Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI:


HALUSINASI

Disusun Oleh :
SAHABUDDIN AHMAD .P
P07120214075

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN
BANJARBARU
2017
KONSEP DASAR GANGGUAN KESEHATAN JIWA
HALUSINASI

A. DEFINISI
Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori
seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering
adalah halusinasipendengaran (auditory-hearing voices or sounds), penglihatan
(visual-seeing persons or things), penciuman (olfactory–smelling odors),
pengecapan (gustatory-experiencing tastes), (Yosep I., 2011).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
pengelihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu. Klien mersakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
Menurut Carpenito (2006), perubahan persepsi sensori; halusinasi
merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau berisiko
mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola atau interprestasi stimulus yang
datang.

B. Faktor Penyebab halusinasi


1. Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya
pada lingungannya.
c. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan yang dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
buffofenon dan dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkab teraktivasinya neurotransmitter otak, misalnya terjadi
ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalagunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi ini
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
a. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian,
tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan
keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993
membagi halusinasi menjadi lima dimensi yaitu :
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga kondisi tersebut klien berbuat
sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi intelektual
Dalam dimensi ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi
akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls
yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak
jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comfort-ing, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya seolah-
olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan sistem kontrol olah individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain cenderung
untuk itu. Sehingga penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengupayakan klien
tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya.
5) Dimensi spiritual
Halusinasi klien dimulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara
spritual untuk menyucikan diri. Irama srikandiannya terganggu, karena
ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun
merasa hampa dan tidak ada tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir
tetapi tidak berusaha, menyalakan orang lain dan lingkungan yang
menyebabkan takdirnya memburuk.
b. Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku
seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini :
Nutrisi Kurang
Kurang tidur
Ketidak seimbangan irama sirkardian
Kelelahan, infeksi
Kesehatan
Obat-obatan system syaraf pusat
Kurangnya latihan
Hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
Lingkungan yang memusuhi, kritis
Lingkungan Masalah di rumah tangga
Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hari
Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain
Isoalsi sosial
Kurangnya dukungan sosial
Tekanan kerja ( kurang keterampilan dalam bekerja)
Stigma
Kemiskinan
Kurangnya alat transportasi
Ketidak mampuan mendapat pekerjaan
Merasa tidak mampu ( harga diri rendah)
Putus asa (tidak percaya diri )
Merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri
Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut.
Merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual )
Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun Kebudayaan
Sikap/Perilaku Rendahnya kemampuan sosialisasi
Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Ketidak adekuatan pengobatan
Ketidak adekuatan penanganan gejala.
C. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui
panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan),
klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun
sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon
individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah
mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien
mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca
indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
Rentang respon:

Respon Adaptif Respon Maladptif


 Pikiran logis  Distorsi pikiran  Gangguan
 Persepsi akurat  Ilusi pikir/delusi
 Emosi konsisten  Reaksi emosi  Halusinasi
dengan pengalaman berlebihan atau  Sulit berespon emosi
 Perilaku sesuai kurang  Perilaku
 Berhubungan sosial  Perilaku aneh/tidak disorganisasi
bisa  Isolasi sosial
 Menarik diri

a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal
jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut,
respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman adalah perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
b. Respon psikososial
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain.
c. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, meliputi
:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak teratur.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang mengancam.
D. Jenis Halusinasi
Jenis Halusinasi Karakteristik
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-
kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
Pendengaran
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
70 %
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar
perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan.
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
Penglihatan geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau
20% kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan
seperti melihat monster.
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan
feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.
Penghidu Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau
dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
Perabaan jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda
mati atau orang lain.
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau
Cenesthetic
arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine.
Kinisthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

E. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan
keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat, yaitu:
1. Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini
menolong untuk sementara.
Klien masih mampu mengotrol kesadarannya dan mengenal pikirannya,
namun intensitas persepsi meningkat.
2. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.Pemikiran
internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat
berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan
klien merasa tak mampu mengontrolnya.Klien membuat jarak antara dirinya
dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari
orang lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan
dan rasa aman sementara.
4. Fase Keempat.
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan
dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada
dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau
selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

F. Tanda Halusinasi
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
2. Menggerakkan bibir tanpa suara.
3. Pergerakan mata yang cepat.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
6. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
7. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
8. Perhatian dengan lingkungan kurang atau hanya beberapa detik.
9. Berkonsentrasi terhadap pengalaman sensorinya.
10. Sulit berhubungan dengan oranglain.
11. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah.
12. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
13. Tampak tremor dan berkeringat.
14. Perilaku panik, agitasi dan kataton.
15. Curiga, bermusuhan, merusak diri, orang lain dan lingkungan.
16. Ketakutan.
17. Tidak dapat mengurus diri.
18. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
HALUSINASI

A. PENGKAJIAN
Sangat penting untuk mengkaji perintah yang diberikan lewat isi halusinasi
klien karena mungkin saja klien mendengar perintah untuk menyakiti orang
lain, membunuh, atau loncat dari jendela.
1. Membina hubungan saling percaya dengan klien
Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah membina hubungan saling
percaya dengan klien dengan cara :
a. Awali pertemuan dengan selalu mengucapkan salam
b. Berkenalan dengan klien. Perkenalkan nama lengkap dan nama
panggilan perawat termasuk peran, jam dinas dan senang dipanggil
dengan apa. Selanjutnya perawat menanyakan nama klien serta senang
dipanggil apa.
c. Buat kontrak asuhan. Jelaskan tujuan kita merawat pasien, aktivitas yang
dilakukan untuk mencapai tujuan, kapan dan berapa lama aktivitas
dilakukan.
d. Bersikap empati dengan cara mendengarkan keluhan pasien dengan
penuh perhatian, tidak membantah dan tidak menyokong halusinasi
klien.
2. Mengkaji data objektif dan subjektif
Berikut ini jenis-jenis halusinasi beserta data objektif dan subjektifnya :
Jenis halusinasi Data subjektif Data objektif
Halusinasi  Mendengar suara yang menyruh  Mengarahkan telingah
Dengar melakukan sesuatu yang pada sumber suara.
berbahaya.  Bicara atau tertawa
 Mendengar suara atau bunyi sendiri.
 Mendengar suara yang mengajak  Marah-marah tanpa
bercakap-cakap sebab.
 Mendengar seseorang yang sudah  Menutup telingah.
meninggal.  Mulut komat-kamit.
 Mendengar suara yang  Ada gerakan tangan.
mengancam diri klien atau suara
lain yang membahayakan

Halusinasi  Melihat seseorang yang sudah  Tatapan mata pada


Pengelihatan meninggal, melihat mahluk tempat tertentu.
tertentu, bayangan, hantu yang  Menunjukkan ke arah
menakutkan, cahaya atau tertentu.
monster.  Ketakutan pada objek
yang dilihat.
Halusinasi  Mencium sesuatu seperti bau  Ekspresi wajah seperti
Penghidu mayat, darah, bayi, atau bau mencium bau sesuatu
masakan, parfum yang dengan gerakan cuping
menyenangkan. hidung, mengarahkan
 Klien sering mengatakan hidung pada tempat
mencium bau sesuatu. tertentu.
 Tipe halusinasi ini sering
menyertai klien demensia,
kejang, atau penyakit
serebrovaskuler.

Halusinasi  Merasakan ada sesuatu yang  Mengusap, menggaruk-


Perabaan mengerayangi tubuhnya seperti garuk, meraba-raba
tangan, binatang kecil, mahluk permukaan kulit.
halus. Terlihat mengerak-
 Merasakan sesuatu dipemukaan gerakan badan seperti
kulit, merasakan sangat panas merasakan gerakan.
atau dingin, merasakan tersengat
aliran listrik.
Halusinasi  Klien seperti sedang merasakan  Seperti mengecap
Pengecapan makanan tertentu, rasa tertentu sesuatu. Gerakan
atau sedang mengunyah sesuatu mengunyah, meludah
dan muntah

 Klien melaporkan fungsi


Cenesthetic &  Klien terlihat menatap
kinestetik tubuhnya tidak dapat terdeteksi
tubuhnya sendiri dan
halucinations misalnya tidak adanya denyutan
terlihat merasakan
di otak, atau sensasi
sesuatu yang aneh
pembentukan urine dalam
ditubuhnya.
tubuhnya, perasaan tubuhnya
melayang di atas bumi.

3. Mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi


Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya
halusinasi yang dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan
intervensi khusus pada waktu terjadi halusinasi, menghindari situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi sehingga klien tidak larut dalam
halusinasinya.
4. Mengkaji respon terhadap halusinasi
Untuk mengetahui dampak halusinasi pada klien dan respon klien saat
halusinasi muncul, perawat dapat menanyakan hal yang dirasakan atau
dilakukan.
5. Mengkaji tahapan halusinasi klien.
Sleep disorder comforting condemning controling conquering
6. Mekanisme Koping.
Saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan ke orang terdekat
klien dan mengobservasi dampak halusinasi pada klien.Mekanisme koping
yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah:
 Regresi, menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
 Proyeksi,mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
 Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
 Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.
7. Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya,
seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan
persepsi tersebut nyata. Sama halnya seperti seseorang mendengarkan
suara- suara dan tidak lagi meragukan orang yang berbicara tentang suara
tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil dapat
menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas
untuk segera diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman
untuk menceritakan perihal haluinasinya.
Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan
respon negatif ketika mencoba menceritakan halusinasinya kepada orang
lain. Karenanya banyak klien enggan untuk menceritakan pengalaman–
pengalaman aneh halusinasinya.
Selain data tentang halusinasinya, perawat juga dapat mengkaji data
yang terkait dengan halusinasi, yaitu:
 Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
 Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
 Tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata.
 Tidak dapat memusatkan perhatian/konsentrasi.
 Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan)
dan takut.

B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan klien yang muncul klien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)
b. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
c. Isolasi social
d. Harga diri rendah kronis
Dari masalah tersebut diatas dapat disusun pohon masalah sebagai berikut:

Resiko Perilaku Kekerasan


EFEK:

Perubahan Persepsi Sensori: Defisit


CORE PROBLEM: Perawatan Diri
Halusinasi Pendengaran

ETIOLOGI: Intoleransi Aktifitas


Isolasi Sosial : Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri:


Harga Diri Rendah

Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan


sebagai berikut:
1. Resiko perilaku kekerasan.
2. Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
3. Isolasi sosial: Menarik diri.
4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
5. Defisit perawatan diri.

C. Tujuan Asuhan Keperawatan


a. Tujuan umum:
Klien dapat mengenal, dan mengontrol halusinasi
b. Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengenal halusinasinya.
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
d. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
e. Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasinya.
D. Tindakan Keperawatan
i. Strategi Pelaksanaan 1 pada pasien (SP1P)
a. Mengidentifikasi jenis, isi, waktu dan frekwensi halusinasi klien.
b. Mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan halusinasi klien
c. Mengidenfikasi respon klien terhadap halusinasi klien
d. Mengajarkan klien menghardik halusinasi.
e. Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik ke dalam kegiatan
harian.

ii. Strategi Pelaksanaan 2 pada pasien (SP2P)


a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Memberikan penkes tentang penggunaan obat secara teratur
c. Menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.

iii. Strategi Pelaksanaan 3 pada pasien (SP3P)


a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih klien mengendalikan halusinasinya dengan cara bercakap-
cakkap dengan orang lain.
c. Menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.

iv. Strategi Pelaksanaan 4 pada pasien (SP4P)


a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih klien mengendalikan halusinasinya dengan cara melakukan
kegiatan.
c. Menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.

v. Strategi Pelaksanaan 1 pada keluarga (SP1K)


a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
b. Memberikan pendidikan kesehatan tentang halusinasi
c. Menjelaskan cara merawat kklien dengan halusinasi.
vi. Strategi Pelaksanaan 2 pada keluarga (SP2K)
a. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan halusinasi
b. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat langsung kepada klien
dengan halusinasi

vii. Strategi Pelaksanaan 3 pada Keluarga (SP3K)


a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
minum obat.
b. Menjelaskan follow up klien setelah pulang.

E. Evaluasi
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika:
1. Klien mampu memisahkan antara kejadian-kejadian atau situasi-siatuasi
realita dan tidak realita.
2. Klien mampu tidak berespon terhadap persepsi sensori yang salah.
3. Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi
4. Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan
5. Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam
membantu klien mengatasi masalahnya.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Refika Aditama :


Bandung
Keliat, B.A., dkk. (2009).Model Praktik Keperwatan Profesional Jiwa. EGC:
Jakarta.
Kumpulan bahan kuliah. Ilmu Keperawatan Jiwa. tidak diterbitkan.
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5.
EGC: Jakarta
Townsend, M.C. (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri:
pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan. EGC: Jakarta.
Yosep, I. (2011). Keperawatan jiwa. Edisi revisi. Revika Aditama : Bandung

Anda mungkin juga menyukai