Anda di halaman 1dari 11

Tugas Penyakit Dalam

Dokter pembimbing : dr.Nuniek,Sp.PD

Nama : Riana Angelina

NIM : 11 2013 276

Rumus koreksi elektrolit:

1. Kalium : (K x 0,3 x BB) = ... mEq/L


 95% di intrasel
 konsentrasi plasma 3.5 – 5.5 mEq/ L
 Fungsi: mengatur tonisitas intrasel dan “resting potential” membran sel
 Ekskresi: 90% melalui urin, diatur oleh aldosteron
 Asidosis – K+ keluar sel
 Alkalosis – K+ masuk sel

Hipokalemia

 Intake K+ kurang (malnutrisi, puasa, diare, muntah)


 Ekskresi ↑ (obat diuretik, gangguan keseimbangan asam basa)
 Kehilangan (diare)
 Gejalanya: Otot-otot lemah (paralisis), Refleks menurun, ileus paralitik
dan dilatasi lambung (kembung), letargi, kesadaran menurun
 EKG: T wave kecil, terdapat gelombang U, dan Q – T interval memanjang
 Terapi oral. Suplementasi K+ (20 mEq KCl) harus diberikan pada awal
terapi diuretik

Hiperkalemia

 Kelainan ekskresi ginjal (GGA, GGK, insufisiensi adrenal,


hipoaldosteronisme, diuretik)
 Intake ↑
 Penghancuran jaringan akut (trauma, hemolisis, nekrosis, operasi, luka
bakar)
 Redistribusi K+ transeluler: asidosis metabolik
 Gejala (terutama jantung): Gelombang T tinggi/runcing, Interval PR
memanjang, QRS melebar, ST segmen depresi, Atrioventrikular/
intraventrikular heart block, K+ > 7.5 mEq/ L bahaya: V.flutter, V.fibrilasi,
blok

1
 Bic nat diberikan sebanyak 40 sampai 150 mEq NaHCO3 iv selama 30
menit atau sebagai bolus iv pada kedaruratan
 Kalsium glukonat dapat diberikan iv sebagai 10 ml larutan 10% selama 10
menit untuk menstabilkan myocard dan sistem konduksi jantung
2. Natrium : 0,6xBBx(140-Na plasma)= ... mEq/L
 Konsentrasi intrasel ± 10 mEq/ L
 Konsentrasi ekstrasel (plasma) = 135 – 140 mEq/ L
1 mEq Na+ = 23 mg
1g garam NaCl = 18 mEq Na+
 Retensi Na terdapat pada:
 Glomerulonefritis dengan GFR menurun
 Tekanan onkotik plasma ↓ (sindroma nefrotik)
 Volume arteri ↓ (gagal jantung kongestif)
 Pemberian kortikosteroid dg efek retensi Na
 Kehilangan Na+ terjadi pada:
 DM  glukosa ↑ dlm tubulus  menghambat reabsorbsi air + Na 
natriuresis
 Penyakit Addison
 Diare

Hiponatremia (Na+ serum < 135 mEq/ L)

 Kehilangan Na+ (diare)


 Air dalam ruang ekstraseluler ↑ (sering)
Misal SiADH, intake air ↑↑
 Gejala: kejang, kesadaran menurun (edema)
 Larutan pengganti bisa berupa NaCl 3%

Hipernatermia (Na+ serum > 150 mEq/ L)


 Retensi Na+
 Diare kehilangan air ↑↑
 Diabetes Insipidus
 Pemberian normal saline sampai hemodinamik stabil. Selanjutnya defisit air
bisa dikoreksi dengan Dekstrosa 5% atau NaCl hipotonik.
3. Koreksi Kalsium (Ca) :
 Hipokalsemia ringan : CaCo3 500mg/8jam
 Hipokalsemia berat : Gluconas Calsicus 1 ampul (IV pelan)
 IV bolus Kalsium Glukonas 10% dalam 150 cc Dekstrose 5%

Koreksi Albumin: (3,5-x) x 0,8 x BB = ... gr

 Nilai normal : 3,5 gr/dL


 Koreksi jika < 2,5 gr/dL

2
 Infus albumin jika < 2 gr/dL
 Koreksi dengan Human Albumin 20% Behring 100 ml → 20 gr, 6 butir telur

TUGAS KOREKSI

1. Ny. Yanti (BB:69kg)


Natrium : 0,6xBBx(140-Na plasma) = 0,6 x 69kg x (140-128) =496,8 mEq/L

2. Tn.Muhajirin (BB:50kg)
Albumin : 0,8xBBx(3,5-Albumin plasma) = 0,8 x 50kg x (3,5-1,7) = 72 gr

3. Tn. Supardi (BB=108kg)


Albumin : 0,8xBBx(3,5-Albumin plasma) = 0,8 x 108kg x (3,5-2,8) = 60,48 gr

Komposisi Cairan Infus

Jenis (g/L) (mEq/L) Kalori T.Osm.

Prod. Dextrosa Na K Ca Cl Lak (Kcal/L) (mOsm/L)

D5% 50 - - - - - 200 278

D10% 100 - - - - - 400 556

D20% 200 - - - - - 800 1112

NaCl - 154 - - 154 - - 308


0,9%

NaCl - 513 - - 513 - - 1026


3%

N1D5 50 154 - - 154 - 200 578

N2D2,5 25 77 - - 77 - 100 289

N2D5 50 77 - - 77 - 200 428

N4D5 50 38,5 - - 38,5 - 200 353

N5D4 40 31 - - 31 - 160 282

3
N5D10 100 31 - - 31 - 400 615

RL - 130 4 3 109 28 - 273

RD5 50 130 4 3 109 28 200 551

DG2A 25 61 17,5 - 52 26,5 100 296

3A 16,7 106 - - 51 55 67 305

Jenis (g/L) (mEq/L) Kalori T.Osm.

Prod. Dextrosa Na K Ca Cl Lak (Kcal/L) (mOsm/L)

Kaen IB 37,5 38,5 - - 38,5 - 150 285

D5 : NS=3:1

N4 (D5%+1/4NS) 50 38,5 - - 38,5 - 200

N5(D10%+1/5NS) 100 30,8 - - 30,8 - 400

Kaen 3A 27 60 10 - 50 20 108 290

Kaen 3B 27 50 20 - 50 20 108 290

Kaen MG3 100 50 20 - 50 20 400 695

6%Dextran70 - 154 - - 154 - - 309

10%Dextran40 - 130 4 3 109 28 - 275

Manitol20% 200 - - - - - - 1228

Fungsi NGT

Indikasi :

4
 Untuk trauma abdomen
 Perdarahan pada saluran pencernaan atas
 Pasien dengan keadaan koma
 Untuk diagnosa atau analisa isi lambung

Tujuan :

 Untuk dekompresi lambung dan mengeluarkan das dan cairan


 Mendiagnosa motilitas gastrointestinal
 Memberikan obat-obatan dan makanan

Pungsi Asites (Paracentesis abdomen)

Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal dirongga peritoneum. Asites dapat
disebabkan oleh banyak penyakit. Ada dua faktor kunci yang terlibat dalam patogenesis
pembentukan asites,yaitu: retensi natrium dan air, dan portal (sinusoidal) hipertensi.

 Peran hipertensi portal

Hipertensi portal meningkatkan tekanan hidrostatik dalam sinusoid hati dan


menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga peritoneum. Namun, pasien dengan
hipertensi portal presinusoidal tanpa sirosis jarang berkembang menjadi asites.
Dengan demikian pasien tidak berkembang menjadi asites pada oklusi vena portal
ekstrahepatik kronis terisolasi atau non-penyebab sirosis hipertensi portal seperti
fibrosis hepatik kongenital, kecuali bila diikuti kerusakan fungsi hati seperti pada
perdarahan gastrointestinal. Sebaliknya, trombosis vena hepatik akut, menyebabkan
hipertensi portal postsinusoidal, biasanya berhubungan dengan asites. Hipertensi
portal terjadi sebagai konsekuensi dari perubahan struktural dalam hati pada sirosis
dan peningkatan aliran darah splanknikus. Deposisi kolagen progresif dan
pembentukan nodul mengubah arsitektur normal vaskular hati dan meningkatkan
resistensi terhadap aliran portal. Sinusoid mungkin menjadi kurang dapat berdistensi
dengan pembentukan kolagen dalam ruang Disse. Meskipun hal ini mungkin
memberikan impresi sistem statik portal, studi terbaru menunjukkan bahwa aktivasi
sel stellata hepatik secara dinamis dapatmengatur nada sinusoidal hingga tekanan
portal.

Sel endotel sinusoidal membentuk pori-pori membran ekstrim yang hampir


sepenuhnya permeabel terhadap makromolekul, termasuk protein plasma. Sebaliknya,
5
kapiler splanknikus memiliki ukuran pori 50-100 kali lebih rendah dari sinusoid
hepatik. Akibatnya, gradien tekanan onkotik trans-sinusoidal dalam hati hampir nol
ketika dalam sirkulasi splanknikus yaitu 0,8-0,9 (80% -90% dari maksimum). Gradien
tekanan onkotik seperti ujung ekstrim pada efek spektrum minimal terhadap
perubahan konsentrasi albumin plasma tersebut terhadap pertukaran cairan
transmicrovascular. Oleh karena itu, konsep lama yang menyatakan asites dibentuk
sekunder terhadap penurunan tekanan onkotik adalah palsu, dan konsentrasi albumin
plasma memiliki pengaruh kecil pada laju pembentukan ascites. Hipertensi portal
sangat penting terhadap perkembangan asites, dan asites jarang terjadi pada pasien
dengan gradien vena portal hepatik <12 mmHg.Sebaliknya, insersi dari samping ke
sisi portacaval shunt menurunkan tekanan portal sering menyebabkan resolusi dari
ascites.

 Patofisiologi retensi natrium dan air


Penjelasan klasik retensi natrium dan air terjadi karena ‘underfill’ atau ‘overfill’ yang
disederhanakan. Pasien mungkin menunjukkan fitur baik ‘underfill’ atau’
overfill’tergantung pada postur atau keparahan penyakit hati. Salah satu peristiwa
penting dalam patogenesis disfungsi ginjal dan retensi natrium pada sirosis adalah
berkembangnya vasodilatasi sistemik, yang menyebabkan penurunan volume darah
arteri efektif dan hiperdinamik circulation. Mekanisme yang bertanggung jawab atas
perubahan fungsi vaskular tidak diketahui tetapi mungkin melibatkan peningkatan
sintesis nitrit oksidavaskular, prostasiklin, serta perubahan konsentrasi plasma
glukagon, substansi P, atau gen kalsitonin terkait peptide.Namun, perubahan
hemodinamik bervariasi dengan postur, dan studi telah menunjukkan perubahan yang
nyata dalam sekresi peptida natriuretik atrium dengan postur tubuh, serta perubahan
sistemik hemodinamik. Selain itu, data menunjukkan penurunan volume arterial
efektif pada sirosis telah diperdebatkan. Hal ini telah disepakati bahwa bagaimanapun
dalam kondisi terlentang dan pada hewan percobaan, terdapat peningkatan curah
jantung dan vasodilatasi.
Perkembangan vasokonstriksi renal pada sirosis adalah sebagian respon homeostatis
yang melibatkan peningkatan aktivitas simpatik ginjal dan aktivasi sistem renin darah
ginjal menurunkan laju filtrasi glomerulus sehingga pengiriman dan ekskresi
fraksional natrium. Sirosis dikaitkan dengan peningkatan reabsorpsi natrium baik
pada tubulus proksimal dan tubulus distal. Peningkatan reabsorpsi natrium di tubulus

6
distaladalah karena peningkatan konsentrasi aldosteron di sirkulasi. Namun, beberapa
pasien dengan asites memiliki konsentrasi aldosteron plasma normal, yang mengarah
ke saran bahwa reabsorpsi natrium di tubulus distal mungkin berhubungan dengan
sensitivitas ginjal yang meningkat tehadap aldosteron atau mekanisme lain yang tidak
diketahui. Pada sirosis terkompensasi, retensi natrium dapat terjadi pada tidak adanya
vasodilatasi dan hipovolemia efektif. Hipertensi portal sinusoidal dapat mengurangi
aliran darah ginjal bahkan tanpa adanya perubahan hemodinamik dalam sirkulasi
sistemik, menunjukkan adanya hepatorenal reflex. Demikian pula, selain vasodilatasi
sistemik, keparahan penyakit hati dan tekanan portal juga berkontribusi terhadap
abnormalitas penanganan natrium dalam sirosis.

Daerah yang paling umum untuk pungsi asites adalah daerah yang paling umum untuk pungsi
asites adalah sekitar 15 cm lateral umbilikus, dengan perawatan yang diambil untuk
menghindari pembesaran hati atau limpa, dan biasanya dilakukan di kiri atau kanan quadrant
perut bawah. Arteri epigastrium inferior dan superior berjalan dilateral umbilikus terhadap
titik tengah inguinalis dan harus dihindari. Untuk tujuan diagnostik, 10-20 ml cairan asites
harus ditarik (Idealnya menggunakan jarum suntik dengan jarum biru atau hijau) untuk
inokulasi asites menjadi dua botol kultur darah dan Tabung EDTA, dan tes.

Komplikasi pungsi asites terjadi pada sampai 1% dari pasien (hematoma abdomen) tapi
jarang serius ataumengancam nyawa. Komplikasi lebih serius seperti haemoperitoneum atau
perforasi usus jarang terjadi (<1/1000 prosedur). Paracentesis tidak kontraindikasi pada
pasien dengan profil koagulasi yang abnormal. Sebagian besar pasien dengan asites karena
sirosis memiliki perpanjangan waktu protrombin dan beberapa tingkat trombositopenia. Tidak
ada data yang mendukung penggunaan fresh frozen plasma sebelum paracentesis meskipun
jika trombositopenia hebat (< 40.000) paling dokter akan memberikan trombosit untuk
mengurangi risiko perdarahan.

Gagal Ginjal Kronik (CKD)

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan
gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu

7
sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal
pada penyakit ginjal kronik.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :

LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140 – umur) X berat badan *)

72 X kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada wanita dikalikan 0,85

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29

5 Gagal Ginjal <15

Anemia pada penderita gagal ginjal berat disebabkan oleh 2 mekanisme :

a. Darah mengalami pengenceran oleh cairan yang berlebihan sehingga konsentrasi


hemoglobin turun.
b. Untuk produksi eritrosit di dalam sumsum tulang, diperlukan bahan yang khusus,
yaitu suatu protein yang disebut eritropoetin. Oleh karena eritropoetin hanya dibuat
oleh ginjal, maka pada gagal ginjal kronik produksi eritropoetin juga sangat kurang
(pada keadaan ini berat jaringan ginjal yang biasanya 300gr, dapat berkurang menjadi
hanya 30gr). Karena itu tidak ada gunanya memberikan zat besi (Fe) atau preparat-
preparat vitamin pada penderita anemia yang disebabkan uremia. Jika terjadi anemia
yang berat, maka jantung harus memompa darah lebih banyak untuk mencukupi
jumlah kebutuhan oksigen pada jaringan. Ini merupakan beban tambahan terhadap
jantung.

8
Anemia terjadi pada 80-90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal
kronik terutama disebabkan oleh defisiensi ertiropoietin. Hal-hal lain yang ikut berperan
dalam terjadinya anemia adalah, defisiensi besi, kehilangan darah (misal, perdarahan saluran
cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi
asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun
kronik.

Pedoman Manajemen Untuk Memperbaiki Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik

Eritropoietin

Dosis permulaan : 50–150 units/kg/minggu IV atau SC (1, 2, atau 3


kali/minggu)
Target Hb :
11-12 gr%
Tingkat koreksi optimal :
Peningkatan Hb 1-2 gr% periode selama 4 minggu

Darbopoietin alfa

Dosis permulaan : 0.45 mcg/kg diberikan IV tunggal atau injeksi SC


1X/minggu

0.75 mcg/kg diberikan IV tunggal atau injeksi SC 1X/2


Target Hb : minggu
Tingkat koreksi optimal : ≤12 gr%

Peningkatan Hb 1-2 gr% periode selama 4 minggu

Zat Besi

1. Monitor kadar zat besi dari saturasi transferin (TSat) dan serum ferritin

2. Jika pasien kekurangan zat besi (TSat <20% ; serum feritin <100 mcg/L), beri zat
besi 50 – 100 mg IV 2X/minggu selama 5 minggu, jika indeks zat besi masih
rendah, ulangi

3. Jika indeks zat besi normal,Hb masih tidak mencukupi, berikan zat besi seperti yang
di uraikan diatas, monitor Hb, TSat, dan ferritin

4. Tahan terapi zat besi saat TSat >50% dan/atau ferritin >800mcg/L

Indikasi dilakukan transfusi darah, yaitu:

1. Perderahan akut dengan gejala gangguan hemodinamik


2. Tidak memungkinkan pengguaan EPI dan Hb < 7 gr/dL
9
3. Hb <8 gr/dL dengan gangguan hemodinamik
4. Pasien dengan defisiensi besi yang akan diprogram terapi EPO ataupun yang telah
mendapat EPO tetapi respon belum adekuat, sementara preparat besi IV/IM belum
tersedia, dapat diberikan transfusi darah dengan hati-hati. Target pencapaian Hb
dengan transfusi darah adalah : 7-9 g/dL (tidak sama dengan target Hb pada terapi
EPO). Transfusi diberikan secara bertahap untuk menghindari bahaya overhidrasi,
hiperkatabolik (asidosis), dan hiperkalemia. Bukti klinis menunjukkan bahwa
pemberian transfusi darah sampai kadar Hb 10-12 g/dL berhubungan dengan
peningkatan mortalitas dan tidak terbukti bermanfaat, walaupun pada pasien dengan
penyakut jantung. Pada kelompok pasien yang direncakan untuk transplantasi ginjal,
pemberian transfusi darah sedapat mungkin dihindari. Transfusi darah memiliki resiko
penularan Hepatitis virus B dan C, infeksi HIV serta potensi terjadinya reaksi
transfusi

Hipoglikemia pada CKD

Penurunan kliren insulin, seperti pada gagal ginjal. Ginjal memegang peranan penting dalam
homeoglukosa: metabolisme 30-40% insulin, menyediakan hingga 45% glukosa endogen
melalui glukoneogenesis selama puasa yang berkepanjangan. Pada gagal ginjal, terjadi
gangguan metabolisme insulin dan pemebentukan glukosa. Insulin dikatabolisme terutama
oleh insulin di hati, ginjal dan placenta. Jika terjadi gagal ginjal, katabolisme insulin akan
terganggu dan insulin lebih lama beredar dalam sirkulasi. Hal ini akan meningkatkan resiko
hipoglikemia. Strategi penggunaan insulin, mengingat efek samping penggunaan insulin
berupa hipoglikemia sering terjadi dan dapat berisfat fatal pada pasien deiabetes, strategi
pengginaan insulin sangatlah penting untuk mengatisipasi hal tersebut.

Perbedaan Ptekie dengan Purpura

 Petekie adalah bintik merah keunguan kecil dan bulat sempurna yang tidak menonjol
akibat perdarahan intradermal atau submukosa. Petekie merupakan lesi perdarahan
keunguan, mendatar 1 sampai 4 mm, bulat, tidak memucat jika ditekan, tidak
berdarah, dan dapat bergabung menjadi lesi yang lebih besar yang
dinamakan purpura. Dapat ditemukan pada membran mukosa dan kulit, khususnya di
daerah yang bebas atau daerah tertekan. Petekie umumnya menggambarkan gangguan
perdarahan atau fragilitas kapiler.

10
 Purpura adalah bercak besar (∅ > 5 mm) diskolorasi keunguan di bawah kulit yang
berkaitan dengan perdarahan. Lesi ini disebabkan karena trombositopenia, trauma,
atau respons alergi.

11

Anda mungkin juga menyukai