“COLELITIASIS”
KELAS : IV A
2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Kelompok 3
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... 2
DAFTAR ISI ..........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1 Latar Belakang............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................4
1.3 Tujuan.........................................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................................5
2.1 Definisi.......................................................................................................6
2.2 Etiologi …….….........................................................................................6
2.3 Patofisologi.................................................................................................8
2.5 Manifestasi Klinis.....................................................................................12
2.6 Klasifikasi.................................................................................................13
2.7 Komplikasi................................................................................................19
2.8 Pemeriksaan Diagnostik...........................................................................19
2.9 Penatalaksanaan........................................................................................20
2.10 Pencegahan.............................................................................................21
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .............................................................22
3.1 Pengkajian …………………………………………………………….. 23
3.2 Diagnosa………………………………………………………………...23
3.3 Intervensi .................................................................................................23
BAB IV PENUTUP.............................................................................................29
4.1 Kesimpulan...............................................................................................29
4.2 Saran.........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................30
3
BAB I
PENDAHULUAN
Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000
kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu empedu sering
ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa. Setiap
tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani pembedahan. Dua per tiga
dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak mempunyai
keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%.
Sementara pasien dengan gejala simtomatik batu empedu mengalami
komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada episode selanjutnya.
Risiko penderita batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif
kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan masalah
serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan
penyulit akan terus meningkat.
4
kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada
pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat.
Pada sekitar 80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari
batu empedu. Biasanya batu - batu ini juga mengandung kalsium karbonat,
fosfat atau bilirubinat, tetapi jarang batu- batu ini murni dari satu komponen
saja.
Adapun rumusan masalah yang kelompok angkat dalam makalah ini, antara
lain :
5
1.3 Tujuan
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
7
a. Jenis Kelamin
b. Usia
c. Obesitas
d. Statis Bilier
Kondisi statis bilier menyebabkan peningkatan risiko batu empedu.
Kondisi yang bisa meningkatkan kondisi statis, seperti cedera tulang
belakan (medulla spinalis), puasa berkepanjangan, atau pemberian diet
nutrisi total parenteral (TPN), dan penurunan berat badan yang
berhubungan dengan kalori dan pembatasan lemak (misalnya: diet rendah
lemak, operasi bypass lambung). Kondisi statis bilier akan menurunkan
produksi garam empedu, serta meningkatkan kehilangan garam empedu ke
intestinal.
e. Obat-obatan
8
Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk pengobatan kanker
prostat meningkatkan risiko batu empedu kolesterol. Clofibrate dan obat
fibrat hipolipidemik meningkatkan pengeluaran kolesterol hepatic melalui
sekresi bilier dan tampaknya meningkatkan resiko batu empedu kolesterol.
Analog somatostatin muncul sebagai faktor predisposisi untuk batu
empedu dengan mengurangi pengosongan kantung empedu.
f. Diet
Diet rendah serat akan meningkatkan asam empedu sekunder (seperti asam
desoksikolat) dalam empedu dan membuat empedu lebih litogenik.
Karbohidrat dalam bentuk murni meningkatkan saturasi kolesterol
empedu. Diet tinggi kolesterol meningkatkan kolesterol empedu.
g. Keturunan
h. Infeksi Bilier
i. Gangguan Intestinal
Pasien pasca reseksi usus dan penyakit crohn memiliki risiko penurunan
atau kehilangan garam empedu dari intestinal. Garam empedu merupakan
agen pengikat kolesterol, penurunan garam pempedu jelas akan
meningkatkan konsentrasi kolesterol dan meningkatkan resiko batu
empedu.
9
j. Aktifitas fisik
2.3 Patofisiologi
Dari segi patofisiologi, pembentukan batu empedu tipe kolesterol dan tipe
berpigmen pada dasarnya melibatkan dua proses patogenesis dan mekanisme
yang berbeda sehinggakan patofisiologi batu empedu turut terbagi atas:
10
Pembentukan batu kolesterol merupakan proses yang terdiri atas 4 defek
utama yang dapat terjadi secara berurutan atau bersamaan:
1) Supersaturasi kolesterol empedu
2) Hipomotilitas kantung empedu
3) Peningkatan aktivitas nukleasi kolesterol
4) Hipersekresi mukus di kantung empedu
11
dan bernukleasi untuk membentuk konformasi kristal.. Empedu yang
tersupersaturasi dengan kolesterol akan berwujud lebih dari satu fase
yaitu dapat dalam bentuk campuran fase misel, vesikel maupun kristal
dan cenderung mengalami presipitasi membentuk kristal yang
selanjutnya akan berkembang menjadi batu empedu.
1. Hipersekresi kolesterol.
2. Hiposintesis garam empedu / perubahan komposisi relatif cadangan
asam empedu.
3. Defek sekresi atau hiposintesis fosfolipid.
12
Penelitian mendapatkan penderita batu empedu umumnya memiliki
aktivitas koenzim A reduktase 3-hidroksi-3-metilglutarat (HMG-CoA)
yang lebih tinggi dibanding kontrol. Aktivitas HMG-CoA yang tinggi
akan memacu biosintesis kolesterol hepatik yang menyebabkan
hipersekresi kolesterol empedu. Hipersekresi kolesterol mengakibatkan
konsentrasi kolesterol yang melampau tinggi dalam empedu hingga
terjadi supersaturasi kolesterol dan ini menfasilitasi pembentukan
kristal kolesterol sesuai dengan gambaran pada diagram keseimbangan
fase.
1. Asam empedu primer yang terdiri atas asam kolik dan asam
kenodeoksikolik.
2. Asam empedu sekunder yang terdiri atas asam deoksikolik dan asam
litokolik.
3. Asam empedu tertier yang terdiri atas asam ursodeoksikolik.
13
yang membentuk cadangan asam empedu tubuh akan mempengaruhi
CSI karena memiliki sifat hidrofobisitas yang berbeda. Asam empedu
primer dan tertier bersifat hidrofilik sementara asam empedu sekunder
bersifat hidrofobik. Penderita batu empedu umumnya mempunyai
cadangan asam kolik yang kecil dan cadangan asam deoksikolik yang
lebih besar. Asam deoksikolik bersifat hidrofobik dan mampu
meningkatkan CSI dengan meninggikan sekresi kolesterol dan
mengurangi waktu nukleasi. Sebaliknya, asam ursodeoksikolik dan
kenodeoksikolik merupakan asam empedu hidrofilik yang berperan
mencegah pembentukan batu kolesterol dengan mengurangi sintesis dan
sekresi kolesterol. Asam ursodeoksikolik turut menurunkan CSI dan
memperpanjang waktu nukleasi, diduga dengan cara melemahkan
aktivitas protein pronukleasi dalam empedu.
Sembilan puluh lima persen dari pada fosfolipid epedu terdiri atas
lesitin. Sebagai komponen utama fosfolipid empedu, lesitin berperan
penting dalam membantu solubilisasi kolesterol. Mutasi pada molekul
protein transpor fosfolipid (disebut protein ABCB4) yang berperan
dalam sekresi molekul fosfolipid (termasuk lesitin) ke dalam empedu
terkait dengan perkembangan kolelitiasis pada golongan dewasa muda.
14
empedu oleh dinding mukosa secara melampau hingga terjadi
peningkatan konsentrasi empedu dan ini mempergiat proses litogenesis
empedu. Hipomotilitas kantung empedu dapat terjadi akibat:
15
Stasis yang berlangsung lama menginduksi pembentukan lumpur
bilier (biliary sludge) terutamanya pada penderita dengan kecederaan
medula spinalis, pemberian TPN untuk periode lama, terapi
oktreotida yang lama, kehamilan dan pada keadaan penurunan berat
badan mendadak. Lumpur bilier yang turut dikenal dengan nama
mikrolitiasis atau pseudolitiasis ini terjadi akibat presipitasi empedu
yang terdiri atas kristal kolesterol monohidrat, granul kalsium
bilirubinat dan mukus. Patofisiologi lumpur bilier persis proses yang
mendasari pembentukan batu empedu. Kristal kolesterol dalam
lumpur bilier akan mengalami aglomerasi berterusan untuk
membentuk batu makroskopik hingga dikatakan lumpur bilier
merupakan prekursor dalam litogenesis batu empedu.
16
Faktor pronukleasi lain yang berhasil diisolasi daripada model sistem
empedu termasuk imunoglobulin (IgG dan M), aminopeptidase N,
haptoglobin dan glikoprotein asam. Penelitian terbaru menganjurkan
peran infeksi intestinal distal oleh spesies Helicobacter (kecuali H.
pylori) menfasilitasi nukleasi kolesterol empedu. Proses nukleasi turut
dapat diinduksi oleh adanya mikropresipitat garam kalsium inorganik
maupun organik.2 Faktor antinukleasi termasuk protein seperti
imunoglobulin A (IgA), apoA-I dan apoA –II. Mekanisme fisiologik
yang mendasari efek untuk sebagian besar daripada faktor-faktor ini
masih belum dapat dipastikan.
Nukleasi yang berlangsung lama selanjutnya akan menyebabkan
terjadinya proses kristalisasi yang menghasilkan kristal kolesterol
monohidrat. Waktu nukleasi pada empedu penderita batu empedu telah
terbukti lebih pendek dibanding empedu kontrol pada orang normal.
Waktu nukleasi yang pendek mempergiat kristalisasi kolesterol dan
menfasilitasi proses litogenesis empedu.
17
B. Patofisiologi batu berpigmen
Patofisiologi batu berpigmen untuk kedua tipe yakni batu berpigmen hitam
dan batu berpigmen coklat melibatkan dua proses yang berbeda.
18
glukuronidase, fosfolipase A dan hidrolase asam empedu terkonjugat.
Peran ketiga-tiga enzim tersebut didapatkan seperti berikut:
19
Pathway
20
2.4 Manifestasi Klinis
Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri
bilier dan obstructive jaundice. Nyeri bilier yang khas pada penderita ini
adalah kolik bilier yang ditandai oleh gejala nyeri yang berat dalam waktu
lebih dari 15 menit sampai 5 jam. Lokasi nyeri di epigastrium, perut kanan
atas menyebar sampai ke punggung. Nyeri sering terjadi pada malam hari,
kekambuhannya dalam waktu yang tidak beraturan. Nyeri perut kanan atas
yang berulang merupakan gambaran penting adanya kolelitiasis. Umumnya
nyeri terlokalisir di perut kanan atas, namun nyeri mungkin juga terlokalisir
di epigastrium. Nyeri pada kolelitiasis ini biasanya menyebar ke bahu atas.
Mekanisme nyeri diduga berhubungan dengan adanya obstruksi dari duktus.
Tekanan pada kandung empedu bertambah sebagai usaha untuk melawan
obstruksi, sehingga pada saat serangan, perut kanan atas atau epigastrium
biasanya dalam keadaan tegang.
Studi yang dilakukan oleh Kumar et al didapatkan gejala nyeri perut kanan
atas yang berulang dengan atau tanpa mual dan muntah mencapai 75% dari
gejala klinik yang timbul, sisanya meliputi nyeri perut kanan atas yang akut,
jaundice, failure to thrive, keluhan perut yang tidak nyaman. Hanya 10%
dijumpai dengan gejala asimptomatik. Mual dan muntah juga umum terjadi.
Demam umum terjadi pada anak dengan umur kurang dari 15 tahun. Nyeri
episodik terjadi secara tidak teratur dan beratnya serangan sangat bervariasi.
Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan. Pada sepertiga
21
pasien terjadi inflamasi mendahului nekrosis, kemudian diikuti perforasi atau
empiema pada kandung empedu.
2.5 Klasifikasi
a. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol
diperlukan 3 faktor utama :
1. Supersaturasi kolesterol
2. Hipomotilitas kandung empedu
3. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
b. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang
mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
22
1) Batu pigmen kalsium bilirubinat (pigmen coklat)
c. Batu campuran
2.6 Komplikasi
23
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali
dan batu empedu muncul lagi)
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
24
kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya
ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui
terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat
menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan
menimbulkan ileus obstruksi
1. Radiologi
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya.
Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak
dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami
obstruksi. (Smeltzer dan Bare, 2002).
25
3. Sonogram
5. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kenaikan serum kolesterol
2) Kenaikan fosfolipid
3) Penurunan ester kolesterol
4) Kenaikan protrombin serum time
5) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6) Penurunan urobilirubin
7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 -
10.000/iu)
8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di
duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)
2.8 Penatalaksanaan
26
yang menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis
simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.
A. Penatalaksanaan Nonbedah
Manajemen terapi :
2. Disolusi medis
27
batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik
paten. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-
anak dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi.
3. Disolusi kontak
28
radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di
dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak
lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah
ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada
90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal
dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman
dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif
dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang
kandung empedunya telah diangkat
B. Penatalaksanaan Bedah
1. Kolesistektomi terbuka
2. Kolesistektomi laparaskopi
29
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak
ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan
kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara
teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional
adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan
perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan
dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti
cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparoskopi.
2.9 Pencegahan
30
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas
1. Identitas klien
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas.
31
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh
klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu
posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien
merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri/gatal tersebut.
(R): Nyeri dirasakan pada abdomen kuadran kanan atas dan menjalar ke
punggung atau bahu kanan.
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
di riwayat sebelumnya.
c. Pola Aktivitas
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : kelemahan.
Tanda : geilsah.
32
2. Sirkulasi
3. Eliminasi
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, urine
gelap, pekat, feses warna tanah liat, steatorea.
4. Makanan/Cairan
5. Nyeri/Kenyamanan
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas
ditekan, tanda Murphy positif.
6. Pernapasan
7. Keamanan
33
Gejala : kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu, adanya
kehamilan/melahirkan ; riwayat DM, penyakit inflamasi usus,
diskrasias darah.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
3.2 Diagnosa
34
3.3 Intervensi
Intervensi :
1) Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri
(menetap, hilang timbul, kolik).
Rasional : membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan
informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi
dan keefektifan intervensi.
2) Catat respon terhadap obat, dan laporkan pada dokter bila nyeri hilang.
Rasional : nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat
menunjukkan terjadinya komplikasi/kebutuhan terhadap intervensi
lebih lanjut.
35
Rasional : dingin pada sekitar ruangan membantu meminimalkan
ketidaknyamanan kulit.
Intervensi :
36
1) Pertahankan masukan dan haluaran akurat, perhatikan haluaran kurang
dari masukan, peningkatan berat jenis urin, nadi perifer, dan pengisian
kapiler.
Rasional : memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi
dan kebutuhan penggantian.
5) Gunakan jarum kecil untuk injeksi dan melakukan tekanan pada bekas
suntikan lebih lama dari biasanya.
Rasional : menurunkan trauma, risiko perdarahan/pembentukan
hematom.
37
Rasional : protombin darah menurun dan waktu koagulasi memanjang
bila aliran empedu terhambat, meningkatkan risiko
perdarahan/hemoragik.
Intervensi :
38
4) Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan
rangsangan berbau.
Rasional : untuk meningkatkan nafsu makan/menurunkan mual.
Intervensi :
39
2) Kaji ulang proses penyakit/prognosis, diskusikan perawatan dan
pengobatan, dorong pertanyaan, ekspresikan masalah.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat
membuat pilihan berdasarkan informasi. Komunikasi efektif dan
dukungan turunkan cemas dan tingkatkan penyembuhan.
40
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
41
DAFTAR PUSTAKA
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-94796-Kep%20Endokrin-
Askep%20Kolelitiasis.html#popup
http://hesa-andessa.blogspot.co.id/2011/01/asuhan-keperawatan-
kolelitiasis.html
http://perawatinsanulfitri.blogspot.co.id/2014/12/asuhan-keperawatan-
kolelitiasis.html
42