ACARA 1
KESESUAIAN LAHAN
Asisten :
Oleh:
Nama : Zulfikar Alfarizky
NIM : 160722614629
Offering : H / 2016
3. DASAR TEORI
KEMAMPUAN LAHAN
1. Pengertian Kemampuan Lahan
Kemampuan lahan adalah kemampuan suatu lahan untuk digunakan sebagai usaha
pertanian yang paling intensif yang termasuk juga tindakan pengelolaannya tanpa
menyebabkan tanahnya menjadi rusak dalam jangka waktu yang terbatas.
Lahan yang mempunyai kemampuan yang baik memiliki sifat fisik dan kimia yang
sesuai dengan kebutuhan tanaman sehingga akan mampu mendukung pertumbuhan dan
produksi tanaman secara optimal dan berkesinambungan.
2. Klasifikasi Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan lahan adalah pengelompokan lahan kedalam satuan-satuan
khusus menurut kemampuannya untuk penggunaan intensif untuk perlakuan yang
diperlukan untuk dapat digunakan secara terus-menerus. Dengan kata lain, klasifikasi ini
akan menetapkan jenis penggunaan yang sesuai dan jenis perlakuan yang diperlukan untuk
dapat digunakan bagi produksi tanaman secara lestari.
Klasifikasi kemampuan lahan ditujukan kepada pencegahan erosi, pengawetan
tanah, mempertahankan dan memperbaiki kesuburan tanah. Klasifikasi kemampuan lahan
untuk keperluan penggunaan lahan, pertama kali dibuat secara eksplisit oleh USDA.
Dalam klasifikasi pengelompokan utama didasarkan pada satuan peta tanah, tetapi
sifat fisik tanah lainnya seperti kemiringan lereng, banjir dan iklim juga diperhitungkan.
Konsep utama yang dipergunakan adalah ada-tidaknya faktor penghambat yaitu sifat-sifat
lahan yang membatasi pengunaan lahan. Pembatas permanen adalah faktor pembatas yang
sulit diperbaiki seperti kedalaman tanah, iklim dan sebagainya. Pembatas sementara adalah
faktor pembatas yang dapat diperbaiki dalam pengelolan lahan seperti kandungan unsur
hara, kemasaman dan sebagainya. Lahan diklasifikasikan terutama berdasarkan pembatas
yang permanen
3. Struktur Klasifikasi Kemampuan Lahan
Salah satu sistem klasifikasi kemampuan lahan yang banyak digunakan adalah
sistem USDA. Sistem ini mengenal tiga kategori, yaitu ; (1) kelas (2) sub kelas (3) satuan
kemampuan. Penggolongan ke dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor pembatas yang
permanen atau sulit dirubah, penggolongan kedalam sub kelas didasarkan atas jenis faktor
pembatas tersebut dan satuan kemampuan merupakan paket usaha dan perlakuan yang
diperlukan atau disarankan.
a. Kelas
Kelas merupakan tingkat yang tertinggi dan bersifat luas dalam struktur
kemampuan lahan. Penggolongan kedalam kelas didasarkan atas intensitas faktor-faktor
penghambat yang permanen atau sulit diubah.
Pengelompokan tanah di dalam kelas terbagi ke dalam 8 kelas yang ditandai dengan
huruf Romawi dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hamabatan meningkat
berturut-turut dari kelas I sampai VIII. Tanah pada kelas I sampai kelas IV dengan
pengelolaan yang baik mampu menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan
seperti untuk penanaman tanaman pertanian umumnya (tanaman semusim dan tanaman
tahunan), rumput untuk makanan ternak, padang rumput dan hutan. Sedangkan tanah pada
kelas V sampai kelas VII tidak sesuai untuk usaha pertanian atau diperlukan biaya yang
sangat tinggi untuk pengelolaannya.
Kelas I, tanah pada kelas ini tidak mempunyai penghambat atau ancaman kerusakan
yang berarti dan sangat cocok untuk usaha tani yang intensif. Menurut Suripin, bahwa
tanah pada kelas ini umumnya datar, solum dalam, tekstur agak halus sampai sedang,
drainase baik, memiliki curah hujan dan musim yang cocok untuk hampir semua tanaman
dengan hasil yang memuaskan, tidak memperlihatkan gejala erosi geologis, dan mudah
diolah. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa tanah-tanah ini menghadapi resiko
penurunan kesuburan dan pemadatan, maka diperlukan usaha-usaha pemupukan dan
pemeliharan struktur agar lahan tetap produktif. Usaha-usaha lain yang dapat dilakukan
adalah pemupukan, pengapuran, penggunaan tanaman penutup tanah dan pupuk hijau,
penggunaan sisa-sisa tanaman dan pupuk kandang serta pergiliran tanaman. Biasanya
dalam peta klasifikasi kemampuan lahan, tanah pada kelas I diberi warna hijau.
Kelas II, tanah pada kelas ini memiliki sedikit faktor pembatas yang dapat
merupakan salah satu atau kombinasi dari faktor seperti lereng yang landai (sekitar 5 %),
kepekaan erosi atau ancaman erosi sedang atau telah mengalami erosi sedang, kedalaman
efektif agak dalam (90 cm), struktur tanah dan daya olah kurang baik dengan tekstur agak
kasar sampai halus, salinitas ringan sampai sedang atau terdapat garam natrium yang
mudah dihilangkan akan tetapi besar kemungkinan timbul kembali, kadang-kadang terkena
banjir yang merusak, kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase tetapi tetap ada
sebagai pembatas yang sedang tingkatannya, keadaan iklim agak kurang sesuai bagi
tanaman dan pengelolaannya. Tanah pada kelas ini sesuai untuk penggunaan tanaman
semusim, tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung dan
cagar alam. Di dalam peta klasifikasi kemampuan lahan biasanya diberi warna kuning.
Penggunaan lahan pada kelas ini memerlukan tindakan-tindakan pengawetan yang ringan
seperti pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam jalur(strip cropping),
pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, guludan, pemupukan
dan pengapuran.
Kelas III, bahwa tanah pada lahan kelas ini mempunyai lebih banyak faktor
pembatas dari pada tanah di lahan kelas II dan apabila digunakan untuk usaha pertanian
akan memerlukan tindakan konservasi yang serius yang umumnya akan lebih sulit baik
dalam pelaksanaan maupun pemeliharaannya. Kondisi lahan pada kelas ini miring atau
bergelombang (8-15 %), sangat peka terhadap erosi, solum dangkal, berdrainase buruk,
permeabilitas lambat, kapasitas menahan air lambat, kesuburan tanah rendah dan tidak
mudah diperbaiki. Apabila lahan ini diusahakan maka akan membutuhkan tindakan
pengawetan khusus seperti perbaikan drainase, system penanaman dalam jalur atau
pergiliran dengan tanaman penutup tanah, pembuatan teras disamping tindakan-tindakan
untuk meningkatkan kesuburan tanah seperti penambahan bahan organik, pupuk dan
sebagainya. Pada lahan kelas ini dapat dipergunakan untuk tanaman semusim dan usaha
pengolahan tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan
suaka margasatwa. Di dalam kemampuan lahan biasanya diberi warna merah.
Kelas IV, bahwa tanah pada lahan kelas ini mempunyai penghambat yang lebih
besar dibandingkan dengan kelas III sehingga pemilihan jenis penggunaan atau jenis
tanaman juga semakin terbatas. Apabila diusahakan maka akan membutuhkan tindakan
pengawetan khusus yang relatif lebih sulit pelaksanaannya dan pemeliharaannya
dibandingkan kelas-kelas sebelumnya. Jika dipergunakan untuk tanaman semusim
diperlukan teras bangku, saluran bervegetasi atau pergiliran dengan tanaman penutup tanah
atau makanan ternak atau pupuk hijau selama beberapa tahun misalnya 3-5 tahun.
Hambatan yang terdapat dalam tanah dalam kelas IV adalah lereng yang miring atau
berbukit (15-25 %), kepekaan erosi yang besar, solum dangkal, kapasitas menahan air
rendah, daerah yang sering tergenang yang menimbulkan kerusakan berat pada tanaman,
drainase buruk, salinitas atau kandungan natrium yang tinggi atau keadaan iklim yang
kurang menguntungkan. Tanah pada kelas IV ini dapat digunakan untuk tanaman semusim
atau tanaman pertanian pada umumnya dengan usaha-usaha pengawetan yang sulit seperti
tanaman rumput, hutan produksi, ladang penggembalaan, hutan lindung dan suaka alam.
Dalam peta klasifikasi kemampuan lahan diberi warna biru.
Kelas V, tanah-tanah di dalam kelas ini tidak terancam erosi akan tetapi mempunyai
hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilangkan sehingga membatasi pilihan
penggunaannya. Tanah-tanah ini terletak pada daerah topografi datar atau hampir datar
tetapi tergenang air, sering dilanda banjir, berbatu-batu atau mempunyai iklim yang tidak
sesuai dan didalam peta klasifikasi kemampuan lahan biasanya diberi warna hijau tua.
Contoh tanah-tanah lahan kelas V adalah tanah di daerah cekungan yang sering tergenang
air sehingga menghambat pertumbuhan tanaman, tanah berbatu, tanah di daerah rawa-rawa
atau di daerah yang sering dilanda banjir sehingga sulit di drainasekan. Ditambahkan pula
bahwa tanah dalam lahan kelas V ini tidak sesuai untuk tanaman semusim, tetapi lebih
sesuai untuk ditanami dengan vegetasi permanen seperti tanaman makanan ternak atau
dihutankan.
Kelas VI, tanah pada lahan kelas ini terletak pada lereng yang agak curam dengan
kemiringan 25-45 % sehingga sangat sensitif terhadap erosi sangat berbatu-batu atau
berpasir dan mengandung banyak kerikil, tanahnya sangat dangkal atau telah mengalami
erosi berat. Pada kelas VI ini tidak dapat digunakan untuk usaha tani tanaman semusim,
namun lebih sesuai untuk vegetasi permanen seperti padang rumput atau makanan ternak
atau dijadikan untuk hutan produksi. Jika digunakan untuk padang rumput sebaiknya
penggembalaan tidak merusak rumput penutup tanah sedangkan jika digunakan untuk
hutan, maka penebangan harus selektif dan mengikuti kaidah-kaidah konservasi tanah dan
air.
Kelas VII, tanah pada lahan kelas ini terletak pada lereng dengan kemiringan yang
curam (45-65 %) dan memiliki solum yang sangat dangkal serta telah mengalami erosi
yang sangat berat. Lahan kelas VII ini tidak cocok untuk budidaya pertanian. Jika
dipergunakan untuk padang rumput dan hutan produksi harus dilakukan dengan usaha
pencegahan erosi yang sangat berat. Tanah-tanah pada kelas VII yang dalam dan tidak
peka erosi jika dipergunakan untuk tanaman pertanian harus dibuatkan teras bangku yang
ditunjang dengan cara-cara vegetatif untuk konservasi tanah serta tindakan pemupukan.
Pada peta klasifikasi kemampuan lahan, lahan kelas VII biasa diberi warna coklat.
Kelas VIII, tanah pada kelas ini terletak pada lereng yang sangat curam (> 65 %),
permukaannya sangat berbatu karena tertutup batuan lepas atau batuan singkapan atau
tanah pasir di pantai. Lahan ini tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai
dibiarkan dalam keadaan alami dan dapat digunakan sebagai hutan lindung, tempat rekreasi
atau cagar alam. Pada peta klasifikasi kemampuan lahan, lahan kelas VIII ini biasanya
diberi warna putih atau tidak berwarna.
b. Sub Kelas
Sub kelas adalah pembagian lebih lanjut dari kelas berdasarkan atas jenis faktor
pembatas yang sama. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis,
yaitu : ancaman erosi (e), keadaan drainase atau kelebihan air atau ancaman banjir (w),
hambatan daerah perakaran (s) dan hambatan iklim (c).
Suripin (2002) menjelaskan sub kelas klasifikasi kemampuan lahan adalah sebagai
berikut :
Subkelas e terdapat pada lahan yang menunjukkan erosi atau tingkat erosi yang telah
terjadi merupakan masalah utama yang di dapatkan dari kecuraman lereng dan kepekaan
erosi tanah.
Subkelas w terdapat pada lahan dimana kelebihan air merupakan faktor penghambat utama
yang timbul akibat drainase buruk, air tanah yang dangkal atau tinggi dan bahaya banjir
yang merusak tanaman.
Subkelas s meliputi lahan yang lapisan tanahnya dangkal, banyak terdapat batuan di
permukaan, kapasitas menahan air rendah, kesuburan rendah yang sulit diperbaiki, sifat-
sifat kimia sulit diperbaiki misalnya salinitas dan kandungan garam natrium atau senyawa-
senyawa kimia yang lain yang menghambat pertumbuhan tanaman atau tidak praktis
dihilangkan.
Subkelas c meliputi lahan dimana iklim (suhu dan curah hujan) merupakan pembatas
penggunaan lahan.
c. Satuan Kemampuan
Kemampuan lahan dalam tingkat satuan kemampuan memberikan keterangan yang
lebih spesifik dan detail dari pada sub kelas. Tanah yang termaksud dalam satuan
kemampuan lahan mempunyai kemampuan dan memerlukan cara pengolahan (pemupukan
dan lain sebagainya) yang sama untuk pertumbuhan tanaman. Lahan dalam satuan
kemampuan yang sama harus seragam dalam produksi tanaman pertanian atau rumput di
bawah tindakan pengolahaan yang sama, kebutuhan akan tindakan konservasi dan
pengelolaan yang sama di bawah vegetasi penutup yang sama dan mempunyai produksi
potensial yang setara atau perbedaan hasil dibawah system pengelolaan yang sama.
Satuan kemampuan diberi tanda dengan menambahkan angka-angka ini
menunjukan besarnya tingkat dari faktor penghambat yang ditunjukkan dalam subkelas.
Satuan kemampuan merupakan kelompok lahan yang mempunyai potensi, faktor pembatas
dan satuan pengelolaan yang sama. Satuan dilambangkan dengan angka. Misalnya IIIe-1,
IIIe-2 dan sebagainya. Lahan dalam satuan yang sama dapat dipergunakan untuk budidaya
tanaman yang sama, memerlukan pengelolaan dan konservasi yang tidak berbeda, serta
potensi produksi yang sebanding.
4. LANGKAH KERJA
1. Siapkan data hujan yang akan diolah (dalam kurun waktu 1tahun )
2. Buatlah table pada ms.excel
3. Masukkan data hujan tersebut pada ms.excel
4. Menjumlahkan kejadian-kejadian hujan setiap bulan dalam setahun
5. Mencari rata-rata hujan perbulanan dan pertahun
6. Menganalisis data
7. Membuat laporan praktikum
Diagram Alir
Siapkan data Menganalisis Membuat
hujan (1tahun ) data laporan
Menjumlahkan
Masukkan data
kejadian-
hujan
kejadian hujan
5. HASIL
6. PEMBAHASAN
7. KESIMPULAN
Dari pembahasan dan hasil praktikum perhitungan intensitas hujan diatas ,dapat
disimpulkan bahwa:
Hasil intensitas hujan pada daerah kajian yang bervariasi mulai dari kategori
rendah yaitu (3,00 mm) hingga sedang (11,63 mm) menrut klasifikasi dari
Kohnke.
Intensitas hujan yang bervariasi pada suatu waktu tertentu dapat menyebabkan
erosi secara mendadak
Erosi yang terjadi berhubungan dengan energy kinetik yang besar pada intensitas
hujan yang besar pula.
Faktor penyebab perbedaan curah hujan diantaranya karena perbedaan bentuk
medan/ topografi, dan arah lereng medan
8. DAFTAR PUSTAKA
Rosyida, Fatiyah. 2011. Evaluasi Sumberdaya Lahan (ESL) Untuk Kawasan Industri di
Suripin. (2002). Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi Yogyakarta.