Anda di halaman 1dari 98

IV.

KINETIKA ENZIM

Kuliah Ki-2261 Biokimia II


Enzim
 Enzim adalah katalis reaksi-reaksi sistem
biologi.
 Sebagian besar enzim adalah protein.
 Karakteristik dari enzim adalah catalitic power
dan spesifisitas.
Kinetika reaksi kimia
review
Pengertian laju reaksi
 Laju perubahan konsentrasi dan laju reaksi kimia
Laju perubahan konsentrasi (∆[X]/∆t) adalah perubahan konsentrasi suatu
zat dibagi dengan waktu berlangsungnya perubahan.

∆[ X ] perubahan konsentrasi [ X ]t2 − [ X ]t1


= =
∆t waktu berlangsungnya perubahan t 2 − t1
∆[ X ]
Laju reaksi =
∆t
 Contoh 1: Untuk reaksi berikut
2 H2O2(g)  2 H2O(l) + O2(g)
Misalkan pada kondisi awal [H2O2] = 1 M. Setelah 10 detik, [H2O2] = 0,983
M. Maka laju perubahan konsentrasi H2O2 selama 10 detik adalah
∆[H2 O2 ] 0, 983 M − 1 M −0, 017 M
Laju perubahan [H2O2 ] = = =
∆t 10 s 10 s
= −1, 7 × 10 −3 mol L−1 s −1

Laju reaksi H2O2 = −(laju perubahan [H2O2])


= −(−1,7 × 10-3 mol L−1 s−1) = 1,7 × 10−3 mol L−1 s−1
Laju dan koefisien reaksi
aA + bB  cC + dD
Bila laju reaksi salah satu molekul diketahui,
maka laju reaksi untuk molekul lain dapat
ditentukan melalui hubungan antara laju
perubahan konsentrasi dan koefisien reaksi
berikut:

1 ∆[A] 1 ∆[B] 1 ∆[C] 1 ∆[D]


− =− = =
a ∆t b ∆t c ∆t d ∆t
Contoh
 Butana dibakar dengan oksigen menghasilkan CO2 dan
H2O menurut persamaan:
2 C4H10(g) + 13 O2(g)  8 CO2(g) + 10 H2O(g)
Bila pada waktu tertentu konsentrasi butana berkurang
dengan laju 0,20 mol L−1 s−1, berapakah laju penurunan
konsentrasi oksigen?
 Solusi:
Hubungan antara laju reaksi butana dan oksigen:
1 ∆[C 4 H10 ] 1 ∆[O2 ]
− =−
2 ∆t 13 ∆t
∆[O2 ] 13 ∆[C 4H10 ] 13
= × = × 0, 20 mol L−1 s −1 = 1, 3 mol L−1 s −1
∆t 2 ∆t 2
Menentukan laju reaksi
 Laju reaksi berubah seiring perubahan konsentrasi reaktan. Dengan
demikian laju reaksi dari awal hingga akhir reaksi tidaklah sama.
sama
 Contoh: Dekomposisi uap N2O5 yang berlangsung pada suhu 65 oC:
2 N2O5(g)  4 NO2(g) + O2(g)
[N2O5 ]t2 − [N2O5 ]t 1 ∆[N2O5 ]
Laju dekomposisi N2O5 = =
t 2 − t1 ∆t
 Profil perubahan konsentrasi N2O5 terhadap waktu tidaklah linier,
sehingga laju reaksi pada waktu tertentu tidak sama dengan laju
reaksi untuk waktu yang lain.
 Oleh karena itu, laju reaksi biasanya merujuk pada laju reaksi sesaat
(the instantaneous rection rate) yang diperoleh dari nilai tangen pada
waktu tertentu dari plot konsentrasi terhadap waktu.
Profil perubahan konsentrasi N2O5
terhadap waktu

Laju reaksi adalah nilai


tangen untuk setiap
konsentrasi dan waktu
Menentukan laju reaksi dengan
metoda laju awal
Sekali produk terbentuk
dalam suatu reaksi,
seringkali produk ini
kemudian beraksi dengan
zat lain, atau mungkin
dengan reaktan. Karena
reaksi sekunder ini dapat
membuat analisis kinetika
reaksi menjadi kompleks,
maka dikembangkan teknik
yang mengukur laju reaksi
pada kecepatan awal, yaitu
laju dimana reaksi baru
dimulai (t = 0) dan produk
belum terbentuk.
Aplikasi metoda laju awal
 Laju awal reaksi bergantung pada konsentrasi
awal reaktan. Semakin besar konsentrasi awal
reaktan semakin besar pula laju reaksinya.
Konsentrasi awal #5
0,08 −
Laju awal #5
[N2O5] (mol/L)

5
0,06 −

4
0,04 −

3
0,02 − ro = k × [N2O5]o

0− 2 ro = 5,2 × 10-3 [N2O5]o


1

waktu
Aplikasi metoda laju awal
Dekomposisi NO2 pada 300oC
2 NO2(g)  2 NO(g) + O2(g)

r = k × [NO2]o2
Hukum Laju
 Definisi Hukum Laju
adalah persamaan yang menyatakan laju reaksi untuk setiap
konsentrasi zat-zat yang terlibat dalam reaksi.
 Secara umum hukum laju dinyatakan dengan
r = k × [reaktan]a
dimana a = orde reaksi.
 Persamaan laju reaksi awal belum tentu dapat
digunakan sebagai hukum laju reaksi, karena laju reaksi
ini tidak dapat menjelaskan reaksi yang terjadi antara
reaktan dan produk, karena pada konsentrasi awal
belum ada produk yang terbentuk.
 Bila antara reaktan dan produk tidak ada reaksi, maka
persamaan untuk laju awal juga berlaku untuk tahap
berikutnya  dapat digunakan sebagai hukum laju.
Reaksi orde pertama
 Hukum laju dan tetapan laju dapat diaplikasikan untuk
meramalkan konsentrasi zat pada tahap reaksi mana saja.
Sebaliknya pengetahuan tentang konsentrasi sebagai fungsi variasi
waktu dapat digunakan untuk menentukan hukum laju.
 Untuk reaksi orde pertama hukum lajunya adalah
d[A]
r= = k[A]
dt
 Untuk mengetahui kebergantungan konsentrasi terhadap waktu,
persamaan di atas harus diintegrasikan
[A]t t
1 [N 2 O 5 ]t = [N 2 O 5 ]0 e − kt
−∫ d[A] = ∫ kdt
[A]o
[A] 0

− ( ln[A]t − ln[A]o ) = kt
ln[A]o − ln[A]t = kt
 [A]o  − kt
ln   = kt atau [A]t = [A]o e
 [A]t 
Reaksi orde kedua
 Reaksi orde kedua dapat memiliki beberapa bentuk hukum laju:
r = k[A]2
r = k[A][B]
r = k[A]3[B]-1
r = k[A]1,5[B]0,5 dst…
 Untuk model ilustrasi akan digunakan hukum laju yang paling
sederhana, yaitu r = k[A]2. Bila diintegrasikan akan diperoleh
d[A]
r=− = k[A]2
dt
1/[A]

[A]t t
d[A]
−∫ 2
= ∫ kdt Slope = k
[A]o
[A] 0

1 1 1
− = kt [A]o
[A]t [A]o
1 1
= + kt
[A]t [A]o Waktu
Kebergantungan laju reaksi
terhadap temperatur
 Laju reaksi bertambah dengan naiknya temperatur  tetapan laju
reaksi naik.
 Hubungan tetapan laju dengan temperatur diberikan oleh
persamaan yand disarankan oleh Svante Arrhenius di tahun 1889 :
k = A e − Ea / RT

ln k = ln A − 1 Ea
 
T  R
 Dimana parameter Arrhenius A dan Ea adalah tetapan yang
bergantung pada reaksi; R = tetapan gas = 8,314 J/(K.mol); dan T
adalah temperatur (Kelvin). Tetapan A disebut faktor frekuensi dan
Ea disebut energi aktivasi.
 Persamaan tetapan laju di atas dapat didiferensiasi menjadi

d(ln k ) Ea
=
dT RT 2
Kebergantungan laju reaksi
terhadap temperatur
 Bila persamaan diferensial tetapan laju diintegrasikan,
maka akan diperoleh:
kT2 T2
Ea
∫ d(ln k) = ∫
kT 1 T1
RT 2
dT

 kT1  Ea  1 1 
ln 
 kT  =  − 
 2  R  T1 T2 
 Persamaan ini digunakan untuk menentukan tetapan
laju reaksi pada suatu temperatur tertentu bila tetapan
laju pada temperatur lain diketahui.
Teori Tumbukan
 Penjelasan persamaan Arrhenius dan interpretasi
parameternya berasal dari teori tumbukan reaksi bimolekular
fasa gas.
 Menurut teori tumbukan, antar molekul hanya bereaksi bila
mereka bertumbukan satu sama lain dengan energi kinetika
minimal yang diperlukan untuk terputusnya ikatan. Bila
energi kinetika tumbukan kurang, maka reaksi tidak akan
terjadi. Energi minimal ini disebut juga sebagai Energi
aktivasi.
C

Ek > Ea < Ea
Ek
B

A B
A
D
Teori Tumbukan
 Fraksi molekul yang memiliki energi ≥ energi aktivasi
diberikan oleh distribusi Maxwell untuk kecepatan
gerak molekul pada fasa gas dan berbanding lurus
dengan e−Ea/RT.

Luas daerah yang di arsir


T1 menyatakan jumlah
Fraksi molekul

molekul dengan energi


T2 > T1 kinetika ≥ Ea ~ e−Ea/RT
T2

Energi aktivasi tidak


Ea bergantung pada
temperatur!!!
Energi kinetika
Teori Tumbukan
Pentingnya orientasi molekul
 Menurut teori tumbukan, faktor energi bukanlah satu-satunya
faktor yang menentukan kesuksesan suatu tumbukan. Dalam
banyak kasus, molekul harus memiliki orientasi relatif yang tepat
agar tumbukan berlangsung dengan efektif.
Contoh dalam reaksi CI + HI  HCl + I

Tumbukan akan efektif


I bila terjadi pada daerah
30o dalam kerucut.
H

Semakin
Semakinkompleks
komplekssuatu
suatumolekul,
molekul,
semakin
semakin bertambah keperluanakan
bertambah keperluan akan
Tidak ada Cl orientasi
orientasi yang tepat  semakinsedikit
yang tepat  semakin sedikit
reaksi peluang suatu molekul yg bertumbukan
peluang suatu molekul yg bertumbukan
dengan
denganorientasi
orientasiyg
ygtepat semakin
tepat semakin
lambat
lambatlaju
lajureaksinya.
reaksinya.
Konsistensi teori Arrhenius dan
teori tumbukan
 Pada teori tumbukan membahas tiga hal penting:
1. Frekwensi tumbukan (Z0).
2. Fraksi tumbukan yang secara energetika mencukupi untuk
terjadinya reaksi  sebanding dengan e−Ea/RT
3. Keperluan akan orientasi yang tepat. Probabilitas molekul yang
bertumbukan dengan orientasi yang “favorable” untuk
terjadinya reaksi dinyatakan dengan p.
 Dari ketiga faktor di atas, menurut teori tumbukan
tetapan laju adalah

k = Z0 × p × e − Ea / RT = A × e − Ea / RT
 Dari persamaan di atas nampak bahwa persamaan
Arrhenius konsisten dengan teori tumbukan.
Teori keadaan transisi
 Teori keadaan transisi menerangkan bahwa dua molekul yang
saling bertemu dapat mengalami distorsi dan membentuk
kompleks teraktivasi (kombinasi dari dua molekul), dimana
molekul kompleks ini dapat terus bereaksi membentuk produk atau
kembali menjadi reaktan.
 Teori ini disebut juga teori kompleks teraktivasi atau teori keadaan
transisi, dikemukakan pertama kali oleh Henry Eyring (1901-1981).
 Teori ini lebih umum dibanding teori tumbukan, karena dapat
digunakan untuk menerangkan reaksi dalam larutan.
Energi kompleks
Teraktivasi

Energi potensial
A B A B A B ∆Go‡
+
A B A B A B A2 + B2
(Reaktan)
Reaktan Kompleks Produk
teraktivasi ∆H < 0 2A-B
(Produk)

Koordinat reaksi
Perluasan teori Arhenius untuk
teori keadaan transisi
 Misalkan molekul A Keadaan transisi
berada dalam
kesetimbangan antara
keadaan awal dan keadaan ∆Go‡1
teraktivasi, ∆Go‡-1

A ⇌ A‡ K = [A]‡/[A]0 GA
Keadaan awal
K = exp{−∆Go‡/RT} (reaktan) ∆Go

GB
 Konsentrasi molekul A k1
Keadaan akhir
dalam keadaan teraktivasi A⇌B
k-1 (produk)
pada setiap saat dapat
dihitung dengan Koordinat reaksi
persamaan berikut:

[A]‡ = [A]0exp{−∆Go‡/RT}
Perluasan teori Arhenius untuk
teori keadaan transisi
Menurut teori keadaan transisi tetapan
laju sebanding dengan populasi molekul
pada keadaan transisi, karena hanya
molekul teraktivasi inilah yang akan
menghasilkan produk. Slope = −∆Ho‡/R
k = Q × exp(−∆Go‡/RT)

ln k
dimana Q = tetapan praeksponensial
Karena ∆Go‡ = ∆Ho‡ − T∆So‡, maka
persamaan tetapan laju di atas dapat
diperluas menjadi
k = Q × exp(−∆So‡/R) × exp(−∆Ho‡/RT)
atau
k = Q’ × exp(−∆Ho‡/RT)

ln k = ln Q − ∆Ho‡/RT 1/T, K-1


dimana Q’ = Q × exp(−∆So‡/R)
Hubungan antara kinetika dan
termodinamika
 Andaikan suatu tahap elementer berlangsung dengan
reaksi berikut:
A + B ⇌ AB
Laju untuk reaksi ini adalah
r = −d[A]/dt = k1[A][B] − k−1[AB]
Pada kesetimbangan, laju reaksi = 0, maka
k1[A]eq[B]eq = k−1[AB]eq
k1/k−1 = [AB]eq/[A]eq[B]eq = K
K = Q’exp(−∆Go‡1/RT) / Q’exp(−∆Go‡−1/RT)
K = exp[−(∆Go‡1 − ∆Go‡−1)/RT]

K= exp(−∆Go/RT)
Katalis
 Katalis adalah suatu zat yang dapat meningkatkan laju
reaksi tanpa terkonsumsi dalam reaksi.
Contoh: Bromin (Br2) adalah katalis untuk dekomposisi
hidrogen preoksida:
2H2O2(aq) + Br2(aq)  2H2O(l) + O2(g)
Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut:
Br2(aq) + H2O2(aq)  2 Br−(aq) + 2 H+(aq) + O2(g)
2 Br−(aq) + H2O2(aq) + 2 H+(aq)  Br2(aq) + 2H2O(l)
 Bila kedua reaksi dijumlahkan baik Br2 dan Br− akan
saling meniadakan, oleh karena itu meskipun Br2 terlibat
dalam reaksi tetapi di akhir reaksi akan diperoleh
kembali (seolah-olah tidak terkonsumsi)
Efek katalis

Lintasan tanpa

Fraksi molekul
katalis
Ea reaksi
Tanpa katalis
Energi potensial

Lintasan dengan
tambahan katalis
Reaktan
Ea
∆H EK
Produk Ea reaksi
dengan katalis

Koordinat reaksi
Apa yang dilakukan katalis?
 Karena ∆Go‡= ∆Ho‡ −T∆oS‡, maka yang menyebabkan
reaksi berlangsung lambat adalah karena nilai ∆Go‡ yang
besar dan positif. Hal ini dapat disebabkan oleh:
 keperluan energi yang besar untuk mencapai kondisi teraktivasi
(∆Ho‡ besar dan positif).
 Rendahnya peluang untuk mencapai keadaan teraktivasi (∆So‡
besar dan negatif).
 Peran katalis: mengikat dan mengorientasikan molekul-
molekul reaktan menjadi keadaan intermediet yang
mirip dengan keadaan transisi. Melalui jalur reaksi ini
akan terbentuk dua energi aktivasi yang lebih rendah,
dimana keadaan intermediet merupakan minimum
kedua energi aktivasi terebut.
Apa yang dilakukan katalis?
reaktan

∆G‡1(A  A*)
Energi bebas, G

GA katalis

∆G‡2(A*  B)

Keadaan intermediet GB
(A*)

Koordinat reaksi
k1 k2
A A* B
Bagaimana enzim berperan sebagai katalis

 Pusat kegiatan katalitik enzim


terdapat pada pusat aktif.
 Pusat aktif enzim adalah daerah yang CS
mengikat substrat (dan kofaktor bila BS
ada) dan juga daerah katalitik
CS
mengandung residu-residu yang
langsung berpartisipasi dalam BS
pembentukan dan pemutusan ikatan.
 Interaksi enzim dan substrat pada
pusat aktif mempromosikan
pembentukan keadaan transisi. BS = binding site
 Oleh karena itu, pusat aktif adalah CS = catalitic site
daerah dalam enzim yang secara
langsung menurunkan ∆G‡ reaksi
sehingga meningkatkan laju
karakteristik dari enzim.
Bagaimana enzim berperan sebagai katalis
Karakteristik struktur pusat aktif enzim

Pusat aktif enzim


adalah celah
sempit (cleft)
dengan volume
total relatif kecil
yang dibangun
oleh residu-residu
yang mungkin
berjauhan. Lisozim
Karakteristik struktur pusat aktif enzim

 Daerah pengikatan
substrat pada pusat
aktif sebagian besar
dibangun oleh residu-
residu nonpolar.
 Pengikatan substrat
berlangsung melalui
multi interaksi lemah.
Tahap reaksi katalisis enzim
Spesifisitas enzim
 Karakteristik dari enzim adalah memiliki aktivitas spesifik.
 Menurut kespesifikan aktivitasnya, enzim dibagi menjadi:
 Spesifik grup: enzim dapat beraksi pada beberapa
substrat tetapi saling berkaitan. Contohnya alkohol
dehidrogenase. Enzim ini dapat mengkatalisis reaksi
oksidasi berbagai macam alkohol.
 Absolut grup: enzim hanya beraksi pada satu substrat saja.
Contohnya glukokinase. Enzim ini hanya mentransfer
fosfat dari ATP ke glukosa dan bukan ke gula yang lain.

Hipotesis Lock and Key


 Fischer 1890 menyarankan bahwa kespesifikan enzim berarti
adanya daerah struktur yang komplemen antara enzim dan
substrat: substrat akan menempati sisi komplemennya yang
pas pada enzim seperti layaknya pasangan kunci dan anak
kuncinya.
Hipotesa Lock and Key

RG BG CS

BS

+ CS
BS
BG

Substrat enzim kompleks enzim-substrat

BS = binding site
CS = catalitic site
BG = binding group
RG = reacting group
Hipotesa Induced Fit
 Kelemahan mekanisme lock-and-key yaitu tidak
memperhatikan fleksibilitas molekul protein.
 Hasil analisis difraksi sinar-X dan NMR menunjukkan adanya
perbedaan struktur enzim bebas dan enzim yang mengikat
substart. Artinya pengikatan suatu substrat pada enzim dapat
menyebabkan perubahan konformasi.
 Berdasarkan hal di atas Koshland di tahun 1958,
menyarankan bahwa struktur dari substrat mungkin
komplemen dengan struktur pusat aktif di dalam
kompleks enzim-substrat tetapi tidak dalam keadaan
bebas: perubahan struktur terjadi selama proses
pengikatan substrat hingga terjadi kesesuaian antara
keduanya.
Hipotesis induced Fit
RG BG
CS
BS

+ CS
BS
BG

Glukosa

Heksokinase
Triosa fosfat isomerase (TPI)
Mekanisme katalisis oleh TPI
 Triosa fosfat isomerase mengkatalisis reaksi
Gliseraldehid-3-fosfat (G3P)  dihidroksiaseton fosfat
(DHAP)

 Enzim ini adalah dimer dengan dua subunit identik.


Pusat aktif enzim dapat mengakomodasi baik G3P atau
DHAP.
 Mekanisme reaksi konversi G3P menjadi DHAP
E + G3P ⇌ E−G3P (Binding of G3P)
E−G3P ⇌ E−ed (Conversion to enediol)
E−ed ⇌ E−DHAP (Conversion to DHAP)
E−DHAP ⇌ E + DHAP (Release of DHAP)
Mekanisme katalisis oleh TPI
Karbonik anhidrase-2

OH-
His 94

His 119 Zn2+


His 96

Pusat aktif enzim CA2

Struktur enzim CA2


Mekanisme katalitik enzim
karbonik anhidrase-2
- O
OH - C
+ CO2 OH O
2+
Zn 2+
His 119 Zn
His 94 His 119
His 96 His 94
His 96
A
B

- BH+ B

OH2
O
2+
H
Zn O
+ H 2O -
His 119 O
His 94 2+
His 96 - HCO- Zn
3 His 119
His 94
His 96
D
C
Kinetika reaksi
enzim
1. Kinetika single substrat
2. Kinetika multisubstrat
Kinetika Michaelis Menten
k1 kcat
E + S ⇌ ES  E + P
k−1
 Asumsi reaksi kebalikan antara E dan P di abaikan.
Sehingga V = kcat [ES]
 Asumsi kesetimbangan antara enzim dan substrat:
analisis Michaelis Menten
Leonor Michaelis dan Maude Menten (1913)
mengasumsikan bahwa laju disosiasi bila diukur
berdasarkan nilai kcat terlalu lambat dibandingkan
dengan laju pembentukan (k1) dan redisosiasi menjadi
kompleks enzim-substrat menjadi enzim dan substrat
(k−1). Bila hal ini terjadi, ES akan selalu mendekati
kesetimbangan dengan E dan S.
Kinetika Michaelis Menten
[ E][S] k−1
Ks = = K s = tetapan kesetimbangan disosiasi
[ ES] k1
[ E][S] saat [S] >> [ KS ] , maka
[ ES] = karena [ E] = [ E]0 − [ ES] maka,
KS kcat [ E]0 [S]
lim V = = kcat [ E]0 = Vmax
 [S]  [ E]0 [S] [ S ]→∞ [S ]
[ E]0 [S] [ ES][S]
[ ES] = − atau [ ES] 1 +  = sehingga
KS KS  KS  KS
[ E]0 [S]
[ ES] =
[S] + KS V = max
V [S]
kcat [ E]0 [S] [S] + KS
V = kcat [ ES] =
[S] + KS
Kenetika Briggs-Haldane
 Asumsi Michaelis-Menten yang menyatakan bahwa laju
pembentukkan produk sangat lambat dibandingkan
reaksi pembentukkan kompleks ES dan redisosiasinya,
tidaklah selalu benar karena sebagian besar kompleks ES
selalu berlanjut membentuk produk sehingga nilai kcat >
k−1.
 Briggs-Haldane di tahun 1925 mengemukakan model
dengan argumen bahwa: semakin banyak ES yang
terbentuk semakin cepat ia akan terdisosiasi membentuk
produk; oleh karena itu konsentrasi ES akan tetap
konstan atau steady state. Keadaan ini akan terus
berlangsung hingga seluruh substrat habis bereaksi.
Kenetika Briggs-Haldane
d[ ES]
= k1[ E][S] − k−1[ ES] − kcat [ ES]
dt
Saat steady-state tercapai d[ ES]/ dt ≅ 0
[ E][S] k−1 + kcat
k1[ E][S] = k−1[ ES] + kcat [ ES] atau = = KM
[ ES] k1
substitusi [ E] = [ E]0 − [ ES]
([ E]0 − [ ES])[S] [ E]0 [S]
= K M atau [ ES] =
[ ES] [S] + K M
karena V = kcat [ ES] , maka

kcat [ E]0 [S] Vmax [S]


V= =
[S] + K M [S] + K M
Menentukan nilai Vmax dan KM
• Nilai KM dapat
diperoleh dari grafik Vmax
dengan ekstrapolasi
ke sumbu [S] saat V =
½ Vmax. V
½ Vmax
Vmax Vmax [S]
=
2 [S] + K M
( Vmax )([S] + K M ) = 2Vmax KM [S]
∴ K M = [S]
Plot Lineweaver-Burk
Vmax [S]
 Penentuan nilai KM dan Vmax V=
langsung dari grafik [S] + K M
persamaan Michaelis-Menten Bila persamaan ini dibalik, maka
tidaklah selalu memuaskan
karena grafiknya membentuk 1 [S] + K M
=
kurva sehingga menyulitkan V Vmax [S]
untuk melakukan 1 1 K 1
ekstrapolasi dengan akurat. = + M
V Vmax Vmax [S]
 Lineweaver dan Burk (1934)
menyelesaikan masalah di 1/V
atas dengan cara
mereformulasi persamaan Titik potong
Slope = KM /Vmax
Michaelis-Menten ke dalam = - 1/KM
bentuk persamaan linier.
Titik potong = 1/Vmax

1/[S]
Plot Eadie-Hofstee
1 1 K 1
 Kelemahan dari plot V .Vmax = V .Vmax + M V .Vmax
Lineweaver-Burk adalah V Vmax Vmax [S]
ekstrapolasi untuk V
menentukan nilai 1/KM V = Vmax − K M
seringkali terlalu panjang [S]
sehingga penentuannya
menjadi tidak akurat. Vmax
 Untuk mengatasi masalah di
atas Eadie-Hofstee melakukan Slope = -KM
perubahan pada persamaan
Lineweaver-Burk dengan V
mengalikan kedua sisi Vmax /KM
persamaan tersebut dengan
V.Vmax sehingga:

V / [S]
Arti nilai KM dan kcat
 Konstanta Michaelis, KM, dalam kondisi nilai kcat sangat
kecil, menyatakan kekuatan ikatan enzim terhadap
substrat. Nilai KM yang besar (k−1 > k1) berarti ikatan
enzim-substrat sangat lemah.
 Tetapi dalam kondisi nilai kcat cukup besar juga akan
memberikan nilai KM yang besar sehingga interpretasi di
atas harus dilakukan sangat hati-hati.
 Konstanta kedua, kcat, menyatakan ukuran langsung dari
produksi katalitik dari produk. Konstanta ini juga sering
disebut turnover number, yaitu ukuran yang
menyatakan jumlah molekul substrat yang diubah per
molekul enzim per detik.
Nilai turnover beberapa enzim
Arti nilai KM dan kcat
 Pada kondisi [S] << KM, dan sebagian besar enzim dalam
keadaan bebas, sehingga [E]0 ≅ [E], maka
kcat [ E]0 [S] kcat
V= = [ E][S]
[S] + K M KM
Pada kondisi di atas rasio kcat /KM seperti tetapan laju
orde kedua.
 Rasio kcat /KM juga menyatakan efisiensi katalitik. Nilai
yang besar dari kcat (rapid turnover) atau nilai kecil dari
KM (high affinity for substrate) akan membuat nilai
kcat/KM menjadi besar.
 Rasio kcat /KM untuk substrat yang berbeda digunakan
sebagai ukuran spesifisitas dari enzim.
Rasio kcat / KM untuk aktivitas kimotripsin
terhadap berbagai substrat
Reaksi Multisubstrat
 Sebagian besar reaksi yang dikatalisis oleh
enzim melibatkan dua atau lebih substrat, dan
seringkali menghasilkan lebih dari satu produk.
Contoh:
heksokinase
glukosa + ATP glukosa-6-fosfat + ADP
S1 S2 P1 P2
 Bila enzim mengikat dua atau lebih substrat dan
melepas lebih dari satu produk, maka urutan
setiap tahap menjadi hal yang penting dari
mekanisme reaksi enzim.
Reaksi Multisubstrat
Random substrate binding
 Untuk kasus ini urutan pengikatan substrat
tidaklah penting. Jalur umumnya adalah
E−S1 S2
S1
E E−S1−S2  E + P1 + P2
S2
E−S2 S1
Contohnya adalah reaksi yang dikatalisis oleh
heksokinase di atas.
Reaksi Multisubstrat
Ordered Substrat Binding
 Pada beberapa kasus, satu substrat harus terikat lebih dulu sebelum
substrat kedua dapat terikat dengan baik. Sehingga mekanismenya:
S1 S2
E E−S1 E−S1−S2 E + P1 + P 2
Mekanisme ini sering ditemui pada oksidasi dari substrat oleh
koenzim nikotinamid.adenin dinukleotida (NAD+).

The “Ping-Pong” Mechanism


 Satu substrat terikat, satu produk di lepas, substrat kedua terikat,
dan produk kedua dilepas.
S1 P1 S 2 P2
E E−S1 E* E*−S2 E
Contoh enzim yang mengikuti mekanisme ini adalah kelompok
serin protease (tripsin dan kimotripsin).
Mekanisme pingpong untuk reaksi yang
dikatalisis oleh serin protease

Enzim-ser substrat1 keadaan transisi-1 intermediet asil-enzim + produk1


RA O RA O RA
O C C C
N RB N H
E CH2 O + RB N H E CH2 O H E CH2 O
H RB H H

Base Base Base


(His) (His) (His)

Intermediet asil enzim + substrat2 keadaan transisi-2 enzim produk2


O RA
O RA O RA C
C C
E CH2 O O H O H
O
E CH2 O E CH2 O H
H H H

Base Base Base


(His) (His) (His)
Kinetika enzim multisubstrat
 Bila lebih dari satu intermediat dalam urutan reaksi, maka
penurunan laju reaksinya menjadi sangat kompleks.
 King dan Altman (1956) merancang suatu aturan empiris yang
memungkinkan laju reaksi untuk mekanisme tertentu dituliskan
menurut tetapan laju setiap tahapnya.
 Contoh penerapan konsep ini pada reaksi enzimatis sederhana pada
kondisi steady-state:
k1 k2
E + S ⇌ ES  E + P
k−1

 Prosedur King dan Altman mengharuskan reaksi dituliskan dalam


bentuk proses siklus.
 Setiap tahap harus digambarkan oleh κ (kappa) yang merupakan
produk dari tetapan laju dan konsentrasi substrat bebas yang terlibat
dalam setiap tahap atau hanya tetapan laju saja bila tidak ada substrat
yang terlibat.
Prosedur King Altman
Spesi enzim jalur yang membentuk spesi enzim jumlah produk κ
k1[S]
E ES
k-1 k−1
k2 E E dan E k2 k-1 + k2
P
k1[S]
ES ES k1[S]

[spesi enzim] ∑ κ untuk spesi tersebut


=
[ E]0 ∑ κ total
[ E] k−1 + k2 [ ES] k1[S]
= dan =
[ E]0 k−1 + k2 + k1[S] [ E]0 k−1 + k2 + k1[S]
Persamaan laju keseluruhan diberikan oleh:
k2 k1[S][ E]0 k2 [S][ E]0 V [S]
V = k2 [ ES] = = = max
k−1 + k2 + k1[S]  k−1 + k2  K M + [S]
 k  + [S ]
 1 
Prosedur King dan Altman
k1 k2 k3
AX + E EAX EX E + X
k−1
A
 Dalam bentuk siklus dapat dituliskan sebagai
berikut:
k1[Axo]
E EAX
k-1
k3 k2

X EX A
Prosedur King dan Altman
k1[Axo]
E EAX
k-1
k3 k2

X EX A
Spesi enzim jalur pembentukan spesi enzim jumlah produk κ
k-1
E E dan E k2k3 + k-1k3
k3 k2 k3

k1[Axo]
EAX EAX k1k3 [AXo]
k3

k1[Axo]
EX k1k2[AXo]
EX k2
Prosedur King dan Altman

[ EX ] k1 k2 [ AXo ]
=
[ E]t k2 k3 + k−1k3 [ AXo ] + k1k2 [ AXo ]
pada kondisi steady-state keseluruhan laju reaksi diberikan oleh:
d[ A] d[X ]
V =− = k2 [ EAX ] = = k3 [ EX ]
dt dt
bila kita substitusi baik [EAX] atau [EX] maka
k1k2 [ AXo ][ E]t
V = k3 [ EX ] =
k2 k3 + k−1 k3 [ AXo ] + k1 k2 [ AXo ]
k1k2 [ AXo ][ E]t
=
k3 ( k2 + k−1 ) + k1[ AXo ]( k2 + k3 )
Inhibisi Enzim
1. Inhibisi reversibel
2. Inhibisi ireversibel
Tipe inhibisi
Inhibisi dibagi menjadi dua tipe utama:
 Inhibisi reversibel = inhibitor terikat pada
enzim secara non-kovalen. Ada tiga tipe
inhibisi reversibel:
 Inhibisi kompetitif
 Inhibisi unkompetitif
 Inhibisi nonkompetitif

 Inhibisi ireversibel = inhibitor terikat pada


enzim secara kovalen.
Inhibisi kompetitif
 Karakteristik inhibitor kompetitif adalah memiliki struktur
yang mirip dengan substrat, sehingga inhibitor dan substrat
berkompetisi untuk menempati ‘binding-site’ yang sama
dalam enzim.
 Contoh: Malonat (−O2C∙CH2∙CO2−) adalah inhibitor kompetitif
untuk reaksi yang dikatalisis oleh suksinat dehidrogenase:
−O C∙CH ∙CH ∙CO − ⇌ −O C∙CH=CH∙CO −
2 2 2 2 2 2
Suksinat Fumarat

+ +

ES E P
E S

E I EI
Kinetika inhibisi kompetitif
 Mekanisme reaksi inhibisi kompetitif.
E + S ⇌ ES  E + P
-I  +I [E][I]
KI =
EI [EI]

 Dengan asumsi steady-state akan diperoleh


[E][S] k−1 + k1 Substitusi persamaan (2) ke (1)
= = KM (1)
[ES] k2 ([E0 ] − [ES])[S]
= KM
[E 0 ] = [E] + [ES] + [EI]  [I] 
[E][I]  1 + K [ ES]
= [E] + [ES] +  I 
KI [E0 ][S]
∴[ES] =
 [I]   [I] 
= [E] 1 +  + [ES] [S] + K M  1 + 
 KI   KI 
[E ] − [ES] V = k2 [ES] =
k2 [E0 ][S]
=
Vmax [S]
∴[E] = 0 (2)
[I]  [I]   [I] 
1+ [S] + K M  1 +  [S] + K M  1 + 
KI  KI   KI 
Plot Lineweaver-Burk untuk
Inhibisi Kompetitif
+ inhibitor kompetitif
1/V K  [I ] 
[I]3
slope = M  1 +  1/V
Vmax  KI  [I]2
Tanpa inhibitor [I]1

1 KM
− slope =
KM Vmax
1
− [I]3 > [I]2 > [I]1
Vmax

1/[S] 1/[S]
1

 [I ] 
KM  1 + 
 KI 
Inhibisi Unkompetitif
Ciri utama inhibitor unkompetitif
 Inhibitor unkompetitif hanya mengikat kompleks
enzim-substrat tetapi tidak mengikat enzim bebas.
 Inhibisi unkompetitif merupakan fenomena yang jarang
terjadi. Contohnya inhibisi arilsufatase oleh hidrazin.
ES
+ +

E S E P
−I +I

ESI
Kinetika Inhibisi Unkompetitif
 E + S ⇌ ES  E + P
−I  +I K = [ES][I]
I Substitusi persamaan (2) ke (1)
ESI [ESI]
 [I] 
 Dengan asumsi ([E0 ] − [ES] 1 + )[S]
 KI 
steady-state: = KM
[ES]
[E][S] k−1 + k1 [E0 ][S]
= = KM (1) ∴[ES] =
[ES] k2  [I]  V’max
[S] 1 +  + K M
[E 0 ] = [E] + [ES] + [ESI]  KI 
[ES][I]   [I]  
= [E] + [ES] +
KI  max  1 +  [S]
V
k2 [E0 ][S]   KI  
V = k2 [ES] = =
 [I]   [I]   [I] 
= [E] + [ES] 1 +  [S] 1 +  + K M [S] + K M  1 + 
 KI   KI   KI 
 [I]  V ' [S]
∴[E] = [E0 ] − [ES] 1 +  (2) V = max
 KI  [S] + K ' M K’M
Plot Lineweaver-Burk untuk
Inhibisi Unkompetitif
+ inhibitor unkompetitif
1/V [I]3
K 'M 1/V
slope = [I]2
1  [I ]  V 'max
− 1+  [I]1
Vmax  KI 
Tanpa inhibitor
KM
slope =
Vmax
1
− [I]3 > [I]2 > [I]1
Vmax

1 1/[S] 1/[S]

KM
1  [I ] 
− 1+ 
K M  KI 
Inhibisi Nonkompetitif
 Inhibitor nonkompetitif dapat mengikat baik
enzim bebas maupun kompleks enzim-substrat.
 Ion-ion logam dan molekul-molekul organik
yang dapat mengikat gugus –SH dari residu
sistein dalam enzim adalah contoh dari inhibitor
non-kompetitif.
ES
E + S E + P

−I +I −I +I

+ S
EI ESI
Kinetika Inhibisi Nonkompetitif
1/V + inhibitor
+S nonkompetitif
 E ⇌ ES  P
−S [E][I] [ES][I]
1/V’max
Tanpa inhibitor
−I  +I −I  +I K = I =
[EI] [ESI]
+S
EI ⇌ ESI
−S 1/Vmax
 Asumsi steady-state
1/[S]
V 'max [S] [I]3
V= 1/V
([S] + K M ) [I]2
[I]1
Vmax
dimana V 'max =
 [I] 
1+ K 
 I 
[I]3 > [I]2 > [I3]

1/[S]
Inhibitor ireversibel
 Inhibitor ireversibel mengikat pusat aktif enzim dengan
reaksi ireversibel:
E + I  EI
 Inhibitor ireversibel akan mengurangi jumlah enzim
bebas dengan efektif hingga habis. Tidak akan ada
kesetimbangan yang tercapai antara E, I, dan ES.
[E] = [E0] – [I0]
 Inhibitor ireversibel akan mempengaruhi Vmax,
sedangkan nilai KM tetap sama dengan reaksi yang tidak
diinhibisi.  Mirip dengan inhibisi nonkompetitif.
Tanpa inhibitor, Vmax = kcat[E0]
+ inhibitor, V’max = kcat([E0] – [I0])
V’max = Vmax[E0](1 – [I0]/[E0])
Contoh mekanisme aksi inhibitor
ireversibel
 Sebagian besar inhibitor ireversibel
menyerang gugugus –SH dalam rantai
samping sistein yang sering ditemukan
dalam pusat aktif enzim.
Contoh: iodoasetat dan iodoasetamida
dapat menyerang gugus –SH:
E–SH + ICH2CO2  E–S–CH2CO2− + HI
 Contoh lain adalah senyawa-senyawa
organofosfat yang dapat bereaksi
dengan gugus –OH dari beberapa
enzim. Contohnya enzim asetilkolin-
esterase diinhibisi oleh kelompok
senyawa organofosfat.
Contoh inhibitor ireversibel
Diversitas fungsi
enzim
Kelas dan tata nama
Klasifikasi Protein Enzim
Klasifikasi enzim:
1. Oksidoreduktase – mengkatalisis reaksi
oksidasi/reduksi.
2. Transferase – mengkatalisis transfer gugus molekul
dari satu molekul ke molekul lain.
3. Hidrolase – mengkatalisis pemutusan hidrolitik.
4. Liase – mengkatalisis pelepasan suatu gugus dari
molekul substrat.
5. Isomerase – mengkatalisis penataan ulang intra
molekul.
6. Ligase – mengktalisis penggabungan dua molekul.

Catatan:
Ada beberapa nama enzim yang tidak mencerminkan
fungsinya, seperti tripsin.
Tata nama enzim
 Enzim commission memberikan nama sistematik pada setiap enzim
disamping nama trivial yang sudah ada.
 Tujuannya adalah untuk meringkas deskripsi dari enzim dalam
laporan ilmiah.
 Penamaan dimulai dengan singkatan enzim commission atau EC
lalu diikuti dengan empat digit angka yang menyatakan kelas
utama, sub kelas, sub-sub kelas, dan nomor seri kelas.
 Contoh: NAD+ oksidoredutase (EC 1.1.1.27) mengkatalisis reaksi
berikut:

CO2- CO2-
H C OH + NAD+ C O + NADH + H+
CH3 CH3
Laktat Piruvat
Contoh kelas utama 1:
oksidoreduktase
Contoh kelas utama 1: oksidoreduktase
Subkelas hidrogen atau donor elektron
1 alkohol (>CHOH)
2 aldehid atau keton (>C=O)
3 −CH.CH−
4 amin primer (−CHNH2 atau –CH+NH3)
5 amin sekunder (−CHNH−)
6 NADH atau NADPH

Sub-subkelas Hidrogen atau aseptor elektron


1 NAD+ atau NADP+
2 Fe3+
3 O2
99 aseptor yang belum terklasifikasi
Contoh setiap kelas enzim
Kelas Contoh Reaksi yang dikatalisis
Alkohol NAD+ + NADH + H+
O
1. Oksidoreduktase dehirogenase CH3CH2OH H3C C
H
(EC 1.1.1.1) Etanol Asetaldehid

CH2OH CH2OPO 32-


O OH ATP ADP O OH
Glukokinase OH OH
2. Transferase
(EC 2.7.1.2) OH
OH
OH
OH
D-Glukosa D-Glukosa-6-fosfat

R
R O R O H2O N C COO-
Karboksipeptidase A N C C N C C H H
3. Hidrolse H H H H O R +
(EC 3.4.17.1) H3N+ C COO-
H
Contoh setiap kelas enzim
Kelas Contoh Reaksi yang dikatalisis
O O
Piruvar
4. Lise dekarboksilase -OOC C CH3 + H+ CO2 + H C CH3

Piruvat asetaldehid
(EC 4.1.1.1)
-OOC COO- -OOC H
Maleate C C C C
5. Isomerase isomerase H H H COO-
(EC 5.2.1.1)
Maleat Fumarat

Piruvat O ATP ADP + Pi O

6. Ligase karboksilase -OOC C CH3 + CO2 -OOC C CH2 COO-

(EC 6.4.1.1) Piruvat Oksaloasetat


Enzim non-protein
 Beberapa molekul
RNA, disebut juga
ribozyme, memiliki
aktivitas katalitik.
 Contoh: Ribonuklease
P (kompleks protein-
RNA). Bagian RNA
dapat menghidrolisis
bagian tertentu dari
molekul pra-t-RNA
menjadi tRNA.
Enzim non-protein: contoh reaksi katalisis
tanpa bantuan protein
 Tom Cech identified an
interesting protein-
independent self-splicing
agent from the
preribosomal RNA of the
protist, Tetrahymena.
 In this reaction, the rRNA
itself catalyzes removal of
an RNA intron from itself.
 The RNA molecule
involved in the catalysis
is altered, so it is not
technically considered a
catalyst, but the sequence
which is removed (called
L-19 IVS) does have true
catalytic activity. It can
either lengthen or shorten
small oligonucleotides.
Koenzim, vitamin
dan ion logam
1. Fungsi koenzim
2. Contoh mekanisme katalisis
yang dibantu koenzim
Fungsi Koenzim
 Sebagian proses biologis memerlukan fungsi
katalitik diluar yang disediakan oleh molekul
protein. Dalam hal ini, protein memerlukan
bantuan beberapa molekul kecil lain atau ion
untuk melakukan reaksi. Molekul/ion tersebut
terikat pada enzim sehingga disebut koenzim.
 Vitamin B-kompleks adalah prekursor untuk
sejumlah koenzim.
Koenzim
Contoh mekanisme reaksi yang dibantu
oleh koenzim: UDP-galaktosa epimerase
Koenzim atau substrat kedua?
 Enzim-enzim dehidrogenase, seperti alkohol
dehidrogenase, masing-masing memiliki sisi pengikatan
yang kuat untuk koenzim NAD+ (bentuk teroksidasi).
Setelah reaksi oksidasi berlangsung, NADH (bentuk
tereduksi) yang terbentuk menginggalkan enzim, dan
kemudian dioksidasi kembali dalam sistem aseptor
elektron di dalam sel. NAD+ yang terbentuk kemudian
dapat mengikat enzim lain, dan siklus kemudian
berulang.
 Dalam kasus di atas, NAD+ lebih mirip seperti substrat
kedua, tetapi karena selalu dipulihkan ke bentuk
teroksidasi oleh sistem sel secara terus menerus, maka
NAD+ / NADH dianggap sebagai koenzim.
Regulasi aktivitas
enzim
1. Substrate-level control
2. Feedback control
3. Allosteric enzymes
4. Modifikasi kovalen
Substrate level control
 Pada mekanisme pengendalian level
substrat, jumlah produk yang tinggi dari
suatu reaksi menginhibisi enzim.
 Contoh: Heksokinase yang berperan
dalam mengkatalisis glukosa menjadi
glukosa-6-fosfat, diinhibisi oleh produk
tersebut.
heksokinase
D-Glucose + ATP G6P + ADP + H+
Feedback control
ABCDE

Feedforward control
ABCDE
Enzim alosterik
 Enzim alosterik merupakan enzim
multisubunit yang memiliki multi pusat
aktif. Enzim ini mengikat substrat secara
kooperatif (homoalosterk) dan
aktivitasnya dapat diregulasi oleh
molekul lain yang disebut efektor
(heteroalosterik).
Homoalosterik
 Efek kooperativitas pengikatan substrat
terhadap kinetika enzim ditunjukan
dengan perbedaan antara kurva non-
kooperatif dan kooperatif (sigmoid).
 Ciri utama dari enzim alosterik adalah
adanya dua keadaan konformasi yang
bergantung pada [S], yaitu keadaan T
(afinitas terhadap substrat rendah) dan
R (afinitas terhadap substrat tinggi).
T⇌R
T + S ⇌ TS KM tinggi
R + S ⇌ RS KM rendah
 Pengikatan substrat oleh satu subunit R
dapat menginduksi perubahan
konformasi subunit lain dalam keadaan
T menjadi R sehingga dapat subunit
tersebut dapat mengikat substrat
(kooperatif)
Homoalosterik ekstrim
 Pada [S] < nilai kritis
[S]c, enzim hampir
tidak aktif.
 Aktifitasnya
berubah dengan
cepat ketika [S] >
[S]c.
Enzim heteroalosterik
 Ciri utama enzim
heteroalosterik adalah
adanya molekul efektor
yang mengontrol afinitas
pengikatan substrat.
 Molekul efektor ada dua,
yaitu:
 Inhibitor akan menggeser
kesetimbangan T ⇌ R ke
arah T.
 Aktivator akan menggeser
kesetimbangan T ⇌ R ke
arah R.
Modifikasi
kovalen
 Beberapa enzim sama
sekali tidak aktif
apabila tidak
dimodifikasi secara
kovalen.
 Contoh protein-
protein kinase.
Sebelum mengalami
fosforilasi enzim ini
tidak aktif, tetapi
setelah difosforilasi
enzim ini menjadi
aktif.
Modifikasi kovalen:
Aktivasi zimogen protease pankreas

Anda mungkin juga menyukai