Anda di halaman 1dari 6

NURHAINI ZULVANA

15/381971/EK/20552

RANGKUMAN BAB 1

MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK: SEBUAH PENGANTAR

Kata manajemen sangat erat kaitannya dengan organisasi. Organisasi yang sukses tentunya dipimpin oleh
sebuah manajemen yang baik. Organisasi merupakan sekumpulan orang yang bersama-sama mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Berdasarkan tujuannya, organisasi pada umumnya dikelompokkan menjadi dua jenis,
diantaranya:

1. Organisasi yang bertujuan untuk memperoleh laba. Organisasi ini sering disebut sebagai organisasi
bisnis atau privat, atau organisasi swasta. Contohnya adalah perusahaan.
2. Organisasi yang bertujuan bukan untuk memperoleh laba. Organisasi ini sering disebut sebagai
organisasi nirlaba atau organisasi publik.

Pemerintah merupakan salah satu contoh organisasi yang bertujuan nirlaba dalam konteks bernegara.
Pemerintah disini sebagai pelaksana (executive) dari pemerintahan atau negara yang bertujuan untuk
melaksanakan tujuan negara. Dapat dipahami bahwasannya tujuan pemerintah merupakan tujuan negara.

Tujuan negara yang tertuang pada UUD 1945 tentunya bukan merupakan pekerjaan yang mudah untuk
dilakukan. Ada banyak masalah atau persoalan dalam pencapaiannya. Salah satu permasalahan penting yang
dihadapi oleh organisasi yakni keuangan. Pada organisasi publik seperti pemerintah, sumber pendanaan dapat
diperoleh dari pajak, pendapatan bukan dari pajak, dan hibah. Dana yang telah diperoleh tersebut semestinya
digunakan untuk pelayanan kepada masyarakat yang dapat berupa infrastruktur, pendidikan, kesehatan,
keamanan, dan lain sebagainya. Penggunaan dana tersebut dapat dirinci sebagai penggunaan untuk belanja
pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja bunga, belanja hibah, belanja subsidi, belanja bantuan sosial,
dan belanja lain-lain.

Masalah yang dihadapi oleh pemerintah dapat ditinjau dari aspek manajemen (mikro) yakni pada manajemen
keuangan publik dimana masalah tersebut mencakup permasalahan pada manajemen pendapatan atau
penerimaan dana, dan masalah manajemen belanja atau pengeluaran dana. Pada aspek makro, atau keuangan
publik, masalah yang dihadapi yakni terkait dengan manajemen fiscal negara dan/atau manajemen belanja
negara (government) expenditure. Masalah tersebut tercermin pada manajemen anggaran pendapatan dan
belanja, pada tingkat pemerintah pusat adalah APBN dan pada tingkat pemerintah daerah adalah APBD.

Masalah keuangan publik atau pemerintah dinyatakan dalam masalah pendapatan, masalah belanja, dan
masalah penanganan kelebihan pendapatan di atas belanja (surplus) atau masalah kelebihan belanja di atas
pendapatan (defisit) yang dikenal dengan masalah pembiayaan. Penanganan pengelolaan masalah-masalah
tersebut tercermin mulai dari perencanaan dalam bentuk anggaran murni atau awal, kemudian perubahan atas
rencana awal, hingga dalam bentuk laporan realisasinya. Pada APBN dikenal istilah APBN-P dan Laporan
Realisasi APBN atau dikenal pula dengan LKPP.
NURHAINI ZULVANA
15/381971/EK/20552

Problematika utama pada aspek pendapatan baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah
optimalisasinya. Optimalisasi pendapatan tersebut dalam bentuk pendapatan pajak maupun pendapatan bukan
pajak. Pada pemerintah daerah (APBD), optimalisasi pendapatan asli daerah umumnya berupa pajak daerah.
Problematika pada aspek belanja di pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara umum adalah
problematika komposisi belanja dalam rangka mencapai tujuan bernegara pada UUD 1945. Akan muncul
problematika proporsi untuk belanja pendidikan, kesehatan, dan seterusnya, dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum. Proporsi yang benar dan tepat sasaran maka akan maka akan memberikan dampak positif
terhadap pembangunan terutama pada kesejahteraan masyarakat.

Pada masalah pembiayaan, problematika yang muncul yakni cara mencari dana untuk menutup defisit.
Biasanya yang sering muncul yakni problematika penanganan pinjaman atau utang negara/daerah. Jika
anggaran surplus, maka akan muncul problematika yakni bagaimana cara menyalurkan surplus tersebut.
Diantara semua problematika tersebut, terdapat problematika yang umumnya terjadi pada negara berkembang,
seperti subsidi. Misalnya pada subsidi listrik. Subsidi tersebut harus dialokasikan dalam belanja atau
pengeluaran pemerintah guna mencapai tujuan pemerataan pelayanan yang harus diberikan oleh pemerintah.
Problematika lainnya dapat dilihat dari perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan atau perbendaharaan, dan
pelaporan serta pengawasan/pengendalian.
NURHAINI ZULVANA
15/381971/EK/20552

RANGKUMAN BAB II

TINJAUAN HISTORIS UNDANG-UNDANG KEUANGAN NEGARA INDONESIA

Keuangan negara dan keuangan daerah, yang selanjutnya akan disebut sebagai keuangan negara, memegang
peranan yang vital terhadap jalannya pemerintahan suatu negara. Oleh karena itu, apparat pemerintah perlu
untuk mengerti dan mempelajari aspek-aspek yang terkait dengan pengelolaan keuangan negara. Salah satu
aspek yang harus dipelajari yakni aspek hukum dan peraturan.

Awalnya, Indonesia menggunakan aturan peninggalan zaman kolonial Hindia-Belanda. Ketentuan tentang
pengelolaan penerimaan dan pengeluaran negara menggunakan ICW (Indische Comptabiliteits Wet) dan RAB
(Reglement voor het Admiinistratief Beheer). ICW kurang lebih merupakan ketentuan yang mengatur tentang
tat acara pembukuan yang harus dilakukan oleh para pejabat yang melakukan pengurusan keuangan dan secara
khusus mengatur kewenangan di sisi kebendaharaan. Sedangkan RAB mengatur sebagian kewenangan
pengelolaan keuangan, khususnya di bidang pengelolaan administratif.

ICW Stbl. 1925 No. 448 yang diterapkan pertama kali pada tahun 1864 dan mulai berlaku pada tahun 1867,
yang kemudian dilengkapi dengan IBW (Indische Bedrijven Wet) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445
saat itu memberikan penekanan khusus terhadap pentingnya pengelolaan penerimaan dan pengeluaran di
Hindia-Belanda, hal tersebut dipicu terutama karena maraknya korupsi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat
VOC. ICW Stbl. 1925 No. 448 digunakan sebagai Undang-undang Perbendaharaan Indonesia dan telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 1968 Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1968 No.
53, tambahan Lembaran Negara No. 2860. Selanjutnya, RAB Stbl. 1933 No. 381 digunakan sebagai Peraturan
Pengurusan Administratif yang mengatur tentang pengelolaan administrative di tangan para administrator
yang lebih dikenal dengan kewenangan otorisasi dan ordonansring. Sementara itu, dalam pelaksanaan
pertanggungjawaban keuangan negara digunakan IAR (Instructie en verdere bepalingen vorr de Aglemeene
Rekenkamer) yang nantinya menjadi cikal bakal BPK. ICW dibagi menjadi 2 bab:

Bab I: Ketentuan umum, tentang anggaran, tentang tahun anggaran, tentang penerimaan, tentang pengeluaran,
tentang pelaksanaan, tentang pengesahan, tentang Algemeene Rekenkamer di Ned-Indie, tentang daluwarsa
utang-utang, dan tentang larangan penyitaan utang.

Bab 2: Tentang pertanggungjawaban barang-barang hasil produksi, tentang perhitungan anggarab, tentang
tanggung jawab dan tuntutan terhadap ordonnateur dan pegawai negeri lainnya atas tindakan-
tindakanmelawan hokum/kelalaian, tentang tanggung jawab dan tututan bendaharawan, dan ketentuan
penutup.

ICW sudah mengalami beberapa perubahan yang dibagi menjadi 3 tahap, yakni perubahan sebelum masa
kemerdekaan dan perubahan setelah masa kemerdekaan. Seiring dengan berjalannya waktu, pemerintah terus-
menerus mengupayakan perbaikan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara untuk
NURHAINI ZULVANA
15/381971/EK/20552

memperbaiki kelemahan dan kekurangan yang ada. Tercatat 14 tim yang terbentuk dengan tugas menyusun
RUU Keuangan Negar atau RUU Perbendaharaan Negara disebut dengan Komite Peyempurnaan Manajemen
Keuangan. Tahun 2001-2004 menghasilkan RUU 17/2003 tentang Keuangan Negara dan RUU 1/2004 tentang
Perbendaharaan Negara. Hasil tersebut disahkan pada tanggal 6 Maret 2003. Kemudian UU 1/2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan UU 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara juga disahkan. Terdapat beberapa perubahan mendasar dalam pengelolaan keuangan negara di
Indonesia:

No. Segi Perbandingan Sebelum Paket UU Keuangan Setelah Paket UU Keuangan


Negara Negara
1 Pendekatan Sistem Dual Budget Unified Budget
Single Period/Single Year Mid Term Expenditure
Line Item/Traditional Based Framework
Budgeting Performance Based Budgeting
2 Pendekatan Legalitas Undang-undang Perbendaharaan Paket Undang-undang
Indonesia Keuangan Negara
3 Klasifikasi Anggaran Sektor Fungsi
Sektor-Subsektor-Program- Fungsi-Subfungsi-Program-
Proyek-Bagian Proyek Kegiatan-Subkegiatan
4 Dokumen Dokumen Penganggaran Dokumen Penganggaran
Daftar Usulan Proyek Rencana Kegiatan dan
Daftar Usulan Kegiatan Anggaran
Dokumen Pelaksanaan Anggaran Kementeruan Negara/Lembaga
Daftar Isi Kegiatan (RKA-KL)
Daftar Isian Proyek Dokumen Pelaksanaan
Anggaran
Daftar Isian Pelaksanaan.
NURHAINI ZULVANA
15/381971/EK/20552

BAB III

PROBLEMATIKA IMPLEMENTASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Diterbitkannya Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU 17/2003) dan Undang-
undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU 25/2004), pemerintah
memberikan garis pembeda antara proses perencanaan dengan proses penganggaran. Proses perencanaan
diatur dalam UU 25/2004 dan penganggaran diatur dalam UU17/2003. Perencanaan mencakup penetapan
tujuan. Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang
kemudian dijabarkan dalam UU 25/2004 dimana sistem perencanaan pembangunan nasional mencakup tata
cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang,
menengah, dan tahunan sehingga kemudian dalam dokumen perencanaan yang dihasilkan juga terdapat visi,
misi, tujuan, dana rah kebijakan jangka panjang, menengah, dan tahunan. Dokumen perencanaan
pembangunan pada UU 25/2004 terdiri dari:

1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang untuk periode 20 tahun.


2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk periode 5 tahun.
3. Rencana Pembangunan Tahunan Nasional (Rencana Kerja Pemerintah) untuk periode 1 tahun.
4. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian/Lembaga, yang disebut sebagai Rencana
Kerja Kementerian/Lembaga (Renstra-KL), untuk periode 5 tahun.
5. Rencana Pembangunan Tahunan Kementerian/Lembaga, yang disebut sebagai Rencana Kerja
Kementerian/Lembaga untuk periode 1 tahun.
6. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) untuk
periode 5 tahun.
7. Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD) untuk periode 1
tahun.

Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan selalu dimulai dengan Musyawarah Perencanaan


Pembangunan (Musrenbang) yang terlaksana mulai daru Musrenbang desa hingga nasional. Beberapa
peraturan terkait perencanaan pembangunan lainnya adalah Peraturan Pemerintah 20/2004 tentang Rencana
Kerja Pemerintah, Peraturan Pemerintah 8/2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri 54/2010 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah 8/2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Kegiatan perencanaan dan pembangunan tentunya tidak dapat terlepas dari masalah yang dihadapi.
Permasalahan yang dihadapi tidak jauh dari permasalahan-permasalahan yang menghambat disusunnya
dokumen perencanaan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pembangunan. Dokumen perencanaan yang
NURHAINI ZULVANA
15/381971/EK/20552

lemah akan menyebabkan pembangunan menjadi tidak terarah dan pada akhirnya tujuan pembangunan tidak
dapat tercapai. Permasalahan dikategorikan menjadi 2, yakni permasalahan teknis dan non-teknis.
Permasalahan teknis dapat berupa lemahnya konsistensi antara visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan,
program, dan kegiatan, serta tidak jelasnya indikator sasaran untuk masing-masing program dan kegiatan.
Sedangkan permasalahan non-teknis yakni lemahnya komitmen pemerintah daerah dalam perencanaan
pembangunan, keterbatasan data dari masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD), serta lemahnya
kapasitas sumber daya perencana di daerah. Masalah sinergitas perencanaan pembangunan perlu mendapatkan
perhatian khusus dan menjadi perhatian Kementerian PPN/Bappenas. Menuut Kementerian PPN/Bappenas,
permasalahan sinergitas perencanaan pembangunan dan penganggaran disebabkan oleh berbagai hal sebagai
berikut:

1. Legal Structure
Tata cara pelaksanaan perencanaan pembangunan dan penganggaran belum menjadi satu kesatuan
yang sistemik serta diatur dalam banyak peraturan yang terpisah bahkan bertentangan, tidak ada uatan
sanksi administrative bagi pihak yang tidak mengikuti sistem, tidak ada peraturan yang lebih tinggi
diatas undang-undang yang dapat menjadi perekat perencanaan pembangunan dan penganggaran,
kelembagaan penyusunan perencanaan dan penganggaran terpisah.
2. Legal Substance
Substansi perencanaan pembangunan dan penganggaran belum tajam mengarah pada upaya mencapai
tujuan pembangunan, program dalam RPJMD dapat berbeda dengan RPJMN, pelaporan (dan evaluasi)
masih bersifat parsial dan belum dijadikan sebagai bahan penyusunan rencana, muncul dokumen
perencanaan yang dianggap sebagai dokumen tandingan, perencanaan pembangunan jangka panjang
tidak mengakomodasi adanya perubahan, periodisasi pemilihan kepala daerah di setiap daerah berbeda
sehingga periodesasi RPJMD antar daerah menjadi tidak bersamaan.
3. Legal Culture
Terdapatnya ego kelembagaan dan lemahnya koordinasi internal lembaga pemerintah, kepentingan
politik DPR/DPRD, masih rendahnya SDM perencana baik di tingkat pusat maupun daerah.

Perencanaan pembangunan nasional disusun berdasarkan kerangka jangka panjang, menengah, dan tahunan
serta telah diatur secara teknis melalui Undang-undang 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional serta beberapa peraturan turunan lainnya di antaranya Peraturan Pemerintah 20/2004 tentang
Rencana Kerja Pemerintah. Peraturan Pemerintah 8/2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
54/2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah 8/2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Anda mungkin juga menyukai