Anda di halaman 1dari 8

TUGAS SISTEM POLITIK INDONESIA

MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISTEM POLITIK INDONESIA

Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia

Gambaran Situasi Peredaran dan Penyalahgunaan Obat.

Masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia saat ini, menurut beberapa pakar, sudah

mencapai titik yang mengkhawatirkan. Bukan hanya di kalangan remaja di perkotaan, bahkan

sudah menjalar ke kalangan anak-anak di daerah pedesaan.

Prevalensi Pengguna Narkoba di Indonesia

Mencermati angka prevalensi dalam unit juta orang di tahun 2015, dimana apabila tidak ada

penghambat penyalahgunaan narkoba, dengan asumsi penduduk Indonesia berjumlah 250

juta orang, maka di Indonesia diperkirakan sekitar 5.1 juta orang akan menjadi penyalahguna

narkoba atau di antara 50 orang WNI ada satu pengguna narkoba. Bisa jadi setiap lembaga

yang mempunyai staf lebih dari 50 orang dipastikan ada diantaranya pengguna narkoba. Jika

demikian lembaga penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, KPK, kehakiman), lembaga

hankam, lembaga tinggi negara lain, perusahaan swasta dan milik negara di Indonesia

dipastikan terdapat pengguna narkoba. Cepat atau lambat bisa menghancurkan kelangsungan

bangsa Indonesia.

Pengguna Narkoba di Indonesia

Selain itu, hasil penelitian bersama antara BNN dan Puslitkes-UI yang dilakukan pada 2012,

Kapuslitdatin BNN, Darwin Butar Butar, mengungkap bahwa pengguna narkoba menurut

tingkat ketergantungan adalah sekitar 3.8 juta - 4.2 juta orang.


Di Indonesia sendiri, sebelum kemerdekaan Pemerintah Belanda memberikan izin pada

tempat-tempat tertentu untuk menghisap candu dan pengadaan (supply) secara legal

dibenarkan berdasarkan undang-undang. Orang-orang Cina pada waktu itu menggunakan

candu dengan cara tradisional, yaitu dengan jalan menghisapnya melalui pipa panjang. Hal

ini berlaku sampai tibanya Pemerintah Jepang di Indonesia. Pemerintah pendudukan Jepang

menghapuskan Undang-Undang itu dan melarang pemakaian candu (Brisbane Ordinance).

Permasalahan Narkoba dan Dampak Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia:

Sejumlah Asumsi yang Dikemukakan dalam Berbagai Tulisan Tentang

Penyalahgunaan Narkoba

Meningkatnya jumlah penyalahguna narkoba dari tahun ke tahun tentunya tidak bisa

dianggap masalah yang ringan, tetapi perlu dianggap serius agar penanggulangannya juga

bisa dilakukan secara serius. Secara garis besar, gejala penyalahgunaan dan pengedaran

illegal narkoba dibangun dan dirumus berdasar pada sejumlah asumsi dan faktor-faktor yang

berkaitan dan saling mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor letak geografi

Indonesia, faktor ekonomi, faktor kemudahan memperoleh obat, faktor keluarga dan

masyarakat, faktor kepribadian serta faktor fisik dari individu yang menyalahgunakannya.

Kerangka Pemikiran atas Penyalahgunaan Narkoba:

Masalah penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang amat kompleks dan

multidimensional. Agar dapat mengkaji dan memahami gejala penyalahgunaan dan

pengearan illegal narkoba ini, akan dicoba membahasnya dengan menggunakan kerangka

pendekatan dan sistem teori yang banyak disebut sebagai Teori Sistem, atau Teori Sistem

Tindakan Sosial, atau bahkan disindir sebagai Holistic Theory. Namun dalam tulisan ini,

sistem teori ini disebut sebagai sitem tindakan sosial, yaitu membahas, mengkaji, dan
memahami tindakan sosial manusia (baik secara individu maupun secara sosial (berkelompok

atau bergolongan), melalui analisa sistem yang mewujudkan tindakan tersebut.

Program Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika di Indonesia:

Masalah penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang amat kompleks dan

multidimensional. Sebagaimana dengan “kejahatan” atau “perilaku menyimpang” lainnya,

boleh dikatakan, tidak ada satu penyebab tunggal yang menimbulkan penyalahgunaan obat

ini. Masing-masing penyalahguna dan pengedar narkoba mungkin mempunyai sebab

tersendiri, walaupun sedikit banyak dan sampai batas tertentu dapat digeneralisir secara

sosial. Seperti misalnya, keuntungan secara ekonomi dari mengedarkan narkoba mungkin

sangat menggiurkan sehingga mengabaikan risiko yang harus ditanggung bilamana

tertangkap oleh petugas hukum. Namun demikian, dalam kenyataannya tidak semua orang,

walaupun mempunyai kesulitan ekonomi dan punya akses terhadap perdagangan narkoba

mau menjadi pengedar narkoba. Tentunya ada faktor lain di samping faktor ekonomi yang

dapat menyebabkan seseorang mau menjadi pengedar narkoba. Demikian pula dengan

penyalahguna narkoba. Walaupun harga narkoba amat mahal, tetapi banyak pula

penyalahguna narkoba dari golongan tingkat ekonomi lemah.

Contoh lain adalah mudahnya mendapat obat tanpa resep dokter di apotik. Beberapa apotik

seringkali menjual obat-obatan yang mengandung bahan ‘addictive” sejenis barbiturates yang

menyebabkan kantuk, yang banyak digunakan dalam obat batuk, obat flu dan obat allergi.

Dalam dosis yang ditentukan mungkin tidak ada dampak sampingan. Namun kalau digunakan

dalam dosis yang berlebihan bisa menimbulkan dampak seperti narkotika.Untuk kasus mabuk

karena minuman keras oplosan, penjualan bebas spiritus dan lem (Aica Aibon dan lain-lain

merk) juga ikut menyumbang dampak fatal sebagaimana halnya dengan kelebihan dosis

narkotika. Lem (semacam Aica Aibon) banyak digunakan oleh remaja dari kalangan ekonomi
rendah untuk memperoleh dampak narkotika dengan menghirup aroma lem itu dalam kurun

waktu tertentu. Sehubungan dengan hal ini, tentunya harus dipertimbangkan pelarangan

penjualan bebas bagi bahan-bahan dan obat-obat yang bisa menimbulkan dampak mabuk dan

perubahan psikologis ini. Namun demikian, dalam kenyataannya tidak semua menggunakan

bahan dan obat ini untuk mendapatkan dampak sebagaimana dampak narkoba. Bahkan masih

banyak orang, termasuk remaja masa kini, yang tidak mau menkonsumsi obat sembarangan

tanpa konsultasi kepada dokter.

Kondisi geografis Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua lautan serta dengan

banyaknya pulau yang mempunyai pelabuhan udara dan laut, besar dan kecil, serta garis

pantai yang terpanjang keempat di dunia, merupakan tempat ideal untuk tranportasi dan

distribusi bahan-bahan narkoba.Lingkungan fisik masyarakat Indonesia ini rawan dijadikan

hub (pusat) pendistribusian narkoba antar pulau, negara dan benua.

Adanya pengaruh budaya asing, terutama budaya-budaya yang bersifat individualistik dan

yang mengutamakan kepuasan/kesenangan pribadi (hedonistis), meningkatkan gaya dan pola

hidup banyak masyarakat dan komunitas, terutama kalangan remaja yang menjadi terlibat

dengan penyalahgunaan narkoba ini. semakin diabaikannya nilai-nilai luhur dan etika serta

sistem moral bangsa yang dibangun berdasar kepada kearifan lokal budaya suku bangsa

selama beratus tahun.

Bilamana kita kaji fakta yang ada, untuk dapat membuat, menyusun dan menerapkan

program penanggulan penyalahgunaan narkoba ini, pada level individu dan level sosial

(termasuk level nasional) haruslah dikaji lebih mendalam perkembangan individu-inddividu

penyalahguna narkoba sebelum bisa menyusun program yang tepat guna. Di samping itu,

mungkin ada baiknya bahwa program penanggulangan ini dilakukan secara terpadu dengan
program pengembangan modal insani agar pada ujungnya nanti Indonesia mempunyai modal

sosial yang kokoh dan tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan.

Dalam hal peredaran dan pengurangan sediaan, BNN cukup berhasil dengan berkoordinasi

dengan berbagai bandara udara dan laut. Cukup besar volume narkoba dan banyak pengedar

internasional yang dapat dicekal. Namun dengan masih banyaknya bandara udara yang belum

mempunyai peralatan diteksi yang canggih, masih banyak narkoba yang lolos dan memasuki

wilayah Indonesia. Disamping itu, adanya kecurigaan tangkap pilih pengedar narkoba karena

budaya korupsi, yang mungkin bisa menyebabkan ada oknum BNN yang meloloskan narkoba

yang diselundupkan dengan imbalan sejumlah uang.

Dalam pelaksanaan program P4GN, BNN juga sudah lebih maju, dalam arti arti lebih banyak

program yang dicipta dan dilaksanakan. Namun demikian, ketepatan sasaran dari program

BNN yang masih harus diteliti lebih lanjut, mana yang tepat sasaran dan tepat guna serta

mana yang belum. Pelaksanaan program P4GN ini pun masih terbatas di daerah perkotaan

atau di pulau-pulau yang di anggap rawan terjadi penyalahgunaan narkoba. Sedangkan di

daerah pedesaan yang cukup jauh dari kota atau di pulau-pulau yang penduduknya masih

jauh dari narkoba, program P4GN belum ada atau belum dilaksanakan dengan sepenuh hati.

Dalam masalah koordinasi untuk P4GN, BNN bersama dengan instansi dibawahnya (Badan

Narkotika Propinsi dan Badan narkotika Kabupaten) juga sudah lebih berhasil. Dengan

menggandeng sekolah dan lembaga swadaya masyarakat, BNN melakukan kegiatan pelatihan

dan penyuluhan tentang narkoba dan P4GN. Namun memang belum berhasil dalam

memadukan kinerja kerjasama dan koordinasi antar institusi yang terlibat dalam P4GN.

Materi penyuluhan dan kempetensi penyuluh masih harus dikaji lebih mendalam. Penyuluhan

yang dilakukan selama ini terutama pada remaja kurang memperhatikan kondisi sasaran.

Penyampaian materi cenderung monoton, kurang variatif. Hasil penelitian Suryani (2006),
baru-baru ini tentang persepsi remaja terhadap pelaksanaan penyuluhan narkoba di Jatinongor

menunjukkan 54,4 % responden menyatakan negatif terhadap metode dan pemberi materi

pada penyuluhan yang pernah mereka ikuti. Mereka menyarankan agar metode yang

digunakan disesuaikan dengan kondisi remaja.

Bersama dengan lembaga-lembaga pemerintah dan juga lembaga-lembaga non pemerintah,

BNN juga telah melakukan berbagai sosialisasi tentang bahaya narkoba dan program

pencegahan peredaran narkoba, seperti misalnya slogan, poster, pamflet, brosur tentang

narkotika, pemberitahuan tentang peredaran narkoba yang disampaikan dalam penerbangan

dalam negeri, serta program-program sosialisasi lainnya. Namun demikian, program

sosialisasi ini kadang justru memicu keingintahuan sebagian orang untuk lebih tahu tentang

dan mencoba narkoba. Masih terdapat kelemahan dalam program sosialisasi, seperti misalnya

banyak slogan yang dibuat kurang simpatik, terkesan seram, dan merancukan (lihat contoh-

contoh poster terlampir).

Kerangka Pemikiran dalam Menyusun Program Penganggulangan Penyalahgunaan


Narkoba: Kajian Awal

Dalam proses pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia beberapa dekade lalu,

pernah dikenal istilah “the man behind the gun” sebagai motto dalam meningkatkan dan

mengembangkan kemampuan dan kualitas sumber daya manusia. Namun diabaikan bahwa

“the man behind the gun” semata tidak akan bisa membina dan mengembangkan modal

insani yang seutuhnya. Bisa saja seseorang sangat ahli dalam mengoperasikan “senjata”

dalam mencapai suatu tujuan, baik tujuan pribadi, tujuan perusahaan, atau lembaga lainnya.

Tapi diabaikan bahwa penggunaan “senjata” ini bisa semena-mena bilamana manusia yang

mengoperasikan “senjata”: tersebut tidak mempunyai atau mengabaikan etika dan moralitas.

Penggunaan senjata oleh orang tersebut bisa membahayakan hidup, kehidupan dan kondisi
manusia lainnya. Serupa dengan hal tersebut, seseorang yang amat piawai dalam bidang

manajemen, sangat ahli dalam bidang tertentu, diberi kekuasaan dan wewenang untuk

memimpin sebuah organisasi atau lembaga pemerintahan. Namun bilamana seseorang

tersebut tidak mempunyai etika dan moralitas yang baik, maka kekuasaan dan wewenang

yang diberikan akan diselewengkan demi kepentingan pribadi, kelompok maupun

golongannya sendiri.

Sebagaimana telah dibahas di atas, bahwa manusia sebagai mahluk yang terbentuk dari sitem

biologis yang khas, walaupun setiap manusia pasti mempunyai jantung, paru-pru, otak, ginjal,

limpa, hati dan seterusnya. Namun setiap manusia mempunyai serangkaian sub-sistem DNA

yang unik yang mungkin berbeda dengan manusia lain, bbahkan dari ayah bundanya. Dengan

pemikiran ini, maka program rehailitasi yang dilakukan tidak selalu bisa sama untuk setiap

penyalah guna narkoba. Memang benar bahwa sub-sistem DNA manusia pada dasarnya

sama, mungkin sampai 99,99% sama dengan ayah atau ibunya. Namun sisa yang 0,001% itu

bisa menciptakan karakter unik, baik yang mempengaruhi kebutuhan sub-sistem biologisnya

secara keseluruhaan, sub-sistem perasaan, dan sub-sub-sistem lain baik yang mempunyai

pengaruh terhadap terbentuknya kematangan sub-sitem biologis dan sub-sistem kepribadian

dalam konteks sistem tindakan sosial. Dengan pemahaman ini, maka dalam program

rehabilitasi penyalahguna narkoba harus dipertimbangkan struktur sub-sistem DNA dalam

sistem biologisnya. Tidak semua penyalahguna mempunyai struktur DNA yang 100% sama

dengan yang lainnya. Dapat diharapkan dengan mengetahui struktur DNA seorang

penyalahguna narkoba, akan dapat dilakukan rehabilitasi yang tepat.

Selanjutnya, harus dipertimbangkan awal pengembangan pengetahuan budaya, etika dan

moralitas seseorang dimulai sejak masih kanak-kanak. Peran ayah dan bunda amat sangat

penting dalam meletakkan dasar-dasar pengetahuan, etika dan moralitas anaknya. Sampai
umur 5 tahun, peran bunda bahkan begitu pentingnya dalam mempolakan struktur

pengetahuan kebudayaan anak. Dalam ajaran semua agama, pentingya peran bunda dalam hal

ini amat ditekankan.

Pernah dipercaya bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang guyub yang

memperhatikan dan mementingkan kehidupan bermasyarakat yang baik. Masih ada dan

berlakukah sifat guyub ini dalam masyarakat kita? Kalau sudah pudar, bisa dan bersediakah

kita menghidupkan kembali sifat guyub ini? Mulai dari lingkungan terkecil, yaitu tingkat RT

dan RW pembinaan sifat guyub ini diawali. Organisasi RT dan RW dan dimanfaatkan untuk

meningkatkan perhatian, keprihatinan, serta pengutamaan kehidupan bermasyarakat yang

baik. Sifat guyub ini akan meningkatkan peran sub-sistem sosial dalam ikut menanamkan,

membina dan mengembangkan pengetahuan budaya anggotanya untuk selalu menghormati

dan mentaati kelompok sosialnya. Hal ini amat penting oleh karena lingkungan RT/RW

adalah lingkungan kedua yang dihadapi oleh seorang anak dalam pertumbuhannya. Namun

demikian, khususnya di perkotaan, lingkungan RT/RW tidak selalu menjadi lingkungan yang

dihargai dan dihormati oleh warganya. Banyak keluarga, terutama keluarga elite, yang tidak

lagi bergaul dan melakukan kegiatan bersama dalam lingkungan RT/RW. Banyak kegiatan

bersama seperti ronda lingkungan tidak lagi dilakukan oleh warga sendiri melainkan dengan

membayar orang lain atau satpam. Padahal kegiatan ronda ini merupakan salah satu sarana

interaksi antar warga yang bisa memperkuat jalinan hubungan dan struktur interaksi antar

warga sehingga bisa bersifat guyub. Dengan adanya interaksi yang baik antar warga maka

gejala penyalahgunaan narkoba dapat diketahui lebih dini sehingga dengan mudah diatasi

sebelum terlanjur. Pencegahan dapat dilakukan sebelum penyakit menjadi kronis.

Anda mungkin juga menyukai