Bagian IV Kinetika Enzim
Bagian IV Kinetika Enzim
KINETIKA ENZIM
5
0,06 −
4
0,04 −
3
0,02 − ro = k × [N2O5]o
waktu
Aplikasi metoda laju awal
Dekomposisi NO2 pada 300oC
2 NO2(g) 2 NO(g) + O2(g)
r = k × [NO2]o2
Hukum Laju
Definisi Hukum Laju
adalah persamaan yang menyatakan laju reaksi untuk setiap
konsentrasi zat-zat yang terlibat dalam reaksi.
Secara umum hukum laju dinyatakan dengan
r = k × [reaktan]a
dimana a = orde reaksi.
Persamaan laju reaksi awal belum tentu dapat
digunakan sebagai hukum laju reaksi, karena laju reaksi
ini tidak dapat menjelaskan reaksi yang terjadi antara
reaktan dan produk, karena pada konsentrasi awal
belum ada produk yang terbentuk.
Bila antara reaktan dan produk tidak ada reaksi, maka
persamaan untuk laju awal juga berlaku untuk tahap
berikutnya dapat digunakan sebagai hukum laju.
Reaksi orde pertama
Hukum laju dan tetapan laju dapat diaplikasikan untuk
meramalkan konsentrasi zat pada tahap reaksi mana saja.
Sebaliknya pengetahuan tentang konsentrasi sebagai fungsi variasi
waktu dapat digunakan untuk menentukan hukum laju.
Untuk reaksi orde pertama hukum lajunya adalah
d[A]
r= = k[A]
dt
Untuk mengetahui kebergantungan konsentrasi terhadap waktu,
persamaan di atas harus diintegrasikan
[A]t t
1 [N 2 O 5 ]t = [N 2 O 5 ]0 e − kt
−∫ d[A] = ∫ kdt
[A]o
[A] 0
− ( ln[A]t − ln[A]o ) = kt
ln[A]o − ln[A]t = kt
[A]o − kt
ln = kt atau [A]t = [A]o e
[A]t
Reaksi orde kedua
Reaksi orde kedua dapat memiliki beberapa bentuk hukum laju:
r = k[A]2
r = k[A][B]
r = k[A]3[B]-1
r = k[A]1,5[B]0,5 dst…
Untuk model ilustrasi akan digunakan hukum laju yang paling
sederhana, yaitu r = k[A]2. Bila diintegrasikan akan diperoleh
d[A]
r=− = k[A]2
dt
1/[A]
[A]t t
d[A]
−∫ 2
= ∫ kdt Slope = k
[A]o
[A] 0
1 1 1
− = kt [A]o
[A]t [A]o
1 1
= + kt
[A]t [A]o Waktu
Kebergantungan laju reaksi
terhadap temperatur
Laju reaksi bertambah dengan naiknya temperatur tetapan laju
reaksi naik.
Hubungan tetapan laju dengan temperatur diberikan oleh
persamaan yand disarankan oleh Svante Arrhenius di tahun 1889 :
k = A e − Ea / RT
ln k = ln A − 1 Ea
T R
Dimana parameter Arrhenius A dan Ea adalah tetapan yang
bergantung pada reaksi; R = tetapan gas = 8,314 J/(K.mol); dan T
adalah temperatur (Kelvin). Tetapan A disebut faktor frekuensi dan
Ea disebut energi aktivasi.
Persamaan tetapan laju di atas dapat didiferensiasi menjadi
d(ln k ) Ea
=
dT RT 2
Kebergantungan laju reaksi
terhadap temperatur
Bila persamaan diferensial tetapan laju diintegrasikan,
maka akan diperoleh:
kT2 T2
Ea
∫ d(ln k) = ∫
kT 1 T1
RT 2
dT
kT1 Ea 1 1
ln
kT = −
2 R T1 T2
Persamaan ini digunakan untuk menentukan tetapan
laju reaksi pada suatu temperatur tertentu bila tetapan
laju pada temperatur lain diketahui.
Teori Tumbukan
Penjelasan persamaan Arrhenius dan interpretasi
parameternya berasal dari teori tumbukan reaksi bimolekular
fasa gas.
Menurut teori tumbukan, antar molekul hanya bereaksi bila
mereka bertumbukan satu sama lain dengan energi kinetika
minimal yang diperlukan untuk terputusnya ikatan. Bila
energi kinetika tumbukan kurang, maka reaksi tidak akan
terjadi. Energi minimal ini disebut juga sebagai Energi
aktivasi.
C
Ek > Ea < Ea
Ek
B
A B
A
D
Teori Tumbukan
Fraksi molekul yang memiliki energi ≥ energi aktivasi
diberikan oleh distribusi Maxwell untuk kecepatan
gerak molekul pada fasa gas dan berbanding lurus
dengan e−Ea/RT.
Semakin
Semakinkompleks
komplekssuatu
suatumolekul,
molekul,
semakin
semakin bertambah keperluanakan
bertambah keperluan akan
Tidak ada Cl orientasi
orientasi yang tepat semakinsedikit
yang tepat semakin sedikit
reaksi peluang suatu molekul yg bertumbukan
peluang suatu molekul yg bertumbukan
dengan
denganorientasi
orientasiyg
ygtepat semakin
tepat semakin
lambat
lambatlaju
lajureaksinya.
reaksinya.
Konsistensi teori Arrhenius dan
teori tumbukan
Pada teori tumbukan membahas tiga hal penting:
1. Frekwensi tumbukan (Z0).
2. Fraksi tumbukan yang secara energetika mencukupi untuk
terjadinya reaksi sebanding dengan e−Ea/RT
3. Keperluan akan orientasi yang tepat. Probabilitas molekul yang
bertumbukan dengan orientasi yang “favorable” untuk
terjadinya reaksi dinyatakan dengan p.
Dari ketiga faktor di atas, menurut teori tumbukan
tetapan laju adalah
k = Z0 × p × e − Ea / RT = A × e − Ea / RT
Dari persamaan di atas nampak bahwa persamaan
Arrhenius konsisten dengan teori tumbukan.
Teori keadaan transisi
Teori keadaan transisi menerangkan bahwa dua molekul yang
saling bertemu dapat mengalami distorsi dan membentuk
kompleks teraktivasi (kombinasi dari dua molekul), dimana
molekul kompleks ini dapat terus bereaksi membentuk produk atau
kembali menjadi reaktan.
Teori ini disebut juga teori kompleks teraktivasi atau teori keadaan
transisi, dikemukakan pertama kali oleh Henry Eyring (1901-1981).
Teori ini lebih umum dibanding teori tumbukan, karena dapat
digunakan untuk menerangkan reaksi dalam larutan.
Energi kompleks
Teraktivasi
Energi potensial
A B A B A B ∆Go‡
+
A B A B A B A2 + B2
(Reaktan)
Reaktan Kompleks Produk
teraktivasi ∆H < 0 2A-B
(Produk)
Koordinat reaksi
Perluasan teori Arhenius untuk
teori keadaan transisi
Misalkan molekul A Keadaan transisi
berada dalam
kesetimbangan antara
keadaan awal dan keadaan ∆Go‡1
teraktivasi, ∆Go‡-1
A ⇌ A‡ K = [A]‡/[A]0 GA
Keadaan awal
K = exp{−∆Go‡/RT} (reaktan) ∆Go
GB
Konsentrasi molekul A k1
Keadaan akhir
dalam keadaan teraktivasi A⇌B
k-1 (produk)
pada setiap saat dapat
dihitung dengan Koordinat reaksi
persamaan berikut:
[A]‡ = [A]0exp{−∆Go‡/RT}
Perluasan teori Arhenius untuk
teori keadaan transisi
Menurut teori keadaan transisi tetapan
laju sebanding dengan populasi molekul
pada keadaan transisi, karena hanya
molekul teraktivasi inilah yang akan
menghasilkan produk. Slope = −∆Ho‡/R
k = Q × exp(−∆Go‡/RT)
ln k
dimana Q = tetapan praeksponensial
Karena ∆Go‡ = ∆Ho‡ − T∆So‡, maka
persamaan tetapan laju di atas dapat
diperluas menjadi
k = Q × exp(−∆So‡/R) × exp(−∆Ho‡/RT)
atau
k = Q’ × exp(−∆Ho‡/RT)
K= exp(−∆Go/RT)
Katalis
Katalis adalah suatu zat yang dapat meningkatkan laju
reaksi tanpa terkonsumsi dalam reaksi.
Contoh: Bromin (Br2) adalah katalis untuk dekomposisi
hidrogen preoksida:
2H2O2(aq) + Br2(aq) 2H2O(l) + O2(g)
Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut:
Br2(aq) + H2O2(aq) 2 Br−(aq) + 2 H+(aq) + O2(g)
2 Br−(aq) + H2O2(aq) + 2 H+(aq) Br2(aq) + 2H2O(l)
Bila kedua reaksi dijumlahkan baik Br2 dan Br− akan
saling meniadakan, oleh karena itu meskipun Br2 terlibat
dalam reaksi tetapi di akhir reaksi akan diperoleh
kembali (seolah-olah tidak terkonsumsi)
Efek katalis
Lintasan tanpa
Fraksi molekul
katalis
Ea reaksi
Tanpa katalis
Energi potensial
Lintasan dengan
tambahan katalis
Reaktan
Ea
∆H EK
Produk Ea reaksi
dengan katalis
Koordinat reaksi
Apa yang dilakukan katalis?
Karena ∆Go‡= ∆Ho‡ −T∆oS‡, maka yang menyebabkan
reaksi berlangsung lambat adalah karena nilai ∆Go‡ yang
besar dan positif. Hal ini dapat disebabkan oleh:
keperluan energi yang besar untuk mencapai kondisi teraktivasi
(∆Ho‡ besar dan positif).
Rendahnya peluang untuk mencapai keadaan teraktivasi (∆So‡
besar dan negatif).
Peran katalis: mengikat dan mengorientasikan molekul-
molekul reaktan menjadi keadaan intermediet yang
mirip dengan keadaan transisi. Melalui jalur reaksi ini
akan terbentuk dua energi aktivasi yang lebih rendah,
dimana keadaan intermediet merupakan minimum
kedua energi aktivasi terebut.
Apa yang dilakukan katalis?
reaktan
∆G‡1(A A*)
Energi bebas, G
GA katalis
∆G‡2(A* B)
Keadaan intermediet GB
(A*)
Koordinat reaksi
k1 k2
A A* B
Bagaimana enzim berperan sebagai katalis
Daerah pengikatan
substrat pada pusat
aktif sebagian besar
dibangun oleh residu-
residu nonpolar.
Pengikatan substrat
berlangsung melalui
multi interaksi lemah.
Tahap reaksi katalisis enzim
Spesifisitas enzim
Karakteristik dari enzim adalah memiliki aktivitas spesifik.
Menurut kespesifikan aktivitasnya, enzim dibagi menjadi:
Spesifik grup: enzim dapat beraksi pada beberapa
substrat tetapi saling berkaitan. Contohnya alkohol
dehidrogenase. Enzim ini dapat mengkatalisis reaksi
oksidasi berbagai macam alkohol.
Absolut grup: enzim hanya beraksi pada satu substrat saja.
Contohnya glukokinase. Enzim ini hanya mentransfer
fosfat dari ATP ke glukosa dan bukan ke gula yang lain.
RG BG CS
BS
+ CS
BS
BG
BS = binding site
CS = catalitic site
BG = binding group
RG = reacting group
Hipotesa Induced Fit
Kelemahan mekanisme lock-and-key yaitu tidak
memperhatikan fleksibilitas molekul protein.
Hasil analisis difraksi sinar-X dan NMR menunjukkan adanya
perbedaan struktur enzim bebas dan enzim yang mengikat
substart. Artinya pengikatan suatu substrat pada enzim dapat
menyebabkan perubahan konformasi.
Berdasarkan hal di atas Koshland di tahun 1958,
menyarankan bahwa struktur dari substrat mungkin
komplemen dengan struktur pusat aktif di dalam
kompleks enzim-substrat tetapi tidak dalam keadaan
bebas: perubahan struktur terjadi selama proses
pengikatan substrat hingga terjadi kesesuaian antara
keduanya.
Hipotesis induced Fit
RG BG
CS
BS
+ CS
BS
BG
Glukosa
Heksokinase
Triosa fosfat isomerase (TPI)
Mekanisme katalisis oleh TPI
Triosa fosfat isomerase mengkatalisis reaksi
Gliseraldehid-3-fosfat (G3P) dihidroksiaseton fosfat
(DHAP)
OH-
His 94
- BH+ B
OH2
O
2+
H
Zn O
+ H 2O -
His 119 O
His 94 2+
His 96 - HCO- Zn
3 His 119
His 94
His 96
D
C
Kinetika reaksi
enzim
1. Kinetika single substrat
2. Kinetika multisubstrat
Kinetika Michaelis Menten
k1 kcat
E + S ⇌ ES E + P
k−1
Asumsi reaksi kebalikan antara E dan P di abaikan.
Sehingga V = kcat [ES]
Asumsi kesetimbangan antara enzim dan substrat:
analisis Michaelis Menten
Leonor Michaelis dan Maude Menten (1913)
mengasumsikan bahwa laju disosiasi bila diukur
berdasarkan nilai kcat terlalu lambat dibandingkan
dengan laju pembentukan (k1) dan redisosiasi menjadi
kompleks enzim-substrat menjadi enzim dan substrat
(k−1). Bila hal ini terjadi, ES akan selalu mendekati
kesetimbangan dengan E dan S.
Kinetika Michaelis Menten
[ E][S] k−1
Ks = = K s = tetapan kesetimbangan disosiasi
[ ES] k1
[ E][S] saat [S] >> [ KS ] , maka
[ ES] = karena [ E] = [ E]0 − [ ES] maka,
KS kcat [ E]0 [S]
lim V = = kcat [ E]0 = Vmax
[S] [ E]0 [S] [ S ]→∞ [S ]
[ E]0 [S] [ ES][S]
[ ES] = − atau [ ES] 1 + = sehingga
KS KS KS KS
[ E]0 [S]
[ ES] =
[S] + KS V = max
V [S]
kcat [ E]0 [S] [S] + KS
V = kcat [ ES] =
[S] + KS
Kenetika Briggs-Haldane
Asumsi Michaelis-Menten yang menyatakan bahwa laju
pembentukkan produk sangat lambat dibandingkan
reaksi pembentukkan kompleks ES dan redisosiasinya,
tidaklah selalu benar karena sebagian besar kompleks ES
selalu berlanjut membentuk produk sehingga nilai kcat >
k−1.
Briggs-Haldane di tahun 1925 mengemukakan model
dengan argumen bahwa: semakin banyak ES yang
terbentuk semakin cepat ia akan terdisosiasi membentuk
produk; oleh karena itu konsentrasi ES akan tetap
konstan atau steady state. Keadaan ini akan terus
berlangsung hingga seluruh substrat habis bereaksi.
Kenetika Briggs-Haldane
d[ ES]
= k1[ E][S] − k−1[ ES] − kcat [ ES]
dt
Saat steady-state tercapai d[ ES]/ dt ≅ 0
[ E][S] k−1 + kcat
k1[ E][S] = k−1[ ES] + kcat [ ES] atau = = KM
[ ES] k1
substitusi [ E] = [ E]0 − [ ES]
([ E]0 − [ ES])[S] [ E]0 [S]
= K M atau [ ES] =
[ ES] [S] + K M
karena V = kcat [ ES] , maka
1/[S]
Plot Eadie-Hofstee
1 1 K 1
Kelemahan dari plot V .Vmax = V .Vmax + M V .Vmax
Lineweaver-Burk adalah V Vmax Vmax [S]
ekstrapolasi untuk V
menentukan nilai 1/KM V = Vmax − K M
seringkali terlalu panjang [S]
sehingga penentuannya
menjadi tidak akurat. Vmax
Untuk mengatasi masalah di
atas Eadie-Hofstee melakukan Slope = -KM
perubahan pada persamaan
Lineweaver-Burk dengan V
mengalikan kedua sisi Vmax /KM
persamaan tersebut dengan
V.Vmax sehingga:
V / [S]
Arti nilai KM dan kcat
Konstanta Michaelis, KM, dalam kondisi nilai kcat sangat
kecil, menyatakan kekuatan ikatan enzim terhadap
substrat. Nilai KM yang besar (k−1 > k1) berarti ikatan
enzim-substrat sangat lemah.
Tetapi dalam kondisi nilai kcat cukup besar juga akan
memberikan nilai KM yang besar sehingga interpretasi di
atas harus dilakukan sangat hati-hati.
Konstanta kedua, kcat, menyatakan ukuran langsung dari
produksi katalitik dari produk. Konstanta ini juga sering
disebut turnover number, yaitu ukuran yang
menyatakan jumlah molekul substrat yang diubah per
molekul enzim per detik.
Nilai turnover beberapa enzim
Arti nilai KM dan kcat
Pada kondisi [S] << KM, dan sebagian besar enzim dalam
keadaan bebas, sehingga [E]0 ≅ [E], maka
kcat [ E]0 [S] kcat
V= = [ E][S]
[S] + K M KM
Pada kondisi di atas rasio kcat /KM seperti tetapan laju
orde kedua.
Rasio kcat /KM juga menyatakan efisiensi katalitik. Nilai
yang besar dari kcat (rapid turnover) atau nilai kecil dari
KM (high affinity for substrate) akan membuat nilai
kcat/KM menjadi besar.
Rasio kcat /KM untuk substrat yang berbeda digunakan
sebagai ukuran spesifisitas dari enzim.
Rasio kcat / KM untuk aktivitas kimotripsin
terhadap berbagai substrat
Reaksi Multisubstrat
Sebagian besar reaksi yang dikatalisis oleh
enzim melibatkan dua atau lebih substrat, dan
seringkali menghasilkan lebih dari satu produk.
Contoh:
heksokinase
glukosa + ATP glukosa-6-fosfat + ADP
S1 S2 P1 P2
Bila enzim mengikat dua atau lebih substrat dan
melepas lebih dari satu produk, maka urutan
setiap tahap menjadi hal yang penting dari
mekanisme reaksi enzim.
Reaksi Multisubstrat
Random substrate binding
Untuk kasus ini urutan pengikatan substrat
tidaklah penting. Jalur umumnya adalah
E−S1 S2
S1
E E−S1−S2 E + P1 + P2
S2
E−S2 S1
Contohnya adalah reaksi yang dikatalisis oleh
heksokinase di atas.
Reaksi Multisubstrat
Ordered Substrat Binding
Pada beberapa kasus, satu substrat harus terikat lebih dulu sebelum
substrat kedua dapat terikat dengan baik. Sehingga mekanismenya:
S1 S2
E E−S1 E−S1−S2 E + P1 + P 2
Mekanisme ini sering ditemui pada oksidasi dari substrat oleh
koenzim nikotinamid.adenin dinukleotida (NAD+).
X EX A
Prosedur King dan Altman
k1[Axo]
E EAX
k-1
k3 k2
X EX A
Spesi enzim jalur pembentukan spesi enzim jumlah produk κ
k-1
E E dan E k2k3 + k-1k3
k3 k2 k3
k1[Axo]
EAX EAX k1k3 [AXo]
k3
k1[Axo]
EX k1k2[AXo]
EX k2
Prosedur King dan Altman
[ EX ] k1 k2 [ AXo ]
=
[ E]t k2 k3 + k−1k3 [ AXo ] + k1k2 [ AXo ]
pada kondisi steady-state keseluruhan laju reaksi diberikan oleh:
d[ A] d[X ]
V =− = k2 [ EAX ] = = k3 [ EX ]
dt dt
bila kita substitusi baik [EAX] atau [EX] maka
k1k2 [ AXo ][ E]t
V = k3 [ EX ] =
k2 k3 + k−1 k3 [ AXo ] + k1 k2 [ AXo ]
k1k2 [ AXo ][ E]t
=
k3 ( k2 + k−1 ) + k1[ AXo ]( k2 + k3 )
Inhibisi Enzim
1. Inhibisi reversibel
2. Inhibisi ireversibel
Tipe inhibisi
Inhibisi dibagi menjadi dua tipe utama:
Inhibisi reversibel = inhibitor terikat pada
enzim secara non-kovalen. Ada tiga tipe
inhibisi reversibel:
Inhibisi kompetitif
Inhibisi unkompetitif
Inhibisi nonkompetitif
+ +
ES E P
E S
E I EI
Kinetika inhibisi kompetitif
Mekanisme reaksi inhibisi kompetitif.
E + S ⇌ ES E + P
-I +I [E][I]
KI =
EI [EI]
1 KM
− slope =
KM Vmax
1
− [I]3 > [I]2 > [I]1
Vmax
1/[S] 1/[S]
1
−
[I ]
KM 1 +
KI
Inhibisi Unkompetitif
Ciri utama inhibitor unkompetitif
Inhibitor unkompetitif hanya mengikat kompleks
enzim-substrat tetapi tidak mengikat enzim bebas.
Inhibisi unkompetitif merupakan fenomena yang jarang
terjadi. Contohnya inhibisi arilsufatase oleh hidrazin.
ES
+ +
E S E P
−I +I
ESI
Kinetika Inhibisi Unkompetitif
E + S ⇌ ES E + P
−I +I K = [ES][I]
I Substitusi persamaan (2) ke (1)
ESI [ESI]
[I]
Dengan asumsi ([E0 ] − [ES] 1 + )[S]
KI
steady-state: = KM
[ES]
[E][S] k−1 + k1 [E0 ][S]
= = KM (1) ∴[ES] =
[ES] k2 [I] V’max
[S] 1 + + K M
[E 0 ] = [E] + [ES] + [ESI] KI
[ES][I] [I]
= [E] + [ES] +
KI max 1 + [S]
V
k2 [E0 ][S] KI
V = k2 [ES] = =
[I] [I] [I]
= [E] + [ES] 1 + [S] 1 + + K M [S] + K M 1 +
KI KI KI
[I] V ' [S]
∴[E] = [E0 ] − [ES] 1 + (2) V = max
KI [S] + K ' M K’M
Plot Lineweaver-Burk untuk
Inhibisi Unkompetitif
+ inhibitor unkompetitif
1/V [I]3
K 'M 1/V
slope = [I]2
1 [I ] V 'max
− 1+ [I]1
Vmax KI
Tanpa inhibitor
KM
slope =
Vmax
1
− [I]3 > [I]2 > [I]1
Vmax
1 1/[S] 1/[S]
−
KM
1 [I ]
− 1+
K M KI
Inhibisi Nonkompetitif
Inhibitor nonkompetitif dapat mengikat baik
enzim bebas maupun kompleks enzim-substrat.
Ion-ion logam dan molekul-molekul organik
yang dapat mengikat gugus –SH dari residu
sistein dalam enzim adalah contoh dari inhibitor
non-kompetitif.
ES
E + S E + P
−I +I −I +I
+ S
EI ESI
Kinetika Inhibisi Nonkompetitif
1/V + inhibitor
+S nonkompetitif
E ⇌ ES P
−S [E][I] [ES][I]
1/V’max
Tanpa inhibitor
−I +I −I +I K = I =
[EI] [ESI]
+S
EI ⇌ ESI
−S 1/Vmax
Asumsi steady-state
1/[S]
V 'max [S] [I]3
V= 1/V
([S] + K M ) [I]2
[I]1
Vmax
dimana V 'max =
[I]
1+ K
I
[I]3 > [I]2 > [I3]
1/[S]
Inhibitor ireversibel
Inhibitor ireversibel mengikat pusat aktif enzim dengan
reaksi ireversibel:
E + I EI
Inhibitor ireversibel akan mengurangi jumlah enzim
bebas dengan efektif hingga habis. Tidak akan ada
kesetimbangan yang tercapai antara E, I, dan ES.
[E] = [E0] – [I0]
Inhibitor ireversibel akan mempengaruhi Vmax,
sedangkan nilai KM tetap sama dengan reaksi yang tidak
diinhibisi. Mirip dengan inhibisi nonkompetitif.
Tanpa inhibitor, Vmax = kcat[E0]
+ inhibitor, V’max = kcat([E0] – [I0])
V’max = Vmax[E0](1 – [I0]/[E0])
Contoh mekanisme aksi inhibitor
ireversibel
Sebagian besar inhibitor ireversibel
menyerang gugugus –SH dalam rantai
samping sistein yang sering ditemukan
dalam pusat aktif enzim.
Contoh: iodoasetat dan iodoasetamida
dapat menyerang gugus –SH:
E–SH + ICH2CO2 E–S–CH2CO2− + HI
Contoh lain adalah senyawa-senyawa
organofosfat yang dapat bereaksi
dengan gugus –OH dari beberapa
enzim. Contohnya enzim asetilkolin-
esterase diinhibisi oleh kelompok
senyawa organofosfat.
Contoh inhibitor ireversibel
Diversitas fungsi
enzim
Kelas dan tata nama
Klasifikasi Protein Enzim
Klasifikasi enzim:
1. Oksidoreduktase – mengkatalisis reaksi
oksidasi/reduksi.
2. Transferase – mengkatalisis transfer gugus molekul
dari satu molekul ke molekul lain.
3. Hidrolase – mengkatalisis pemutusan hidrolitik.
4. Liase – mengkatalisis pelepasan suatu gugus dari
molekul substrat.
5. Isomerase – mengkatalisis penataan ulang intra
molekul.
6. Ligase – mengktalisis penggabungan dua molekul.
Catatan:
Ada beberapa nama enzim yang tidak mencerminkan
fungsinya, seperti tripsin.
Tata nama enzim
Enzim commission memberikan nama sistematik pada setiap enzim
disamping nama trivial yang sudah ada.
Tujuannya adalah untuk meringkas deskripsi dari enzim dalam
laporan ilmiah.
Penamaan dimulai dengan singkatan enzim commission atau EC
lalu diikuti dengan empat digit angka yang menyatakan kelas
utama, sub kelas, sub-sub kelas, dan nomor seri kelas.
Contoh: NAD+ oksidoredutase (EC 1.1.1.27) mengkatalisis reaksi
berikut:
CO2- CO2-
H C OH + NAD+ C O + NADH + H+
CH3 CH3
Laktat Piruvat
Contoh kelas utama 1:
oksidoreduktase
Contoh kelas utama 1: oksidoreduktase
Subkelas hidrogen atau donor elektron
1 alkohol (>CHOH)
2 aldehid atau keton (>C=O)
3 −CH.CH−
4 amin primer (−CHNH2 atau –CH+NH3)
5 amin sekunder (−CHNH−)
6 NADH atau NADPH
R
R O R O H2O N C COO-
Karboksipeptidase A N C C N C C H H
3. Hidrolse H H H H O R +
(EC 3.4.17.1) H3N+ C COO-
H
Contoh setiap kelas enzim
Kelas Contoh Reaksi yang dikatalisis
O O
Piruvar
4. Lise dekarboksilase -OOC C CH3 + H+ CO2 + H C CH3
Piruvat asetaldehid
(EC 4.1.1.1)
-OOC COO- -OOC H
Maleate C C C C
5. Isomerase isomerase H H H COO-
(EC 5.2.1.1)
Maleat Fumarat
Feedforward control
ABCDE
Enzim alosterik
Enzim alosterik merupakan enzim
multisubunit yang memiliki multi pusat
aktif. Enzim ini mengikat substrat secara
kooperatif (homoalosterk) dan
aktivitasnya dapat diregulasi oleh
molekul lain yang disebut efektor
(heteroalosterik).
Homoalosterik
Efek kooperativitas pengikatan substrat
terhadap kinetika enzim ditunjukan
dengan perbedaan antara kurva non-
kooperatif dan kooperatif (sigmoid).
Ciri utama dari enzim alosterik adalah
adanya dua keadaan konformasi yang
bergantung pada [S], yaitu keadaan T
(afinitas terhadap substrat rendah) dan
R (afinitas terhadap substrat tinggi).
T⇌R
T + S ⇌ TS KM tinggi
R + S ⇌ RS KM rendah
Pengikatan substrat oleh satu subunit R
dapat menginduksi perubahan
konformasi subunit lain dalam keadaan
T menjadi R sehingga dapat subunit
tersebut dapat mengikat substrat
(kooperatif)
Homoalosterik ekstrim
Pada [S] < nilai kritis
[S]c, enzim hampir
tidak aktif.
Aktifitasnya
berubah dengan
cepat ketika [S] >
[S]c.
Enzim heteroalosterik
Ciri utama enzim
heteroalosterik adalah
adanya molekul efektor
yang mengontrol afinitas
pengikatan substrat.
Molekul efektor ada dua,
yaitu:
Inhibitor akan menggeser
kesetimbangan T ⇌ R ke
arah T.
Aktivator akan menggeser
kesetimbangan T ⇌ R ke
arah R.
Modifikasi
kovalen
Beberapa enzim sama
sekali tidak aktif
apabila tidak
dimodifikasi secara
kovalen.
Contoh protein-
protein kinase.
Sebelum mengalami
fosforilasi enzim ini
tidak aktif, tetapi
setelah difosforilasi
enzim ini menjadi
aktif.
Modifikasi kovalen:
Aktivasi zimogen protease pankreas