Anda di halaman 1dari 10

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sabun Transparan

SNI (1994) menjelaskan bahwa sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan
mereaksikan secara kimia antara basa natrium atau basa kalium dan asam lemak yang berasal
dari minyak nabati atau lemak hewani yang umumnya ditambahkan zat pewangi atau
antiseptik yang digunakan untuk membersihkan tubuh manusia dan tidak membahayakan
kesehatan. Sabun yang dibuat dari NaOH dikenal dengan sebutan sabun keras (hard soap),
sedangkan sabun yang dibuat dari KOH dikenal dengan sebutan sabun lunak (soft soap).
Sabun yang berkualitas baik harus memiliki daya detergensi yang tinggi, dapat diaplikasikan
pada berbagai jenis bahan dan tetap efektif walaupun digunakan pada suhu dan tingkat
kesadahan air yang berbeda-beda (Shrivastava, 1982).
Hill (2005) menyatakan bahwa sabun batangan yang ideal harus memiliki kekerasan
yang cukup untuk memaksimalkan pemakaian (user cycles) dan ketahanan yang cukup
terhadap penyerapan air (water reabsorption) ketika tidak sedang digunakan, sementara pada
saat yang sama juga mampu menghasilkan busa dalam jumlah yang cukup untuk mendukung
daya bersihnya.
Sabun dapat dibuat melalui dua proses, yaitu saponifikasi dan netralisasi. Proses
saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi
terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali. Pada proses saponifikasi akan diperoleh
produk samping yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak menghasilkan gliserol
(Spitz, 1996). Proses saponifikasi terjadi pada suhu 80-100oC. Reaksi kimia pada proses
saponifikasi adalah sebagai berikut.

Reaksi kimia proses netralisasi asam lemak adalah sebagai berikut.

Sabun adalah garam alkali karboksilat (RCOONa) dimana gugus R bersifat hidrofobik
karena bersifat nonpolar dan COONa bersifat hidrofilik karena bersifat polar. Molekul sabun
terdiri dari bagian kepala yang disebut gugus hidrofilik dan bagian ekor yang disebut gugus
hidrofobik. Gambar molekul sabun dapat dilihat pada Gambar 1.

2
Gambar 1. Molekul Sabun

Kotoran yang menempel pada kulit umumnya berupa minyak. Debu akan menempel
pada kulit karena adanya minyak tersebut. Kotoran tersebut dapat menghambat fungsi kulit.
Air saja tidak dapat membersihkan
membersihkan kotoran yang menempel di kulit sehingga diperlukan
adanya suatu bahan yang dapat mengangkat kotoran yang menempel tersebut. Sabun
merupakan surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan air dan berfungsi sebagai
pembersih. Molekul sabun tersusun
tersusun dari gugus alkil yang bersifat nonpolar dan ion karboksilat
yang bersifat polar. Bagian nonpolar akan larut dalam minyak, sedangkan bagian polar akan
larut dalam air. Prinsip tersebut menyebabkan sabun memiliki daya pembersih. Ketika mandi
dengan menggunakan sabun, gugus nonpolar dari sabun akan menempel pada kotoran dan
bagian polarnya akan menempel pada air. Hal ini akan mengakibatkan tegangan permukaan
air akan semakin berkurang, sehingga air akan mudah menarik kotoran dari kulit seperti
terlihat pada Gambar2.

Keterangan : A = hidrofilik (polar)


B = hidrofobik (nonpolar)
C = kotoran (lemak)
D = molekul air
Gambar 2. Mekanisme Kerja Sabun sebagai Pembersih

Kirk et al. (1954) menyatakan bahwa sabun adalah bahan yang digunakan untuk
mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama, yaitu asam lemak dengan rantai
karbon C12-C18 dan sodium atau potasium. Sabun batangan terbagi menjadi tiga, yaitu cold
made, opaque, dan transparan. Sabun cold made dapat berbusa dengan baik dalam air yang
mengandung garam (air sadah). Sabun opaque adalah sabun mandi biasa yang berbentuk
batang dan penampakannya tidak transparan, sementara sabun transparan memiliki
penampakan yang transparan dan menarik serta mampu menghasilkan busa yang lembut di
kulit.
Menurut Cavitch (2001), sabun transparan merupakan sabun yang memiliki tingkat
transparansi paling tinggi. Sabun transparan mampu meneruskan cahaya yang disebarkan

3
dalam bentuk pertikel-partikel kecil, sehingga obyek yang berada di balik sabun dapat terlihat
dengan jelas hingga jarak 6 cm.
Sabun transparan adalah jenis sabun yang digunakan untuk wajah dan tubuh yang dapat
menghasilkan busa yang lebih lembut di kulit dan penampakannya lebih berkilau jika
dibandingkan dengan jenis sabun yang lain (Hambali et al., 2005).
Proses pembuatan sabun transparan telah dikenal sejak lama. Produk sabun transparan
yang cukup dikenal adalah pears transparent soap. Sama halnya dengan sabun mandi biasa,
sabun transparan juga merupakan reaksi hasil penyabunan antara asam lemak dan basa kuat,
yang membedakan hanya penampilan yang transparan (Mitsui, 1997).
Sabun transparan dapat dihasilkan dengan beberapa cara berbeda. Salah satu metode
tertua adalah dengan cara melarutkan sabun dalam alkohol dengan pemanasan lembut untuk
membuat larutan jernih yang kemudian diberi pewangi dan pewarna. Warna dari sabun
batangan akhir tergantung pada pilihan bahan awal dan bila tidak digunakan sabun yang
berkualitas baik, maka kemungkinan produk akhir akan berwarna sangat kuning (Williams
dan Schmitt, 2002).
Proses tradisional pembuatan sabun transparan mencakup penghilangan sebagian
alkohol melalui destilasi dan pencetakan sabun dari sabun cair menjadi blok. Blok tersebut
dibiarkan hingga tiga bulan sebelum dicetak dan dikemas ke dalam penampilan akhirnya.
Proses ini merupakan proses yang mahal. Kini telah dikembangkan metode yang lebih murah
dengan menggunakan minyak nabati dengan penambahan transparent agents seperti sukrosa
(gula). Metode ini memungkinkan untuk membuat sabun transparan langsung dari bahan baku
penyusunnya tanpa harus melakukan prapersiapan sabun sebagai tahap perantara dalam
proses.

2.2 Asam Lemak

Asam lemak merupakan asam karboksilat yang berantai panjang yang dapat bersifat
jenuh atau tidak jenuh, dengan panjang rantai berbeda-beda tetapi bukan siklik atau
bercabang. Asam-asam lemak dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh
dan asam lemak tak jenuh. Penggolongan tersebut berdasarkan perbedaan bobot molekul dan
derajat ketidakjenuhannya (Winarno, 1997).
Menurut Cavitch (2001), setiap asam lemak memberikan sifat yang berbeda pada sabun
yang dihasilkan. Sabun yang dihasilkan dari asam lemak dengan bobot molekul kecil akan
lebih lunak daripada sabun yang dibuat dari asam lemak dengan bobot molekul besar. Asam
lemak yang digunakan dalam pembuatan sabun adalah yang memiliki rantai karbon berjumlah
12-18 (C12-C18). Asam lemak dengan rantai karbon kurang dari 12 tidak memiliki efek sabun
(soapy effect) dan asam dapat menimbulkan iritasi pada kulit, sementara asam lemak dengan
rantai karbon lebih dari 20 memiliki kelarutan yang sangat rendah. Asam lemak dengan rantai
karbon 12-14 memberikan fungsi yang baik untuk pembusaan sementara asam lemak dengan
rantai karbon 16-18 baik untuk kekerasan dan daya detergensi (Cavitch, 2001). Dalam Tabel 1
dapat dilihat jenis-jenis asam lemak dan pengaruhnya terhadap karakteristik sabun.

4
Tabel 1. Pengaruh Jenis Asam Lemak terhadap Karakteristik Sabun
Asam Lemak Karakteristik Sabun
Keras (konsistensi tinggi), daya detergensi (kemampuan
Asam laurat (C12H24O2) membersihkan) tinggi, kelarutan tinggi dan menghasilkan busa
yang lembut
Asam linoleat (C18H32O2) Melembabkan kulit
Keras, daya detergensi tinggi dan menghasilkan busa yang
Asam miristat (C14H28O2)
lembut
Asam oleat (C18H34O2) Melembabkan kulit
Asam palmitat (C16H32O2) Keras dan menghasilkan busa yang stabil
Asam risinoleat (C18H34O2) Melembabkan kulit, menghasilkan busa yang stabil dan lembut
Asam stearat (C18H36O2) Keras dan menghasilkan busa yang stabil

Sumber : Cavitch (2001)

Secara umum dapat dikatakan bahwa penggunaan asam lemak yang memiliki rantai
panjang, khususnya C16 dan C18, akan menghasilkan sabun dengan struktur yang lebih kompak
dan dapat mencegah atau memperlambat disintegrasi sabun saat terpapar oleh air. Asam-asam
lemak dengan rantai pendek, misalnya asam laurat dan asam-asam lemak lain yang memiliki
kelarutan tinggi, berperan dalam kemampuan sabun untuk menghasilkan busa.
Asam-asam lemak merupakan komponen utama penyusun lemak atau minyak.
Karakteristik suatu sabun sangat dipengaruhi oleh karakteristik minyak yang dipakai. Tiap-
tiap minyak memiliki jenis asam lemak yang dominan. Asam-asam lemak inilah yang
nantinya akan menentukan karakteristik dari sabun yang dihasilkan. Pada Tabel 2 disajikan
pengaruh beberapa jenis minyak nabati terhadap karakteristik sabun.

Tabel 2. Pengaruh Jenis Minyak terhadap Karakteristik Sabun


Karakteristik Sabun
Jenis Minyak
Konsistensi Sifat Pembusaan Daya Detergensi
Minyak Kelapa Keras dan rapuh Cepat berbusa Sangat bagus dalam air hangat dan dingin
RBDPO Keras dan rapuh Cepat berbusa Sangat bagus dalam air hangat dan dingin
Minyak jarak Lunak Sedikit berbusa Cukup

Sumber : Shrivastava (1982)

Sabun dengan sifat yang lengkap dan ideal dapat diperoleh dengan melakukan
pencampuran minyak sehingga asam lemak pada campuran tersebut menjadi lengkap dan
kombinasinya seimbang sehingga memberikan semua sifat yang diinginkan dalam sabun.

2.3 Minyak Nabati

Minyak nabati berfungsi sebagai sumber asam lemak. Setiap jenis minyak
menghasilkan karakteristik sabun yang berbeda-beda.

5
2.3.1 Minyak Kelapa

Menurut Woodroof (1979), minyak kelapa diperoleh sebagai hasil ekstraksi kopra atau
daging buah kelapa segar. Daging kelapa segar mengandung 35-50% minyak dan jika
dikeringkan (dijadikan kopra), kadar minyaknya akan naik menjadi 63-65%. Asam-asam
lemak dominan yang menyusun minyak kelapa adalah laurat dan miristat, yang merupakan
asam-asam lemak berbobot molekul rendah, sedangkan menurut Ketaren (1986), minyak
kelapa memiliki sekitar 90% kandungan asam lemak jenuh.
Shrivastava (1982) menyatakan bahwa minyak kelapa memiliki sifat mudah
tersaponifikasi (tersabunkan) dan cenderung mudah menjadi tengik (rancid). Shrivastava
(1982) juga menyatakan bahwa minyak kelapa sebagai salah satu jenis minyak dengan
kandungan asam lemak yang paling kompleks. Sifat fisikokimia minyak kelapa dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Sifat Fisikokimia Minyak Kelapa
Karakteristik Nilai
Specific gravity, 15oC 0.931
Bilangan Iod 7.5 – 10.5
Bilangan Penyabunan 250 – 280
Titik Leleh (oC) 20 – 25

Sumber : Woodroof (1979), Shrivastava (1982), Ketaren (1986)

Asam lemak yang paling dominan dalam minyak kelapa adalah asam laurat
(HC12H23O2). Asam laurat sangat diperlukan dalam pembuatan sabun karena asam laurat
mampu memberikan sifat pembusaan yang sangat baik untuk produk sabun.
Asam-asam lemak yang lain yang terdapat dalam minyak kelapa adalah asam kaproat
(HC16H11O), kaprilat (HC8H15O2) dan kaprat (HC10H19O2). Semua asam lemak tersebut dapat
larut dalam air dan bersifat mudah menguap jika didestilasi dengan menggunakan air atau uap
panas. Komposisi asam lemak minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Kelapa


Asam Lemak Jumlah (%)
Asam Lemak Jenuh
Laurat (C12H24O2) 44 – 52
Miristat (C14H28O2) 13 – 19
Palmitat (C16H32O2) 7.5 – 10.5
Kaprilat (C8H16O2) 5.5 – 9.5
Kaprat (C10H20O2) 4.5 – 9.5
Stearat (C18H36O2) 1–3
Kaproat (C6H12O2) 0 – 0.8
Arachidat (C20H40O2) 0 – 0.04
Asam Lemak Tak Jenuh
Oleat (C18H34O2) 5–8
Linoleat (C18H32O2) 1.5 – 2.5
Palmitoleat (C16H30O2) 0 – 1.3

Sumber :Thieme (1968)

6
Asam laurat merupakan asam lemak jenuh yang memiliki sifat pembusaan yang baik
dan sering digunakan dalam formulasi sabun. Penggunaan asam laurat sebagai bahan baku
akan menghasilkan sabun dengan kelarutan yang tinggi dan karakteristik busa yang baik.
Minyak kelapa yang belum dimurnikan mengandung sejumlah kecil komponen bukan
minyak, misalnya fosfatida, gum sterol (0.06-0.08%), tokoferol (0.003%) dan asam lemak
bebas (kurang dari 5%). Sterol yang terdapat dalam minyak nabati disebut fitosterol. Sterol
bersifat tidak berwarna, tidak berbau, stabil dan berfungsi sebagai penstabil dalam minyak.
Persenyawaan tokoferol bersifat tidak dapat disabunkan dan berfungsi sebagai antioksidan
(Ketaren, 1986).

2.3.2 RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)

Buah kelapa sawit terdiri atas 80% perikarp dan 20% daging buah yang dilapisi kulit
tipis. Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40% (Ketaren, 1986). Patterson (1992)
menyatakan bahwa minyak kelapa sawit hasil pengepresan (crude palm oil) sebelum diolah
lebih lanjut harus mengalami proses pemurnian, yaitu degumming, netralisasi, pemucatan
(bleaching) dan penghilangan bau (deodorization). Minyak yang dihasilkan dari proses
pemurnian ini disebut refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) yang belum dipisahkan
fraksi padat dan fraksi cairnya. Jenis minyak ini biasanya digunakan sebagai bahan baku
dalam industri minyak goreng, margarin, shortening, dan berbagai industri turunan lainnya.
Menurut Departemen Pertanian (2008), proses pemurnian RBDPO dapat menghasilkan
73% olein, 21% stearin, 5% palm fatty acid distillate (PFAD), dan 0.5% bahan lainnya. Sifat
fisikokimia RBDPO dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sifat Fisikokimia RBDPO


Karakteristik Nilai

Bobot Jenis, 25oC 0.90

Indeks Bias, 40oC 1.16 – 1.46

Bilangan Iod 48 – 56

Bilangan Penyabunan 196 – 205

Sumber : Luthana (2008)

Menurut Cavitch (2001) sabun yang terbuat dari RBDPO merupakan sabun yang
memiliki tingkat kekerasan yang sangat tinggi. Kekerasan sabun sangat dipengaruhi oleh
adanya asam lemak jenuh dalam sabun. Semakin banyak jumlah asam lemak jenuh dalam
sabun, maka sabun akan menjadi semakin keras.
Stabilitas emulsi sabun yang terbuat dari RBDPO juga sangat tinggi (Yunita, 2009).
Menurut Suryani et al. (2002), jumlah asam lemak mempengaruhi tingkat kestabilan emulsi
serta berperan dalam menjaga konsistensi sabun. Komposisi asam lemak dalam olein kelapa
sawit dapat dilihat pada Tabel 6.

7
Tabel 6. Komposisi Kimia Asam Lemak dalam Olein Sawit
Asam Lemak Jumlah (%)
Asam Lemak Jenuh
Palmitat (C16H32O2) 37.9 – 41.7
Stearat (C18H36O2) 4.0 – 4.8
Miristat (C14H28O2) 0.9 – 1.5
Laurat (C12H24O2) 0.1 – 0.5
Asam Lemak Tak Jenuh
Oleat (C18H34O2) 40.7 – 43.9
Linoleat (C18H32O2) 10.4 – 13.4
Linolenat (C18H30O2) 0.1 – 0.5

Sumber : Departemen Pertanian (2008)

2.3.3 Minyak jarak (Castor Oil)

Menurut Shrivastava (1982), minyak jarak diperoleh dari biji tanaman jarak (Ricinus
communis L.) dan memiliki sifat mudah tersaponifikasi. Biji jarak mengandung 50-55%
minyak (Klemczynska et al., 2006). Minyak jarak mempunyai rasa asam dan dapat dibedakan
dengan trigliserida lainnya karena bobot jenis, kekentalan, bilangan asetil dan kelarutan dalam
alkohol yang nilainya relatif tinggi. Minyak jarak larut dalam etil alkohol 95% pada suhu
kamar, dalam pelarut organik yang polar dan sedikit larut dalam golongan hidrokarbon
alifatis. Nilai kelarutan minyak jarak dalam petroleum eter relatif rendah (Ketaren, 1986).
Sifat fisikokimia minyak jarak tersaji dalam Tabel 7.

Tabel 7. Sifat Fisikokimia Minyak Jarak


Karakteristik Nilai

Bobot jenis, 20oC 0.96 – 0.96

Specific gravity 0.96 – 0.97

Indeks bias, 40oC 1.48 – 1.48

Bilangan Iod 82 – 88

Bilangan Penyabunan 176 – 181

Bilangan Tak Tersabunkan 0.70

Bilangan Asam 0.40 – 4.00

Bilangan Asetil 145 – 154

Titik Api (oC) 322

Sumber : Bailey (1950), Shrivastava (1982)

Tidak seperti minyak lain, minyak jarak tidak mudah teroksidasi, kecuali jika terpapar
pada suhu tinggi (Klemczynska et al., 2006). Shrivastava (1982) menyebutkan bahwa minyak

8
jarak termasuk dalam golongan soft oil dan banyak mengandung asam oleat, linoleat dan
linolenat. Kandungan tokoferol dalam minyak jarak relatif kecil (0.05%) dan kandungan asam
lemak esensial minyak jarak sangat rendah. Ini menyebabkan minyak jarak sangat berbeda
dengan minyak nabati yang lain (Ketaren, 1986). Komposisi asam lemak minyak jarak
disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak jarak


Asam Lemak Jumlah (%)
Asam Lemak Jenuh
Stearat (C18H36O2) 0.5 – 2
Asam Lemak Tak Jenuh
Risinoleat (C18H34O2) 86
Oleat (C18H34O2) 85
Linoleat (C18H32O2) 3.5

Sumber : Bailey (1950)

Sabun yang dibuat dari minyak jarak memiliki kelarutan yang tinggi dan penampakan
yang sangat jernih. Menurut Shrivastava (1982), sabun yang dibuat dari minyak jarak
memiliki transparansi yang sangat bagus, tetapi terasa lengket (sticky) dan wanginya cepat
hilang. Jika dalam formula sabun ditambahkan pewangi maka wangi pewangi tersebut akan
hilang dalam selang waktu tertentu. Williams dan Schmitt (2002) menyatakan bahwa sabun
transparan yang terbuat dari minyak jarak akan berwarna kuning sehingga dapat menghambat
proses pewarnaan pada sabun.
Menurut Puspito (2008), minyak jarak termasuk kategori superfatting oil. Minyak yang
termasuk dalam golongan ini memiliki nilai lebih, yaitu dapat melembabkan dan melembutkan
kulit. Contoh yang lain adalah minyak almon, lemak coklat (cocoa butter) dan minyak
alpukat.
Puspito (2008) juga menyatakan bahwa sabun yang dibuat dengan penambahan minyak
jarak akan menghasilkan busa yang lembut (creamy). Minyak jarak dalam sabun juga
berfungsi sebagai emmolient (penghalus dan pelembut kulit). Klemczynska et al. (2006)
menyebutkan bahwa minyak jarak banyak digunakan dalam kosmetik dan produk-produk
sejenis karena sifatnya non-komedogenik (tidak memperburuk kondisi kulit dan tidak
merangsang timbulnya jerawat).

2.4 Komponen Lain Pembentuk Sabun Transparan

Sabun tersusun atas komponen-komponen minyak dan bukan minyak. Menurut


Shrivastava (1982), sabun yang bagus harus mengandung lebih dari satu macam komponen
bukan minyak (non-oil substances). Hill (2005) menyatakan bahwa bahan aditif dapat
ditambahkan dalam jumlah normal, misalnya overgreasing agents (1-3%), penstabil
(antioksidan, complexing agents) (0.05-0.5%), pewangi (0.5-3%), pewarna (0.05-0.3%), dan
skin protection agents seperti sorbitol atau gliserin (1-5%).
Struktur transparan pada sabun dapat dibentuk dengan menambahkan transparent agent
seperti gliserin, sukrosa dan alkohol dalam formulasi pembuatan sabun transparan. Selain itu,

9
penambahan propilen glikol, sorbitol, polietilen glikol, surfaktan amfoterik dan surfaktan
anionik dapat juga ditambahkan sebagai transparent agent agar melengkapi fungsi yang sama
dengan gliserin (Mitsui, 1997).
Berikut adalah penjelasan mengenai komponen lain yang digunakan dalam formulasi
sabun transparan :

2.4.1 Asam Stearat (C18H36O2)

Asam stearat adalah jenis asam lemak dengan rantai hidrokarbon yang panjang,
mengandung gugus karboksil di salah satu ujungnya dan gugus metil di ujung yang lain. Asam
stearat memiliki 18 atom karbon dan merupakan asam lemak jenuh karena tidak memiliki
ikatan rangkap di antara atom karbonnya. Menurut (Mitsui, 1997), asam stearat sering
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan krim dan sabun. Asam stearat berbentuk padatan
berwarna putih kekuningan dan berperan dalam memberikan konsistensi dan kekerasan pada
sabun.

2.4.2 Natrium Hidroksida (NaOH)

Natrium hidroksida adalah senyawa alkali berbentuk butiran padat berwarna putih dan
memiliki sifat higroskopis, serta reaksinya dengan asam lemak menghasilkan sabun dan
gliserol. NaOH sering digunakan dalam industri pembuatan hard soap. NaOH merupakan
salah satu jenis alkali (basa) kuat yang bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan
organik yang halus. Menurut Departemen Perindustrian (1984), banyaknya alkali yang akan
digunakan dalam pembuatan sabun transparan dapat ditentukan dengan melihat besarnya
bilangan penyabunan.

2.4.3 Dietanolamida (C4H11NO2)

Dietanolamida (DEA) adalah surfaktan nonionik yang dihasilkan dari minyak atau
lemak. Dalam sediaan kosmetika, DEA berfungsi sebagai surfaktan dan zat penstabil busa.
Surfaktan adalah senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang berfungsi untuk
menyatukan fasa minyak dengan fasa air. Suryani et al. (2002), menyatakan bahwa
dietanolamida dapat meningkatkan tekstur kasar busa serta dapat mencegah proses
penghilangan minyak secara berlebihan pada kulit dan rambut.
Menurut Williams dan Schmitt (2002), dietanolamida berbasis minyak kelapa
merupakan dietanolamida yang paling umum digunakan, walaupun efek pengentalannya
berkurang jika ditambahkan gliserol. Harga dietanolamida juga relatif murah dan lebih mudah
ditangani dibanding senyawa amida murni lain yang berbasis metil ester.

2.4.4 Gliserin (C3H8O3)

Gliserin merupakan produk samping pemecahan minyak atau lemak untuk


menghasilkan asam lemak. Gliserin diperoleh sebagai hasil samping pembuatan sabun dari
berbagai asam lemak, berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa agak manis.
Kegunaan gliserin berubah-ubah sesuai dengan produknya. Pada pembuatan sabun transparan,

10
gliserin berfungsi untuk menghasilkan penampakan yang transparan dan memberikan
kelembaban pada kulit (humektan).
Humektan (moisturizer) adalah skin conditioning agents yang dapat meningkatkan
kelembaban kulit. Menurut Mitsui (1997), gliserin telah digunakan sejak lama sebagai
humektan karena gliserin merupakan komponen higroskopis yang dapat mengikat air dan
mengurangi jumlah air yang meninggalkan kulit. Efektifitas gliserin tergantung pada
kelembaban lingkungan di sekitarnya. Humektan contohnya gliserin dan propilen glikol, dapat
melembabkan kulit pada kondisi kelembaban tinggi. Mitsui (1997) juga menyatakan bahwa
gliserin dengan konsentrasi 10% dapat meningkatkan kehalusan dan kelembutan kulit.

2.4.5 Natrium Klorida (NaCl)

Natrium klorida merupakan bahan berbentuk butiran kristal kubik berwarna putih dan
bersifat higroskopis rendah. NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun
transparan karena berfungsi sebagai elektrolit dan turut berperan dalam pembentukan busa.
Untuk menghasilkan sabun berkualitas tinggi, NaCl yang digunakan harus bebas dari unsur
besi, kalsium dan magnesium (Shrivastava, 1982).
Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu
tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya
berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl juga digunakan untuk memisahkan
produk sabun dan gliserol. Gliserol tidak mengalami pengendapan dalam brine karena
kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap.

2.4.6 Etanol (C2H5OH)

Etanol berfungsi sebagai pelarut dalam pembuatan sabun transparan karena sifatnya
yang mudah larut dalam air dan lemak sehingga akan menghasilkan sabun dengan kelarutan
yang tinggi (Puspito, 2008). Selain itu, etanol juga berfungsi untuk membentuk tekstur
transparan sabun (Shrivastava, 1982).

2.4.7 Sukrosa (C12H22O11)

Menurut Mitsui (1997) glukosa atau sukrosa berfungsi sebagai transparent agent dan
humektan. Glukosa merupakan monosakarida dengan enam atom C, sedangkan sukrosa
merupakan penggabungan molekul-molekul glukosa dan fruktosa.

2.4.8 Air

Air merupakan pelarut yang bersifat polar dan tidak dapat bercampur dengan fraksi
lemak. Menurut Winarno (1997), sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang
berikatan kovalen dengan dua atom hidrogen.

11

Anda mungkin juga menyukai