Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar belakang

Setiap tahunnya diperkirakan terjadi 7,6 juta kematian perinatal di seluruh


dunia dimana 57% diantaranya merupakan kematian fetal atau intrauterine fetal
death (IUFD). Sekitar 98% dari kematian perinatal ini terjadi di negara yang
1,2
berkembang. . Kematian janin dapat terjadi antepartum atau intrapartum dan
merupakan komplikasi yang paling berbahaya dalam kehamilan. Insiden kematian
janin ini bervariasi diantara negara. Hingga saat ini, IUFD masih menjadi masalah
utama dalam praktek obstretrik. 3,4,5

WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist


menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) adalah kematian pada fetus
dengan berat lahir 500 gram atau lebih. 3 Menurut United States National Center
for Health Statistic, kematian janin atau fetal death dibagi menjadi Early Fetal
Death, kematian janin yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu,
Intermediate Fetal Death, kematian janin yang berlangsung antara usia kehamilan
20-28 minggu dan Late Fetal Death, kematian janin yang berlangsung pada usia
lebih dari 28 minggu.

Angka kematian janin termasuk dalam angka kematian perinatal yang


digunakan sebagai ukuran dalam menilai kualitas pengawasan antenatal. Angka
kematian perinatal di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena belum ada
survei yang menyeluruh. Angka yang ada ialah angka kematian perinatal dari
rumah sakit besar yang pada umumnya merupakan referral hospital, sehingga
belum dapat menggambarkan angka kematian perinatal secara keseluruhan.

Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial baik dari faktor fetal,


maternal, plasenta maupun iatrogenik dengan 25 – 35 % kasus tidak diketahui
penyebabnya. Untuk dapat menentukan penyebab pasti harus dilakukan
pemeriksaan autopsi. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang dapat menegakkan diagnosis kematian janin intra uterin.

1
Penatalaksanaan kematian janin intra uterin ialah melakukan terminasi
kehamilan yang dapat dilakukan melalui penanganan ekspektatif dan penanganan
aktif. Ada beberapa metode terminasi kehamilan pada kematian janin intra uterin,
yaitu dengan induksi persalinan pervaginam dan persalinan perabdominam
(Sectio Caesaria ).

Dalam laporan kasus ini akan dibahas lebih lanjut mengenai IUFD dari
faktor risiko, etiologi hingga upaya penatalaksanaannya.

II. 2 Tujuan

1. Tujuan umum
Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya IUFD serta mengetahui
penatalaksanaan gejala dan keluhan yang timbul pada wanita dengan
IUFD

2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan tentang IUFD pada kasus
b. Mengetahui terapi pada pasien dengan keluhan dan gejala IUFD

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Definisi
Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International
Statistical Classification of Disease and Related Health Problems adalah
kematian fetal atau janin pada usia gestasional ≥ 22 minggu. 2.
WHO dan
American College of Obstetricians and Gynecologist (menyatakan Intra Uterine
Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500
gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau
lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin,
gawat janin atau infeksi

II. 2 Etiologi
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin
dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal atau kelainan patologik plasenta.
 Faktor Maternal :
Post term (>42 minggu), diabetes melitus tidak terkontrol, seistemik lupus
erimatosus, infeksi, hipertensi, preeklampsia, eklampsia,
hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, ruptura uteri,
antifosfolippid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu.
 Faktor Fetal :
Hamil kembar, hamil tubuh terhambat, kelainan kongenital, kelainan
genetik, infeksi
 Faktor plasental :
Kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa
 Sedangkan faktor risiko terjadinya kematian janin intra uterine
meningkat pada usia ibu > 40 tahun, pada ibu infertil, riwayat bayi
dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma uretikum),
kegemukan, ayah berusia lanjut.

3
II.3 Klasifikasi

Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian


janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu
penuh (early fetal death)
2. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal
death)
3. Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal
death)
4. Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga
golongan di atas.

Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-
perubahan sebagai berikut :
1. Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) :
kulit kemerahan ‘setengah matang’
3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) :
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi
kemudian menjadi merah dan mulai mengelupas.
4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan
serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai
air ketuban menjadi merah coklat.
.

4
5. Maserasi grade III (durasi >8 hari)
Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh, mungkin terjadi mumifikasi.
Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar
dan terdapat oedem dibawah kulit.

II. 4 Manifestasi klinis & Diagnosis


1) Anamnesis :
 Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.
 Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil
 Penurunan berat badan

2) Pemeriksaan Fisik :
 Tinggi fundus uteri menurun, atau lebih rendah dari usia kehamilan
 Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang biasanya dapat terlihat pada
ibu yang kurus
 Tidak teraba gerakan-gerakan janin

 Berat badan ibu menurun

 Dengan Doppler tidak dapat didengar adanya bunyi jantung janin.

3) Pemeriksaan penunjang:

a. USG
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasound,
dimana tidak tampak adanya gerakan jantung janin
b. Foto radiologik
– Tampak Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda
Spalding) yaitu tumpang tindih (overlapping) secara
ireguler tulang tengkorak, yang terjadi akibat likuefaksi
massa otak dan melemahnya struktur ligamentosa yang
membentuk tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 5 hari

5
setelah kematian. Namun ciri-ciri yang sama dapat
ditemukan pada kehamilan ekstrauterin dengan janin hidup.

Spalding’s sign.
– Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda
Naujokes)
– Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)
– Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda
Robert)
– Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan adanya
kelainan dari system skelet

Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin,


pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif
untuk mencari penyebab kematian janin termasuk analisis kromosom,
kemungkinan terpapar infeksi untuk mengantisipasi kehamilan selanjutnya

Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham


dan Hollier (1997)1:

1. Deskripsi bayi
 malformasi
 bercak/ noda
 warna kulit – pucat, pletorik
 derajat maserasi

6
2. Tali pusat
 prolaps
 pembengkakan - leher, lengan, kaki
 hematoma atau striktur
 jumlah pembuluh darah
 panjang tali pusat
3. Cairan Amnion
 warna – mekoneum, darah
 konsistensi
 volume
4. Plasenta
 berat plasenta
 bekuan darah dan perlengketan
 malformasi struktur – sirkumvalata, lobus aksesorius
 edema – perubahan hidropik
5. Membran amnion
 bercak/noda
 ketebalan
 Tabel . Diagnosis dan Diagnosis Banding IUFD

Gejala dan Tanda


Gejala dan Tanda yang Kemungkinan
yang Kadang- Kadang
Selalu Ada Diagnosis
Ada

Gerakan janin berkurang Syok, uterus Solusio Plasenta


atau hilang, nyeri perut tegang/kaku, gawat janin
hilang timbul atau atau DJJ tidak terdengar
menetap, perdarahan
pervaginam sesudah
hamil 22 minggu

7
Gerakan janin dan DJJ Syok, perut kembung/ Ruptur Uteri
tidak ada, perdarahan, cairan bebas intra
nyeri perut hebat abdominal, kontur uterus
abnormal, abdomen
nyeri, bagian-bagian
janin teraba, denyut nadi
ibu cepat
Gerakan janin/DJJ hilang Tanda-tanda kehamilan IUFD
berhenti, TFU
berkurang, pembesaran
uterus berkurang

II.5 Komplikasi 1

Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun keluarga,
apalagi bila waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama. Bila
terjadi ketuban pecah dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila kematian janin
lebih dari 2 minggu.

II. 6 Penantalaksanaan 1,2,4

Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat


janin atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya
sehingga tidak diobati. 6

1. USG merupakan sarana penunjang diagnostik pasti untuk memastikan


kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda
kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan
ketuban berkurang.

2. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien


selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan
besar dapat lahir pervaginam.

3. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif,
perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

8
4. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan
hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi
tanpa komplikasi

5. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan


penanganan aktif.

6. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu

a. Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin


atau prostaglandin.

b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan


prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan
amniotomi karena berisiko infeksi

c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir

7. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan
serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol:

a. Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang


sesudah 6 jam

b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis
menjadi 50 mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg
setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis.

8. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

9. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah,
waspada koagulopati

10. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan
melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

11. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi


plasenta dan infeksi .

9
SKEMA PENATALAKSANAAN IUFD1

Kasus refrakter atau kasus Partus Spontan

dimana terminasi kehamilan dalam 2 minggu

diindikasikan (80%)

 Psikologis
 Infeksi
 Penurunan kadar fibrinogen
 Retensi janin lebih dari 2 minggu
Rawat di RS, Induksi persalinan

Servik matang Servik belum matang

Infus Oksitosin Misoprostol

Gagal gagal

Oksitosin diulang dengan Ditambah dengan infus Oksitosin

Ditambah Prostaglandin/vaginam

10
II.6.1 METODE-METODE TERMINASI

1. Terminasi dilakukan dengan induksi, yaitu :

 Infus Oksitosin
Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi
pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml
larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat
diberikan dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal,
pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya. Infus
dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% dengan
kecepatan 30 tetes per menit.

Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis dinaikkan
menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi harus
dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu
yang sama.

Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat menurunkan
resiko tersebut. Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang
setelah pemberian prostaglandin per vaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan
sekunder harus disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi
persalinan.

 Misoprostol
Pemberian misoprostol per vaginam di daerah forniks posterior sangat efektif
untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum matang. Pada kematian janin
24-28 minggu dapat digunakan, misoprostol secara vaginal (50-100 μg tiap 4-6
jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan diatas 28 minggu dosis misoprostol
25 μg pervaginam / 6jam Langkah induksi ini dapat ditambah dengan pemberian
oksitosin.

2. Operasi Sectio Caesaria (SC)

Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus
yang dinilai dengan plasenta praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan letak lintang.

11
II.7. Pencegahan 1,2,3

Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati


aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan
janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya
solusio plasenta. Pada gemelli dengan T+T (twin to twin transfusion) pencegahan
dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.

Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care


yang baik. Ibu menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman
beralkohol atau penggunaan obat-obatan.

Tes-tes antepartum misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-


stress test fetal elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin
sebelum terjadi kematian dan terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila
terjadi gawat janin.

12
BAB III
KASUS

III.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. F

Umur : 25 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Kliwonan, RT/RW 02/07, Desa Jogomulyo,

Tempuran

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Suku : Jawa

Asuransi : Jampersal

Tgl Masuk RS : 3 Oktober 2012 (pukul 19.45 WIB)

III.2 ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan tanggal 3 Oktober 2012 (pukul 19.45 WIB)

A. Keluhan Utama : G3P1A0


Janin tidak bergerak sejak 3 hari yang lalu (1 Oktober 2012)

B. Keluhan tambahan :
Darah (-), cairan (-), kenceng-kenceng (-)

C. Riwayat Penyakit Sekarang :

13
Pasien datang ke IGD RST dr Soedjono Magelang dengan keluhan
utama janin tidak bergerak sejak 3 hari SMRS. Sebelumnya pasien
tidak pernah merasakan hal tersebut. Tidak terdapat kenceng-kenceng
darah, cairan yang keluar dari jalan lahir, Pasien melakukan ANC di
Puskesmas > 5x selama kehamilan, tidak teratur tiap bulannya.

Pasien tidak mengalami trauma dalam kehamilannya, pasien juga


tidak ada riwayat demam tinggi dan alergi selama hamil, riwayat
keputihan disangkal, Riwayat minum obat-obatan lama juga disangkal.

D. Riwayat Penyakit Dahulu :


Hipertensi, DM, alergi dan asma disangkal oleh pasien

E. Riwayat Penyakit Keluarga :


Hipertensi, DM, alergi dan asma disangkal oleh pasien.

F. Riwayat Menstruasi :
 Menarche : 17 tahun
 Siklus : 28 hari
 Lama haid : 7 hari
 Banyak : 2-3x ganti pembalut
 Dismenorrhea : (-)
 HPHT : 4 / 03 / 2012
 HPL : 11 / 12 / 2012

G. Riwayat Perkawinan :
Menikah satu kali, usia perkawinan 5 tahun, status masih menikah

H. Riwayat Persalinan :
1. Keguguran
2. Laki-laki, usia 1 tahun, spontan, bidan, 3100 gr
3. Hamil ini

I. Riwayat KB : tidak memakai KB

14
J. Riwayat Operasi : Pasien belum pernah operasi sebelumnya

K. Riwayat ANC :
Kontrol ke puskesmas >5x selama kehamilan, tidak rutin. Hamil saat
ini mual (-), muntah (-), perdarahan (-), riwayat trauma (-), riwayat
infeksi (-)

L. Kebiasaan Hidup :
Merokok (-), Alkohol (-), minum obat & jamu (-)

III.3 PEMERIKSAAN FISIK


A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

TB : 150cm BB : 54kg

Tanda Vital : TD : 120 / 80 mmHg

N : 100 x / menit

RR : 18 x / menit

Suhu : 36,5 º C

Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah rontok

Mata : Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

edema palpebra -/-

THT : Sekret telinga -/-, sekret hidung -/-, tonsil tidak

hiperemis, T1 – T1

Leher : KGB tidak membesar, tiroid tidak teraba membesar.

15
Thorax :

 Mammae : Simetris, membesar, areola mammae


hiperpigmentasi

 Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronki - / -, wheezing - / -


 Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Lihat status obstetri

Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)

B. STATUS OBSTETRIK
Inspeksi : Perut tampak buncit, letak, striae gravidarum (+),

linea nigra (+), luka bekas SC (-)

Palpasi :

 Leopold I : TFU 24 cm, teraba satu bagian besar,bulat, keras,


kepala
 Leopold II : Kanan : teraba bagian kecil janin
Kiri : teraba bagian keras melebar seperti papan

 Leopold III : Teraba satu bagian besar, lunak, bokong


 Leopold IV : belum masuk PAP
His : (-)
Auskultasi : DJJ (-)

Kesan : TFU 24 cm tidak sesuai dengan hamil 30 minggu,


presentasi bokong, pu-ki, DJJ (-), Janin intrauterine,
tunggal, mati.

16
ANOGENITAL

o Inspeksi :

vulva : hematome (-), oedema (-), hiperemis (-)

Uretra : hematome (-), oedema (-)

o Vaginal Touche :
Portio tebal-lunak, pembukaan (-), KK (+), STLD (-)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Laboratorium :
Hematologi tanggal 04-10-12

Pemeriksaaan Hasil Range

Hb 11,9g/dL 11.0-15.0

Ht 31,1 % 36.0-48.0

Eritrosit 3.61 3.50-5.50

MCV 86.4 80.0-99.0

MCH 32.9 26.0-32.0

MCHC 38.2 32.0-36.0

Trombosit 362.000/ uL 150.000-390.000

Leukosit 14,2 ribu/uL 4.0-10.0

 USG
Tampak janin tunggal, intra uterin, presenatasi bokong, gerakan janin
(-), BPD sesuai umur kehamilan 27 minggu, IUFD

17
III.4 DIAGNOSIS
IUFD dengan presbo pada multigravida hamil preterm

III.5 DIAGNOSIS BANDING


Solusio Plasenta, Ruptur Uteri

III. 6 PENATALAKSANAAN
 Observasi Tanda-tanda
 Observasi tanda-tanda inpartu
 Induksi cytotex ½ tab pervaginam

III. 7 PROGNOSIS
Ibu : Dubia ad Bonam
Janin : malam

Follow up

Tgl S O A P

4/10/12 Mules (+), Ku / Kes : Sakit IUFD pada - Observasi


nyeri perut Ringan / CM multigravida TTV
Pkl
bagian bawah hamil preterm
St. Generalis : dengan presbo - Observasi
06.00
kemajuan
 T : 110 / 70 persalinan
WIB
mmHg
- Pro partus
 N : 80
x/mnt Pervaginam

 S : 36,4

 P : 24 x/mnt

St. Obstetri :

 DJJ : (-)

 His : (+)

18
Tanggal 04-10-12 pkl 10.15 WIB telah lahir spontan, mati, jenis kelamin laki-laki,
BB : 1300gr, Pb : 40cm, maserasi derajat 2, plasenta lahir spontan, perdarahan
kurang lebih 100cc, perineum utuh

Tgl S O A P

5/10/2012 Nyeri perut Ku / kes : TSS / CM P3A1 Observasi


bagian TTV
Pkl bawah (+) St. Generalis : Post partus
pervaginam Pengawasan
06.00 perdarahan  T : 100 / 70 dengan IUFD post partum
pervaginam
WIB  N : 72 x/mnt

 S : 36,2 °C

 P : 22 x/mnt

St. Puerperalis :

 Abdo:

Perut tampak datar, TFU


2 JBP, NT (-) Tympani,

 Perdarahan
pervaginam (+)

Tgl 5-10-12 pkl 09.00 dilakukan tindakan kuretase

Laporan tindakan kuretase :

 Desinfeksi
 Stadium Narkose
 Posisi pasien Litotomi
 Dilakukan kuretase
 Hasil :
o Jaringan sisa plasenta kurang lebih 25 cc
o Perdarahan 25 cc
 Operasi selesai

19
 KU pasien baik

Instruksi post operasi :

 Observasi KU+TTV
 Amoxcicilin 3 x 500mg
 Metilergo 3x1 tab
 Asam mefenamat 3x500mg

Tanggal S O A P

5/1/2012 Keluhan (-) Ku / kes : TSR / CM P3A1  Amoxcicilin


3 x 500mg
16.00 St. Generalis : Post partus
pervaginam  Metilergo
 T : 130/90
dengan IUFD, 3x1 tab
 N : 84 x/mnt post kuretase  Asam
mefenamat
 S : 36,2 °C
3x500mg
 P : 22 x/mnt  Pasien boleh
pulang
St. Puerperalis :

 Abdo:

Perut tampak datar,


TFU 2 JBP, NT (-)

20
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini wanita, 25 tahun dengan diagnosa kematian janin intra
uterin. Dalam kasus ini, diagnosis Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
disesuaikan dengan literatur.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien dengan G3P2A1 lahir hidup 2.
Hamil 30 minggu datang ke IGD RST dr Soedjono Magelang dengan keluhan
utama janin tidak bergerak sejak 3 hari SMRS. Sebelumnya pasien tidak pernah
merasakan hal tersebut. Tidak terdapat kenceng-kenceng darah, cairan yang keluar
dari jalan lahir, Pasien melakukan ANC di Puskesmas > 5x selama kehamilan,
tidak teratur tiap bulannya.
Pasien tidak mengalami trauma dalam kehamilannya, pasien juga tidak ada
riwayat demam tinggi dan alergi selama hamil, riwayat keputihan disangkal,
Riwayat minum obat-obatan lama juga disangkal.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan obstetri, inspeksi menjelaskan
tanda- tanda kehamilan pada pasien ini tidak sesuai dengan masa kehamilan.
Ukuran tinggi fundus uteri yang berkurang dari usia kehamilan ditemukan. Pada
palpasi, gerak janin (-), dan pada auskultasi dengan pemeriksaan Doppler tidak
terdengar bunyi jantung janin, hal ini turut membuktikan adanya kematian janin
intra uterin. Pada pemeriksaan laboratorium, hanya didapatkan pemeriksaan darah
rutin dalam batas normal pada wanita dengan kehamilan. Seharusnya dilakukan
pemeriksaan darah yang lebih lengkap yaitu fibrinogen untuk mengetahui ada
tidaknya permasalahan pada faktor pembekuan darah dari faktor janin terhadap
maternal. Pada pemeriksaan USG, ditemukan Janin Tunggal, Intra uterine, letak
presentasi bokong, DJJ (-). Didapatkan kesan janin IUFD disertai dengan
deskripsi yang menjadi dasar diagnosis IUFD, seperti tidak adanya gerakan janin
dan DJJ ( - ), sehingga dapat ditegakkan diagnosis IUFD dengan pasti.
Penyebab IUFD bisa karena faktor maternal, fetal dan plasental.
Berdasarkan anamnesis, pasien ini tidak ada riwayat trauma, infeksi, dan alergi
dalam kehamilannya ini. Pasien juga mengaku tidak punya kebiasaan minum

21
alkohol, merokok, dan minum obat- obatan lama. Namun melihat usia ibu 48
tahun, dapat merupakan faktor ibu yang terlalu tua saat kehamilan.
Faktor fetal belum dapat kita singkirkan karena sebaiknya dilakukan
pemeriksaan autopsi apakah terdapat kelainan kongenital mayor pada janin.
Pasien tidak memiliki binatang peliharaan, makan daging setengah matang, yang
menurut literatur dapat menyebabkan infeksi toksoplasmosis pada janin.
Inkompatibilitas Rhesus juga sangat kecil kemungkinannya mengingat pasien dan
suaminya dari suku yang sama.

Penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan literatur, yaitu dilakukan


dengan penanganan aktif. Terminasi kehamilan segera pada pasien ini dipilih
melalui induksi persalinan pervaginam dengan mempertimbangkan kehamilan
dan mengurangi gangguan psikologis pada ibu dan keluarganya. Penanganan
secara aktif pada pasien ini juga sudah sesuai dengan prosedur yang seharusnya.
Pada kasus ini dilakukan terminasi kehamilan, induksi persalinan dilakukan
dengan pemebrian cytotex (misoprostol) ½ tab pervaginam karena serviks belum
matang.

Tindakan kuretase dilakukan karena terdapat perdarahan pervaginam post


partum yang disebabkan karena adanya retensi sisa plasenta. Setelah kuretase
pasien diberikan amoxcicilin 500 mg 3x1 tab untuk mengatasi infeksi dimana
amoxcicilin nti bakteri spektrum luas yang bersifat bakterisid. efektif terhadap
sebagian bakteri gram-positif dan beberapa gram-negatif yang patogen.
Bakteri patogen yang sensitif terhadap amoksisilina adalah Staphylococci,
Streptococci, Enterococci, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae, H. influenzae, E. coli
dan P. mirabilis. Diberikan juga metil ergometrin 3x1 tab untuk Pencegahan dan
pengobatan perdarahan. Dan juga diberikan Asam Mefenamat 500mg 3x 1 tab
untuk mengurangi rasa nyeri diamana mekanisme kerja asam mefenanmat adalah
dengan menghambat enzim COX.

Komplikasi IUFD lebih dari 6 minggu akan mengakibatkan gangguan


pembekuan darah, infeksi dan berbagai komplikasi yang membahayakan nyawa
ibu

22
Edukasi pada pasien ini ialah memberikan dukungan psikologis agar
pasien tidak terganggu akibat kematian janin yang dialaminya saat ini, dan
menyarankan kepada keluarga pasien untuk memberikan dukungan yang besar
untuk ibu.

23
BAB V

PENUTUP

V.1 KESIMPULAN

 Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kematian janin intra uterin (IUFD)
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
 Pengetahuan ibu mengenai pemeriksaan Ante Natal Care yang teratur dan
efektif sangat dibutuhkan untuk mengetahui kesejahteraan janin untuk
mendeteksi penurunan kesejahteraan janin dan komplikasi pada ibu dapat
dihindari.
 Penatalaksanaan IUFD dibagi menjadi penanganan ekspektatif dan aktif.
Penanganan aktif lebih baik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut pada
ibu dan mengurangi gangguan psikologis keluarga, terutama ibu.
 Dukungan moril / psikologis dari pihak dokter dan keluarga sangat
berperan penting pada kasus IUFD.
 Pada kasus ini, kemungkinan penyebab IUFD ialah faktor maternal atau
fetal . Namun, penyebab pasti hanya dapat ditegakkan bila pada bayi yang
dilahirkan dilakukan autopsi.

V.2 SARAN

 Pemeriksaan Laboratorium TORCH dan Antifosfolipid yang merupakan


faktor resiko IUFD sebaiknya sebelum kehamilan.
 Penyuluhan bagi para ibu dengan kehamilan untuk melakukan Ante Natal
Care secara teratur di RS atau Bidan.
 Pemeriksaan USG selama kehamilan, untuk mendeteksi dini adanya
kelainan pada kehamilannya dan untuk pemantauan kesejahteraan janin.
 Penyuluhan pada para ibu dengan kehamilan untuk dapat melakukan
pemantauan kesejahteraan janinnya sendiri dengan cara yang sederhana,

24
misalnya menghitung gerakan janin dengan cara Cardif count, sehingga
bila terjadi penurunan kesejahteraan janin dapat di deteksi dini.
 Pada kasus kematian janin intra uterin dapat ditentukan sebab kematian
dengan pemeriksaan autopsi, dengan syarat persetujuan dari pihak
keluarga.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi IV,cetakan lima. Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 357-8,
732-35.

st
2. Cunningham, FG. Williams Obstetrics 21 Edition. McGraw Hill.USA.
1073-1078, 1390-94, 1475-77

3. De Cherney, Alan. Nathan,Lauren. Current. Obstetry & Gynecology.LANGE.


Diagnosis and Treatment. Page 173-4, 201

4. Scott, James. Disaia, Philip. Hammond, B. charles, Danforth Buku Saku


Obstetri dan Ginekologi. Cetakan pertama, Jakarta ; Widya Medika, 2002.

5. Ultrasonography in Obstetry and Gynecology. Fifth Edition. Saunders


Elsevier. Page 747.

6. Pemantauan Janin. Handaya,Bambang, Prof. Gulardi.1999. Diakses dari :


http://www.geocities.com.

26

Anda mungkin juga menyukai