II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Kualitas karkas mengacu pada sifat yang terdapat pada produk tersebut
dan penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi sifat tertentu dalam unggas yang
diinginkan oleh produsen, pengolah, dan konsumen. Beberapa sifat ini yang
perdagingan, kulit yang memadai, tidak adanya bulu, dan bebas dari perubahan
khususnya ayam pada berbagai kelompok sesuai dengan karakteristik kondisi dan
kualitas dressed karkas ataupun ready-to-cook karkas dan bagian-bagian nya, dan
produk unggas tertentu, dapat dinilai untuk kualitas sesuai dengan standar resmi
tulang terputus-putus atau patah, bagian yang hilang dari karkas utuh, dan cacat
karena pembekuan. Untuk produk unggas, seperti dada tanpa tulang-tanpa kulit,
dan faktor yang menurunkan penilaian karkas seperti adanya tulang, tendon,
tulang rawan, perubahan warna, dan pembekuan darah, serta faktor-faktor spesifik
lainnya. Penilaian berlaku untuk bermacam-macam unggas dari jenis yang sama
dan kelas, yang masing-masing disesuai kan dengan persyaratan untuk standar
3
4
Broiler merupakan media yang efisien dalam mengubah protein nabati dan
bahan lain yang tak lazim untuk selera manusia menjadi daging yang bermutu
tinggi dan digemari. Broiler merupakan ternak yang paling ekonomis bila
pertambahan/produksi daging dalam waktu yang relatif cepat atau singkat sekitar
4-5 minggu produksi daging sudah dapat dipasarkan atau dikonsumsi (Murtidjo,
2003). Menurut Rasyaf (2004) yang dimaksud dengan broiler (ayam potong)
adalah ayam yang muda jantan atau betina yang berumur dibawah 8 minggu
dengan bobot tertentu, pertumbuhan yang cepat timbunan daging baik dan
muda yang berumur kurang dari 8 minggu, daging lembut, empuk, dan gurih
dengan bobot hidup berkisar antara 1,5-2,0 kg/ ekor. Broiler di Indonesia adalah
ayam ras pedaging jantan atau betina yang dipotong pada umur 5-6 minggu,
dimana ayam tersebut masih muda dan mempunyai daging yang masih lunak
Karkas ayam pedaging adalah bagian dari ayam pedaging hidup, setelah
dan leher serta kedua kakinya (Dewan Standardidasi Nasional, 1995). Menurut
siregar (1980) bahwa karkas yang baik berbentuk padat dan tidak kurus, tidak
terdapat kerusakan kulit ataupun dagingnya. Sedangkan karkas yang kurang baik
5
mempunyai daging yang kurang padat pada bagian dada sehingga kelihatan
panjang dan kurus. Pada dasarnya mutu dan persentase bobot karkas dipengaruhi
oleh galur, jenis kelamin, umur, bobot dan kualitas makanan yang dibentuk. Hal
ini juga didukung oleh Berg dan Butterfield (1972). Yang menyatakan bahwa
karkas yang baik ditandai dengan jumlah daging yang maksimum, sedangkan
Faktor yang menentukan nilai kakas meliputi berat karkas, jumlah daging
yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Nilai karkas
ternak, dan jumlah lemak intramuskular dalam otot. Komposisi karkas broiler
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain bangsa, jenis kelamin, umur, dan
tingkat kepadatan kandang. Pada umur yang relatif muda akan menghasilkan
persentase karkas yang lebih rendah dibandingkan umur yang sudah dewasa.
Produksi karkas erat hubungannya dengan bobot badan. Selain faktor bobot
badan, bobot karkas juga mempengaruhi genetis atau strain, umur, mutu ransum,
Proses pengolahan akan terjadi kehilangan berat hidup kurang lebih 1/3
bagian (berat daging siap masak itu nantinya kurang lebih 2/3 dari berat hidupnya)
karena bulu, kaki, cakar, leher, kepala, jeroan atau isi dalam dan ekor dipisah dari
bagian daging tubuh dengan demikian daging siap masak itu hanya tinggal daging
pada bagian tubuh tambah dengan siap masak itu 75% dari berat hidup (Rasyaf,
2003).
5
6
sayap sebanyak 15 %, betis 17 % dan dada 30 % dari bobot karkas. Bagian bobot
dada dan punggungnya dapat di belah dua, sehingga potongan karkas komersial
pada umur 8 minggu memiliki bobot karkas sekitar 1,995 gram dengan persentase
bagian-bagian karkas yaitu lemak abdominal 4,3%, sayap 9,6%, betis 13,0%, paha
16,6%, dada bertulang 34,2% dan dada tanpa tulang 22,6% (Purnomo, 1982).
namun penting pada penampilan ternak sebelum dipotong. Pembeli ternak akan
memperkirakan nilai karkas dari penampilan ternak sewaktu ternak tersebut masih
hidup. Bila pembeli menaksir persentase karkas terlalu tinggi misalnya 1% saja,
persentase karkas adalah jumlah pakan dan air yang ada pada saluran pencernaan
ternak. Bila jumlahnya cukup banyak maka persentase karkasnya akan rendah.
Kulit yang besar dan juga tebal juga akan berpengaruh terhadap persentase karkas.
Menurut Benyamin (1960), karkas ayam terdiri dari daging dan tulang sedangkan
daging 50-70% dari bobot karkas atau kurang lebih 40% dari bobot hidup.
paha atas dan paha bawah yaitu sekitar 32% dari bobot total karkas dan
mempunyai harga yang lebih tinggi, sedangkan bagian karkas yang banyak
mengandung tulang terdapat di daerah punggung, leher dan sayap yaitu sekitar
7
30% dan jeroan (hati, jantung dan ampela) sekitar 7% kemudian diimbangi oleh
bagian-bagian lainnya.
Terdapat dua bentuk dalam proses pemasaran daging ternak unggas, yaitu
dalam bentuk hidup dan dalam bentuk yang sudah diproses (karkas). Khusus
untuk pemasaran dalam bentuk yang sudah di proses dikenal bentuk dressed dan
bentuk ready-to-cook. Dressed adalah bentuk karkas dari hasil prosessing tanpa
darah, bulu, shank, dan jeroan, terkecuali giblet (hati, gizzard, dan jantung).
Ready to Cook adalah bentuk karkas hasil prosessing, tanpa darah, bulu, shank,
dan jeroan, kecuali giblet (hati, gizzard, dan jantung) yang telah dibersihkan
Jenis Tahapan Prosessing Karkas menurut Saksono dkk adalah sebagai berikut :
terputus.
7
8
dalam.
sifat-sifat ini dan berlaku untuk unggas ready-to-cook, bagian-bagian karkas, dan
produk. Tidak ada standar dan penilaian khusus untuk giblat,leher,ekor,sayap, dan
luas, ilmu sanitasi merupakan penerapan dari prinsip-prinsip yang akan membantu
ayam dan produk dari ayam (Saksono dan Isro’in, 1986). Mutu mikrobiologis
pada produk pangan ditentukan oleh jumlah mikroorganisme yang terdapat pada
bahan pangan, seperti pada daging ayam. Keamanan produk pangan dapat
dikatakan aman jika produk tersebut bebas dari mikroba pathogen (Mead, 2004).
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Triyantini, dan H. Setiyanto. 1991. Kualitas fisik karkas boiler dalam
menunjang Pembangunan Ekonomi Nasional. Fakultas Pertanian
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. hlm. 32-35.
Abubakar. 1992. Grading Karkas Broiler. Prosiding Seminar ISPI Bogor. Ikatan
Sarjana Peternakan Indonesia Caringin, Bogor. hlm. 12-14.
Ahmad BH., Herman R. 1982. Perbandingan produksi antara ayam kampung dan
ayam petelur. Media Peternakan 7 : 19-34.
Benyamin, E.W. dan F.L. Feber. 1960. Marketing Poultry Poducts. John Willey
and Inc. New York.
Berg, R. T. dan Butterfield. R. M., 1976. New Conceps of Cattle Growth. Sydney
University Press, Sydney.
Ensminger ME. 1992. Poultry Science. Ed ke-3. USA: Interstate.
Hardjosworo, P. S. dan Rukmiasih, M. S. 2000. Meningkatkan Produksi Daging.
Penebar Swadaya. Yogyakarta.
Ketaren, S., (1989), Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Cetakan
Pertama, UI-Press, Jakarta.
Lukman, Denny W. 2010. Nilai pH Daging. Http://Higiene-Pangan.Blogspot.Com
(diakases pada 16 mei 2015 pukul 10.18 WIB).
Morran, E. T. and H. L. Orr. 1970. Influence of Strain on the Carcass. Poult. Sci.
49: 725-729.
Murtidjo, B.A. 2003. Pemotongan dan Penanganan Daging Ayam. Kanisius, Yogjakarta.
Murtidjo. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta: Kanisius.
National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. Ed Rev ke-9.
Washington DC: Academy Pr.
9
10