Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM EVALUASI SUMBER DAYA LAHAN

ACARA 1

KESESUAIAN LAHAN

Dosen Pengampu : Dr. Didik Taryana, , M.Si

Asisten :

Oleh:
Nama : Zulfikar Alfarizky
NIM : 160722614629
Offering : H / 2016

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI S1 GEOGRAFI
2018
1. TUJUAN
- Mahasiswa mampu menentukan kesesuaian lahan yang ada pada
- Mahasiswa mampu menganalisis hasil dari pengolahan
- Mahasiswa mampu memahami konsep Evaluasi Sumberdaya Lahan(ESL) untuk
kawasan industri melalui praktikum di kawasan indutri
- Mahasiswa mampu mengetahui dan menganalisis parameter-parameterEvaluasi
Sumberdaya Lahan (ESL) untuk kawasan industri melalui praktikum di kawasan
indutri
-

2. ALAT DAN BAHAN


Alat : Bahan:
- Data
- Alat tulis
- Laptop

3. DASAR TEORI

Evaluasi kesesuian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan


untuk penggunaan tertentu (Sitorus, 1998). Menurut Husein (1981), evaluasi lahan adalah
usaha untuk mengelompokkan tanah-tanah tertentu sesuai dengan kebutuhan
tanaman. Kelas kesesuian lahan untuk suatu areal dapat berbeda tergantung dari
penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan.
Selanjutnya Sitorus (1998) menyatakan bahwa evaluasi lahan pada hakekatnya
merupakan proses pendugaan potensi sumber daya lahan untuk berbagai kegunaan dengan
cara membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan dengan
sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut. Fungsi kegiatan evaluasi lahan adalah
memberikan pengertian tentang hubungan antara kondisi lahan dengan penggunaannya
serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan
penggunaan yang dapat diharapkan berhasil.
FAO (1976) dalam Djaenuddin dkk (1994) menyatakan bahwa evaluasi lahan dapat
dibedakan atas a) pendekatan dua tahap yaitu tahapan pertama berdasarkan evaluasi lahan
secara fisik atau bersifat kualitatif kemudian diikuti dengan tahapan kedua berdasarkan
analisis ekonomi dan sosial, b) pendekatan paralel dimana evaluasi lahan baik secara fisik
maupun ekonomi dilaksanakan secara bersamaan.
Tanah
Menurut Arsyad (1985), tanah mempunyai dua fungsi utama yaitu (1) sebagai
sumber unsur hara bagi tumbuhan dan (2) sebagai matriks tempat akar tumbuhan
berjangkar, air tanah tersimpan dan tempat unsur-unsur hara dan air ditambahkan. Kedua
fungsi tersebut akan habis atau hilang disebabkan kerusakan tanah. Hilangnya fungsi
pertama dapat diperbaharui dengan mengadakan pemupukan, tetapi hilangnya fungsi
kedua tidak mudah diperbaharui.
Iklim
Iklim sangat berpengaruh terhadap usaha pertanian dan kadang-kadang merupakan
faktor penghambat utama disamping faktor-faktor lainnya. Iklim dapat berpengaruh
terhadap tanah, tanaman dan terhadap hama dan penyakit tanaman (Kartasapoetra dan
Sutedjo, 1985).
Sandy (1977) menyatakan bahwa unsur-unsur iklim yang berpengaruh terhadap
penggunaan tanah adalah suhu dan curah hujan. Suhu (tenperatur) sangat ditentukan oleh
perbedaan tinggi tempat, sedangkan curah hujan sangat ditentukan oleh intensitas dan
distribusinya.
Topografi
Ketinggian di atas permukaan laut, panjang dan derajat kemiringan lereng, posisi
bentang lahan mudah diukur dan dinilai sangat penting dalam evaluasi lahan. Faktor-faktor
topografi berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kualitas tanah. Faktor ini
berpengaruh berpengaruh terhadap kemungkinan bahaya erosi atau mudah tidaknya
diusahakan demikian pula didalam program mekanisme pertanian (Sitorus, 1989).
Vegetasi
Salah satu unsur lahan yang dapat berkembang secara alami atau sebagai hasil dari
aktifitas manusia adalah vegetasi baik pada masa lalu atau masa kini. Vegetasi dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui potensi lahan atau kesesuaian lahan bagi
suatu penggunaan tertentu melalui adanya tanaman-tanaman sebagai indikator (Sitorus,
1989).
Sosial Ekonomi
Menurut Sitorus (1989), ada 3 masalah utama dalam menggunakan data sosial
ekonomi utnuk evaluasi lahan yaitu : (1) pengevaluasian mungkin tidak mengetahui secara
tepat nomenklatur dan konsep ekonomi, (2) data ekonomi yang tersedia pada umumnya
didasarkan atas kerangka yang berbeda dari informasi-informasi lainnya, (3) faktor-faktor
ekonomi yang selalu berubah-ubah. Dengan alasan-alasan di atas sebagian besar sistem
evaluasi lahan mencoba menghindari pertimbangan faktor sosial dalam pengevaluasian
lahan.
Metode Pendekatan Dalam Evaluasi Lahan
Ada tiga metode pendekatan yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan yaitu
dengan pendekatan pembatas, parametrik dan kombinasi pendekatan pembatas dan
parametrik.
Pendekatan Pembatas
Pendekatan pembatas adalah suatu cara untuk menyatakan kondisi lahan atau
karakteristik lahan pada tingkat kelas, dimana metode inimembagi lahan berdasarkan
jumlah dan intensitas pembatas lahan. Pembatas lahan adalah penyimpangan dari kondisi
optimal karakteristik dan kualitas lahan yang memberikan pengaruh buruk untuk berbagai
penggunaan lahan (Sys et al., 1991).
Metode ini membagi tingkat pembatas suatu lahan ke dalam empat tingkatan,
sebagai berikut :
a. 0 (tanpa pembatas), digolongkan ke dalam S1
b. 1 (pembatas ringan), digolongkan ke dalam S1
c. 2 (pembatas sedang), digolongkan ke dalam S2
d. 3 (pembatas berat), digolongkan ke dalam S3
e. 4 (pembatas sangat berat), digolongkan ke dalam kelas N1 dan N2
Pendekatan Parametrik
Pendekatan parametrik dalam evaluasi kesesuaian lahan adalah pemberian nilai
pada tingkat pembatas yang berbeda pada sifat lahan, dalam skala normal diberi nilai
maksimum 100 hingga nilai minimum 0. Nilai 100 diberikan jika sifat lahan optimal untuk
tipe penggunaan lahan yang dipertimbangkan (Sys et al., 1991).
Pendekatan parametrik mempunyai berbagai keuntungan yaitu kriteria yang dapat
dikuantifikasikan dan dapat dipilih sehingga memungkinkan data yang obyektif;
keandalan, kemampuan untuk direproduksikan dan ketepatannya tinggi. Masalah yang
mungkin timbul dalam pendekatan parametrik ialah dalam hal pemilihan sifat, penarikan
batas-batas kelas, waktu yang diperlukan untuk mengkuantifikasikan sifat serta kenyataan
bahwa masing-masing klasifikasi hanya diperuntukkan bagi penggunaan lahan tertentu
(Sitorus, 1998)
Kombinasi Pendekatan Pembatas dan Parametrik
Kombinasi pendekatan parametrik dan pendekatan pembatas sering digunakan
untuk menentukan kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu. Penentuan kelas
kesesuaiannya dilakukan dengan cara memberi bobot atau harkat berdasarkan nilai
kesetaraan tertentu dan menentukan tingkat pembatas lahan yang dicirikan oleh bobot
terkecil (Sys et al., 1991).
Kriteria Penilaian Kelas Kesesuain Lahan

Klasifikasi Kesesuaian Lahan


Kesesuaian lahan merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan
untuk penggunaan tertentu. Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan penilaian
pengelompokan suatu kawasan tertentu. Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan penilaian
dan pengelompokan suatu kawasan tertentu dari lahan dalam hubungannya dengan
penggunaan yang dipertimbangkan (FAO, 1976) dalam Sitorus (1998).Struktur dari
kesesuaian lahan menurut metode FAO (1976) yang terdiri dari empat kategori yaitu :
(1) Ordo : menunjukkan jenis/macam kesesuaian atau keadaan kesesuaian
secara umum.
(2) Kelas : menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.
(3) Sub-kelas : menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang
diperlukan di dalam kelas.
(4) Unit : menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan
dalam pengelolaan di dalam sub-kelas.
Ordo
Tingkat ini menunjukkan apakah lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan
tertentu. Oleh karena itu ordo kesesuaian lahan dibagi dua, yaitu :
a. Ordo S : Sesuai
Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan untuk suatu
penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau dengan sedikit resiko kerusakan terhadap
sumber daya lahannya. Keuntungan yang diharapkan dari hasil pemanfaatan lahan ini akan
melebihi masukan yang diberikan.
b. Ordo N : Tidak Sesuai
Lahan yang termasuk ordo ini mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga
mencegah suatu penggunaan secara lestari.
Kelas
Ada tiga kelas dari ordo tanah yang sesuai dan dua kelas untuk ordo tidak sesuai,
yaitu :
Kelas S1 : Sangat Sesuai
Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan secara lestari
atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti dan tidak berpengaruh secara nyata
terhadap produksinya serta tidak akan menaikkan masukan dari apa yang telah biasa
diberikan.
Kelas S2 : Cukup Sesuai
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk suatu penggunaan
yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan sehingga akan
meningkatkan masukan yang diperlukan.
Kelas S3 : Sesuai Marjinal
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas yang sangat berat untuk suatu
penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan
perlu menaikkan masukan yang diperlukan.
Kelas N1 : Tidak Sesuai pada saat ini
Lahan yang mempunyai pembatas yang lebih berat, tetapi masih mungkin diatasi.
Kelas N2 : Tidak Sesuai selamanya
Lahan yang mempunyai pembatas yang permanen, mencegah segala kemungkinan
penggunaan lahan.
Sub Kelas
Sub kelas kesesuaian lahan menggambatkan jenis faktor pembatas. Sub kelas
ditunjukkan oleh huruf jenis pembatas yang ditempatkan sesudah simbol S2, S3, atau N
sedangkan S1 tidak mempunyai sub kelas karena tidak mempunyai faktor pembatas.
Beberapa jenis pembatas yang menentukan sub kelas kesesuaian lahan, yaitu :
a. Pembatas iklim (c)
b. Pembatas topografi (t)
c. Pembatas kebasahan
d. Pembatas faktor fisik tanah (s)
e. Pembatas faktor kesuburan tanah (f)
f. Pembatas salinitas dan alkalinitas (n

KEMAMPUAN LAHAN
1. Pengertian Kemampuan Lahan
Kemampuan lahan adalah kemampuan suatu lahan untuk digunakan sebagai usaha
pertanian yang paling intensif yang termasuk juga tindakan pengelolaannya tanpa
menyebabkan tanahnya menjadi rusak dalam jangka waktu yang terbatas.
Lahan yang mempunyai kemampuan yang baik memiliki sifat fisik dan kimia yang
sesuai dengan kebutuhan tanaman sehingga akan mampu mendukung pertumbuhan dan
produksi tanaman secara optimal dan berkesinambungan.
2. Klasifikasi Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan lahan adalah pengelompokan lahan kedalam satuan-satuan
khusus menurut kemampuannya untuk penggunaan intensif untuk perlakuan yang
diperlukan untuk dapat digunakan secara terus-menerus. Dengan kata lain, klasifikasi ini
akan menetapkan jenis penggunaan yang sesuai dan jenis perlakuan yang diperlukan untuk
dapat digunakan bagi produksi tanaman secara lestari.
Klasifikasi kemampuan lahan ditujukan kepada pencegahan erosi, pengawetan
tanah, mempertahankan dan memperbaiki kesuburan tanah. Klasifikasi kemampuan lahan
untuk keperluan penggunaan lahan, pertama kali dibuat secara eksplisit oleh USDA.
Dalam klasifikasi pengelompokan utama didasarkan pada satuan peta tanah, tetapi
sifat fisik tanah lainnya seperti kemiringan lereng, banjir dan iklim juga diperhitungkan.
Konsep utama yang dipergunakan adalah ada-tidaknya faktor penghambat yaitu sifat-sifat
lahan yang membatasi pengunaan lahan. Pembatas permanen adalah faktor pembatas yang
sulit diperbaiki seperti kedalaman tanah, iklim dan sebagainya. Pembatas sementara adalah
faktor pembatas yang dapat diperbaiki dalam pengelolan lahan seperti kandungan unsur
hara, kemasaman dan sebagainya. Lahan diklasifikasikan terutama berdasarkan pembatas
yang permanen
3. Struktur Klasifikasi Kemampuan Lahan
Salah satu sistem klasifikasi kemampuan lahan yang banyak digunakan adalah
sistem USDA. Sistem ini mengenal tiga kategori, yaitu ; (1) kelas (2) sub kelas (3) satuan
kemampuan. Penggolongan ke dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor pembatas yang
permanen atau sulit dirubah, penggolongan kedalam sub kelas didasarkan atas jenis faktor
pembatas tersebut dan satuan kemampuan merupakan paket usaha dan perlakuan yang
diperlukan atau disarankan.
a. Kelas
Kelas merupakan tingkat yang tertinggi dan bersifat luas dalam struktur
kemampuan lahan. Penggolongan kedalam kelas didasarkan atas intensitas faktor-faktor
penghambat yang permanen atau sulit diubah.
Pengelompokan tanah di dalam kelas terbagi ke dalam 8 kelas yang ditandai dengan
huruf Romawi dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hamabatan meningkat
berturut-turut dari kelas I sampai VIII. Tanah pada kelas I sampai kelas IV dengan
pengelolaan yang baik mampu menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan
seperti untuk penanaman tanaman pertanian umumnya (tanaman semusim dan tanaman
tahunan), rumput untuk makanan ternak, padang rumput dan hutan. Sedangkan tanah pada
kelas V sampai kelas VII tidak sesuai untuk usaha pertanian atau diperlukan biaya yang
sangat tinggi untuk pengelolaannya.
Kelas I, tanah pada kelas ini tidak mempunyai penghambat atau ancaman kerusakan
yang berarti dan sangat cocok untuk usaha tani yang intensif. Menurut Suripin, bahwa
tanah pada kelas ini umumnya datar, solum dalam, tekstur agak halus sampai sedang,
drainase baik, memiliki curah hujan dan musim yang cocok untuk hampir semua tanaman
dengan hasil yang memuaskan, tidak memperlihatkan gejala erosi geologis, dan mudah
diolah. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa tanah-tanah ini menghadapi resiko
penurunan kesuburan dan pemadatan, maka diperlukan usaha-usaha pemupukan dan
pemeliharan struktur agar lahan tetap produktif. Usaha-usaha lain yang dapat dilakukan
adalah pemupukan, pengapuran, penggunaan tanaman penutup tanah dan pupuk hijau,
penggunaan sisa-sisa tanaman dan pupuk kandang serta pergiliran tanaman. Biasanya
dalam peta klasifikasi kemampuan lahan, tanah pada kelas I diberi warna hijau.
Kelas II, tanah pada kelas ini memiliki sedikit faktor pembatas yang dapat
merupakan salah satu atau kombinasi dari faktor seperti lereng yang landai (sekitar 5 %),
kepekaan erosi atau ancaman erosi sedang atau telah mengalami erosi sedang, kedalaman
efektif agak dalam (90 cm), struktur tanah dan daya olah kurang baik dengan tekstur agak
kasar sampai halus, salinitas ringan sampai sedang atau terdapat garam natrium yang
mudah dihilangkan akan tetapi besar kemungkinan timbul kembali, kadang-kadang terkena
banjir yang merusak, kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase tetapi tetap ada
sebagai pembatas yang sedang tingkatannya, keadaan iklim agak kurang sesuai bagi
tanaman dan pengelolaannya. Tanah pada kelas ini sesuai untuk penggunaan tanaman
semusim, tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung dan
cagar alam. Di dalam peta klasifikasi kemampuan lahan biasanya diberi warna kuning.
Penggunaan lahan pada kelas ini memerlukan tindakan-tindakan pengawetan yang ringan
seperti pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam jalur(strip cropping),
pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, guludan, pemupukan
dan pengapuran.
Kelas III, bahwa tanah pada lahan kelas ini mempunyai lebih banyak faktor
pembatas dari pada tanah di lahan kelas II dan apabila digunakan untuk usaha pertanian
akan memerlukan tindakan konservasi yang serius yang umumnya akan lebih sulit baik
dalam pelaksanaan maupun pemeliharaannya. Kondisi lahan pada kelas ini miring atau
bergelombang (8-15 %), sangat peka terhadap erosi, solum dangkal, berdrainase buruk,
permeabilitas lambat, kapasitas menahan air lambat, kesuburan tanah rendah dan tidak
mudah diperbaiki. Apabila lahan ini diusahakan maka akan membutuhkan tindakan
pengawetan khusus seperti perbaikan drainase, system penanaman dalam jalur atau
pergiliran dengan tanaman penutup tanah, pembuatan teras disamping tindakan-tindakan
untuk meningkatkan kesuburan tanah seperti penambahan bahan organik, pupuk dan
sebagainya. Pada lahan kelas ini dapat dipergunakan untuk tanaman semusim dan usaha
pengolahan tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan
suaka margasatwa. Di dalam kemampuan lahan biasanya diberi warna merah.
Kelas IV, bahwa tanah pada lahan kelas ini mempunyai penghambat yang lebih
besar dibandingkan dengan kelas III sehingga pemilihan jenis penggunaan atau jenis
tanaman juga semakin terbatas. Apabila diusahakan maka akan membutuhkan tindakan
pengawetan khusus yang relatif lebih sulit pelaksanaannya dan pemeliharaannya
dibandingkan kelas-kelas sebelumnya. Jika dipergunakan untuk tanaman semusim
diperlukan teras bangku, saluran bervegetasi atau pergiliran dengan tanaman penutup tanah
atau makanan ternak atau pupuk hijau selama beberapa tahun misalnya 3-5 tahun.
Hambatan yang terdapat dalam tanah dalam kelas IV adalah lereng yang miring atau
berbukit (15-25 %), kepekaan erosi yang besar, solum dangkal, kapasitas menahan air
rendah, daerah yang sering tergenang yang menimbulkan kerusakan berat pada tanaman,
drainase buruk, salinitas atau kandungan natrium yang tinggi atau keadaan iklim yang
kurang menguntungkan. Tanah pada kelas IV ini dapat digunakan untuk tanaman semusim
atau tanaman pertanian pada umumnya dengan usaha-usaha pengawetan yang sulit seperti
tanaman rumput, hutan produksi, ladang penggembalaan, hutan lindung dan suaka alam.
Dalam peta klasifikasi kemampuan lahan diberi warna biru.
Kelas V, tanah-tanah di dalam kelas ini tidak terancam erosi akan tetapi mempunyai
hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilangkan sehingga membatasi pilihan
penggunaannya. Tanah-tanah ini terletak pada daerah topografi datar atau hampir datar
tetapi tergenang air, sering dilanda banjir, berbatu-batu atau mempunyai iklim yang tidak
sesuai dan didalam peta klasifikasi kemampuan lahan biasanya diberi warna hijau tua.
Contoh tanah-tanah lahan kelas V adalah tanah di daerah cekungan yang sering tergenang
air sehingga menghambat pertumbuhan tanaman, tanah berbatu, tanah di daerah rawa-rawa
atau di daerah yang sering dilanda banjir sehingga sulit di drainasekan. Ditambahkan pula
bahwa tanah dalam lahan kelas V ini tidak sesuai untuk tanaman semusim, tetapi lebih
sesuai untuk ditanami dengan vegetasi permanen seperti tanaman makanan ternak atau
dihutankan.
Kelas VI, tanah pada lahan kelas ini terletak pada lereng yang agak curam dengan
kemiringan 25-45 % sehingga sangat sensitif terhadap erosi sangat berbatu-batu atau
berpasir dan mengandung banyak kerikil, tanahnya sangat dangkal atau telah mengalami
erosi berat. Pada kelas VI ini tidak dapat digunakan untuk usaha tani tanaman semusim,
namun lebih sesuai untuk vegetasi permanen seperti padang rumput atau makanan ternak
atau dijadikan untuk hutan produksi. Jika digunakan untuk padang rumput sebaiknya
penggembalaan tidak merusak rumput penutup tanah sedangkan jika digunakan untuk
hutan, maka penebangan harus selektif dan mengikuti kaidah-kaidah konservasi tanah dan
air.
Kelas VII, tanah pada lahan kelas ini terletak pada lereng dengan kemiringan yang
curam (45-65 %) dan memiliki solum yang sangat dangkal serta telah mengalami erosi
yang sangat berat. Lahan kelas VII ini tidak cocok untuk budidaya pertanian. Jika
dipergunakan untuk padang rumput dan hutan produksi harus dilakukan dengan usaha
pencegahan erosi yang sangat berat. Tanah-tanah pada kelas VII yang dalam dan tidak
peka erosi jika dipergunakan untuk tanaman pertanian harus dibuatkan teras bangku yang
ditunjang dengan cara-cara vegetatif untuk konservasi tanah serta tindakan pemupukan.
Pada peta klasifikasi kemampuan lahan, lahan kelas VII biasa diberi warna coklat.
Kelas VIII, tanah pada kelas ini terletak pada lereng yang sangat curam (> 65 %),
permukaannya sangat berbatu karena tertutup batuan lepas atau batuan singkapan atau
tanah pasir di pantai. Lahan ini tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai
dibiarkan dalam keadaan alami dan dapat digunakan sebagai hutan lindung, tempat rekreasi
atau cagar alam. Pada peta klasifikasi kemampuan lahan, lahan kelas VIII ini biasanya
diberi warna putih atau tidak berwarna.
b. Sub Kelas
Sub kelas adalah pembagian lebih lanjut dari kelas berdasarkan atas jenis faktor
pembatas yang sama. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis,
yaitu : ancaman erosi (e), keadaan drainase atau kelebihan air atau ancaman banjir (w),
hambatan daerah perakaran (s) dan hambatan iklim (c).
Suripin (2002) menjelaskan sub kelas klasifikasi kemampuan lahan adalah sebagai
berikut :
 Subkelas e terdapat pada lahan yang menunjukkan erosi atau tingkat erosi yang telah
terjadi merupakan masalah utama yang di dapatkan dari kecuraman lereng dan kepekaan
erosi tanah.
 Subkelas w terdapat pada lahan dimana kelebihan air merupakan faktor penghambat utama
yang timbul akibat drainase buruk, air tanah yang dangkal atau tinggi dan bahaya banjir
yang merusak tanaman.
 Subkelas s meliputi lahan yang lapisan tanahnya dangkal, banyak terdapat batuan di
permukaan, kapasitas menahan air rendah, kesuburan rendah yang sulit diperbaiki, sifat-
sifat kimia sulit diperbaiki misalnya salinitas dan kandungan garam natrium atau senyawa-
senyawa kimia yang lain yang menghambat pertumbuhan tanaman atau tidak praktis
dihilangkan.
 Subkelas c meliputi lahan dimana iklim (suhu dan curah hujan) merupakan pembatas
penggunaan lahan.
c. Satuan Kemampuan
Kemampuan lahan dalam tingkat satuan kemampuan memberikan keterangan yang
lebih spesifik dan detail dari pada sub kelas. Tanah yang termaksud dalam satuan
kemampuan lahan mempunyai kemampuan dan memerlukan cara pengolahan (pemupukan
dan lain sebagainya) yang sama untuk pertumbuhan tanaman. Lahan dalam satuan
kemampuan yang sama harus seragam dalam produksi tanaman pertanian atau rumput di
bawah tindakan pengolahaan yang sama, kebutuhan akan tindakan konservasi dan
pengelolaan yang sama di bawah vegetasi penutup yang sama dan mempunyai produksi
potensial yang setara atau perbedaan hasil dibawah system pengelolaan yang sama.
Satuan kemampuan diberi tanda dengan menambahkan angka-angka ini
menunjukan besarnya tingkat dari faktor penghambat yang ditunjukkan dalam subkelas.
Satuan kemampuan merupakan kelompok lahan yang mempunyai potensi, faktor pembatas
dan satuan pengelolaan yang sama. Satuan dilambangkan dengan angka. Misalnya IIIe-1,
IIIe-2 dan sebagainya. Lahan dalam satuan yang sama dapat dipergunakan untuk budidaya
tanaman yang sama, memerlukan pengelolaan dan konservasi yang tidak berbeda, serta
potensi produksi yang sebanding.

4. LANGKAH KERJA
1. Siapkan data hujan yang akan diolah (dalam kurun waktu 1tahun )
2. Buatlah table pada ms.excel
3. Masukkan data hujan tersebut pada ms.excel
4. Menjumlahkan kejadian-kejadian hujan setiap bulan dalam setahun
5. Mencari rata-rata hujan perbulanan dan pertahun
6. Menganalisis data
7. Membuat laporan praktikum

Diagram Alir
Siapkan data Menganalisis Membuat
hujan (1tahun ) data laporan

Buatlah table Mencari rata-


pada excel rata hujan

Menjumlahkan
Masukkan data
kejadian-
hujan
kejadian hujan

5. HASIL

6. PEMBAHASAN

7. KESIMPULAN
Dari pembahasan dan hasil praktikum perhitungan intensitas hujan diatas ,dapat
disimpulkan bahwa:
 Hasil intensitas hujan pada daerah kajian yang bervariasi mulai dari kategori
rendah yaitu (3,00 mm) hingga sedang (11,63 mm) menrut klasifikasi dari
Kohnke.
 Intensitas hujan yang bervariasi pada suatu waktu tertentu dapat menyebabkan
erosi secara mendadak
 Erosi yang terjadi berhubungan dengan energy kinetik yang besar pada intensitas
hujan yang besar pula.
 Faktor penyebab perbedaan curah hujan diantaranya karena perbedaan bentuk
medan/ topografi, dan arah lereng medan

8. DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Azhan. 2010. Kelas Kemampuan Lahan. Perencanaan Pengembangan Wilayah.

Universitas Hasanuddin. Makassar

Rosyida, Fatiyah. 2011. Evaluasi Sumberdaya Lahan (ESL) Untuk Kawasan Industri di

Jenu, Kabupaten Tuban. Skripsi Jurusan Geografi Universitas Negeri Malang

Suripin. (2002). Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi Yogyakarta.

Sutanto. 1991. Evaluasi Sumberdaya Lahan (ESL) Untuk Kawasan Industri.

Yogyakarata: Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai