkan konstipasi fungsional.22
Diagnosis banding konstipasi adalah sebagai atau sempurna. Bila menggunakan obat
berikut: (Tabel 4) peroral, dapat digunakan mineral oil (paraffin Selain toilet training, latihan dan aktivitas
liquid) dengan dosis 15-30 ml/tahun umur fisik secara teratur membantu melatih otot-
KOMPLIKASI (maksimal 240 mL/hari) kecuali pada bayi. otot yang mengatur defekasi. Aktivitas fisik
Nyeri perut atau rektum dan enkoporesis Larutan Polietilen glikol (PEG) 20 mL/kgBB/ juga berguna untuk memperbaiki gerakan
merupakan komplikasi primer konstipasi jam (maksimum 1000 ml/jam) diberikan usus yang teratur sehingga membantu
pada anak. Eneuresis dilaporkan terjadi dengan slang nasogastrik selama 4 jam/hari. feses melewati anus. Monitor terhadap pola
pada lebih dari 40% anak dengan Evakuasi tinja dengan obat perrektal dapat defekasi dan penggunaan obat serta efek
enkopresis. Pada beberapa kasus, eneuresis menggunakan enema fosfat hipertonik (3mL/ samping dapat didapat dari catatan harian
menghilang bila massa tinja dievakuasi kgBB, 2 kali sehari, maksimum 6 kali enema), yang dibuat oleh orang tua. Salah satu cara
sehingga memungkinkan kandung kemih enema garam fisiologis (600-1000 mL), atau untuk tetap menjaga kepatuhan terapi adalah
mengembang. Komplikasi urologis penting 120 mL mineral oil. Pada bayi, digunakan menstimulasi anak yang telah berhasil dalam
lainnya adalah dilatasi kolon distal, sehingga supositoria atau enema gliserin 2-5 mL.18 kegiatan ini dengan pemberian hadiah.11,16
berperan dalam meningkatkan frekuensi
infeksi saluran kemih dan obstruksi ureter Terapi rumatan dilakukan dalam jangka Penambahan asam palmitat, prebiotik oligo-
kiri. Dilatasi kolon distal dapat mengurangi waktu lebih lama yaitu beberapa bulan sakarida dan whey protein yang terhidrolisa
tonus kolon yang menyebabkan terjadinya bahkan tahun, untuk mencegah berulangnya sebagian dapat menyebabkan feses menjadi
invaginasi, yang dapat bermanifestasi konstipasi. Aspek penting dari terapi rumatan lunak pada anak konstipasi, tetapi tidak
sebagai prolaps rekti setelah defekasi. jangka panjang adalah membentuk kebiasaan terdapat perbedaan frekuensi defekasi23.
Prolaps kolon ringan tetapi ber-langsung defekasi yang teratur. Beberapa cara untuk Probiotik dapat meningkatkan pro-fermentasi
lama akan menciptakan suatu ulkus iskemik metoda ini antara lain modifikasi perilaku, karbohidrat, sehingga dapat dipakai untuk
pada dinding mukosa rektum (ulkus soliter) pemberian diet serat, laksatif dan pendekatan penanganan konstipasi.24 Pemberian Bifido-
yang secara klinis tampak sebagai tinja yang psikologis.16 bacterium lactis 6 x 109 CFU 2 x sehari efektif
berlendir dan berdarah apa pun konsistensi meningkatkan frekuensi defekasi pada
tinjanya. Iritasi difus pada kolon akibat tinja Anak dianjurkan untuk banyak minum anak dengan konstipasi setelah 3 minggu
yang amat keras bahkan dapat menyebabkan dan mengonsumsi karbohidrat dan serat. pemberian.25
protein-losing enteropathy. Sindrom stasis Buah-buahan seperti pepaya, semangka,
terutama terlihat pada pseudo-obstruksi. bengkuang dan melon banyak mengandung Suplementasi Lactobacillus reuteri 1 x 108 per
Stigma sosial sering ”buang gas” dan ”kecepirit” serat dan air sehingga dapat digunakan untuk hari selama 30 hari dalam meningkatkan
yang menimbulkan bau tidak sedap dapat melunakkan tinja. Serat dan sorbitol banyak toleransi makan dan fungsi usus pada
memengaruhi psikologis anak. Sebagian anak terkandung di dalam buah prune, pear dan bayi baru lahir. Mikroflora usus berperan
dengan enkoperesis kronik akan menyangkal apel, sehingga dapat dikomsumsi dalam dalam perkembangan dan pemeliharaan
bila ditanya tentang masalah enkoperesisnya bentuk jus untuk meningkatkan frekuensi fungsi sensorik dan motorik saluran cerna
dan bahkan sering menyembunyikan celana defekasi dan melunakkan tinja.11,19-21 dengan pelepasan substansi bakteri, produk
dalamnya yang kena ”kecepirit”.3,16 fermentasi dan faktor neuroendokrin usus,
Jumlah serat yang dianjurkan dikonsumsi dan melalui pengaruh mediator yang
PENATALAKSANAAN oleh anak adalah 19-25 gram/hari. Pada kasus dilepaskan oleh sistem kekebalan gastro-
Prinsip penanganan konstipasi fungsional konstipasi dianjurkan untuk mengonsumsi intestinal, sehingga dapat mencegah
adalah menentukan adanya akumulasi feses serat 25-38 gram sehari.19 Komponen penting terjadinya konstipasi.26Sedangkan pemberian

30 CDK-200/ vol. 40 no. 1, th. 2013


TINJAUAN PUSTAKA

Lactobacillus casei rham-nosus 8 x 108 selama perlu ditambahkan cisapride dengan dosis PROGNOSIS
4 minggu efektif untuk mengobati konstipasi 0,2 mg/kgBB/kali untuk 3-4 x/hari selama 4-5 Konstipasi biasanya remisi 60-90% setelah
kronik.27 minggu. Terapi rumatan mungkin diperlukan pengobatan selama 1 tahun. Bila onset awal
beberapa bulan. Bila defekasi telah normal, konstipasi (<1 tahun) dan terdapat riwayat
Obat umumnya masih diperlukan dalam terapi rumatan dapat dikurangi untuk keluarga yang menderita konstipasi, maka
terapi rumatan. Laktulosa (larutan 70%) dapat kemudian dihentikan.11 dapat diperkirakan gejala konstipasi ini
diberi-kan dengan dosis 1-3 mL/kgBB/hari persisten.9
dalam 2 kali pemberian. Sorbitol (larutan Efektivitas enema dan polietilen glikol (PEG)
70%) dapat diberikan dengan dosis 1-3 mL/ 15 g/kgBB/hari selama 6 hari sama dalam SIMPULAN
kgBB/hari dalam 2 x pemberian. Mineral oil mengatasi RFI pada anak yang berusia 4-16 Konstipasi adalah masalah yang sering terjadi
(paraffin liquid) diberikan dengan dosis 1-3 tahun yang menderita konstipasi fungsional pada anak. Riwayat penyakit dan pemeriksaan
mL/kgBB/hari, tetapi tidak dianjurkan untuk dan RFI.6 Sebuah metaanalisis yang dilaporkan fisik sangat penting untuk menegakkan
anak di bawah 1 tahun. Larutan magnesium Candy D bahwa PEG lebih efektif dan diagnosis konstipasi. Penyebab tersering
hidroksida (400 mg/5 mL) diberikan 1-3 mL/ ditoleransi dengan baik dibandingkan dengan konstipasi pada anak adalah fungsional
kgBB/hari, tetapi tidak diberikan kepada bayi laktulosa, susu magnesium dan plasebo dan konstipasi. Penanganan konstipasi pada anak
dan anak yang menderita gangguan ginjal. biasanya dipakai sebagai terapi awal untuk melibatkan kerjasama antara dokter, orangtua
Bila respons terapi belum memadai, mungkin kasus konstipasi pada anak.28 dan anak.29

DAFTAR PUSTAKA
1. Rubiana, Suraatmaja S. Konstipasi. Dalam: Suraatmaja S, Ed. Gastroenterologi anak. Jakarta:Sagung Seto,2007;p.170-87
2. Croffie JM, Fitzgerald JF. Constipation and irritable bowel syndrome. In: Liacouras CA, Piccoli DA. Pediatric gastroenterology. Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008; p.30-40.
3. Baucke VL. Constipation and encopresis. In: Wyllie R,Hyams JS,Kay M,Eds. Pediatric Gastrointestinal and liver disease; 3th ed. USA: Saunders elseivier,2006; p.177-89.
4. Van den Berg MM, Beningga MA, Di Lorenzo C. Epidemiology of childhood constipation: systematic review. Am J Gastroenterol. 2006;101 (10):2401-9.
5. Loening-Baucke, V. Prevalence, symptoms and out come of constipation in infants and toddlers. J Pediatr.2005; 146(3):359-63
6. Bekkali NL, Berg MM, Dijkgraaf MG, Wijk MP, Bongers ME, Liem O, et al. Rectal fecal impaction treatment in childhood constipation: enemas versus high doses oral PEG. Diakses dari www.
pediatrics.org
7. Lorenzo CD. Pendekatan pada anak dengan konstipasi dan enkopresis.Dalam: Rudolph AM, Hoffman JI, Rudolph CD. Eds. Alih bahasa: Wahab AS. Buku ajar pediatri Rudolph. Jakarta:
EGC,2006; 20(2): p.1147-49.
8. Ravelli AM. Constipation.In:GuandaliniS.Essentialpediatric gastroenterology,hepatology, and nutrition. New York: McGraw-Hill.2005. p.69-75.
9. Rahhal R. Functional constipation. In: Kleinman RE, Goulet OJ, Vergani GM, Snderson IR, Sherman P, Shneider BL. Pediatric gastrointestinal disease; 5th ed. Vol.1. Hamilton: BC Decker,2008;
p.675-81.
10. Clinical Practice Guideline Evaluation and Treatment of Constipation in Infants and Children: Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology
and Nutrition. JPGN. 2006;43(3):1-12.
11. Firmansyah A. Konstipasi pada anak. Dalam: Juffrie M, Soenarto SS, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS. Eds. Gastroenterologi-Hepatologi.Jakarta:IDAI;2010,p.201-13.
12. Khanna V, Poddar U, Yachha SK. Etiology and Clinical Spectrum of Constipation in India chillden. J Indian Pediatric. 2010. p.1-5.
13. Kadim M. Konstipasi Fungsional pada anak. Dalam: Lubis B, Ali M, Yanni GN, Trisnawati Y, Ramayani OR, Irsa L, ed al. Kumpulan Naskah Lengkap PIT IV IKA Medan 2010. Medan: USU;
2010.h.635-8.
14. Persayarafan defekasi. Diakses dari http:// Defecation_reflex.png.
15. Defekasi normal dan konstipasi kronik. Diakses dari http:// Defecation_reflex.png.
16. Damayanti W. Konstipasi pada anak. Dalam: Lubis B, Ali M, Yanni GN, Trisnawati Y, Ramayani OR, Irsa L, ed al. Kumpulan Naskah Lengkap PIT IV IKA Medan 2010. Medan: USU; 2010.h.656-65.
17. Bristol stool chart. Diakses dari www Bristole chart.com. 2 Mei 2012.
18. Tobias N, Mason D, Lutkenhoff M,Stoops M, Ferguson D. Management principle of organic causes of childhood constipation. J Pediat Health Care. 2008;22:12-23.
19. Mahan LK, Stump SE. Krause’ Food & Nutrition Therapy. 12 th ed. Canada: Saunders Elsevier,2008; p.676-79.
20. Nix S. Williams’Basic Nutrition & Diet Therapy. 13 th ed. Canada: Mosby Elsevier. p.338. .
21. Liem O, Lorenzo CD, Taminiau JA, Mousa HM, Benninga MA. Current treatment of childhood constipation. Ann Nestle (Engl). 2007.p.73-8.
22. Farnam A, Rafeey M, Farhang S, Khodjastejafari S. Functional constipation in children: does maternal personality matter? Italian J. Pediat. 2009. p.1-4.
23. Bongers ME, Lorijn F, Reitsma JB, Groeneweg M, Taminiau JA, Benninga MA. The clinical effect of a new infant formula in term infants with constipation: a double-blind, randomized cross-
over trial. Nutrition J.2007. p.1-7
24. Sudarmo. Probiotik pada anak sehat dan sakit. Dalam: Hot topics in pediatrics, continuiting education ilmu kesehatan anak xxxv. Surabaya, 3-4 juli 2005. 1-17
25. Tabbers MM, Chmielewska A, Roseboom MG, Boudet C, Perrin C, Szajewska H, et al. Effect of the consumption of a fermented dairy product containing Bifidobacterium lactis DN-173 010
on constipation in childhood: a multicentre randomised controlled trial (NTRTC: 1571). BMC Pediatrics 2009; 9:22
26. Indrio F, Riezzo G, Raimondi F, Bisceglia M, Cavallo L, Francavilla R. The effects of probiotics on feeding tolerance, bowel habits and gastrointestinal motility in preterm newborns. J Pediatric
2008;152:801-6.
27. Nanbu L, Chang MH, Hsuanni Y, Chen LH, Cheng CC. Lactobacillus casei rhamnosus Lcr35 in children with chronic constipation. Pediatrics International 2007;49:485–90.
28. Candy D, Belsey J. Macrogol (polyethylene glycol) laxatives in children with functional constipation and faecal impaction: a systematic review. BMJ Journal.2008.p156-60.
29. Hamadi KA, Hamadi T. Constipation in infants and children: evaluation and management. Buletin of the Kuwait Institute for Medical Specialization. 2005;4. p. 8-16

CDK-200/ vol. 40 no. 1, th. 2013 31

Anda mungkin juga menyukai