TEAM PENYUSUN :
KELOMPOK 3
FARMASI A
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr wb
Alhamdulillah banyak nikmat yang Allah berikan tetapi sedikit sekali yang kita
ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah swt, Tuhan semesta alam atas segala berkat
dan rahmat serta hidayahNya yang tiada terkira besarnya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Diabetes dan Hipertensi”.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak
karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak
yang membantu penulis menyelesaikan makalah ini. Dari sanalah semua kesuksesan ini
berawal, semoga semua ini bisa memberikan manfaat dan menuntun pada langkah yang
lebih baik lagi. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan
dan kesalahan namun selalu ada yang kurang.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini
bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamu’alaikum wr wb
Penulis
2
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................6
1.3 Tujuan...............................................................................................................7
1.4 Manfaat............................................................................................................7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Patafisiologi Diabetus Miletus...........................................................................8
2.2 Etiologi .............................................................................................................9
2.3 Manifestasi........................................................................................................11
2.4 Gejala Klinis......................................................................................................12
2.5 Definisi Hipertensi.............................................................................................12
2.6 Penyebab...........................................................................................................13
2.7 Patafisiologi Hipertensi.....................................................................................14
2.8 Gejala Klinis.....................................................................................................14
2.9 Terapi Farmakologi DM...................................................................................15
2.10 Terapi Farmakologi Hipertensi.......................................................................20
2.11 Pertimbangan Khusus......................................................................................45
2.12 Terapi Non Farmakologi DM..........................................................................47
2.13 Terapi Non Farmakologi Hipertensi................................................................47
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................48
3.2 Saran..................................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................49
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di
atasnilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan metabolism glukosa akibat
kekurangan insulin baik secara absolute maupun relatif.(Kemenkes, 2013).
Data World Health Organization (WHO) telah mencatat Indonesia denganpopulasi
230 jutajiwa, menduduki kedudukan keempat di dunia dalam jumlah penderita diabetes
terbesar setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Bahkan Kementerian Kesehatan
menyebut prevalensi diabetes mencapai 14,7persen di perkotaan dan 7,2 persen di
pedesaan. Dengan asumsi penduduk berumur di atas 20 tahun pada 2010 mencapai 148
juta jiwa, diperkirakan ada 21,8 juta warga kota dan 10,7 juta warga desa menderita
diabetes (http://health.liputan6.com. Diakses 25 April 2015).
Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mengakibatkan
terjadinya berbagai penyakit menahun, seperti penyakit serebrovaskular, penyakit jantung
koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyakit pada mata, ginjal, dan syaraf. Jika
kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua penyakit
menahun tersebut dapat dicegah, atau setidaknya dihambat. Berbagai factor genetik,
lingkungan dan cara hidup berperan dalam perjalanan penyakit diabetes (Soegondo, et al.,
2005).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang ditemukan pada
masyarakat baik di Negara maju maupun berkembang termasuk Indonesia. Hipertensi
merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan
140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg. Hipertensi dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer atau esensial yang penyebabnya
tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal,
penyakit endokrin, penyakit jantung, dangan gangguan anak ginjal.Hipertensi sering kali
tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus-menerus tinggi dalam
jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi.Oleh karena itu, hipertensi perlu
dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala (Sidabutar, 2009).
5
Berdasarkan data dari WHO tahun 2000, menunjukkansekitar 972 juta orang atau
26,4% penduduk dunia menderita hipertensi, dengan perbandingan 50,54% priadan 49,49
% wanita. Jumlah ini cenderung meningkat tiap tahunnya (Ardiansyah, 2012).
Data statistic dari Nasional Health Foundation di Australia memperlihatkan bahwa
sekitar 1.200.000 orang Australia (15% penduduk dewasa di Australia) menderita
hipertensi.Besarnya penderita di Negara barat seperti, Inggris, Selandia Baru, dan Eropa
Barat juga hamper Kurangnya pengetahuan akan mempengaruhi pasienhi pertensi untuk
dapat mengatasi kekambuhan atau melakukan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi.
Hal ini dikarenakan sebagian besar penderita hipertensi lansia bertempat tinggal di
pedesaan dan pendidikannya masih rendah.Pendidikan yang rendah pada pasien
hipertensi lansia tersebut mempengaruhi tingkat pengetahuan mengenai penyakit
hipertensi secara baik .Pengetahuan pasien hipertensi lansia yang kurang ini berlanjut
pada kebiasaan yang kurang baik dalam hal perawatan hipertensi.Lansia tetap
mengkonsumsi garam berlebih, kebiasaan minum kopi merupakan contoh bagaimana
kebiasaan yang salah tetap dilaksanakan.Pengetahuan yang kurang dan kebiasaan yang
masih kurang tepat pada lansia hipertensi dapat mempengaruhi motivasi lansia dalam
berobat.
6
1.3. Tujuan
1. UntukmengetahuipatofisiologisdariDiabetes Mellitus
2. UntukmengetahuietiologidariDiabetes Mellitus
3. UntukmengetahuiepidemiologidariDiabetes Mellitus
4. UntukmengetahuigejalaklinisdariDiabetes Mellitus
5. UntukmengetahuiterapifarmakologisdariDiabetes Mellitus
6. Untukmengetahuiterapi non farmakologisdariDiabetes Mellitus
7. UntukmengetahuipatofisiologisdariHipertensi
8. UntukmengetahuietiologidariHipertensi
9. UntukmengetahuiepidemiologidariHipertensi
10. UntukmengetahuigejalaklinisdariHipertensi
11. UntukmengetahuiterapifarmakologisdariHipertensi
12. Untukmengetahuiterapi non farmakologisdariHipertensi
1.4. Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologis dari Diabetes Mellitus
2. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dari Diabetes Mellitus
3. Mahasiswa dapat mengetahui epidemiologi dari Diabetes Mellitus
4. Mahasiswa dapat mengetahui gejala klinis dari Diabetes Mellitus
5. Mahasiswa dapat mengetahui terapi farmakologis dari Diabetes Mellitus
6. Mahasiswa dapat mengetahui terapi non farmakologis dari Diabetes Mellitus
7. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologis dari Hipertensi
8. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dari Hipertensi
9. Mahasiswa dapat mengetahui epidemiologi dari Hipertensi
10. Mahasiswa dapat mengetahui gejala klinis dari Hipertensi
11. Mahasiswa dapat mengetahui terapi farmakologis dari Hipertensi
12. Mahasiswa dapat mengetahui terapi non farmakologis dari Hipertensi
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Patofisiologi Diabetes Melitus
a). DM Tipe 1 ( DMT 1 = Diabetes Mellitus Tergantung Insulin )
Pada DMT 1 biasanya reseptor insulin di jaringan perifer kuantitas dan kualitasnya
cukup atau normal ( jumlah reseptor insulin DMT 1 antara 30.000-35.000 ) jumlah
reseptor insulin pada orang normal ± 35.000. sedang pada DM dengan obesitas ± 20.000
reseptor insulin (Tjokroprawiro, 2007).
DMT 1, biasanya terdiagnosa sejak usia kanak-kanak. Pada DMT 1 tubuh penderita
hanya sedikit menghasilkan insulin atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin,
oleh karena itu untuk bertahan hidup penderita harus mendapat suntikan insulin setiap
harinya. DMT1 tanpa pengaturan harian, pada kondisi darurat dapat terjadi (Riskesdas,
2007).
DMT 2 adalah DM tidak tergantung insulin. Pada tipe ini, pada awalnya kelainan
terletak pada jaringan perifer (resistensi insulin) dan kemudian disusul dengan disfungsi
sel beta pankreas (defek sekresi insulin), yaitu sebagai berikut : (Tjokroprawiro, 2007)
1.Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang, sehingga glukosa yang
sudah diabsorbsi masuk ke dalam darah tetapi jumlah insulin yang efektif belum
memadai.
8
DM tipe 2 ini Biasanya terjadi di usia dewasa. Kebanyakan orang tidak menyadari
telah menderita dibetes tipe 2, walaupun keadaannya sudah menjadi sangat serius.
Diabetes tipe 2 sudah menjadi umum di Indonesia, dan angkanya terus bertambah akibat
gaya hidup yang tidak sehat, kegemukan dan malas berolahraga (Riskesdas, 2007).
Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin yang berlebihan saat
kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan resistensi insulin dan glukosa tinggi pada ibu
yang terkait dengan kemungkinan adanya reseptor insulin yang rusak (NIDDK, 2014 dan
ADA, 2014)
2.2. Etiologi
Pada penderita diabetes mellitus pangaturan sistem kadar gula darar terganggu ,
insulin tidak cukup mengatasi dan akibatnya kadar gula dalam darah bertambah tinggi.
peningkatan kadar glukosa darah akan menyumbat seluruh sistem energi dan tubuh
berusaha kuat mengeluarkannya melalui ginjal. Kelebihan gula dikeluarkan didalam air
kemih ketika makan makanan yang banyak kadar gulanya. Peningkatan kadar gula dalam
darah sangat cepat pula karena insulin tidak mencukupi jika ini terjadi maka terjadilah
diabetes mellitus. (Tjokroprawiro, 2006 ).
Insulin berfungsi untuk mengatur kadar gula dalam darah guna menjamin
kecukupan gula yang disediakan setiap saat bagi seluruh jaringan dan organ, sehingga
proses-proses kehidupan utama bisa berkesinambungan. Pelepasan insulin dihambat oleh
adanya hormon – hormon tertentu lainnya, terutama adrenalin dan nonadrenalin, yang
dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar adrenal, yang juga dikenal sebagai katekolamin, dan
somatostatin (Bogdan Mc Wright, MD. 2008).
9
Pada diabetes tipe I, pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta
dapat meninggal jika tidak mendapatkan pengobatan dengan segera. Sedangkan pada
diabetes tipe II mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis
hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi
glukosa. Biasanya pasien tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi
insulin secara absolut namun hanya relatif (Price and Wilson, 1995).
Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus
(gatal-gatal pada kulit). Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak
ada. DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai
beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah
terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari
luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia,
obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf. (Depkes RI, 2005).
10
Sedangkan menurut (Agustina, 2009), beberapa keluhan dan gejala yang perlu
mendapat perhatian ialah :
Keluhan Klasik
a. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat
masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan
tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan
lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan
otot sehingga menjadi kurus.
b. Banyak kencing
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak
kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu
penderita, terutama pada waktu malam hari.
c. Banyak minum
Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar
melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikira sebab rasa haus
ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa
haus itu penderita minum banyak.
d. Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi glukosa dalam
darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.
Keluhan lain:
a. Gangguan saraf tepi / Kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu
malam, sehingga mengganggu tidur. Gangguan penglihatan Pada fase awal
penyakit Diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong
penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat
dengan baik.
11
b. Gatal / Bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah
lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya
bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele
seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.
c. Gangguan Ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara
terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat
yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut
kemampuan atau kejantanan seseorang.
d. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan
dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.
2.6. Penyebab
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu :
( Lany Gunawan, 2001 )
12
Hiperrtensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan 10 %
sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui
dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa factor yang
sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Factor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar
untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur ( jika umur
bertambah maka TD meningkat ), jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
dan ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
c. Kebiasaan hidup
2.7. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis
ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
13
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system
pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang
jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini
berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak
terukur.
14
2.9. Terapi Farmakologi Diabetes Melitus
Terapi yang biasanya diberikan pada pasien Diabetes Melitus adalah terapi bentuk
suntikan atau injeksi (insulin) dan terapi oral.
1. TERAPI INJEKSI
1.1. Insulin
Insulin adalah polipeptida yang mengandung 51 asam amino yang tersusun
dalam dua rantai (A dan B) dan dihubungkan oleh ikatan disulfida. Suatu prekursor,
yang disebut proinsulin, dihidrolisis dalam granula penyimpan untuk membentuk
insulin dan peptida C residual. Granula menyimpan insulin sebagai kristal yang
mengandung zink dan insulin.(Neal, 2006)
Pelepasan insulin. Glukosa merupakan stimulus paling kuat untuk pelepasan
insulin dari sel-sel β pulau Langerhans. Terdapat sekresi basal yang kontinu dengan
lonjakan pada waktu makan. Sel-sel β memiliki kanal K+ yang diatur oleh adenosisn
trifosfat (ATP) intraseluler (kanal KATP). Saat glukosa darah meningkat, lebih banyak
glukosa memasuki sel β dan metabolismenya menyababkan peningkatan ATP
intraseluler yang menutup kanal KATP. Depolarisasi sel β yang diakibatkannya
mengawali influks ion Ca2+ melalui kanal Ca2+ yang sensitif tegangan dan ini memicu
pelepasan insulin. (Neal, 2006)
Reseptor insulin. Reseptor insulin adalah glikoprotein pembentuk membran
yang terdiri dari dua sub unit α dan dua subunit β yang terikat secara kovalen oleh
ikatan disulfida. Setelah insulin terikat pada subunit α, kompleks insulin-reseptor
memasuki sel, dimana insulin dihancurkan oleh enzim lisosom. Internalisasi dari
kompleks insulin-reseptor mendasari down-regulation reseptor yang dihasilkan oleh
kadar insulin tinggi (misalnya pada pasien obes). Ikatan insulin pada reseptor
mengaktivasi aktivitas tirosin kinase subunit β dan memulai suatu rantai kompleks
reaksi-reaksi yang menyebabkan efek insulin. (Neal, 2006)
Insulin diberikan melalui suntikan subkutan dan kecepatan absorpsinya dapat
diperpanjang dengan memperbesar ukuran partikel (yaitu kristal lebih lambat daripada
amorf) atau dengan membuat kompleks insulin dengan zink atau protoamin.
Sediaan insulin dibagi menjadi 3 jenis, yaitu insulin dengan kerja singkat,
insulin dengan kerja menengah dan insulin dengan kerja panjang. (Neal, 2006)
a. Insulin kerja singkat. Insulin yang dapat larut (soluble insulin) adalah
larutan sedrhana insulin. (Awitan 30 menit, aktivitas puncak 2-4 jam,
menghilang dalam 8 jam), Insulin ini dapat diberikan intravena pada
kedaruratan hiperglikemia, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 30 menit
dengan cara ini. Insulin lispro dan insulin aspart adalah analog insulin yang
mempunyai awitan lebih cepat dan kerja yang lebih singkat daripada insulin
yang dapat larut.
15
b. Insulin kerja menengah dan panjang. Insulin ini mempunyai durasi kerja
antara 16 dan 35 jam. Semilente adalah suspensi insulin zink amorf. Lente
adalah campuran insulin zink amorf (30%) dan insulin zink kristal (70%).
Insulin zink kristal memperpanjang durasi sediaan ini.
c. Isofan insulin (NPH)adalah kompleks protamin dan insulin. Campuran ini
sedemikian rupa sehingga tidak terdapat tempat ikatan bebas yang tersisa pada
protamin. Setelah suntikan, enzim proteolitik mendegradasi protamin dan
insulin diabsorpsi. Durasi NPH sama dengan durasi Lente (sekitar 20 jam).
d. Campuran tetap lofasik mengandung berbagai proporsi insulin yang dapat
larut dan isofan insulin (misalnya 30% dapat larut dan 70 % isofan). Komponen
yang dapat larut memberikan awitan cepat dan isofan insulin memperpanjang
kerja obat.
e. Ultralente adalah suspensi dari insulin zink kristal yang kelarutannya buruk
dengan durasi sampai dengan 35 jam. Durasi panjang dari ultralente dapat
menyebabkan akumulasi insulin dan hipoglikemia yang berbahaya.
f. Insulin glargin larut pada pH asam, namun membentuk presipitat pada pH
jaringan yang lebih netral. Insulin glargin memiliki aktivitas “peakless (tanpa
puncak)” yang panjang (1-12 jam) dan diberikan sekali sehari.
Hipoglikemia yang disebabkan oleh overdosis insulin atau asupan kalori yang
tidak adekuat merupakan komplikasi terapi insulin yang paling sering dan paling
serius. Pada keadaan hipoglikemia berat, koma dan kematian akan terjadi bila
pasien tidak diterapi dengan glukosa (secara intravena bila tidak sadar).
Lipohipertrofi sering terjadi dengan semua sediaan insulin, tetapi reaksi alergi
lokal pada tempat suntikan saat ini sangat jarang terjadi. (Neal, 2006)
16
2. Obat Diabetes Peroral
Obat diabetes oral dibagi menjadi 4 golongan, yaitu Insulin secretagogue, biguanide,
thiazolidindione, α-glucosidase inhibitor.
2.1.Insulin Secretagogue-Sulfonilurea
Mekanisme kerja obat golongan ini adalah merangsang sekresi insulin dari
kelenjar pankreas dan juga menurunkan konsentrasi serum glukagon.
a. Tolbutamide
Aspek Informasi Obat Pustaka
b. Glimepiride
Aspek Informasi Obat Pustaka
17
mg/hari).
c. Nateglinide
Aspek Informasi Obat Pustaka
18
2.2.Biguanide
a. Metformin
Mekanisme kerja obat ini adalah bekerja langsung pada hepar, menurunkan
produksi glukosa hati. Tidak merangsang sekresi insulin oleh kelenjar pankreas.
Efek samping dari obat ini adalah gangguan pada sistem gastrointestinal
(anoreksia, mual, muntah, tidak nyaman pada perut, diare) dan terjadi pada lebih
dari 20% pasien.
Indikasi Untuk menurunkan kadar gula darah pada pasien A to Z Drug Fact
DM tipe II yang hiperglikemia tidak dapat
dikendalikan dengan diet saja
Dosis Dewasa : Initial dose: PO 500 mg 2 x sehari, A to Z Drug Fact
(max, 2500 mg/haridalam dosis terbagi)
ADULTS: Initial dose: PO 850 mg/hari, (max,
2550 mg/ haridalam dosis terbagi).
Kontraindikasi Kelainan ginjal dengan erum kreatinin A to Z Drug Fact
>1,5mg/dL pada pria atau > 1,4 mg/dL pada
wanita.
Efek Samping Sakit kepala, mual, muntah, badan terasa nyaeri, A to Z Drug Fact
hipoglikemia, diare
Perhatian Ibu hamil kategori C A to Z Drug Fact
2.3.Thiazolidindione
Mekanisme kerja dari obat ini adalah dengan cara meningkatkan kepekaan
tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPARY (peroxisome
protiferator activated receptor -gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk
menurunkan resistensi insulin. Juga obat ini menurunkan kecepatan glikoneogenesis.
a. Pioglitazone
Aspek Informasi Obat Pustaka
Indikasi Diabetes tipe II, juga dapat dilanjutkan dengan A to Z Drug Fact
sulfonylurea, metformin, or insulin.
19
Dosis PO 15 or 30 mg/hari, sampai 45 mg/hari. Jika A to Z Drug Fact
monoterapi saja tidak cukup
Kontraindikasi Standar pertimbang A to Z Drug Fact
Efek Samping Sakit kepala, bengkak, ISPA, sinusitis, faringitis A to Z Drug Fact
Perhatian Ibu hamil kategori C A to Z Drug Fact
b. Rosiglitazone
Aspek Informasi Obat Pustaka
2.4.α-Glucosidase Inhibitor
Mekanisme kerja dari obat golongan ini adalah dengan menghambat enzim α-
glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase, sukrose) yang nantinya akan
mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorpsinya sehingga mengurangi
kadar glukosa post prandial. Obat ini diberikan pada suapan pertama setelah makan.
a. Acarbose
20
Aspek Informasi Obat Pustaka
Indikasi Pasien dengan NIDDM yang gagal dengan terapi A to Z Drug Fact
diet. Dapat digunakan sendiri ataupun
dikombinasikan dengan sulfonilurea
Dosis Dewasa : PO 25 mg 3 x sehari setelah makan. A to Z Drug Fact
b. Miglitol
Aspek Informasi Obat Pustaka
Indikasi Pasien dengan NIDDM yang gagal dengan terapi A to Z Drug Fact
diet. Dapat digunakan sendiri ataupun
dikombinasikan dengan sulfonilurea
Dosis Dewasa : PO 25 mg 3 x sehari setelah makan. A to Z Drug Fact
Setelah 4-8 minggu dapat ditingkatkan sampai
50mg/dosis untuk 3 bulan
Kontraindikasi Diabetes ketoasidosis, sirosis, ulser, gangguan A to Z Drug Fact
pada usus atau gangguan pada proses absorbsi
Efek Samping Ruam pada kulit, nyeri perut, diare A to Z Drug Fact
Perhatian Ibu hamil kategori B A to Z Drug Fact
21
2.10. Terapi Farmakologi Hipertensi
1. GOLONGAN DIURETIK
Diuretik adalah obat yang memperbanyak kencing, mempertinggi pengeluaran
garam (NaCl). Dengan turunnya kadar Na+, maka tekanan darah akan turun, dan efek
hipotensinya kurang kuat. Obat yang sering digunakan adalah obat yang daya
kerjanya panjang sehingga dapat digunakan dosis tunggal, diutamakan diuretika yang
hemat kalium.
Diuretik tiazid adalah diuretic dengan potensi menengah yang menurunkan
tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus
distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga mempunyai
efek vasodilatasi langsung pada arteriol, sehingga dapat mempertahankan efek
antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral, terdistribusi
luas dan dimetabolisme di hati.
Efek diuretik tiazid terjadi dalam waktu 1‐2 jam setelah pemberian dan
bertahan sampai 12‐24 jam, sehingga obat ini cukup diberikan sekali sehari. Efek
antihipertensi terjadi pada dosis rendah dan peningkatan dosis tidak memberikan
manfaat pada tekanan darah, walaupun diuresis meningkat pada dosis tinggi. Efek
tiazid pada tubulus ginjal tergantung pada tingkat ekskresinya, oleh karena itu tiazid
kurang bermanfaat untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
Efek samping Peningkatan eksresi urin oleh diuretik tiazid dapat
mengakibatkan hipokalemia, hipo‐natriemi, dan hipomagnesiemi. Hiperkalsemia
dapat terjadi karena penurunan ekskresi kalsium. Interferensi dengan ekskresi asam
urat dapat mengakibatkan hiperurisemia, sehingga pewnggunaan tiazid pada pasien
gout harus hati‐hati. Diuretik tiazid juga dapat mengganggu toleransi glukosa (resisten
terhadap insulin) yang mengakibatkan peningkatan resiko diabetes mellitus tipe 2.
Efek samping yang umum lainnya adalah hiperlipidemia, menyebabkan
peningkatan LDL dan trigliserida dan penurunan HDL. 25% pria yang mendapat
diuretic tiazid mengalami impotensi, tetapi efek ini akan hilang jika pemberian tiazid
dihentikan
a. Spironolactone
Informasi Obat Daftar
Pustaka
Komposisi Spironolakton 100 mg ISO vol 49
hal 264
Indikasi Indikasi Manajemen edema terkait dengan ekskresi DIH ed 17th
aldosteron yang berlebihan; hipertensi; gagal
jantung kongestif; hiperaldosteronisme primer;
hipokalemia; sirosis hati disertai dengan edema atau
asites
Kontraindikasi KontraindikasiHypersensitivitas terhadap DIH ed 17th
spironolactone atau komponen dari formulasi;
anuria; insufisiensi ginjal akut; gangguan fungsi
ekskresi ginjal yang signifikan; hiperkalemia;
kehamilan (hipertensi yang diinduksi kehamilan -
per ahli analisis)
22
Dosis Dosis: Dewasa Untuk mengurangi penundaan onset DIH ed 17th
efek, dosis muatan 2 atau 3 kali dosis harian dapat
diberikan pada hari pertama terapi. Oral:
23
dapat mengurangi efek terapeutik dari
Glikosida Kardiak. Secara khusus, efek
inotropik. Risiko C: Pantau terapi
6. Diazoxide: Dapat meningkatkan efek
hipotensi dari Antihipertensi. Risiko C:
Pantau terapi
7. Drospirenone: Dapat meningkatkan efek
hyperkalemic dari Diuretik Potassium-
Sparing. Risiko C: Pantau terapi
8. Eplerenone: Dapat meningkatkan efek
hyperkalemic dari Diuretik Potassium-
Sparing. Penatalaksanaan: Kombinasi ini
dikontraindikasikan pada pasien yang
menerima eplerenone untuk pengobatan
hipertensi. Risiko D: Pertimbangkan
modifikasi terapi
9. Herbal (Hypertensive Properties): Dapat
mengurangi efek antihipertensi dari
Antihipertensi. Risiko C: Pantau terapi
10. Herbal (Hipotensi): Dapat meningkatkan
efek hipotensi dari Antihipertensi. Risiko C:
Pantau terapi
11. Methylphenidate: Dapat mengurangi efek
antihipertensi dari Antihipertensi. Risiko C:
Pantau terapi
12. Mitotane: Diuretik hemat kalium dapat
mengurangi efek terapi Mitotane. Diuretik
dosis tinggi (misalnya, sindrom Cushing)
dapat menimbulkan risiko yang secara
signifikan lebih tinggi daripada dosis rendah
(misalnya, CHF). Risiko D: Pertimbangkan
modifikasi terapi
13. Garam Kalium: Dapat meningkatkan efek
hyperkalemic dari Diuretik Potassium-
Sparing. Risiko D: Pertimbangkan
modifikasi terapi
14. Prostacyclin Analogues: Dapat
meningkatkan efek hipotensi dari
Antihipertensi. Risiko C: Pantau terapi
15. QuiNIDine: Diuretik hemat kalium dapat
mengurangi efek terapi dari QuiNIDine.
Risiko C: Pantau terapi
16. RiTUXimab: Antihipertensi dapat
meningkatkan efek hipotensi dari
RiTUXimab. Risiko D: Pertimbangkan
modifikasi terapi
17. Yohimbine: Dapat mengurangi efek
antihipertensi dari Antihipertensi. Risiko C:
Pantau terapi
24
b. Chlortalidone
Informasi Obat Daftar
Pustaka
Komposisi
Indikasi Pengurangan edema yang berhubungan dengan CHF, A to Z Drug
sirosis hati, disfungsi ginjal, terapi kortikosteroid dan Fact
estrogen; manajemen hipertensi. Penggunaan tidak
berlabel: Pengobatan kalsium nefrolitiasis,
osteoporosis, diabetes insipidus
Kontraindikasi KontraindikasiHypersensitivitas terhadap A to Z Drug
spironolactone atau komponen dari formulasi; anuria; Fact
insufisiensi ginjal akut; gangguan fungsi ekskresi ginjal
yang signifikan; hiperkalemia; kehamilan (hipertensi
yang diinduksi kehamilan - per ahli analisis)
Dosis DEWASA: PO 25-100 mg setiap hari. Dosis> 25 mg / A to Z Drug
hari mempotensiasi ekskresi kalium tetapi tidak Fact
menguntungkan ekskresi natrium atau penurunan BP.
Efek samping
Perhatian Kehamilan: Kategori B. Laktasi: Diekskresikan dalam A to Z Drug
ASI. Anak-anak: Keamanan dan kemanjuran tidak Fact
ditentukan. Gangguan fungsi hati: Perubahan kecil
cairan dan keseimbangan elektrolit dapat memicu koma
hepatik; gunakan dengan hati-hati. Hipersensitivitas:
Dapat terjadi pada pasien dengan atau tanpa riwayat
alergi atau asma bronkial; sensitivitas silang dengan
sulfonamid juga dapat terjadi. Gangguan fungsi ginjal:
Dapat mengendapkan azotemia; gunakan dengan hati-
hati. Lipid: Dapat menyebabkan peningkatan
konsentrasi kolesterol total serum, trigliserida total, dan
LDL pada beberapa pasien. Pasien
postsympathectomy: efek antihipertensi dapat
ditingkatkan
Interaksi 1. Allopurinol: Penggunaan bersamaan dapat A to Z Drug
meningkatkan kejadian reaksi hipersensitivitas fact
terhadap allopurinol. Amfoterisin B,
2. kortikosteroid: Dapat meningkatkan deplesi
kalium.
3. Antikolinergik: Dapat meningkatkan
penyerapan chlorthalidone.
4. Antikoagulan: Dapat mengurangi efek
antikoagulan. Asam empedu sequestrants:
Dapat mengurangi penyerapan chlorthalidone.
Berikan chlorthalidone ³ 2 jam sebelum asam
empedu sequestrant.
5. Garam kalsium: Hiperkalsemia dapat terjadi.
6. Diazoxide: Dapat menyebabkan hiperglikemia.
7. Glikosida digitalis: Hipokalemia diinduksi dan
hipomagnesemia dapat memicu aritmia yang
diinduksi digitalis.
8. Lithium: Dapat menurunkan ekskresi litium
25
ginjal. Diuretik loop: Efek sinergis dapat
menyebabkan diuresis yang berat dan kelainan
elektrolit yang serius. Methenamines,
9. obat anti-inflamasi nonsteroid: Dapat
menurunkan efektivitas chlorthalidone.
Sulfonylureas, insulin: Dapat menurunkan efek
hipoglikemik sulfonilurea
c. Indapamide
Informasi Obat Daftar
Pustaka
Komposisi 1,25mg dan 2,5 mg Kemasan
Indikasi Treatment untuk hipertensi A to Z Drug
Fact
Kontraindikasi Hipersensivitas terhadap indapamide atau beberapa DIH 17th ed.
komponen formulasi lainnya seperti tiazid, atau
turunan obat sulfonamid, anuria, ibu hamil (seperti
tertera dalam analisis)
Dosis Hipertensi: Oral: 1,25mg pagi hari, dapat meningkat DIH 17th ed.
menjadi 5 mg/hari dari dosis 1,25-2,5mg.
(pertimbangkan untuk menambah dosis antihipertensi
lain dan mengurangi respons tidak memadai)
Efek samping 1. CNS (pusing, kepala terasa ringan, vertigo, A to Z Drug
gelisah, lesu, cemas, gugup, depresi) Fact
2. DERMA (pruritus)
3. GI (mual, muntah, kram, diare, sembelit)
4. Lainnya (kram otot, kejang otot)
Perhatian Kategori kehamilan B. Laktasi (dapat diekskresi dalam A to Z Drug
ASI). Kerusakan ginjal dapat memicu azotemia, Fact
gunakan hati-hati
Interaksi 1. Asam empedu (dapat mengurangi penyerapan A to Z Drug
tiazid, berikan 2 jam sebelum resin) Fact
2. Insulin (perlu penyesuaian dosis)
2. Golongan β-Bloker
Mekanisme kerja obat β-Bloker belum diketahui dengan pasti. Diduga kerjanya
berdasarkan beta blokase pada jantung sehingga mengurangi daya frekuensi kontraksi
jantung. Dengan demikian, tekanan darah akan menurun dan daya hipotensinya baik
Beta blockermemblok beta‐adrenoseptor. Reseptor ini diklasifikasikan menjadi
reseptor beta‐1 dan beta‐2. Reseptor beta‐1 terutama terdapat pada jantung sedangkan
reseptor beta‐2 banyak ditemukan di paru‐paru, pembuluh darah perifer, dan otot
lurik.
Reseptor beta‐2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan reseptor beta‐1 juga
dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak. Stimulasi
reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu penglepasan neurotransmitter yang
meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta‐1 pada nodus
sino‐atrial dan miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi
26
reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan penglepasan rennin, meningkatkan
aktivitas system rennin‐angiotensin‐aldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan
cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai
aldosteron dan retensi air. Terapi menggunakan beta‐blockerakan mengantagonis
semua efek tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan darah.
Beta‐blockeryang selektif (dikenal juga sebagai cardioselective beta‐blockers),
misalnya bisoprolol, bekerja pada reseptor beta‐1, tetapi tidak spesifik untuk reseptor
beta‐1 saja oleh karena itu penggunaannya pada pasien dengan riwayat asma dan
bronkhospasma harus hati‐hati. Beta‐blockeryang non‐selektif (misalnya propanolol)
memblok reseptor beta‐1 dan beta‐2. Beta‐blockeryang mempunyai aktivitas agonis
parsial (dikenal sebagai aktivitas simpatomimetik intrinsic), misalnya acebutolol,
bekerja sebagai stimulan‐beta pada saat aktivitas adrenergik minimal (misalnya saat
tidur) tetapi akan memblok aktivitas beta pada saat aktivitas adrenergik meningkat
(misalnya saat berolah raga). Hal ini menguntungkan karena mengurangi bradikardi
pada siang hari.
Beberapa beta‐blocker, misalnya labetolol, dan carvedilol, juga memblok efek
adrenoseptor‐alfa perifer. Obat lain, misalnya celiprolol, mempunyai efek agonis
beta‐2 atau vasodilator. Beta‐blockerdiekskresikan lewat hati atau ginjal tergantung
sifat kelarutan obat dalam air atau lipid. Obat‐obat yang diekskresikan melalui hati
biasanya harus diberikan beberapa kali dalam sehari sedangkan yang diekskresikan
melalui ginjal biasanya mempunyai waktu paruh yang lebih lama sehingga dapat
diberikan sekali dalam sehari. Beta‐blockertidak boleh dihentikan mendadak
melainkan harus secara bertahap, terutama pada pasien dengan angina, karena dapat
terjadi fenomena rebound.
Efek samping Blokade reseptor beta‐2 pada bronkhi dapat mengakibatkan
bronkhospasme, bahkan jika digunakan beta‐bloker kardioselektif. Efek samping lain
adalah bradikardia, gangguan kontraktil miokard, dan tanga‐kaki terasa dingin karena
vasokonstriksi akibat blokade reseptor beta‐2 pada otot polos pembuluh darah perifer.
Kesadaran terhadap gejala hipoglikemia pada beberapa pasien DM tipe 1 dapat
berkurang. Hal ini karena beta‐blockermemblok sistem saraf simpatis yang
bertanggung jawab untuk “memberi peringatan“ jika terjadi hipoglikemia.
Berkurangnya aliran darah simpatetik juga menyebabkan rasa malas pada pasien.
Mimpi buruk kadang dialami, terutama pada penggunaan beta‐blockeryang larut lipid
seperti propanolol. Impotensi juga dapat terjadi. Beta‐blockersnon‐selektif juga
menyebabkan peningkatan kadar trigilserida serum dan penurunan HDL.
27
a. Propanolol
Infomasi Obat Daftar
Pustaka
Komposisi Propanolol 10, tiap tablet mengandung propanolol
HCl 10mg
Propanolol 40, tiap tablet mengandung propanolol
HCl 40mg
Pediatric:
b. Atenolol
Infomasi Obat Daftar
Pustaka
Komposisi Atenolol 50 mg dan 100 mg
Indikasi Pengobatan hipertensi, bisa digunakan single dose DIH 17th
atau kombinasi dosis. ed
Dosis Oral: 25-50 mg setiap hari, bisa ditingkatkan 100 DIH 17th
mg/day. Doses >100 mg tidak mungkin ed
memberikan efek terapi
28
Efek samping Kelelahan, pusing, depresi, mata kering, A to Z
penglihatan kabur, mulut kering, mual, muntah, Drug Fact
diare, pembengkakan otot wajah
Perhatian Ibu hamil kategori C, ibu menyusui karena dapat A to Z
dieksreksi lewat ASI, menyebabkan anfilaksis, Drug Fact
jauhkan dari jangkauan anak
Interaksi Obat 1. Ampisilin (dapat menambah atau A to Z
membalikkan efek antihipertensi) Drug Fact
2. NSAID (beberapa dapat merusak beberapa
agen)
c. Pindolol
Infomasi Obat Daftar
Pustaka
Komposisi 5mg pindolol Mims.com
Indikasi Untuk menurunkan tekanan darah tinggi, DIH 17th
digunakan sendiri atau kombinasi dengan beberapa ed
agent
Dosis Oralinisial: 5 mg dua kali sehari, bisa ditingkatkan DIH 17th
sesuai dengan kebutuhan 10 mg/setiap hari selama ed
3-4 minggu (maximum daily dose: 60 mg);
biasanya range dosisnya (JNC 7): 10-40 mg dua
kali sehari
29
d. Bisoprostol
30
SSP: Insomnia; kelelahan; pusing; depresi;
kelesuan; mengantuk; kelupaan; kecemasan;
sakit kepala; melantur berbicara. Derm: Ruam;
gatal-gatal; alopecia. EENT: mata kering;
penglihatan kabur; tinnitus; sakit tenggorokan.
GI: Mual; muntah; diare; sembelit; sakit perut;
mulut kering. GU: Impotensi; menyakitkan, sulit
atau sering buang air kecil; peningkatan kreatinin
dan BUN. HEMA: agranulositosis;
thrombocytopenic purpura. HEPA: Peningkatan
hasil tes fungsi hati. META: Hiperglikemia;
hipoglikemia. RESP: Bronkospasme; dyspnea;
mengi. Perubahan Berat;: LAINNYA demam;
pembengkakan wajah; kelemahan otot;
peningkatan serum urat asam, kalium dan fosfor;
lipid serum; pengembangan kemungkinan
antibodi antinuklear.
3. Golongan α-Bloker
α-Bloker adalah obat yang dapat memblokir reseptor alfa dan menyebabkan
vasodilatasi perifer serta turunnya tekanan darah. Karena efek hipotensinya ringan
sedangkan efek sampingnya agak kuat. Misalnya, hipotensi ortostatik dan takikardia,
maka jarang digunakan.
Alpha‐blocker(penghambat adreno‐septor alfa‐1) memblok adrenoseptor alfa‐1
perifer, mengakibatkan efek vasodilatasi karena merelaksaasi otot polos pembuluh
darah. Diindikasikan untuk hipertensi yang resisten.
Efek samping Alpha‐blockerdapat menyebabkan hipotensi postural, yang sering
terjadi pada pemberian dosis pertama kali. Alpha‐blockerbermanfaat untuk pasien
laki‐laki lanjut usia karena memperbaiki gejala pembesaran prostat.
a. Prazosin
Infomasi Obat Daftar
Pustaka
Komposisi 0,5 mg prazosin Mims.com
Indikasi Pengobatan hipertensi DIH 17th
ed
Dosis Hypertension: Oral: pemberian awal: 1 mg/dosisi DIH 17th
2-3 jam/hari;dengan pemeliharaan dosis biasa: ed
3-15 mg/hari dalam dosis terbagi 2-4 jam/hari;
dosis maksimal setiap harinya: 20 mg
31
muntah, hipotensi, takikardi, diare, konstipasi, rasa Drug Fact
tidak nyaman pada perut, demam
perhatian Ibu hamil, ibu menyusui karena dapat tereksresi DIH 17th
melalui ASI, dan beberapa reaksi lainnya ed
b. Terazosin
Infomasi Obat Daftar
Pustaka
Komposisi 1 mg terazosin Mims.com
Indikasi Management hipertensi dari ringan, sedang, berat; DIH 17th
sendiri atau pada beberapa kombinasi dengan ed
diuretik atau beta-bloker, digunakan pada benigh
prostate hyperplasia (BPH)
32
4. Obat yang bekerja sentral
Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan noradrenalin sehingga
menurunnya aktivitas saraf adrenergik perifer dan turunnya tekanan darah.
Penggunaan obat ini perlu memperhatikan efek hipotensi ortostatik.
a. Clonidine
Infomasi Obat Daftar
Pustaka
Komposisi
Indikasi Indications DIH 17th
ed
Management hipertensi dari ringan, sedang, berat;
sendiri atau pada beberapa kombinasi dengan obat
antihipertensi lainnya
Hypertension:
33
Levobunolol; Metipranolol. Faktor D:
pertimbangan modifikasi pengobatan
b. Guanfacine
Infomasi Obat Daftar
Pustaka
Komposisi
Indikasi Management hipertensi DIH 17th
ed
Dosis Hypertension: Oral: 1 mg selalu sebelum tidur, DIH 17th
dosis dinaikkan bila dibutuhkan 3- to 4- ed
interval minggu; selalu dengan range dosis
(JNC 7): 0.5-2 mg 1 hari
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap guanfanice dan DIH 17th
formulasi lainnya ed
Efek samping Depresi, mulut kering, konstipasi DIH 17th
ed
Perhatian Ibu hamil kategori B DIH 17th
ed
Interaksi Obat Antidepressants (Alpha2-Antagonist):mungkin DIH 17th
berkurang setelah diberi efek hipotensif ed
Alpha2-Agonists.faktor
D:mempertimbangkan modifikasi terapi
c. Metildopa
34
Dosis Dewasa: PO bid 250 mg untuk tid di pertama 48 jam A to z drug
awalnya, kemudian 500 mg 2 g / hari dalam 2 sampai facts
4 dosis terbagi. Sesuaikan dosis dengan interval tidak
kurang dari 2 hari sampai respon yang memadai
tercapai.
35
payudara; ginekomastia; laktasi; amenore. LAIN:
Demam; lupus-seperti sindrom; arthralgia ringan atau
mialgia. ( A to Z drug Fact )
5. Vasodilator
Obat vasodilator dapat langsung mengembangkan dindig arteriole sehingga daya
tahan pembuluh perifer berkurang dan tekanan darah menurun (dr. Lany Gunawan,
2001)
a. Hidralazine
Infomasi Obat Daftar
Pustaka
Komposisi
Indikasi Manejemen hipertensi sedang sampai berat, gagal DIH 17th
jantung kongestif, hipertensi sekunder pada pre- ed
eklapsia/ eklapsia, pengobatan utama hipertensi
paru-paru
Dosis Hypertension: Oral: DIH 17th
ed
Awal: 10 mg 4jam/hari; meningkat
sebesar10-25 mg/dosis setiap 2-5
hari(maximum: 300 mg/hari); range
dosis(JNC 7): 25-100 mg/hari pada 2
36
dosis terbagi
Pediatric
6. Antagonis kalsium
M
37
darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan pembentukan dan
propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi,
interferensi dengan konstriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah
proses yang bergantung pada ion kalsium.
Terdapat tiga kelas CCB: dihidropiridin (misalnya nifedipin dan amlodipin);
fenilalkalamin (verapamil) dan benzotiazipin (diltiazem). Dihidropiridin mempunyai
sifat vasodilator perifer yang merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan verapamil
dan diltiazem mempunyai efek kardiak dan dugunakan untuk menurunkan heart rate
dan mencegah angina. Semua CCB dimetabolisme di hati. (Beth Gormer, 2007, terj.
Diana Lyrawati, 2008)
Efek samping Pemerahan pada wajah, pusing dan pembengkakan pergelangan
kaki sering dijumpai, karena efek vasodilatasi CCB dihidropiridin. Nyeri abdomendan
mual juga sering terjadi. Saluran cerna juga sering terpengaruh oleh influks ion
kalsium, oleh karena itu CCB sering mengakibatkan gangguan gastro‐intestinal,
termasuk konstipasi.
a. Nifedipin
Infomasi Obat Daftar
Pustaka
Komposisi Nifedipin 10 mg ISO vol 49
hal 297
Indikasi Angina dan hipertensi (hanya sustained release), DIH 17th ed
hipertensi paru-paru
Dosis Adult DIH 17th ed
Pediatric
38
2. Penggunaan pada ibu hamil kemungkinan
berbaya, maka dari itu diperlukan manfaat
dibandingkan bahaya
3. Mungkin menunjukkan efek tokolitik
4. Pada ibu menyusui bersifat kompaktibel
Interaksi Obat Barbiturates, rifampin: dapat menghilangkan efek A to Z Drug
terapi dari obat.. Fact
7. Penghambat ACE
Obat penghambat ACE ini menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat
angiostensi converting enzyme yang berdaya vasokontriksi kuat.
Angiotensin converting enzyme inhibitor(ACEi) menghambat secara kompetitif
pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat
pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angitensin II
merupakan vaso‐konstriktor kuat yang memacu penglepasan aldosteron dan aktivitas
simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin iI ini akan
menurunkan tekanan darah. Jika sistem angiotensin‐renin‐aldosteron teraktivasi
(misalnya pada keadaan penurunan sodium, atau pada terapi diuretik) efek
antihipertensi ACEi akan lebih besar. ACE juga bertanggung jawab terhadap
degradasi kinin, termasuk bradikinin, yang mempunyai efek vasodilatasi.
Penghambatan degradasi ini akan menghasilkan efek antihipertensi yang lebih kuat.
Beberapa perbedaan pada parameter farmakokinetik obat ACEi. Captopril cepat
diabsorpsi tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek, sehingga bermanfaat untuk
menentukan apakah seorang pasien akan berespon baik pada pemberian ACEi. Dosis
pertama ACEii harus diberikan pada malam hari karena penurunan tekanan darah
mendadak mungkin terjadi; efek ini akan meningkat jika pasien mempunyai kadar
sodium rendah.
Antagonis Angiotensin II
Reseptor angiotensin II ditemukan pada pembuluh darah dan target lainnya.
Disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1 memperantarai
respon farmakologis angiotensin II, seperti vasokonstriksi dan penglepasan
aldosteron. Dan oleh karenanya menjadi target untuk terapi obat. Fungsi reseptor AT2
masih belum begitu jelas.
Banyak jaringan mampu mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II tanpa
melalui ACE. Oleh karena itu memblok sistem renin‐angitensin melalui jalur
antagonis reseptor AT1 dengan pemberianantagonis reseptor angiotensin II mungkin
bermanfaat. Antagonis reseptor angiotensin II (AIIRA)mempunyai banyak kemiripan
dengan ACEi, tetapi AIIRA tidak mendegradasi kinin. Karena efeknya pada ginjal,
ACEi dan AIIRA dikontraindikasikan pada stenosis arteri ginjal bilateral dan pada
stenosis arteri yang berat yang mensuplai ginjal yang hanya berfungsi satu.
Efek samping ACEi dan AIIRA Sebelum mulai memberikan terapi dengan ACEi
atau AIIRA fungsi ginjal dan kadar elektrolit pasien harus dicek. Monitoring ini harus
39
terus dilakukan selama terapi karena kedua golongan obat ini dapat mengganggu
fungsi ginjal. Baik ACEi dan AIIRA dapat menyebabkan hiperkalemia karena
menurun‐kan produksi aldosteron, sehingga suplementasi kalium dan penggunaan
diuretik hemat kalium harus dihindari jika pasien mendapat terapiACEI atau AIIRA.
Perbedaan anatar ACEi dan AIIRA adalah batuk kering yang merupakan efek
samping yang dijumpai pada 15% pasien yang mendapat terapi ACEi. AIIRA tidak
menyebabkan batuk karena tidak mendegaradasi bradikinin
a. Captopril (Capoten)
40
Interaksi Allopurinol: risiko lebih besar hipersensitivitas dengan ( A TO Z
pemberian bersamaan. Antasida: dapat menurunkan drug facts)
bioavailabilitas kaptopril. Capsaicin: dapat memperburuk
batuk . Digoxin: Peningkatan kadar digoxin. Makanan:
Mengurangi bioavailabilitas kaptopril. Indometasin: efek
hipotensi dapat dikurangi, terutama di low-renin atau
pasien hipertensi tergantung volume. Lithium: tingkat
lithium Peningkatan dan gejala keracunan lithium dapat
terjadi. Fenotiazin: Dapat meningkatkan efek kaptopril.
Persiapan kalium, diuretik hemat kalium: Dapat
meningkatkan kadar kalium serum. Probenesid:
Peningkatan kadar kaptopril dan penurunan jumlah
clearance.
Perhatian Kehamilan: Kategori D (kedua dan trimester ketiga); ( A TO Z
kategori C (trimester pertama). ACE inhibitor dapat drug facts)
menyebabkan cedera atau kematian ke janin jika digunakan
selama trimester kedua atau ketiga. Ketika kehamilan
terdeteksi, menghentikan inhibitor ACE sesegera mungkin.
Laktasi: diekskresikan dalam ASI. Anak-anak: Keamanan
dan kemanjuran tidak didirikan. Angioedema: Gunakan
dengan sangat hati-hati pada pasien dengan angioedema
herediter.
Efek samping CV: Nyeri dada; palpitasi; takikardia; hipotensi ortostatik. ( A TO Z
SSP: Sakit kepala; gangguan tidur; parestesia; pusing; drug facts)
kelelahan; malaise. Derm: Ruam; pruritus; alopecia. EENT:
Rhinitis. GI: Mual; sakit perut; muntah; iritasi lambung;
ulkus aphthous; bisul perut; ikterus; kolestasis; diare;
dysgeusia; anoreksia; sembelit; mulut kering. GU: Oliguria;
proteinuria. HEPA: Peningkatan enzim hati dan serum
bilirubin. HEMA: Neutropenia; agranulositosis;
trombositopenia; pansitopenia. META: Hiperkalemia;
hiponatremia; asam urat tinggi dan gula darah. RESP:
batuk kering kronis: dyspnea; pneumonitis eosinophilic.
LAIN: ginekomastia; myasthenia.
Farmakologi Kompetitif menghambat angiotensin I-converting enzyme, ( A TO Z
mencegah konversi angiotensin I menjadi Angiotension II, drug facts)
suatu vasokonstriktor kuat yang juga merangsang sekresi
aldosteron. Hasil penurunan BP, retensi kalium, dan
mengurangi reabsorpsi natrium
b. Amlodipe
41
326
42
(1% sampai 2%),
c. Furosemide
Aspek Informasi Obat Pustaka
Komposisi A To Z Drug
Facts
Indikasi Pengobatan edema yang berhubungan A To Z Drug
dengan CHF, sirosis hati, dan penyakit Facts
ginjal; hipertensi.
43
Hyperuricemia; hiperglikemia;
hipokalemia; alkalosis metabolik. LAIN:
kejang otot; kelemahan.
Perhatian Kehamilan: Kategori C. Laktasi: A To Z Drug
diekskresikan dalam ASI. Anak-anak: Facts
Dapat meningkatkan kejadian patent ductus
arteriosus pada bayi prematur dengan
sindrom gangguan pernapasan, terutama di
beberapa minggu pertama kehidupan.
Dehidrasi: diuresis berlebihan dapat
menyebabkan dehidrasi dan penurunan
volume darah dengan kolaps sirkulasi dan
kemungkinan trombosis pembuluh darah
dan emboli, terutama pada usia lanjut.
Diare: solusi kendaraan Furosemid
mengandung sorbitol dan dapat
menyebabkan diare, terutama pada anak-
anak. Sirosis hati dan asites: perubahan
mendadak keseimbangan elektrolit dapat
menimbulkan ensefalopati hepatik dan
koma; memantau dengan seksama.
Hipersensitivitas: Pasien dengan
sensitivitas sulfonamide dikenal mungkin
menunjukkan reaksi alergi terhadap
furosemide. Ototoxicity: Terkait dengan
injeksi yang cepat, gangguan ginjal berat,
dosis yang sangat besar, atau penggunaan
bersamaan obat ototoksik lainnya.
Fotosensitifitas: fotosensitisasi mungkin
terjadi. Gangguan ginjal: Jika efek yang
parah terjadi, mungkin perlu untuk
menghentikan. Jika terapi parenteral dosis
tinggi digunakan, infus IV dikendalikan
disarankan. Sistemik lupus eritematosus:
Mungkin diperburuk atau diaktifkan.
Farmakologi Menghambat reabsorpsi natrium dan A To Z Drug
klorida di tubulus proksimal dan distal dan Facts
lengkung Henle
44
2.11. PERTIMBANGAN KHUSUS
1. Kehamilan
Obat kerja sentral mempunyai profil SSP yang buruk. Namun, metildopa
digunakan pada kehamilan, karena data keamanannnya sedangkan beta‐blocker
digunakan pada trimester ketiga. Labetolol intravena hanya digunakan pada keadaan
krisis hipertensi. Sediaan nifedipin lepas lambat juga dapat digunakan tetapi tidak
dilisensi.
2. Etnik
Diuretik tiazid dan CCB dihidropiridin lebih efektif daripada beta‐blocker
untuk psien Afro‐Karibia. ACEi dan AIIRA meningkatkan resiko stroke pada pasien
golongan etnik tersebut sehingga tidak dianjurkan sebagai terapi lini pertama.
3. Lanjut usia
Pedoman NICE yang baru mengemukakan bahwa diuretik tiazid atau CCB
dihidropiridin merupakan terapi lini pertama untuk pasien lanjut usia. Namun, harus
diperhatikan fungsi ginjal selama terapi dengan tiazid karena pasien lanjut usia lebih
beresiko mengalami gangguan ginjal. Pasien yang lebih dari 80 tahun dapat diberi
terapi seperti pasien usia > 55 tahun.
4. Diabetes
Oleh karena itu dikoktraindikasikan pada pasien stenosis arteri ginjal bilateral.
Namun, ACEi tidak memberikan efek samping pada fungsi ginjal pada pasien dengan
stenosis arteri ginjal unilateral. CCB dihidropiridin dapat ditambahkan jika diperlukan
penurunan tekana darah lebih jauh, sedangkan diuretik tiazid tidak efektif.
5. Hipertensi sistolik
45
6. Hipertensi cepat (accelerated hypertension)
Accelerated hypertensionatau hipertensi yang sangat berat, didefinisikan
sebagai DBP lebih dari 140 mmHg, memerlukan tindakan medis segera. Beta‐blocker
seperti atenolol atau labetolol atau CCB dihidropiridin diindikasikan untuk kondisi
ini. DBP harus diturunkan menjadi 100‐110 mmHg selama 24 jam pertama. Tekanan
darah harus diturunkan lagi selama 2‐3 hari berikutnya menggunakan kombinasi
diuretik, vasodilator dan ACEi, jika diperlukan. Jika terapi intravena diperlukan maka
yang dianjurkan adalah sodium nitroprusid atau gliseril trinitrat.
7. Farmasis kardiologi
Sebagai anggota tim multidisiplin, farmasis mempunyai peran penting pada
terapi hiperttensi. Untuk membantu kesesuaian dan menjamin kepatuhan regimen
pengobatan farmasis dapat memberikan informasi mengenai manfaat dan efek
samping obat sehingga pasien dapat mengambil keputusan (informed decision)
menegnai terapi mereka. Informasi ini meliputi mengapa obat diperlukan dan rsiko
jika tidak menggunakannya. Secara praktis, pemberian obat sekali sehari juga akan
memingkatkan kepatuhan.
Obat lain yang juga dikonsumsi oleh psien juga harus diperhitungkan.
Penggunaan bersama obat golongan NSAID/AINS, pil kontrasepsi glukokortikoid dan
simpatomimetik dapat meningkatkan tekanan darah. Obat‐obat ini, beberapa dapat
dibeli bebas, harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah tinggi. Harus diingat
bahwa pasien mungkin juga menderita penyakit lain/ko‐morbid. Farmasis dapat
memberikan nasehat dan me‐review penyakit penyerta untuk menjamin bahwa terapi
yang diberikan sudah yang paling tepat. Untuk mengurangi biaya, farmasis juga dapat
menganjurkan untuk menggunakan selalu obat generik jika tersedia.
46
2.12. Terapi Non Farmakologi Diabetes
1. Olah raga
Bila terdapat resistensi insulin, olahraga / gerak badan secara teratur dapat
menguranginya. Hasilnya insulin dapat dipergunakan secara lebih baik oleh sel tubuh.
2. Diet
Diawali dengan diet pembatasan kalori , terlebih pada penderita yang overweight.
Makanan perlu dipilih secara seksama dengan memperhatikan pembatasan lemak
total, lemak trans dan lemak jenuh untuk mecapai normalisasi kadar gluosa dan lipid
darah
3. Hindari Rokok
Niotin dapat mempengaruhi secara buruk penyerapan glukosa oleh sel
4. Mengurangi konsumsi gula
Makanan yang dapat membuat penderita diabetes melitus menjadi semakin buruk
adalah makanan yang banyak mengandung zat pemanis.Karena pada dasarnya
penyakit ini merupakan sebuah gangguan kesehatan dimana kadar gula meningkat,
sehingga jika penderita masih banyak mengonsumsi gula.
5. Memperbanyak makanan berserat
6. Hindari Alkohol
7. Cukup istirahat dan tidur
47
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah yang buat, dapat ditarik kesimpulan bahwa penyakit Diabetes
Militus (DM) ini sangat berbahaya dan menakutkan. Banyak sekali faktor yang
menyebabkan seseorang menderita penyakit Diabetes Militus. Seperti contohnya,
Obesitas(berat badan berlebih),faktor genetis, pola hidup yang tidak sehat (jarang
berolah raga), kurang tidur, dan masih banyak yang lainnya.
Dibetes mempunyai 3 macam jenis yaiutu DM Tipe 1, DM Tipe 2 dan DM
Gastrointestinal. Faktor yang menyebabkan DM pun beragam, mulai dari pola hidup
tidak sehat, mengkonsumsi gula berlebih, jarang berolah raga dan keturunan. Adapun
penyebab hipertensi diantaranya, kurangnya istirahat, gaya hidup tidak sehat, faktor
penyakit lain dan keturunan.
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini masih sangat jauh dari
kata sempurna. Namun, dengan adanya makalah ini kami berharap dapat menambah
pengetahuan para pembaca mengenai penyakit Diabetes Miletus dan Hipertensi.
Kami sebagai pembaca pula mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca untuk
kebaikan makalah kami.
48
DAFTAR PUSTAKA
Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L, Goldman, M.P, and Lance, L.L., 2009, Drug
Information Handbook, 17th edition, Lexi-Comp for the American Pharmacists
Association
Neal, M.J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit.
Erlangga
Tatro, D., 2003, A to Z Drug Facts, 95-100, Facts and Comparison, St. Louis.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes
Mellitus. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Jakarta.
Agustina, Tri. 2009. Gambaran Sikap Pasien Diabetes Mellitus di Poli Penyakit Dalam
RSUD Dr. Moewardi Surakarta Terhadap Kunjungan Ulang Konsultasi Gizi. Surakarta :
Karya Tulis Ilmiah.
Price, SA dan LM Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep, Klinis, Proses-prosesPenyakit.
Edisi 4. EGC. Jakarta.
Mc.wright, Bogdan. 2008. Panduan Bagi Penderita Diabetes. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher.
National Institute for Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK). (2014).
Cause of diabetes. NIH Publication
[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Tjokroprawiro, Askandar. 2007. ILMU PENYAKIT DALAM. Surabaya : Airlangga
University Press.
Tjokroprawiro, Askandar. 2007. ILMU PENYAKIT DALAM. Surabaya : Airlangga
University Press.
Tjay, Tan Hoon dan Kirana, Raharja.2002.Obat-obat Penting,Khasiat,Penggunaan dan
Efek-efek Sampingnya.Jakarta : PT Elex Media Komputindo Kelompok Gremedia.
Kemenkes, 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Badan Penelitian dan
Pembangunan Kesehatan : Jakarta.
Sidabutar RP, Wiguno P. Hipertensi Essensial. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai
Penerbit FK-UI. 1999:210-222
49
50