Hukum Pajak menyangkut pidana karena jika wajib pajak tidak membayar pajak dan
berbohong maka dikenakan pidana berdasarkan ketentuan yang berlaku, karena
ketentuan pidana juga diatur dalam hukum pajak.
Sebagaimana diketahui bahwa hukum pidana tidak hanya terdapat di dalam KUHP
tetapi di luar itu juga terdapat ketentuan-ketentuan pidana dalam undang-undang
lainnya yang meliputi bermacam-macam bidang yang salah satunya adalah hukum
pajak.
Faktor seseorang melakukan pidana khusus dalam hukum pajak sehingga timbul
hukum pidana
Wajib Pajak mengisi formulir dan keterangan secara palsu atau tidak dengan
sebenarnya, maka wajib pajak itu dapat dipidana telah memalsukan keterangan.
Dalam Pasal 322 KUHPidana diancam terhadap pegawai yang sengaja
membuka rahasia, yang seharusnya disimpan secara baik.
Terhadap orang atau badan yang melakukan usaha menyimpan, menguasai
atau membuat laporan keuangan dan harta benda kekayaan pihak ketiga,
seperti : Akuntan, Biro Administrasi, Biro Penasehat, wajib memberi
keterangan dan memperlihatkan arsip kepada petugas pajak, jika melakukan
pelanggaran terhadap hal ini maka dikenakan hukuman pidana.
Berdasarkan STB 1941 No. 491 terhadap seseorang yang memakai lagi
materai tempel yang telah dipakai, merupakan kejahatan Pidana Fisikal dan
diancam sesuai pasal 122 ayat 1 Aturan bea materai 1921 dan pasal 260
KUHPidana.
Sogok atau suap kepada wajib pajak dan sebaliknya.
Pemerasan terhadap wajib pajak.
Adanya sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan di bidang perpajakan.
Ancaman pidana dalam hukum pajak mengacu pada ketentuan hukum pidana.
Pada ketentuan pasal 103 KUHP yang berbunyi “Ketentuan-ketentuan dalam
Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang
oleh ketentuan undang-undang lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika
oleh undang-undang ditentukan lain”. Misalnya wajib pajak yang
memindahtangankan atau memindahkan hak atau merusak barang yang telah
disita karena tidak melunasi utang pajaknya akan diancam pasal 231 KUHP.