PENDAHULUAN
2.1. Wanprestasi
2.1.1. Pengertian Wanprestasi Menurut Hukum Perdata
Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi
buruk. Wanprestasi adalah suatu sikap dimana seseorang tidak memenuhi atau
lalai melaksanakan kewajiban sebagai mana yang telah ditentukan dalam
perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur.1
Menurut J Satrio, wanprestasi adalah suatu keadaan di mana debitur tidak
memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan
kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya.
Yahya Harahap mendefinisikan wanprestasi sebagai pelaksanaan
kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut
selayaknya. Sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk
memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan
adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut
pembatalan perjanjian. Sebagaimana tertulis dalam keputusan Mahkamah
Agung tangal 21 Mei 1973 No. 70HK/Sip/1972: “Apabila salah satu pihak
melakukan wanprestasi karena tidak melaksanakan pembayaran barang yang
dibeli, pihak yang dirugikan dapat menuntut pembatalan jual-beli.”
2.1.2. Ruang Lingkup Wanprestasi dalam KUH Perdata2
1. Bentuk-bentuk wanprestasi:
a. Debitur tidak melaksanakan prestasi sama sekali
b. Debitur berprestasi tetapi tidak tepat waktu
c. Debitur berprestasi tetapi tidak sesuai atau keliru
2. Tata cara menyatakan debitur wanprestasi:
a. Sommatie: Peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara resmi
melalui Pengadilan Negeri.
1
Abdul R Saliman, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 15
2
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, (Jakarta: Putra Abadin, 1999), cet. Ke-6. hal.18
3
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), cet. Ke-1, hal. 120-121
4
Subekti, KUH Perdata, (Jakarta: PT. AKA, 2004), cet. Ke-34, hlm. 324
5
Subekti, KUH Perdata, (Jakarta: PT. AKA, 2004), cet. Ke-34, hlm. 324
6
Subekti, KUH Perdata, (Jakarta: PT. AKA, 2004), cet. Ke-34, hlm. 325
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uraian di atas, maka dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
Jika nasabah wanprestasi tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam hal
angsuran dan atau pelunasan kredit, maka objek jaminan akan dijual, dan uang
hasil penjualan digunakan untuk melunasi hutang debitur.
Sebaiknya untuk mencegah adanya wanprestasi, mungkin ada baiknya
terlebih dahulu melakukan penelitian atau yang lebih dikenal OTS (On The
Spot) terhadap jaminan debitur. Apakah benar debitur mampu menyelesaikan
kredit tersebut. Hal ini untuk mengurangi adanya kredit macet yang banyak
terjadi pada saat-saat sekarang ini.
Dalam pembuatan perjanjian kredit, Pihak kreditur dapat melibatkan
Notaris, dan tidak hanya membuat perjanjian / akta dibawah tangan yang
berakibat merugikan pihak kreditur itu sendiri. Dan Perjanjian kredit tersebut
harus dijelaskan terlebih dahulu kepada pihak debitur dari segala sisi hukum
yang ada dalam perjanjian kredit tersebut, agar debitur memahami hak dan
kewajibannya serta akibat hukumnya.