Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kematian tidak wajar yang kadang-kadang belum

diketahui penyebabnya saat ini semakin meningkat.

Berbagai faktor ikut berperan di dalam meningkatnya angka

kematian tidak wajar tersebut. Gantung diri merupakan

cara kematian yang paling sering dijumpai pada

strangulasi, yaitu sekitar 90% dari seluruh kasus di

Amerika dan sepuluh tahun terakhir. Kejadian strangulasi

rata-rata 286 kasus per tahunnya dan cenderung menurun.

(Mun`im, Abdul. 1997; Jones, Richard. 2006)

Data mengenai gantung diri di Transkei, Africa

Selatan dari data tahun 1993-2003. Angka kematian karena

asfiksia yang disebabkan gantung diri meningkat dari 5.2%

per 100,000 orang menjadi 16.2% per 100.000 orang di

tahun 2003. Korban tertinggi tercatat pada usia 20 hingga

29 tahun, 2.2% dari 100,000 orang berusia diatas 70

tahun dan korban usia terendah adalah anak-anak berusia 9

tahun. 86,4% dari korban berjenis kelamin laki-laki.

(Meel, BI. 2006)


2

Tahun 2003, WHO mengungkapkan bahwa satu juta orang

bunuh diri setiap tahunnya atau satu orang setiap 40

detik. Bunuh diri merupakan satu dari tiga penyebab utama

kematian pada usia 15 - 34 tahun, selain karena

kecelakaan. Dan di tahun 2005, sedikitnya 50.000 orang

Indonesia melakukan bunuh diri dan diperkirakan 150 orang

di Indonesia melakukan bunuh diri setiap hari.

Menurut data mengenai bunuh diri berdasarkan jumlah

mayat yang diperiksa di bagian Kedokteran Forensik

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RSUP Cipto

Mangunkusumo, sepanjang periode 1995-2004, angka bunuh

diri di Jakarta mencapai 5,8% dari 1119 korban bunuh

diri, 41% diantaranya gantung diri, 23% bunuh diri dengan

minum obat serangga dan sisanya 356 orang tewas karena

overdosis obat-obatan terlarang. Mayoritas kasus bunuh

diri itu dilakukan kaum pria, dan lebih disebabkan karena

masalah psikologis, sosial dan ekonomi. ( Yuanita, Diana.

2003)

Indonesia merupakan negara berkembang dan memiliki

data yang meningkat dari tahun ke tahun mengenai kasus

kematian tidak wajar. Maka disini yang berperan dalam

mengungkap kasus-kasus tersebut adalah dokter khususnya

dokter ahli forensik dengan cara melakukan otopsi. Otopsi

terdiri dari pemeriksaan luar pemeriksaan dalam, dan


3

pemeriksaan penunjang. Otopsi hanya dilakukan jika ada

permintaan oleh pihak yang berwenang.

Disamping penyebab kematian yang lain misalnya shock,

perdarahan, vagal reflek, dan kerusakan organ vital,

salah satu penyebab kematian adalah asfiksia. Asfiksia

adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi

gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang normal.

Gangguan tersebut dapat disebabkan karena adanya

obstruksi pada saluran pernapasan, dan gangguan yang

terjadi pada pusat pernapasan. Kedua gangguan tersebut

akan menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah

berkurang yang disertai dengan peningkatan kadar

karbondioksida. Asfiksia yang diakibatkan karena adanya

gangguan pada pusat pernapasan disebut asfiksia central

sedangkan asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya

obstruksi pada saluran pernapasan disebut asfiksia

mekanik (perifer). Asfiksia jenis inilah yang paling

sering dijumpai di dalam kasus tindak pidana yang

menyangkut tubuh dan nyawa manusia.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian tentang kematian yang

disebabkan oleh asfiksia di instalasi kedokteran forensik

di RSUP dr. Sardjito.


4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dibuat

rumusan masalah penelitian yaitu

1) Apakah terjadi peningkatan angka kejadian kematian

dengan asfiksia antara tahun 1993 sampai dengan 2013

di DIY – Jawa Tengah?

2) Apakah yang menjadi penyebab dan cara tersering dari

kematian dengan afiksia?

3) Apakah terdapat perbedaan insidensi antara laki laki

dan perempuan?

4) Pada usia berapakah kejadian terbanyak pada kematian

dengan asfiksia?

5) Dimana lokasi terbanyak di DIY - Jawa Tengah dari

kejadian kematian dengan asfiksia?

C. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

1) Untuk mengetahui distribusi kasus kematian dengan

asfiksia di DIY – Jawa Tengah

2) Untuk mengetahui masalah-masalah yang mendasari

kematian dengan asfiksia di DIY – Jawa Tengah

b. Tujuan Khusus
5

1) Untuk menambah wawasan dalam memperluas pemahaman

akan arti penting studi epidemiologi dalam teori dan

praktek.

2) Menerapkan ilmu dan teori-teori kedokteran yang

telah penulis dapat agar memberi manfaat bagi

penulis sendiri khususnya dan masyarakat pada

umumnya.

3) Mengaplikasikan ilmu dan teori-teori yang telah

penulis dapat guna mengedukasi pada masyarakat agar

kematian tidak wajar dengan asfiksia dapat dicegah.

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

1) Dapat digunakan sebagai sumbangan karya ilmiah dalam

perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Memberikan

masukan pemikiran bagi pengembangan ilmu

pengetahuan, khususnya dalam ilmu kedokteran dan

studi epidemiologi yang berkaitan dengan distribusi

kematian dengan asfiksia.

2) Salah satu usaha memperbanyak wawasan dan

pengalaman serta menambah pengetahuan tentang studi

epidemiologi mengenai kematian dengan asfiksia di

DIY – Jawa Tengah.


6

3) Sebagai bahan untuk mengadakan penelitian yang

sejenis berikutnya, disamping itu sebagai pedoman

bagi penelitian yang lain.

4) Menyusun strategi dalam menanggulangi kematian

tidak wajar dengan asfiksia.

b. Manfaat Praktis

1) Memberikan jawaban atas masalah yang menjadi pokok

bahasan dalam penelitian.

2) Untuk mendalami teori–teori yang telah Penulis

peroleh selama menjalani kuliah strata satu di

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada serta

memberikan landasan untuk penelitian lebih lanjut.

E. Keaslian Penelitian

1. Judul penelitian: Distribusi Dan Variasi Sebab

Kematian Hasil Otopsi Forensik Di Instalasi

Kedokteran Forensik Rsup Dr.sardjito

Peneliti: Widagdo, Hendro; dr. R. Soegandhi, Sp.FK

PPDS I Kedokteran Forensik UGM

[Yogyakarta]: Universitas Gadjah Mada, 2000

Metode Penelitian: Retrospektif

Subjek Penelitian: Visum et Repertum Jenazah

Forensik di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP dr.

Sardjito
7

Variabel penelitian: Segala penyebab kematian serta

jenis perlukaan yang tercatat pada Visum et Repertum

periode tahun 1997-1999

Kesimpulan Hasil Penelitian: Lebih dari 90% otopsi

forensic yang dilakukan di Instalasi Kedokteran

Forensik RSUP dr. Sardjito mengungkapkan penyebab

kematian sehingga otopsi forensic masih merupakan

pilihan utama untuk menentukan penyebab kematian.

Penyebab kematian paling banyak adalah perdarahan.

2. Penentuan standard asfiksia sebagai penyebab

kematian di instalasi kedokteran forensik RSUP Dr.

Sardjito tahun 1997-1999

Peneliti: Putra P., I.B.GD. Surya; dr. R. Soegandhi,

Sp.FK

[Yogyakarta]: Universitas Gadjah Mada, 2000

Subjek Penelitian: Data rekam medis di Bagian Ilmu

Kedokteran Kehakiman Fakultas Kedokteran UGM /

Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito

Variabel Penelitian: Kasus-kasus asfiksia yang

dilakukan pemeriksan luar dan pemeriksaan dalam di

istalasi kedokteran forensic RSUP dr. Sardjito,

macam pemeriksaan penunjang yang dilakukan dan

tanda-tanda asfiksia yang ditemukan dalam

pemeriksaan.
8

Kesimpulan Hasil Penelitian: Telah di lakukan

penelitian penentuan standard penegakkan asfiksia

sebagai penyebab kematian di Instalasi Kedokteran

Forensik RSUP dr. Sardjito selama tahun 1997-1999

dengan hasil terdapat 32 kasus asfiksia yang tiap

tahun rata-rata hampir sama. Cara kematian yang

paling banyak adalah karena kekerasan tumpul di

leher yaitu sebanyak 12 kasus (37,5%)

Anda mungkin juga menyukai