A. DEFINISI
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitikdimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembluh darah sehingga umur
erirosit menjadi pendek ( kurang dari 100 hari ) Akibatnya penderita
thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka
pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi
berulang..
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi
thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan menjadi
thalasemia mayor dan minor ( Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran,
2000 : 497 )
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang
membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin
sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi
yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting
untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang
membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin
berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh
pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara
normal.
Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang
merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari
keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin. Thalasemia
adalah penyakit yang sifatnya diturunkan. Penyakit ini, merupakan
penyakit kelainan pembentukan sel darah merah.
B. ETIOLOGI
Ketidakseimbangan dalam rantai
protein globin alfa dan beta, yang
diperlukan dalam pembentukan
hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan. Untuk menderita
penyakit ini, seseorang harus memiliki 2
gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1
gen yang diturunkan, maka orang tersebut
hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari
penyakit ini.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target,
anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit,
polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly,
poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari
jenis asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3. Pemeriksaan khusus :
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar
Hb F.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari
Hb total).
4. Pemeriksaan lain :
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis,
diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum
tulang sehingga trabekula tampak jelas.
G. FOKUS PENGKAJIAN
1. Pengkajian fisik
a. melakukan pemeriksaan fisik
b. kaji riwayat kesehatan, terutama yang berkaitan dengan anemia
(pucat, lemah, sesak, nafas cepat, hipoksia, nyeri tulang, dan
dada, menurunnya aktivitas, anorexia, epistaksis berlang )
c. Kaji riwayat penyakit dalam keluarga.
2. Pengkajian umum
a. Pertumbuhan yang terhambat
b. Anemia kronik
c. Kematangan sexual yang tertunda.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1. Perubahan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen selular yang
penting untuk menghantakan oksigen murni ke sel.
2. Intoleransi aktivitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian
dan suplay oksigen.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang selera
makan.
4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan sirkulasi dan neurologis.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tak
adekuat: penurunan Hb, leukopeni atau penurunan granulosit.
6. Kurangnya pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan
tidak mengenal sumber informasi.
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan b.d berkurangnya komponen selular yang
penting untuk menghantakan oksigen murni ke sel.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi
jaringan baik dengan KH:
- Tidak terjadi palpitasi
- Kulit tidak pucat
- Membrane mukosa lembab
a. Awasi vital sign, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane
mukosa
R : Memberikan informasi tentang drajat/keadekuatan perfusi
jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi
b. Tinggikian kepala tempat tidur sesuai toleransi
R : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi
untuk kebutuhan seluler
c. Selidiki adanya keluhan nyeri dada, palpitasi
R : Perubahan dapat menunjukan peningkatan sel
sabit/penurunan sirkulasi dengan keterlibatan organ lebih lanjut
d. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi
gangguan memori, bingung
R : Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena
hipoksia/defisiensi vit. B12
e. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan
tubuh hangat sesuai indikasi
R : Vasokonstriksi menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan
pasien/kebutuhan rasa hangat harus seiombang dengan
kebutuhan unhtuki menghindari panas berlebihan pencetus
vasodilatsi
f. Kolaborasi pemeriksaan h hmt, agd, dll
R : Mengindikasikan defisiensi dan kebutuhan pengobatan /
resppon terhadap terapi
g. Kolaborasi dalam pemberian transfuse dan Awasi ketat untuk
terjadinya komplikasi trasfusi
R : menigkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki
deisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan
DAFTAR PUSTAKA