Anda di halaman 1dari 19

MODUL KMB 2

Ns. Ester Inung Sylvia, M.Kep., Sp.MB

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GANGGUAN MUSKULOSKELETAL

A. Pendahuluan
Sistem musculoskeletal merupakan system yang memberi dukungan dan stabilitas
bagi tubuh dan memungkinkan untuk bergerak secara terkoordinasi. Apabila
system ini terganggu maka akan mempengaruhinsistem gerak tubuh manusia.
Pada bab ini akan membahas asuhan keperawatan klien dengan gangguan system
muskulosekeltal.

Ditatanan pelayanan keperawatan, Saudara sebagai calon perawat lulusan


Diploma III Keperawatan akan menemukan banyak kasus-kasus gangguan system
musculoskeletal, sehingga diharapkan Saudara mampu menguasai asuhan
keperawatannya dan menerapkan dalam memberikan asuhan keperawatan.

Di akhir pembelajaran ini diharapkan Saudara mampu menjelaskan asuhan


keperawatan klien dengan gangguan muskulosketelal yang akan Saudara pelajari
melalui 3 topik, yaitu:

Topik 1 : Asuhan Keperawatan Fraktur


Topik 2 : Asuhan Keperawatan Klien Amputasi
Topik 3 : Asuhan Keperawatyan Klien Osteomielitis

Setelah Saudara mempelajari modul ini dengan baik dan seksama, Saudara dapat
memahami asuhan keperawatan klien fraktur, klien dengan amputasi, dank lien
osteomyelitis.

Proses pembelajaran yang Saudara jalani ini akan berjalan dengan baik apabila
Saudara mengikuti langkah-langkah belajar sebagai berikut:
1. Pahami dahulu mengenai berbagai kegiatan yang akan dipelajari di setiap
topik.
2. Pahami dan dalami secara bertahap dari kegiatan belajar yang akan dipelajari.
3. Ulangi lagi dan resapi materi yang Saudara peroleh dan diskusikan dengan
teman satu kelompok atau orang yang kompeten di bidangnya.
4. Keberhasilan dalam memahami modul ini tergantung daeri kesungguhan,
semangat, dan tidak mudah putus asa dalam belajar.
5. Bila Saudara menemui kesulitan, silahkan Saudara menghubungi fasilitator
atau orang yang ahli di bidangnya.

Selamat belajar dan sukses.

1
Topik 1
Asuhan Keperawatan Klien Fraktur

A. Pengertian
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Paahan tadi mungkin
tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks: biasanya
patahan lengkap dengan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh,
keadaan ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana) kalau kulit atau salah satu dari
rongga tubuh tertembus keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound) yang
cendrung untuk mengalami kontaminasi atau infeksi (A, Graham, A& Louis, S, 2000)
fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan yang umunya
disebabkan oleh ruda paksa. (Sjamsuhidajat, 2005).

B. Klasifikasi Fraktur
Menurut (Brunner & Suddarth, 2005), jenis-jenis fraktur adalah:
a. Comlete fracture (fraktur komplet), patah pada seluruh garis tengah tulang, luas
dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
b. Closed fracture (simple frakitur), tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas
kulit masih utuh.
c. Open fracture (compound fratur/ komplikata/ kompleks), merupakan fraktur
dengan luka ada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai
menembus kulit) atau membrane mukosa sampai kepatahan tulang.
Fraktur terbuka digradasi menjadi:
Grade I : luka bersih, kurang dari 1cm panjangnya
Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak atau ekstensif
Grade III : luka sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif
d. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang lainnya
membengkok.
e. Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang
f. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang
g. Spiral, fraktur memuntir seputar bantang tulang
h. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
i. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit ( kista tulang,
paget, metastasi tulang, tumor)
j. Epifisial, fraktur melalui empiris
k. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya
l. Defresi, fraktur dengan fagmen patahan mendorong kedalam ( sering terjadi
pada tulang tengkorak dan wajah)

2
m. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang)

C. Etiologi
Menurut Oswari E, (2000), penyebab fraktur adalah:
a. Kekerasan langsung: kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung: kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang
ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yanng patah biasanya
adalah bagian yang palin g lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot: patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukkan dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

D. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun baik yang terbuka ataupun tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan didalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan
dapat terjadi neoruvaskuler neoruvaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu. Disamping ini, fraktur terbuka dapat mengenai jaringan
lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan
kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur
adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik,
patologik yang terbuka itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya pada pasien fraktur
terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai
sembuh. (Sylvia, 2006: 1183)
Jelas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya pembuluh
darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. Respon dini terhadap
kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh vasokontriksi pregresif
dari kulit, otot dan sirkulasi vaseral. Karena ada cedera, respon terhadap
berkurangnya volume darah yang akut adalah peningkatan detak jantung sebagai
usaha untuk menjaga output jantung, pelepasan katekolamin-katekolamin endogen
meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah
diastolic dan mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit
membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif

3
juga dilepaskan kedalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin,
bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-stokin lain.
Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas pembuluh
darah. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit
mengatur pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume darah
didalam sistem vena sistemik. Cara yang paling efektif untuk memulihkan kardiak
pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat
substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme anaerobik, hal mana
mengakibatkan pembentukan asam laktat dan berkembangnya asidosis metabolik.
Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian substrat untuk pembentukan ATP
(adenosin triphospat) tidak memadai, maka membran sel tidak dapat lagi
mempertahankan intregitasnya dan gradientnya elektrik normal hilang.
Pembengkakan retikulum endoplasmik merupakan tanda ultra struktural pertama
dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan diikuti cedera mitokondrial.
Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan struktur intra-seluler. Bila
proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler yang progresif, penambahan
edema jaringan dan kematian sel. Proses ini memperberat dampak kehilangan darah
dan hipoperfusi.(Purwadinata, 2000)

Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan
kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-
sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran
darah ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai.
Ditempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala
untuk melakukan aktivitas osteblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur
yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. ( Corwin,2000)

Insifisensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
embengkakan yang dapat ditangani dapat menurunkan asupan darah ekstremitas
dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat
berakibat anoksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sendrom kompartemen (Brunner & Suddart)

4
5
E. Web of Caution (WOC)
Trauma tidak
Trauma langsung langsung Kondisi patologi

Fraktur

Pergeseran fragmen
Diskontinuitas tulang tulang Nyeri akut

Perubahan jaringan Kerusakan fragmen


sekitar tulang

Tekanan sumsum
Pergeseran fragmen tulang lebih tinggi dari
tulang Spame otot kapiler

Peningkatan tekanan Melepaskan


Deformitas kapiler katekolamin

Gangguan fungsi Metabolisme asam


ekstremitas Pelepasan histamin lemak

Kerusakan mobilitas Protein plasma hilang Bergabung dengan


fisik trombosit

Loserasi kulit Edema Emboli

Penekanan pembuluh Menyumbat pembuluh


darah darah

Kerusakan integritas Ketidakefektifan


kulit (Resko infeksi) perfusi jaringan perifer
Putus vena/arteri

Kehilangan volume Resiko syok


Perdarahan cairan (hipovolemik)

6
F. Manisfestasi Klinis
Manisfestasi fraktur menurut Brunner dan Suddarth (2005) adalah nyeri, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ektermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan
perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasmen otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antara fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cendrung
bergerak secara tidak alami (gerakan luar biasa) bekannya tetap rigid seperti
nermalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitasi (terlihat maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstermitas normal. Ektremitas tiadak berfungsi
dengan baik karen fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
d. Saat ektremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lain.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan pendarahan yang megikuti fraktur.

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Doenges, 2000) pemeriksaan diagnostik fraktur diantaranya :
a. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktur.
b. Skan tulang, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arterogram ; dilakukan bila kerusakan veskuler dicuriga.
d. Hitung darah lengkap : Ht mengkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal ssetelah trauma.
e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, pranfusi
multipe atau cedera hati.

H. Penatalaksanaan
Prinsip penangan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi serta
kekuatan normal dengan rahabilitas (Brunner dan Suddarth, 2002). Reduksi fraktur
berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan

7
reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada sifat
frakturnya.

Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen


tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan menifulasi dan
traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi
dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada
fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku,
atau batang logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang solid terjadi.

Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah mengimobilisasi dan


mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjaadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi
ekterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kotin, pin,
dan tehnik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna.

Mempertahankan dan mengembali fragmen tulang, dapat dilakukan dengan reduksi


dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan isometrik, dan motivasi klien
untuk berpartipasi dalam memperbaiki kemandirian dan harga diri (Brunner &
Suddarth, 2005).

Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu :


1. Rekognisis adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian
kemudian di rumah sakit.
2. Reduksi adalah usaha dan tindakan menipulasi fragmen-fragmen tulang yang
patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
3. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk
mempertahan reduksi harus melewati sendi di atas fraktur dan dibawah
fraktur.
4. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price, 2006).

Penatalaksanan perawatan menurut Mansjoer (2003), adalah sebagai berikut :

1. Terlebih dahulu perhatikan adanya pendarahan, syok dan penurunan kesadaran,


baru priksa patah tulang.
2. Atur posisi, tujuannya menimbulkan rasa nyaman, mencegah komplikasi.
3. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan
pemantauan neucirculatory pada daerah yang cedera adalah :

8
a.Meraba lokasi apakah masih hangat
b.Observasi warna
c.Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler
d.Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada
lokasi cedera
e. Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi nyeri
f. Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakan.
4. Pertahankan kekuatan dan pergerakan.
5. Mempertahankan kekuatan kulit.
6. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan intek protein
150-300 gr/hari.
7. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya
sampai sembuh.

I. Penyembuhan Fraktur

Tahap-tahap penyembuhan fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) :

1. Inflimasi, tubuh berespon pada tempat cedera terjadi hematom


2. Proliferasi sel, terbentuk barang-barang fibrin sehingga terjadi revaskularisasi
3. Pebentukan kulus, jaringan fibrus yang menghubungkan efek tulang
4. Opsifikasi, merupakan proses penyembuhan jaringan tulang baru
5. Remodeling, perbaikan patah yang meliputi pengambilan jaringan yang mati
dan reorganisasi.

Penjelasan:
1. Fase Hematoma : Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembulu
darah kecil yang melewati kanal ikut dalam sistem Havers mengalami robekan
dan akan membentuk hematoma di kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar
akan diliputi periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami
robekan akibat tekanan hematoma sehinga terjadi ekstravasasi darah ke dalam
jaringan lunak. Osteosit di daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati,
sehingga menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-
sisi fraktur setelah trauma.
2. Fase Proliferasi Seluler Subperiosteal dan endosteal
Proses penyembuhan fraktur karena sel-sel osteogenik yang berproliferasi dari
periosteumuntuk membentuk kulus eksterna dan dari endosteum membentuk
kalusinterna sebagai aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Robekan yang
hebat dari periosteum akan menyebabkan penyembuhan sel dari diferensiasi
sel-sel maksenkimal yang tidak berdifrensiasi ke dalam jaringan lunak.

9
Pada tahap awal penyembuha terjadi pertambahan sel-sel osteogenik. Setelah
beberapa minggu, kalis dan fraktur membentuk suatu massa yang meliputi
jaringan osteogenik (belum mengandung tulang, sehinga apabila di foto rontgen
akan tampak radiolusen).
3. Fase Pembentukan Kalus
Sel yang berkembang biak memiliki potensi kondrogenik dan osteogenik yang
apabila berada dalm keadaan yang tepat akan membentuk tulang sejati da
kadang tulang kartilago. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler
kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk
suatu tulang imatur yang disebut woven bone.
Tulang fibrosa yang imatur (anyaman tulang) menjadi lebih padat, gerakan pada
tempat fraktur semakan berkurang. 4 minggu setelah cedera, fraktur menyatu.
Pada pemeriksaan radiologis, woven bone terlihat, merupakan indikasi radiologic
pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
4. Fase Konsolidasi
Weve bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan diubah menjadi
tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lemarlar
dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
5. Fase Remodelling
Terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada
tulang dan kalus eksterna perlahan-lahan menghilang. Kalus interemadiate
berubah menjadi tulang

J. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Price, A dan L. Wilson, 2006) :
1. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut atau miring.
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaa normal.
3. Nanonion, patah tulang yang tidak menyambung kembali
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan yang
berlebihan di dalam suatu ruangan yang disebabkan pendarahan masif pada
suatu tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitasi
kapiler yang bisa menyebabkan menurunya oksigen. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
6. Fat embolisme syndroma, tetesan lemak masuk kedalam pembulu darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemak pada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40
tahun, usia 70-80 tahun faktur.
7. Tromboembolik komplicaton, trombo vena dalam sering terjadi pada individu
yang sering imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak

10
mampuan, lazimnya komplikasi pada perbedaan ektermitas bawah atau trauma
komplikasi paling fatal bila terjadi bedaj ortopedia.
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila adatrauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi bisa juga karena pengunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
9. Avascular nekrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau nekrosi
iskemia.
10. Refleks symphathethik dyssthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena
nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.

K. Asuhan Keperawatan Klien Fraktur


1. Pengkajian
1. Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan
yang lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur

11
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
6. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
7. Pemeriksaa diagnostik
Rontgen untuk mengetahui lokasi dan luas cedera, CT scan, MRI, arteriogram,
pemindahan tulang, darah lengkap, kreatinin, dan pemeriksaan laboratorium
lengkap untuk persiapan operasi.
8. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan
hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan
tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
5) Pola Aktivitas

12
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain.
6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image).
8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur.
9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena
nyeri dan keterbatasan gerak klien

L. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d terputusnya kontinuitasi jaringan.
2. Risiko perubahan perfusi jaringan perifer b.d pembengkakan, alat yang
mengikat, gangguan peredaran darah.
3. Gangguan psikologi (cemas) b.d ketidak tahuan pasien tentang penyakitnya.
4. Keterbatasan aktivitas b.d imobilisasi.
5. Perubahan pemeliharaan kesehatan b.d kehilangan kemandirian.
6. Resiko tinggi infeksi b.d prosedur invasi.

13
M. Intervensi
NO Dx. Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri b.d Setelah dilakukan  Berikan penjelasan  Dengan memberikan
terputusnya intervensi kepada pasien dan penjelasan diharapkan
kontinuitasi keperawatan keluarga penyebab pasien pasien tidak merasa
jaringan selama 3 x 24 jam nyeri cemas dan dapat
diharapkan nyeri melakukan sesuatu yang
dapat mengurangi nyeri
berkurang atau
 Ajarkan kepada pasien  Diperolehnya
dapat diatasi.
teknik mengurangi pengetahuan tentang
KH: nyeri nyeri akan memudahkan
 Nyeri kerja sama dengan askep
berkurang skala untuk memecah masalah
nyeri 1-3  Beri posisi senyaman  Memperlancar sirkulasi
 Klien tsmpak mungkin pada daerah luka
rileks  Observasi ttv  Observasi ttv dapat
 Ttv dalam batas mengetahui keadaan
normal umum pasien
 Kalaborasi dengan tim  Diharapkan dapat
medik dalam mengurangi nyeri pasien
pemberian analgesik
2. Risiko tidak terjadi  Kaji status  Untuk menentukan
perubahan kerusakan / neurovaskular (misal intervensi selanjutnya
perfusi jaringan pembengkakan warna kulit, suhu,
perifer b.d KH : pengisian kapiler,
denyut nadi, nyeri,
pembengkakan,  Klien
memperlihatka edema, parestesi,
alat yang
nperfusi gerakan).
mengikat,
 Tinggikan ekstremitas
gangguan jaringan yang  Meningkatkan aliran balik
adekuat yang sakit
peredaran vena dan mengurangi
darah.  Warna kulit edema dan mengurangi
normal dan nyeri
hangat.  Balutan yang ketat  Untuk memperlancar
 Respons harus dilonggarkan peredaran darah.
pengisian  Anjurkan klien untuk  Latihan ringan sesuai
kapiler normal melakukan indikasi untuk mencegah
(crt 3 detik). pengeseran otot, kelemahan otot dan
latihan pergelangan memperlancar peredaran
kaki, dan darah
"pemompaan" betis
setiap jam untuk
memperbaiki
peredaran darah

14
3. Gangguan Setelah dilakukan  Jelaskan pada pasien  Pasien komperatif
psikologi intervensi mengenai prosedur mengenai prosedur
(cemas) b.d keperawatan tidakan pengobatan keperawatan
ketidak tahuan selama 1 x 24 jam
pasien tentang diharapkan cemas  Kaji tingkat kecemasan  Dengan memberikan
pasien informasi bisa menurunkan
penyakitnya berkurang
cemas
KH :
 Observasi ttv  Memantau keadaan umum
 Pasien tampak
pasien
tenang (rileks)
 Pasien istirahan
dengan nyaman
 Pasien dapat
mempertahanka
n fungsi tubuh
dengan kaximal
4. Keterbatasan Setelah dilakukan  Lakukan pendekatan  Dengan pendekatan yang
aktivitas b.d intervensi pada pasien untuk baik diharapka pasien akan
imobilisasi keperawatan melakukan aktivitas lebih ooperatif dalam
selama 1 x 24 jam melakukan aktivitas
diharapkan pasien
dapat melakukan  Observasi sejauh mana  Dengan observasi
pasien belum melakuka diharapkan pasien sudah
aktivitas sebatas
aktivitas bisa melakukan aktivitas
kemampuan
KH :  Dengan adanya motivasi
 Beri motivasi pada
 Pasien mengerti diharapkan pasien bisa
pasien untuk
pentingnya lebih bersemangat dalam
melakukan aktivitas
melakukan melatih aktivitas
aktivitas
 Pasien bisa
duduk, makan
dan minum
tampa dibantu
 Pasien dapat
mempertahanka
n fungsi tubuh
secara maximal
5. Perubahan Pasien mampu  Bantu klien untuk  Untuk mencegah tekanan
pemeliharaan melaksanakan merubah posisi setiap 2 pada kulit sehingga
kesehatan b.d tugas secara jam terhindar pada luka
kehilangan mandiri decubitu
kemandirian Kriteria hasil :  Lakukan perawatan  Untuk menjaga kulit tetap
kulit, lakukan elastic dan hidrasi yang
 Klien
pemijatan dan baik
memperlihatkan
minimalkan tekanan
upaya
pada penonjolan tulang
memperbaiki
 Kolaborasi kepada tim  Untuk membantu
kesehatan.
gizi; pemberian menu mempercepat proses
 Mengubah
seimbang dan penyembuhan
posisi sendiri
pembatasan susu
untuk
menghilangkan
tekanan pada
kulit.
 Menjaga hidrasi
yang adekuat.

15
6. Resiko tinggi tidak terjadi infeksi  Kaji respon pasien  Untuk menentukan
infeksi b.d Kriteria hasil : terhadap pemberian antibiotic yang tepat
prosedur invasi  Tidak terjadi antibiotik untuk pasien
Infeksi  Pantau tanda-tanda  Peningkatan suhu tubuh
vital di atas normal
menunjukkan adanya
tanda-tanda infeksi
 Pantau luka operasi  Adanya cairan yang
dan cairan yang keluar keluar dari luka
dari luka menunjukkan adanya
tanda infeksi dari luka
 Pantau adanya infeksi  Retensi urine sering
pada saluran kemih terjadi setelah
pembedahan

Sekarang…….saatnya kita latihan

Studi Kasus 1
Seorang laki-laki usia 21 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas. Dalam kondisi pingsan
ia langsung dibawa ke IGD. Klien tertabrak sepeda motor. Saat ini Klien mengatakan
nyeri saat bergerak. Nyeri skala 8. Keluhan nyeri ia rasakan di kaki kanan dengan
sensasi terbakar, tertusuk-tusuk. Tampak area kaki kanan bengkak, kemerahan,
deformitas (+), krepitasi (+), fungsiolaesa (+). Hasil foto ronsen ditemukan fraktur
displaced di area cruris 1/3 distal dekstra. Rencana akan dilakukan ORIF.

Tugas 1

Identifikasi kata-kata dari kasus di atas yang tidak Saudara ketahui dan cari jawabannya.

Deformitas : Adalah perubahan bentuk tubuh sebagian

Krepitasi : Adalah Bunyi yang muncul berupa derik akibat gesekan ujung-ujung tulang
patah,juga dari pergerakan sendi

Fungsiolaesa adalah penurunan fungsi daerah peradangan .kerusakan jaringan dan


peningkatan rasa nyeri menyebabkan daerah peradangan didistirahatkan dengan
menurunkan fingsi gerak dll

Displaced Adalah : Patah tulang dimana potongan-potongan di kedua sisi tidak lagi
berada ditempatnya

Area cruris 1/3 distal dekstra : Disebabkan karena adanya trauma pada tungkai
bawah kana akibat benturan dengan benda yang keras,baik secara langsung maupun
tidak langsung.

16
Tugas 2

Data apalagi yang Saudara perlukan? Kemudian Apa yang perlu Saudara lakukan bagi
klien saat ini ?

Tugas 3
Coba Saudara gambar dan jalaskan jenis fraktur pada kasus di atas.

Tugas 4
Klien ingin pulang dan menolak dilakukan operasi. ia ingin urut di kampungnya saja.
a. Edukasi atau pendidikan kesehatan apa yang perlu Saudara sampaikan pada klien
dan keluarga terkait pernyataan klien ini ?
b. masalah apa yang dapat timbul bila klien tetap tidak ingin dilakukan apapun
terhadap frakturnya ?

17
Tugas 5

Gambarkan proses penyembuhan tulang disertai dengan gambar dan waktu


penyembuhan tulang pada kasus di atas.

Gambar fase Deskripsi Waktu


penyembuhan tulang penyembuhan

Tugas 6

Bila dilihat dari uraian di atas, masuk pada fase penyembuhan tulang manakah klien di
atas? dan berikan bukti datanya.

18
Tugas 4

Setelah Tiga bulan pemasangan gips pada lengannya, gips klien dibuka oleh dokter.
Tampak tangannya yang memutih dan sedikit keriput (berbeda warna dengan lengan
sebelah kirinya). Apa yang perlu Saudara lakukan untuk mengatasinya dan berikan
alasannya.

19

Anda mungkin juga menyukai