Pembimbing :
KRH. dr. H. Djoko Sindhusakti Widyodiningrat, Sp.THT - KL (K), MBA.,
MARS., M.Si, Audiologist
Dr. dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT – KL
dr. Dimas Adi Nugroho, Sp THT - KL
Oleh :
ANA SAFITRI / J510170099
IMAM NURHIDAYAT / J510170026
MARLINA ELVIANA / J510170098
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
REFERAT
PERBEDAAN ANTARA KOLESTEATOMA EKSTERNA DAN
KERATOSIS OBTURANS
Oleh :
ANA SAFITRI / J510170099
IMAM NURHIDAYAT / J510170026
MARLINA ELVIANA / J510170098
Telah diajukan dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta pada hari
.......................tanggal...........................
Pembimbing I
KRH.dr. H. Djoko Sindhusakti Widyodiningrat, Sp.THT - KL (K), MBA.,
MARS., M.Si, Audiologist
(.............................................)
Pembimbing II
Dr. dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT – KL
(.............................................)
Pembimbing III
(.............................................)
dr. Dimas Adi Nugroho, Sp THT - KL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kolesteatoma eksterna dan keratosis obturans merupakan keadaan yang
tidak biasa di meatus auditorius externa yang mempunyai karakteristik sama yaitu
terbentuknya akumulasi deskuamasi keratin pada kanalis auditorius externus.
Sejak abad ke-19 kolesteatoma eksterna dan keratosis obturans dianggap sebagai
penyakit dengan varian yang sama sampai Piepergerdes dkk mengklasifikasikan
ini sebagai penyakit yang berbeda pada tahun 1980. Mereka mendefinisikan
kolesteatoma eksterna sebagai invasi jaringan skuamosa ke daerah lokal erosi
tulang di kanal telinga sedangkan keratosis obturans merupakan akumulasi
gumpalan besar dari deskuamasi keratin pada kanalis auditorius eksterna.
Etiologi dan patogenesis dari kedua penyakit ini masih belum sepenuhnya
dipahami. Walaupun keterlibatan dinding kanal umumnya terjadi pada kedua
penyakit ini, tetapi pola invasi tulang pada dua penyakit ini sangat berbeda. Pada
kolesteatoma eksterna keterlibatan erosi tulang terlokalisasi pada daerah kanal
posteroinferior sedangkan pada keratosis obturans disertai dengan pelebaran kanal
telinga yang melingkari tulang yang terlibat.
Meskipun perbedaan antara kolesteatoma eksterna dan keratosis obturans
sebagian besar didasarkan pada karakteristik klinis, review terbaru saat ini masih
gagal dalam mengidentifikasi gejala klinis yang tetap untuk membedakan antara
dua penyakit ini. Penetapan definisi yang lebih untuk membedakan dua penyakit
ini diperlukan untuk memperjelas diagnosis klinis dan penatalaksanaan yang
sesuai. .
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah, bagaimana perbedaan
antara kolesteatoma eksterna dan keratosis obturans?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini selain untuk memenuhi tugas ilmiah
kepaniteraan stase ilmu THT adalah membahas perbedaan kolesteatoma eksterna
dan keratosis obturans yang meliputi anatomi telinga dan fisiologi pendengaran,
definisi, etiologi, epidemiologi, patogenesis, diagnosis, pentalaksanaan,
komplikasi, dan prognosis dari keduanya.
D. Manfaat Penulisan
Penulisan referat ini diharapkan dapat menambah wawasan mahasiswa
profesi kedokteran tentang perbedaan kolesteatoma eksterna dan keratosis
obturans.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi telinga
Telinga sebagai indera pendengar terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar,
telinga tengah dan telinga dalam. Struktur anatomi telinga seperti diperlihatkan
pada gambar 1.
E. Keratosis Obturans
1. Definisi
Keratosis obturans adalah akumulasi atau penumpukan deskuamasi
lapisan keratin epidermis pada liang telinga, berwarna putih seperti mutiara,
sehingga membentuk gumpalan dan menimbulkan rasa penuh serta kurang
dengar. Penyakit ini tidak mengenai bagian kartilagenous meatus auditorius
eksternus. Secara khas, lesi ini hanya terbatas pada meatus, tanpa
menyebabkan destruksi tulang. Bila tidak ditanggulangi dengan baik akan
terjadi erosi kulit dan destruksi bagian tulang meatus auditorius eksternus.
keratosis obturans sebenarnya telah diperkenalkan oleh Wreden pada tahun
1874 untuk membedakannya dengan impaksi serumen. Penyakit ini juga harus
dibedakan dari kolesteatoma primer yang ditandai dengan invasi jaringan
skuamosa dari telinga bagian tengah yang disertai dengan erosi dan destruksi
tulang. Piepergerdes dan rekannya pada tahun 1980 menyatakan bahwa
keratosis obturans dihasilkan oleh penyakit pada kulit meatus auditorius
eksternus sedangkan penyakit pada tulang meatus auditorius eksternus
merupakan dasar bagi kolesteatoma pada meatus auditorius eksternus.
2. Epidemiologi
Keratosis obturans pada umumnya terjadi pada pasien usia muda antara
umur 5-20 tahun dan dapat menyerang satu atau kedua telinga. Morrison
melaporkan bahwa terdapat 50 kasus keratosis obturans pada tahun 1956
dimana 20 pasien berumur 5-9 tahun, 15 pasien berumur antara 9 ± 19, dan 15
pasien berumur antara 20 ± 59 tahun. Black and Clayton melaporkan terjadinya
keratosis obturans pada anak-anak pada tahun 1958 dengan insidens 90%
terjadi secara bilateral.
3. Etiologi
Etiologi keratosis obturans hingga saat ini belum diketahui. Namun,
mungkin disebabkan akibat dari eksema, seboroik dan furonkulosis. Penyakit
ini kadang-kadang dihubungkan dengan bronkiektasis dan sinusitis kronik.
4. Patogenesis
Keratosis obturans terjadi karena migrasi abnormal epitel pada lapisan
kulit liang telinga. Secara normal, epitel dari permukaan membran timpani pars
flaksida bermigrasi turun ke pars tensa dan kemudian bergerak secara inferior
melewati membran timpani. Namun, pergerakan sel epitel pada penyakit ini
nampak terbalik. Kegagalan migrasi ini atau adanya obstruksi pada saat
migrasi yang disebabkan oleh lapisan keratin menyebabkan akumulasi debris
epitel pada meatus bagian dalam. Hal ini sesuai dengan studi tentang kulit
normal pada telinga luar yang dilakukan oleh Alberti (1964) menunjukkan
bahwa secara normal terdapat migrasi epitel dari membran timpani ke meatus
auditorius eksternus. Menurut Paparella dan Shumrick, keratosis obturans
dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : produksi berlebihan dari sel
epitel, kegagalan migrasi epitel kulit dan ketidakmampuan mekanisme
pembersihan diri oleh meatus auditorius eksternus. Mekanisme pembersihan
diri oleh meatus auditorius eksternus merupakan hasil dari kordinasi proses
maturasi keratin dan migrasi sel ke luar. Pada keratosis obturans, mekanisme
ini tidak berfungsi. Hubungan bronkiektasis dan sinusitis dengan kejadian
keratosis obturans (secara frekuensi muncul ipsilateral) telah dilaporkan
sebelumnya (Morrison, 1956; Black 1964).
Berkaitan dengan penemuan ini menyebabkan munculnya hipotesis
bahwa adanya pus menstimulasi sistem refleks simpatis dari cabang
trakeobronkial untuk merangsang reflex sekresi serumen yang menyebabkan
obstruksi oleh keratin dan pembentukan sumbat epidermal (Morrison, 1956).
5. Gejala Klinis
Gejala klinis yang dapat timbul pada penyakit ini adalah tuli konduktif
ringan- sedang, nyeri telinga yang hebat, liang telinga yang lebih lebar,
membran timpani yang utuh tapi lebih tebal dan tinnitus serta jarang ditemukan
otorea. Gangguan pendengaran dan nyeri telinga yang hebat disebabkan oleh
desakan gumpalan epitel berkeratin di liang telinga. Keratosis obturans disertai
dengan bronkiektasis dan sinusitis kronik serta bilateral.
6. Diagnosis
Anamnesis
Sejarah otologi harus diperoleh dalam rangka untuk mengetahui gejala awal
keratosis obturan. Gejala yang paling umum adalah kehilangan pendengaran,
otalgia yang hebat, otorea dan tinnitus yang bilateral disertai dengan
bronkiektasis dan sinusitis kronik.
Pemeriksaan Fisis
Selain pemeriksaan kepala dan leher, pemeriksaan otologi menjadi perhatian
khusus. Penilaian umum untuk menghindari terlewatnya penilaian demam,
perubahan status mental dan penilaian lainnya yang dapat memberikan
petunjuk kearah komplikasi. Pada inspeksi, tampak terlihat adanya obstruksi di
sepanjang membrane timpani pada meatus auditorius eksternus oleh gumpalan
debris keratin berwarna putih yang berisi serumen berwarna coklat pada bagian
tengah. Adanya gumpalan keratin dalam meatus auditorius eksternus
meningkatkan tekanan pada dinding meatus sehingga terjadi remodeling
tulang. Hal ini menyebabkan pelebaran tulang pada MAE yang disertai oleh
inflamasi epithelium. Tes Rinne dan Weber dengan menggunakan garputala
512 Hz dilakukan untuk mengetahui tuli konduksi dan dibandingkan dengan
pemeriksaan audiometri.
Pemeriksaan penunjang
- Radiologi:
Pada CT-Scan tulang temporal dapat memperlihatkan erosi dan pelebaran
meatus.
- Patologi:
Sumbatan keratin pada keratosis obturans terlihat seperti garis geometric di
dalam meatus auditorius eksternus yang terlihat seperti gambaran onion
skin. Gambaran patologi ini dihubungkan denagan adanya hyperplasia di
bawah epithelium dan adanya inflamasi kronik pada jaringan subepitelium.
7. Penatalaksanaan
Pengobatan pada keratosis obturans berupa pengangkatan desquamated
squamous epithelium. Selain itu, dapat dilakukan operasi dengan general
anestesi untuk debridement, canal plasty dan timpanomastoidektomi dapat
dilakukan untuk mencegah berlanjutnya erosi tulang. Penyakit ini biasanya
dapat dikontrol dengan melakukan pembersihan liang telinga secara periodik
setiap 3 bulan, mengurangkan akumulasi debris. Pemberian obat tetes telinga
dari campuran alkoholatau gliserin dalam peroksid 3%, tiga kali seminggu
sering kali dapat menolong. Pada pasien yang telah mengalami erosi tulang
liang telinga, seringkali diperlukan tindakan bedah dengan melakukan tandur
jaringan ke bawah kulit untuk menghilangkan gaung di dinding liang telinga.
Yang penting ialah membuat agar liang telinga berbentuk seperti corong,
sehingga pembersihan liang telinga secara spontan lebih terjamin.
F. Pembahsasan
Kolesteatoma kanalis auditorius eksternal terjadi karena oklusi atau
stenosis kanalis eksternal yang kemudian menyebabkan retensi debris epitel
skuamosa pada bagian medial kanalis eksternal yang seharusnya dikeluarkan
melalui kanalis, namun terhalang oleh oklusi atau stenosis tersebut. Menurut
Gray, kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah.
Sebagaimana kita ketahui bahwa seluruh epitel kulit pada tubuh kita berada pada
lokasi yang terbuka/terpapar ke dunia luar. Penghubung antara osseus dan
kartilagenus adalah bagian terpendek dari kanalis auditorius eksterna dan disinilah
tempat dimana serumen sering terperangkap Epitel kulit di kanalis auditorius
merupakan suatu darah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di
kanalis auditorius dalam waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada
medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk
kolesteatoma. Stenosis kanalis auditorius dapat terjadi post traumatik dan post
inflamasi, dimana epitel akan terperangkap lalu berakumulasi sebagai
kolesteatoma. Post radiasi juga dapat menyebabkan kolesteatoma karena terjadi
hiperplasi epitel.
Kolesteatoma membutuhkan angiogenesis dalam perimatrix jaringan ikat,
dan zat dalam kaskade penyembuhan yang memainkan peran penting
dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Namun, masih belum
diketahui apakah hal ini disebabkan adanya defek gen yang mengontrol
proliferasi, baik itu oleh sitokin yang dikeluarkan oleh sel inflamasi atau
dengan mekanisme lain. Perimatrix dapat memainkan peranan penting
dalam patogenesis kolesteatoma, banyak mediator kimia yang terlibat
dalam agresivitas dan erosi tulang yang disebabkan oleh kolesteatoma.
Kolagenase ditingkatkan oleh inflamasi kronik yang menyerang molekul kolagen
yang intak, selanjutnya di digesti oleh protease yang juga merupakan produk dari
inflamasi. Proses ini kemudian menyebabkan reasorbsi jaringan ikat dan tulang.
Erosi proteolitik pada tulang temporal merupakan patognomonik kolesteatoma
yang progresif. Selain itu, MMP juga memegang peranan penting dalam invasi ke
tulang temporal. Proliferasi epitel pada kolesteatoma dipengaruhi oleh
Transforming Growth Factor Alpha (TGF-α), interleukin-1 (IL-1) dan Epidermal
Growth Factor (EGF).
Keratosis obturans terjadi karena migrasi abnormal epitel pada lapisan
kulit liang telinga. Secara normal, epitel dari permukaan membran timpani pars
flaksida bermigrasi turun ke pars tensa dan kemudian bergerak secara inferior
melewati membran timpani. Namun, pergerakan sel epitel pada penyakit ini
nampak terbalik. Kegagalan migrasi ini atau adanya obstruksi pada saat migrasi
yang disebabkan oleh lapisan keratin menyebabkan akumulasi debris epitel pada
meatus bagian dalam. Hal ini sesuai dengan studi tentang kulit normal pada
telinga luar yang dilakukan oleh Alberti (1964) menunjukkan bahwa secara
normal terdapat migrasi epitel dari membran timpani ke meatus auditorius
eksternus.
Perbedaan kolesteatoma eksterna dan keratosis obsturans
BAB III
KESIMPULAN
Adam GL., Boies LR. Penyakit Telinga Luar. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997; ( 6):73-87.
Akbar, dr.Cholesteatoma externa. 2006. Universitas Sumatera Utara.[cited on
April 4th 2013]. Available from
:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24571/.../Chapter%20II.
pdf
Morre, Keith L., Arthur F Dalley. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis. Ed:ke-5,
jilid 3. Jakarta: Erlangga
Nguyen, Q.A. (2011). Cholesteatoma . Diakses 30November 2017, dari
http://emedicine.medscape.com/article/863320-overview
Roezin A, Armiyanto.Kelainan telinga luar. dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher: edisi 6. Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. 2007. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. hal : 57 - 62.
Sanjeev, B., Saurabh, F., , Sampan, B. (2012).Primary external auditory canal
cholesteatoma presenting as cerebellar abscess. BMJ;344:e1097. Diakses 30
November 2017, dari www.bmj.com/content/344/bmj.e1097
Nash CM MSc and Fiel S. MB Bch. 2008. Epidemiologi of Choleastoma in a
Canadian Emergency Departement. IJEM: 8(3) 23028.
Iskandar, N., Supardi, E.A. (1993). (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan. Edisi Kedua, Jakarta FKUI, hal. 85, 103-7.
Kanowitz, S.J., Citardi, M.J., Batra, P.S. (2009). Cholesteatoma of the external ear
canal: etiological factors, symptoms and clinical findings in a series of 48
cases.BMC Ear, Nose and Throat Disorders. Berlin: Springer; p. 139-49.
Herkner, H., Laggner, A.N., Muller, M., Formanek, M., Bur, A. (2011). External
auditory canal cholesteatoma and keratosis obturans: The role of imaging
in preventing facial nerve injury. ENT Journal. P 65-89.
Soepardi EA., Iskandar N., Bashiruddin J., Restuti RD. Otitis Eksterna. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011; (6):60 –
63.