Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep VP shunt
1. Definisi
Ventriculoperitoneal shunt (VP shunt) adalah alat kesehatan yang dipasang
untuk melepaskan tekanan dalam otak. VP shunt direkomendasi bagi pasien yang
menderita hidrosefalus. Kondisi ini disebabkan oleh cairan serebrospinal (CSF)
berlebih yang membuat perluasan ruang dalam otak (ventrikel) menjadi sangat
cepat, sehingga memicu tekanan yang tak semestinya. Jika tidak segera ditangani,
kondisi ini dapat berujung pada kerusakan otak.

2. Tujuan
a. Untuk membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase.
b. Untuk mengalirkan cairan yang diproduksi di dalam otak ke dalam rongga
perut untuk kemudian diserap ke dalam pembuluh darah.

3. Indikasi
Ventriculoperitoneal Shunt adalah prosedur pembedahan yang dilakukan
untuk membebaskan tekanan intrakranial yang diakibatkan oleh terlalu banyaknya
cairan serbrospinal (hidrosefalus). Cairan dialirkan dari ventrikel di otak menuju
rongga peritoneum. Sejumlah komplikasi dapat terjadi setelah pemasangan
ventriculoperitoneal shunt untuk manajemen hidrosefalus. Komplikasi ini
termasuk infeksi, blok, subdural hematom, ascites, CSSoma, obstruksi saluran
traktus gastrointestinal, perforasi organ berongga, malfungsi, atau migrasi dari
shunt. Migrasi dapat terjadi pada ventrikel lateralis, mediastinum, traktus
gastrointestinal, dinding abdomen, vagina, dan scrotum.
Infeksi shunt didefinisikan sebagai isolasi organisme dari cairan ventrikuler,
selang shunt, reservoir dan atau kultur darah dengan gejala dan tanda klinis
menunjukkan adanya infeksi atau malfungsi shunt, seperti demam, peritonitis,
meningitis, tanda-tanda infeksi di sepanjang jalur selang shunt, atau gejala yang
tidak spesifik seperti nyeri kepala, muntah, perubahan status mental dan kejang.
Infeksi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada kelompok usia muda.
Sebagian besar infeksi terjadi dalam 6 bulan setelah prosedur
dilakukan.Infeksi yang terjadi biasanya merupakan bakteri staphylococcus dan
propionibacterial. Infeksi dini terjadi lebih sering pada neonatus dan berhubungan
dengan bakteri yang lebih virulen seperti Escherichia coli. Shunt yang terinfeksi
harus dikeluarkan, CSS harus disterilkan, dan dilakukan pemasangan shunt yang
baru. Terapi shunt yang terinfeksi hanya dengan antibiotik tidak direkomendasikan
karena bakteri dapat di tekan untuk jangka waktu yang lama dan bakteri kembali
saat antibiotik diberhentikan.
Terapi pada infeksi shunt hanya dengan antibiotik tidak direkomendasikan
karena meskipun bakteri dapat ditekan untuk jangka waktu tertentu, namun bakteri
akan kembali berkembang setelah pemberian antibiotik dihentikan. Pada pasien ini
dilakukan eksternisasi selang VP shunt yang berada di distal,selanjutnya dilakukan
pemasangan ekstraventricular drainage, serta pemberian antibiotik sesuai hasil tes
sensitivitas bakteri. Hal ini dilakukan agar tetap terjadi drainage dari cairan
serebrospinal yang belebihan agar tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Subdural hematom biasanya terjadi pada orang dewasa dan anak-anak
dengan perkembangan kepala yang telah lengkap. Insiden ini dapat dikurang
dengan memperlambat mobilisasi paska operasi. Subdural hematom diterapi
dengan drainase dan mungkin membutuhkan oklusi sementara dari shunt.

4. Kontra indikasi
Operasi ventriculoperitoneal shunt merupakan prosedur aman dengan
tingkat keberhasilan tinggi. Namun, sama seperti prosedur bedah pada umumnya,
ada komplikasi dan resiko yang mungkin terjadi. Resiko bedah VP Hunt adalah
infeksi dan pendarahan berat. Sedangkan, komplikasi yang mungkin muncul
adalah reaksi penolakan zat bius, seperti perubahan tingkat tekanan darah dan
kesulitan bernapas.
Komplikasi khusus akibat VP shunt termasuk jarang, namun bisa sangat
serius. Komplikasi ini termasuk:
a. Infeksi implan shunt yang berujung pada infeksi otak
b. Penggumpalan darah
c. Pendarahan di dalam otak
d. Pembengkakan otak
e. Kerusakan jaringan otak karena VP shunt
Sebaiknya, selalu waspada terhadap gejala-gejala, seperti demam, nyeri
perut, sakit kepala, serta kenaikan denyut jantung dan tekanan darah abnormal,
yang merupakan tanda malfungsi shunt.

5. Penatalaksanaan/ Tindakan
 Posisi kepala pasien supine dengan kepala diganjal dengan bantal bulat
(donat).
 Posisi sedikit head up (15† - 30†)
 Pasang body strapping (doek steril)
 Tim operasi melakukan scrubbing, gowning and gloving.
 Desinfeksi area operasi
 Drapping area operasi
 Pasang sterile drapes (opsite)
 Pasang kauter bipolar, selang suction + canule suction.
 Injeksi dengan adrenalin 1:200000 pada lokasi insisi.
 Berikan mess 1 untuk insisi kulit subcutis
 Berikan mess 2 untuk insisi fat-galea-otot-periosteum
 Rawat pendarahan dengan kauter bipolar, irigasi dengan larutan NaCl saat
bipolar difungsikan, sambil dilakukan suction.
 Berikan respatorium untuk menyisihkan periousteum.
 Tutup luka insisi kepala sementara dengan kassa basah.
 Berikan mess 1 untuk insisi kulit abdomen bagian atas.
 Perdalam insisi sampai dengan fasia (sampai kelihatan fasia).
 Berikan spaner VP-Shunt untuk memasang ventrikel VP Shunt, dari
kepala-leher-abdomen keluar pada daerah insisi di abdomen.
 Ujung mandrin VP-Shunt diikat dengan benang Seide no 1.
 Tarik mandrin VP-Shunt ke atas (bagian insisi kepala).
 Berikan ventrikel VP-Shunt kemudian diikat dengan benang Seide NO 1
yang sudah dimasukkan dalam soft tissue ( dibawah fat diatas fasia).
 Seide no 1 ditarik ke bagian bawah (insisi pada abdomen) ventrikel VP-
Shunt sudah masuk dan terhubung dari kepala ke abdomen.
 Pasang konektor VP-Shunt kemudian di spool dengan NaCl sampai lancar
tidak ada hambatan.
 Berikan bor set craniotomi untuk bor hole kemudian rawat pendarahan
 Berikan desector dan klem pean bengkok untuk ambil sisa tulang
 Berikan kauter bipolar untuk cess dura.
 Berikan speed mess untuk insisi dura.
 Berikan ventrikel katheter + mandrin dimasukkan ke dalam intra cerebral
sampai keluar cairan (hidrocephalus).
 Sambung ventrikel katheter dengan ventrikel VP-Shunt.
 Sambungan difiksasi
 Tarik ventrikel VP-Shunt ke arah distal (abdomen).
 Pastikan aliran cairan pada ventrikel lancar.
 Berikan pinset anatomis 2 buah + gunting metzenbaum untuk insisi
peritonium ± 1 cm.
 Masukkan ventrikel VP Shunt kedalam peritoneum
 Tutup luka insisi
 Berikan benang absorbable untuk jahit fasia, fat pada kepala dan abdomen.
 Berikan jahitan benang non-absorbable untuk jahit kulit.
 Bersihkan luka dengan kassa basah kemudian keringkan.
 Beri sufratul-kassa-hipafic
 Bereskan alat.
 Operasi selesai

6. Pemeriksaan penunjang
a. Rontgen fotokepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui :
Hidrosefalus tipe congenital / infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya
pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial kronik
berupa imopressio digitate dan erosi proses susklionidalis posterior.
Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari
foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan
intrakranial.
b. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama
3 menit .Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber
adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinarakan terlihat lebih lebar
1-2 cm.
c. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar
kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara
dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar
lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus
terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus
telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak
akan terjadi secara menyeluruh.
d. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya
dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk
kedalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan
terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang
besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan
lubang dengan bor pada cranium bagian frontal atau oksipitalis.
Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di
rumahs akit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah
ditinggalkan.
e. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat
lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata
tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan system ventrikel hal
ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi
system ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
f. CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya
pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas
ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel
IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena
terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikans
gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua system
ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
g. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medulla spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat
bayangan struktur tubuh.

7. Pathway

VP SHUNT

Pre Operasi Post Operasi


Intra Operasi

Cemas, Banyak Adanya luka


Gelisah, bertanya Pembiusan pasca operasi
Khawati General

Kurang
Nyeri akut
informasi Resiko
Koping Suhu
Individu Lingkungan perdaraha
tidak efektif 18-22’c n Resiko infeksi
Kurang
pengetahuan
Resiko
Hipotermi tinggi Perpusi
cedera jaringan
Ansietas serebral tidak
efektif
8. Gambar
Posisikan kepala pasien supine dengan 15 – 30 derajat head up, setelah itu
persiapan lain meliputi penggambaran pola, disinfeksi dsb kemudian diincisi scalp.

Shunt kateter yang telah diukur atau selang khusus disiapkan

Setelah di burr hole (melubangi tengkorak dengan bor khusus), pasang pada area
yang telah ditentukan tersebut

Untuk lebih jelasnya kita lihat dalamnya otak sebagai berikut, jadi diletakkan
dimasukkan melalui ventrikel bagian lateral atau luar
Posisi kateter mengenai ventrikel latera

Kateter disipkan/ditelakkan di bawah kulit

Kateter itu diletakkan di bawah peritoneum


Pada prinsipnya aliran otak yang diproduksi oleh plexus choroidalis berkisar 400-
500 ml per hari, sehingga sumbatan pada aliran tersebut dapat membuat gangguan
pada otak.
9. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Ansietas b.d Kurang Tujuan : 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Mengetahui tingkat


informasi dan Kurang Setelah dilakukan tindakan pasien dan pasien tentang penyakitnya pengetahuan pasien
pengetahuan keluarga mengenali penyakit pasien dan 2. Jelaskan tanda dan gejala 2. Agar pasien dapat
pengobatan nya. patofisiologi dari penyakit mengetahui penyakitnya
Kriteria hasil : 3. Sediakan informasi pada 3. Memberi pengetahuan pada
1. Pasien dan keluarga menyatakan pasien tentang kondisi, dengan psien
pemahaman tentang penyakit, cara yang tepat 4. Memberitahukan mengenai
kondisi, prognosis, dan program 4. Sediakan bagi pasien dan progres penyakit pasien agar
pengobatam. keluarga tentang kemajuan keluarga dpat berkolaborasi
2. Pasien dan keluarga mampu pasien dengan cara yang tepat aktif terjhadap pengobatan
melaksanakan prosedur yang 5. Diskusikan perubahan gaya pasien
dijelaskan dengan benar hidup yang mungkin 5. Untuk mencegah
3. Pasien dan keluarga mampu diperlukan komplikasi lebih lanjut
menjelaskan kembali apa yang 6. Hindari menggunakan teknik 6. Memberi kenyamanan pada
dijelaskan perawatan/tim menakut-nakuti pasien dan keluarga
kesehatan. 7. Mengikutsertakan keluarga 7. Dukungan keluarga
bila memungkinkan dalam memotivasi pasien selama
melaksanakan menjalani perawatan.
pengobatan/terapi.
Nyeri b/d terputusnya Tujuan : NIC : 1. Mengetahui tingkatan nyeri
kontinuitas jaringan Setelah dilakukan tindkan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri untuk menentukan tindkan.
pasien terbebas dari nyeri/nyeri secara komprehensif termasuk 2. Validasi terhadap adanya
berkurang lokasi, karakteristik, durasi, ketidaknyamanan
Kriteria hasil: frekuensi, kualitas dan faktor 3. 3. Memberikan kenyamanan
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu presipitasi pada pasien dan agar pasien
penyebab nyeri, mampu 2. Observasi reaksi nonverbal terbuka
menggunakan teknik dari ketidaknyamanan 4. Budaya dapat
nonfarmakologi untuk mengurangi 3. Gunakan teknik komunikasi mempengaruhi respon nyeri
nyeri). terapeutik untuk mengetahui seseorang
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang pengalaman nyeri pasien 5. Mengetahui adanya nyeri
dengan menggunakan manajemen 4. Kaji kultur yang masa lampau
nyeri. mempengaruhi respon nyeri 6. Evaluasi ketidakefektifan
3. Mampu mengenali nyeri (skala, 5. Evaluasi bersama pasien dan kontrol nyeri
intensitas, frekuensi, dan tanda tim kesehatan lain tentang 7. Mengurangi faktor
nyeri) ketidakefektifan kontrol nyeri penyebab nyeri
4. Menyatakan rasa nyman setelah masa lampau 8. Distraksi mengalihkan
nyeri berkurang 6. Kontrol lingkungan yang dpat perhatian dan membuat
5. Tanda vital dalam rentang normal mempengaruhi nyeri seperti nyaman pasien.
suhu ruangan , pencahayaan 9. Mengurangi nyeri
dan kebisingan
7. Lakukan penanganan nyeri
non farmakologi
8. Kolaborasi pemberian
analgetik

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Resiko infeksi b/d luka Tujuan : NIC : Pengendalian infeksi 1. Mencegah terjadinya
post operasi Pasien tidak mengalami infeksi atau 1. Pantau tanda/gejala infeksi infeksi
tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada 2. Rawat luka operasidengan 2. Mencegah invasi
pasien teknik steril mikroorganisme
Kriteria hasil : 3. Memelihara teknik isolasi, 3. Mencegah infeksi
Tidak menunjukan tanda-tanda infeksi batasi jumlah pengunjung 4. Mencegah infeksi
4. Ganti peralatan perawatan
pasien sesuai dengan protap
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Perfusi jaringan tidak efektif: Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status neurologis yang 1. Status neurologis
serebral b.d peningkatan keperawatan 3x24 jam tidak berhubungan dengan tanda- berhubungan
tekanan intrakranial, terjadi peningkatan tekanan tanda peningkatan tekanan untuk mengetahui peningkatan
hipervolemia. intrakranial dengan kriteria hasil: intrakranial, terutama GCS TIK secara dini.
Tekanan intrakranial 0-15 2. Monitor tanda-tanda vital:TD, 2. Untuk mengetahui kondisi
mmHg. nadi, respirasi, suhu, minimal aliran darah dan aliran oksigen
Perfusi otak lebih dari 50 tiap 15 menit sampai keadaan ke otak
mmHg. pasien stabil 3. Penurunan keasadaran
Kesadaran Komposmetis 3. Monitor tingkat kesadaran, menandakakan adanya
Tidak terjadi nyeri kepala sikap reflek, fungsi motorik, peningkatan TIK
TTV normal sensorik tiap 1-2 jam. 4. Memberikan posisinya kepada
tampak rileks, tidak meringis 4. Naikkan kepala dengan sudut pasien dan mengurangi
kesakitan 15-450, tanpa bantal (tidak terjadinya peningkatan tekanan
hiperekstensi atau fleksi) dan intrakarnial
posisi netral (posisi kepala 5. Dengan mengurangi aktivitas
sampai lumbal ada dalam garis sepertimengejan saat BAB,
lurus menarik nafas, membalikkan
5. Anjurkan anak dan orang tua badan, batuk. Dapat
untuk mengurangi aktivitas menghidari terjadinya
yang dapat menaikkan tekanan peningkatan tekanan
intrakranial atau intracranial
intraabdominal, misal: 6. Dengan dilakukan
mengejan saat BAB, menarik pembedahan, diharapkan
nafas, membalikkan badan, cairan cerebrospinal
batuk. berkurang, sehingga TIK
6. Berkolaborasi dengan dokter menurun, tidak terjadi
untuk melakukan pembedahan, penekanan pada lobus
untuk mengurangi peningkatan oksipitalis dan tidak terjadi
tekanan intracranial pembesaran pada kepala
DAFTAR PUSTAKA

NANDA. 2012. Nursing Diagnoses: Definition and Classifications 2012-2014.


Philadephia: NANDA International\

Prince & Wilson. 2006. Patofisiologis. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,
Edisi 8, Volume 3. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai