Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian PPOK
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah keadaan penyakit
yang ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversible. Keterbatasan aliran udara ini biasanya progresif dan
berhubungan dengan respon peradangan yang abnormal dari paru
terhadap partikel atau udara yang berbahaya (Tanto, 2014).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan sekumpulan
penyakit paru kronik yang disebabkan oleh inflamasi jalan napas
dan ditandai dengan adanya obstruksi jalan napas sehingga
menyebabkan sesak napas.

B. Etiologi
Penyebab PPOK menurut Muttaqin (2008) adalah sebagai berikut :
1. Polusi udara yang meliputi polusi di dalam udara (asap rokok
dan asap kompor), polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan
bermotor dan debu jalanan) dan polusi di tempat kerja (bahan
kimia, zat iritasi, gas beracun)
2. Hiperesponsif saluran napas

C. Klasifikasi
Klasifikasi PPOK menurut GOLD (2005 dalam Maranatha, 2010)
digolongkan menjadi empat tingkat keparahannya, yaitu :
1. Tingkat I (ringan)
Gejala : FEV1/FVC < 70%, FEV > 80%, dan umumnya, tetapi
tidak selalu, ada gejala batuk kronis dan sputum. Pada tahap ini,
pasien biasanya belum merasa bahwa paru-parunya bermasalah.
2. Tingkat II (sedang)
Gejala : FEV1/FVC < 70% ; 50% < FEV1< 80%, gejala biasanya
mulai progresif atau memburuk dengan napas pendek.
3. Tingkat III (berat)
Gejala : FEV1/FVC < 70% ; 30% < FEV1< 50%. Terjadi
eksaserbasi berulang yang mulai mempengaruhi kualitas hidup
pasien. Pada tahap ini pasien mulai mencari pengobatan karena
mulai merasakan sesak napas atau serangan penyakit.
4. Tingkat IV (sangat berat)
Gejala : FEV1/FVC < 70% ; 30% < FEV1< 50% plus kegagalan
respirasi kronis. Pasien bisa digolongkan masuk tahap IV jika
walaupun FEV1 > 30%, tetapi mengalami kegagalan respirasi
atau gagal jantung kanan atau cor pulmonale. Pada tahap ini
kualitas hidup ini sangat terganggu dan serangan mungkin
mengancam jiwa.

D. Manifestasi Klinis
1. Batuk produktif, pada awalnya intermiten, dan kemudian terjadi
hampir tiap hari seiring waktu
2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen
atau mukupurulent sesak sampai menggunakan otot-otot
pernafasan tambahan untuk bernafas Batuk dan
ekspektorasi,dimana cenderung meningkat dan maksimal pada
pagi hari
3. Sesak nafas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan
berkembangnya penyakit pada keadaan yang berat, sesak nafas
bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada saat
istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaran
udara.
4. Pada penyakit yang moderat hingga berat, pemeriksaan fisik
dapat memperlihatkan penurunan suara nafas, ekspirasi yang
memanjang, ronchi, dan hiperresonansi pada perkusi
5. Anoreksia
6. Penurunan berat badan dan kelemahan
7. Takikardia, berkeringat
8. Hipoksia

E. Patofisiologi
Pada bronkitis kronik terjadi penyempitan saluran napas.
Penyempitan inidapat mengakibatkan obstruksi jalan napas dan
menimbulkan sesak napas. Padabronkitis kronik, saluran
pernapasan menjadi lebih sempit, penyempitan ini terjadi karena
metaplasia sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena
hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru
penyempitan saluran napas disebabkan oleh kerusakan dinding
alveoli. Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan
napas yaitu: inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi sekret
yang berlebihan, kehilangan rekoil elastik jalan napas, dan kolaps
bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi. Karena
dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar
yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang
mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen
mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir, eliminasi karbon
dioksida mengalami kerusakan mengakibatkan peningkatan tekanan
karbon dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis
respirastorius individu dengan emfisema mengalami obstruksi
kronik kealiran masuk dan aliran keluar dari paru. Untuk
mengalirkan udara ke dalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan
tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat
yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi
(Morton et al., 2013).

F. Penatalaksanaaan
Penatalaksanaan pasien PPOK menurut Uyainah (2011) adalah
sebagai berikut :
1. Manajemen PPOK stabil
Manajemen PPOK stabil sebaiknya dilakukan secara individual
dengan menilai gejala yang ada pada masingmasing pasien.
Manajemen PPOK stabil dibagi dalam :
a) Pendidikan
Pendidikan kesehatan pada pasien PPOK berperan dalam
usaha berhenti merokok dan meningkatkan kemampuan
dalam perbaikan kualitas hidup.
b) Pengobatan Farmakologik
Pemberian obat-obat farmakoterapi bertujuan untuk
mengurangi gejala dan atau komplikasi. Penggunaan obat-
obat utama bronchodilator yaitu Beta-2-agonist,
antikholinergik dan methylxanthine dapat digunakan secara
tunggal atau kombinasi.
c) Pengobatan Non-Farmakologik
Pengobatan non farmakologik meliputi : rehabilitasi medik,
pengaturan nutrisi, ventilasi mekanik, terapi oksigen, terapi
surgical, lung volume reduction surgery (LVRS) dan
transplantasi paru.
2. Manajemen PPOK Eksaserbasi Akut
Gejala utama dari eksaserbasi adalah peningkatan sesak napas,
sering disertai wheezing dan chest tightness, peningkatan batuk
dan dahak, perubahan warna dahak dan panas. Eksaserbasi juga
bisa disertai sejumlah gejala nonspesifik seperti malaise,
insomnia, capek, depresi dan kebingungan. Peningkatan volume
dahak dan purulen menunjuk pada penyebab bakterial.
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah sakit Menurut
Maranatha (2010), sebagai berikut :
a) Terapi Oksigen
Terapi oksigen adalah bagian yang sangat penting dari
penatalaksanaan di rumah sakit. Oksigenasi adequate
(PaO2>60mmHg atau SaO2>90%) mudah dapat dicapai pada
eksaserbasi yang incomplicated tetapi retensi CO2 dapat
terjadi dengan sedikit perubahan gejala. Setelah oksigen
diberikan, 30 menit kemudian pemeriksaan gas darah harus
dikerjakan untuk mengevaluasi apakah oksigenasi tercapai
dengan baik tanpa retensi CO2 atau asidosis
b) Bronkodilator
Jika terapi inhalasi belum adequat maka ditambah teofilin.
Pada pemberian teofilin, monitoring kadar teofilin serum
harus dipantau untuk menghindari efek samping obat. Kadar
serum 8-12 mg/mL cukup untuk sebagian besar pasien.
c) Antibiotika
Indikasi antibiotika diberikan untuk eksaserbasi karena
infeksi bakterial (peningkatan sesak napas dan batuk disertai
peningkatan volume dahak dan purulen). Pilihan antibiotika
pada umumnya adalah amoksisilin, kotrimoksasol,
eritromisin, dan dosisiklin.
d) Kortikosteroid
Steroid oral antau intravena direkomendasi sebagai
tambahan dari bronkodilator pada penatalaksanaan PPOK
yang rawat inap. Prednisolon oral 30-40 mg/hari selama 10-
14 hari optimal bila ditinjau dari sudut efikasi dan
keamanan.
e) Nutrisi
Penatalaksanaan : tinggi protein rendah karbohidrat, proten
> 1,5 mg/kgBB/hari.
f) Ventilator mekanik
Tujuan utama bantuan ventilator mekanik untuk pasien
eksaserbasi dengan stadium IV (PPOK yang sangat berat)
adalah untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas serta
menghilangkan keluhan
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-
garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru.
Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada
yaitu:
c. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun,
VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru
terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum
ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal.
Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada
stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena
permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun,
timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan
penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang
pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia.
Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan
jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah
satu penyebab payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan
P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah
Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1.
Sering terdapat RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap.
H. Pathway

Merokok, infeksi, polusi udara, faktor usia dan keturunan

Inflamasi, Obstruksi jalan napas

Bronkitis Kronis Emfisema Asma Bronkial

Penumpukan lender Obstruksi pada pertukaran Jalan napas bronkhial


Dan sekresi yang O2 dan CO2 akibat menyempit dan
Menyumbat jalan kerusakan dinding alveoli membatasi udara yang
napas menyempit ke paru

Gangguan pergerakan udara


dari dan ke paru

PPOK

Penurunan Bronkokonstriksi, Peningkatan usaha dan frekuensi


kemampuan batuk perubahan rasio O2 napas, penggunaan otot bantu
efektif dan CO2 napas

Pola napas tidak


Bersihan jalan napas efektif Sesak napas,
Hipoksemia kelemahan,
tidak efektif
keletihan, anoreksia
Gagal napas
Resiko tinggi Gangguan
infeksi pertukaran gas
Kematian Defisit
nutrisi
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalh pasien, agar dapat member arah pada tindakan
keperawatan yang dilakukan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan
yaitu pengumpulan data, pengelompokan data dan perumusan diagnosa
keperawatan (Muttaqin, 2008).
Pengkajian yang dilakukan untuk pasien PPOK adalah sebagai berikut:
1. Identitas Pasien
Identitas pasien yang dimaksud meliputi nama, umur (biasanya terjadi
antara usia 40 tahun), tanggal lahir, jenis kelamin, pendidikan, agama,
suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, no RM serta
diagnosa medis.
2. Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab sebagai berikut : nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat dan hubungan
dengan pasien.
3. Keluhan Utama
Keluhan utama yang biasa muncul pada pasien gangguan kebutuhan
oksigen sebagai berikut batuk, peningkatan produksi sputum, dispnea,
wheezing, stridor, dan chest pain.
4. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang perlu dikaji meliputi riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga.
Pada pasien PPOK perlu ditanyakan adakah riwayat merokok aktif
atau pasif, riwayat pekerjaan, infeksi saluran napas berulang,
keterbatasan olahraga yang yang progresif, penurunan berat badan,
produksi sputum (Somantri, 2009).
5. Pengkajian Primer dan Sekunder
Dalam asuhan keperawatan kritis pengkajian primer dilakukan
untuk menangani masalah yang mengancam nyawa dan harus
segera dilakukan tindakan. Sedangkan pengkajian sekunder
bertujuan untuk mengidentifikasi semua penyakit atau masalah
yang berkaitan dengan keluhan pasien (Kartikawati, 2013).
a) Pengkajian Primer
Faktor utama pengkajian primer pada asuhan keperawatan
gawat darurat menurut Kartikawati (2013), adalah airway,
breathing, circulation, disability dan eksposure atau yang
biasa disebut pengkajian ABCDE. Perawat perlu menentukan
apakah kondisi yang dialami pasien mengancam nyawa dan
perlu dilakukan tindakan segera atau tidak.
(1) Airway ( jalan napas )
Pada pengakajian airway ini yang perlu dikaji untuk
pasien PPOK adalah adanya obstruksi jalan napas yang
ditandai dengan adanya suara napas tambahan seperti
wheezing atau ronkhi, penggunaan otot bantu pernapasan
dan sianosis.
(2) Breathing
Pada pengkajian breathing, yang perlu dikaji pada pasien
PPOK adalah inspeksi frekuensi napas, adakah otot
bantu pernapasan, apakah terjadi sianosis karena luka
tembus, dan gerakan otot pernapasan tambahan. Kaji
adanya suara napas tambahan seperti ronkhi, wheezing.
(3) Circulation
Pada pengkajian circulation, yang perlu dikaji pada
pasien PPOK adalah adanya tanda-tanda syok seperti
hipotensi, takikardi, takipnea, hipotermi, siasnosis, pucat,
akral dingin, kapilari refill >2 detik, penurunan produksi
urin.
(4) Disability
Pengkajian disability memeberikan pengkajian dasar
cepat status neurologis. Metode mudah untuk
mengevaluasi tingkat kesadaran adalah dengan “AVPU”
memoric:
A : alert (waspada)
V : responsive to voice (berespon terhadap suara)
P : responsive to pain (berespon terhadap nyeri)
U : unresponsive (tidak ada respons)
Pengkajian lain tentang tingkat kesadaran yang
mengukur secara objektif dan diterima luas adalah
Gaslow Coma Scale (GCS) yang menilai buka mata,
respon verbal dan respon motorik. Abnormalitas
metabolik, hipoksia, trauma neurologis dan intoksikasi
dapat mengganggu tingkat kesadaran.
(5) Eksposure
Pada pengkajian eksposure, yang perlu dikaji pada
pasien PPOK adalah lihat ada atau tidaknya luka pada
tubuh pasien.
b) Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder pada pada pasien PPOK dilakukan
berdasarkan pada keluhan yang dirasakan pasien, riwayat
kesehatan, tingkat gangguan yang terjadi dan hasil
pemeriksaan.
Untuk mengetahui dan memudahkan dalam mengingat
komponen pendataan riwayat, maka digunakan memoric
SAMPLE (Sign & Symptoms, Allergies, Medications,
Pertinent medical history, Last meal, Event), menurut
Kartikawati (2014) yaitu sebagai berikut :
(1) Sign and Symptoms
Mengkaji adanya sesak napas, sianosis, dan ada atau
tidaknya suara napas tambahan
(2) Allergies
Mengkaji adanya alergi pada pasien. Baik alergi
makanan, obat-obatan, debu, maupun alergi lainnya.
(3) Medications
Mengkaji pengobatan yang sedang dijalani oleh pasien.
Misalnya pasien sedang menjalani pengobatan asma,
hipertensi, penyakit jantung, dan lain-lain.
(4) Pertinent medical history
Mengkaji riwayat kesehatan terkait, yaitu penyakit yang
pernah diderita pasien sebelumnya, misalnya asma, TB
paru, hipertensi, dan sebagaiya beserta obatnya apa dan
juga dosisnya berapa.
(5) Last meal
Mengkaji makanan atau obat apa yang baru saja
dikonsumsi beberapa jam sebelum kejadian.
(6) Events surrounding this incident
Mengkaji kejadian yang menyertai keluhan utama
pasien, misalnya sesak napas, batuk, ada oedem atau
tidak.
6. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dan tingkat kesadaran
Head To Toe
a. Kepala: Bentuk simetris atau tidak
b. Mata: Konjungtiva anemis atau tidak, warna sklera,
reflek cahaya pada pupil
c. Hidung: Tepasang alat bantu nafas atau tidak, bentuk
hidung, ada polip atau tidak
d. Telinga: Bersih atau tidak , ada tidaknya serumen, reflek
suara
e. Mulut: Bersih atau tidak, ada atau tidak adanya stomatitis.
f. Leher: Ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid dan ada
tidaknya pembengkakan pada trakhea
g. Ektremitas: Ada tidaknya oedem pada kedua ekstremitas atas
dan bawah.
h. Dada
Paru
Inspeksi: Bentuk ada simetris atau tidak, Retraksi dad
Palpasi: Ada tidaknya pembengkapan dan nyeri tekan.
Perkusi: Hipersonor
Auskultasi: Suara nafas wheezing dan kadang terdengar ronchi

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi khususnya PPOK menurut Tim Pokja
PPNI (2016) sebagai berikut :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan napas.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi.
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia

C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungan hipersekresi jalan napas.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan ada
peningkatan bersihan jalan napas.
Kriteria hasil :
a. Pasien mampu mengeluarkan sekret tanpa bantuan
b. Pasien dapat memperlihatkan perilaku atau upaya
mempertahankan bersihan jalan napas
Intervensi :
(1) Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas tambahan,
misal : wheezing, ronkhi
Rasional : derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi
jalan napas dan dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas.
(2) Observasi warna, kekentalan dan jumlah sputum
Rasional : karakteristik sputum dapat menunjukkan berat
ringannya obstruksi.
(3) Berikan pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat
kor pulmonal
Rasional : hidrasi sistemik menjaga sekresi tetap lembab dan
memudahkan untuk pengeluaran.
(4) Lakukan postural drainase dengan perkusi dan vibrasi
Rasional : menggunakan gaya gravitasi untuk membantu
membangkitkan sekresi dapat lebih mudah dibatukkan atau
diuap.
(5) Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik
pernapasan diafragmatik dan batuk efektif.
Rasional : tenik ini akan membantu memperbaiki ventilasi
dan untuk mengeluarkan sekresi tanpa menyebabkan sesak
napas dan keletihan.
(6) Kolaborasi dalam pemberian obat : bronkodilator (dengan
nebulizer)
Rasional : pemberian bronkodilator dengan nebulizer akan
langsung menuju area bronchus yang mengalami spasme
sehingga lebih cepat berdilatasi.
2. Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan hambatan upaya napas.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan pola
napas pasien menjadi efektif.
Kriteria hasil :
a. Pasien dapat menunjukkan jalan napas yang paten
b. Tidak ada dispnea, frekuensi napas normal (16-20x/menit)
c. Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
Intervensi :
(1) Monitor pola napas dan frekuensi pernapasan
Rasional : untuk mengetahui adanya peningkatan frekuensi
pernapasan
(2) Berikan posisi semi fowler
Rasional : memaksimalkan ekspansi dada
(3) Ajarkan pasien teknik napas dalam
Rasional : memaksimalkan pemasukan O2
(4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen sesuai
dengan indikasi
Rasional : membantu memenuhi kebutuhan oksigen pasien
secara adekuat.
3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan ada
perbaikan ventilasi dan oksigenesai jaringan yang adekuat.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
b. Bebas dari tanda-tanda distress pernapasan (takipnea, sianosis)
c. Tanda-tanda vital normal (TD : 120/80 mmHg, nadi : 60-
100x/menit, RR : 16-20x/menit, AGD normal, Ph : 7.35-7.45,
PaO2 : 22-26, PaCO2 : 35-45)
Intervensi :
(1) Monitor tanda-tanda vital, observasi perubahan kesadaran,
tanda-tanda sianosis
Rasional : Dapat menentukan status pernapasan dan
kesadaran karena akumulasi secret dapat mengganggu
oksigenasi organ vital dan jaringan.
(2) Pantau saturasi oksigen melalui oksimetri
Rasional : untuk mengetahui kadar oksigen dalam tubuh
pasien dan mencegah memburuksnya keadaan hipoksemia.
(3) Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen pasien
(4) Kolaborasi dalam pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD)
Rasional : dapat mengetahui menurunnya PaO2 dan
meningkatnya PaCO2 yang menunjukkan perlunya
penanganan yang adekuat atau perubahan terapi.
4. Diagnosa Keperawatan: Defisit nutrisi berhubungan dengan
anoreksi.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5×24 jam
diharapkan pemenuhan kebutuhan pasien tercukupi.
Kriteria Hasil:
a. Intake nutrisi tercukupi.
b. Asupan makanan dan cairan tercukupi
c. Penurunan intensitas terjadinya mual muntah
d. Penurunan frekuensi terjadinya mual muntah.
e. Pasien mengalami peningkatan berat badan
Intervensi:
(1) Kaji status nutrisi pasien
Rasional: Pengkajian penting dilakukan untuk mengetahui
status nutrisi pasien sehingga dapat menentukan intervensi
yang diberikan.
(2) Delegatif pemberian nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan
pasien : diet pasien diabetes mellitus.
Rasional: Untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
(3) Berian informasi yang tepat terhadap pasien tentang
kebutuhan nutrisi yang tepat dan sesuai.
Rasional: Informasi yang diberikan dapat memotivasi pasien
untuk meningkatkan intake nutrisi.
(4) Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi zat
besi seperti sayuran hijau
Rasional: Zat besi dapat membantu tubuh sebagai zat
penambah darah sehingga mencegah terjadinya anemia atau
kekurangan darah
(5) Anjurkan pasien makan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional: Makan sedikit demi sedikit dapat meningkatkn
intake nutrisi.
(6) Diskusikan dengan keluarga dan pasien pentingnya intake
nutrisi dan hal-hal yang menyebabkan penurunan berat
badan.
Rasional: Membantu memilih alternatif pemenuhan nutrisi
yang adekuat.

D. Implementasi
Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana
tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien. Pelaksanaan adalah
inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik, tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan diharapkan
untuk dapat membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan yang
mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan, dan memfasilitasi koping (Nursalam, 2016).

E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosis keperawatan, rencana tindakan,
dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melaui evaluasi
memungkinkan perawat untuk memonitor masalah yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisis, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan
(Nursalam, 2016).
Evaluasi dapat dilakukan dengan metode SOAP yang meliputi : S
(Subjective) yaitu data subyektif atau keluhan yang dirasakan oleh pasien,
O (Objective) yaitu data obyektif atau data pasien yang dapat dilihat dan
diukur, A (Analysis) yakni analisa masalh pada pasien, apakah masalah
teratasi atau belum teratasi, P (Planning) yaitu rencana tindakan yang akan
dilakukan pada pasien setelah melihat analisa masalah. Tujuan evaluasi ini
adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan. Hal ini
biasa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan pasien
berdasarkan respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan
sehingga perawat dapat mengambil keputusan:
a) Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (pasien telah mencapai
tujuan yang ditetapkan).
b) Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (pasien mengalami
kesulitan untuk mencapai tujuan).
c) Meneruskan rencana tindakan keperawatan (pasien memerlukan waktu
yang lebih lama untuk mencapai tujuan.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknis Analisis Data.


Jakarta : Salemba Medika.

Hidayat, A A. (2014). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknis Analisis Data.


Jakarta : Salemba Medika.

Debora, Oda. (2013). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta :


Salemba Medika.

Kartikawati . (2013). Buku Ajar Dasar-dasar Keperawatan Gawat Darurat.


Jakarta : Salemba Medika.

Maranatha, Daniel. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :


Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR

Morton P.G., Dorrie, F., Carolyn, M.H., & Barbara, M.G. (2013). Keperawatan
Kritis Edisi 8. Alih bahasa Nike Budi Subekti, Nurwahyu, Eka Anisa,
Pamulih & Eko Karyuni. Jakarta : EGC.

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Pernapasan.


Jakarta : Salemba Medika.

NANDA Internasional. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi.


Jakarta : EGC.

Nurarif, A.H dan Kusuma, (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jakarta : Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai