PENDAHULUAHAN
Latar Belakang
Kurang kalori protein (KKP) merupakan salah satu masalah gizi masyarakat
yang utama diIndonesia. Upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat telah
dilaksanakan melalui berbagai program perbaikan gizi oleh Departemen Kesehatan
bekerja sama dengan masyarakat. Namun, dilihat dari contoh kasus kurang gizi di
Indonesia, masih banyak anak-anak yang menderita penyakit akibat KKP yang
sangat memprihatinkan, salah satunya adalah marasmus. Hal ini dapat dipahami
karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk,
adanya infeksi, konsumsi kalori yang tidak memadai yang mengakibatkan
kekurangan protein dan mikronutrisi, cedera atau penyakit menahun, dan higiene
yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun, serta terjadinya krisis
ekonomi di lndonesia. Dengan alasan itulah, maka dalam makalah ini akan dibahas
tentang hal – hal yang berhubungan dengan marasmus.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Marasmus
Marasmus berasal dari kata Yunani yang berarti kurus-kering. Sebaliknya walau asupan
protein sangat kurang, tetapi si anak masih menerima asupan hidrat arang (misalnya nasi
ataupun sumber energi lainnya). Marasmus disebabkan karena kurang kalori yang
berlebihan, sehingga membuat cadangan makanan yang tersimpan dalam tubuh terpaksa
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan yang sangat diperlukan untuk kelangsungan
hidup. Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan
kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan
mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649)
Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein.
(Suriadi, 2001:196). Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah
dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola
penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori.
(Nelson). Marasmus merupakan keadaan dimana seorang anak mengalami defisiensi energi
dan protein. Umumnya kondisi ini dialami masyarakat yang menderita kelaparan. Gizi buruk
tipe marasmus adalah suatu keadaan dimana pemberian makanan tidak cukup atau higiene
jelek yang menyebabkan defisiensi karbohidrat.
3. Etiologi Marasmus
1. Pola makan Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk
tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak
semua makanan mengandung protein/asam amino yang memadai. Diet yang kurang energi
juga dapat mengakibatkan terjadinya marasmus.
2. Kepadatan penduduk Mc Laren (1982) memperkirakan bahwa, marasmus terdapat dalam
jumlah yang banyak akibat suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan higiene yang
buruk.
3. Faktor sosial Keadaan sosial yang tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk
menggunakan bahan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-temurun dapat menjadi
hal yang menyebabkan terjadinya marasmus.
4. Factor pendidikan Kurang adanya pengetahuan tentang pentingnya gizi dikalangan
masyarakat yang pendidikannya relative rendah.
5. Faktor ekonomi Kemiskinan keluarga, penghasilan yang rendah yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan dan ketidakmampuan dalam membeli bahan makanan berakibat pada
keseimbangan nutrisi anak yang tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat
mencukupi kebutuhan proteinnya.
6. Faktor infeksi dan penyakit lain Terdapat interaksi sinergis antara MEP (Malnutrisi energi
protein) dan infeksi.
Pencegahan Marasmus
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya marasmus pada anak, antara lain sebagai berikut
:
1. Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak
mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan
tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2. Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak,
vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total
kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu.
Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera
konsultasikan hal itu ke dokter.
4. Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas
pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.
5. Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi
dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan
setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak.
Penatalaksanaan Marasmus
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi
protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat
jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik. Sedangkan,
penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu
mendapat perawatan di rumah sakit. Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit berupa
10 langkah penting yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemia Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila <
35°C, atau suhu rektal 35,5°C). Bila kadar gula darah di bawah 50 mg/dl, maka berikan:
a. 50 ml bolus glukosa 10% atau larutan sukrosa (1 sendok teh gula dalam 5 sendok makan
air) secara oral atau sonde/pipa nasogastrik.
b. Berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan ¼ bagian dari
jatah untuk 2 jam).
c. Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam.
2. Atasi/cegah hipotermia Bila suhu rektal < 35,5°C, hangatkan anak dengan pakaian atau
selimut, atau letakkan dekat lampu atau pemanas. Suhu diperiksa sampai mencapai >
36,5°C.
3. Atasi/cegah dehidrasi Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap
setengah jam sekali. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan
memberikan minum anak 5 ml/kgBB setiap 30 menit cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP.
Jika tidak ada cairan khusus untuk anak dengan KEP berat dapat menggunakan oralit. Jika
anak tidak dapat minum maka dilakukan rehidrasi intravena dengan cairan Ringer
Laktat/Glukosa 5% dan NaCl 0,9%.
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit Pada semua KEP berat terjadi gangguan
keseimbangan elektrolit diantaranya:
a. Kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar natrium plasma rendah.
b. Defisiensi kalium dan magnesium. Ketidakseimbangan ini diterapi dengan memberikan:
K 2 – 4 meq/kgBB/hari (150 – 300 mg KCL/kgBB/hari). Mg 0,3 – 0,6 meq/kgBB/hari (7,5 –
15 MgCl2/kgBB/hari).
Pemeriksaan Fisik
1. Mengukur TB dan BB
2. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB
(dalam meter)
3. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep)
ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur,
biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit
banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada
laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
4. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah
otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
5. Konsep Asuhan Keperawatan Marasmus
Pengkajian
1. Identitas
Identitas pasien, umur, jenis kelamin, alamat, No.Reg, Diagnosa Medis, identitas
penanggung jawab, Tanggal masuk rumah sakit dll.
Riwayat kesehatan
2. Keluhan utama
Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat
badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain
yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah masuk Rs karena alergi, Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post
natal, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-
kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual,
interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan
kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif lama).
4. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur
dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang
penyakit pasien dan lain-lain.
5. Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur
dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang
penyakit pasien dan lain-lain.Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to
too yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan
wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.