Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H
Umur : 33 tahun
Alamat : Karang Malang RT 01/04 Blok Pahing Karang Sembung
Kabupaten Cirebon
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMP
Status : Sudah Menikah
Tanggal pemeriksaan : 26 September 2017

Nama Suami : Tn. M


Umur : 42 tahun
Alamat : Karang Malang RT 01/04 Blok Pahing Karang Sembung
Kabupaten Cirebon
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMP
Status : Sudah Menikah

II. ANAMNESIS
- Keluhan Utama : Keluar air-air
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon
pada tanggal 26 September 2017 pukul 09.45 WIB, G3P2A0 merasa hamil
cukup bulan kiriman dari puskesmas dengan keluhan keluar air-air sejak
pukul 00.00 . Keluar air-air dirasakan secara tiba-tiba dan mengaku keluar air
banyak hingga hampir membasahi tempat tidurnya. Keluar air-air berwarna
2

putih jernih dan tidak berbau. Keluar air-air tidak disertai keluar lendir dan
darah. Selain itu pasien juga merasa mules sejak jam 02.00 dan mengaku
gerakan janin masih aktif. Keluhan ini tidak disertai dengan demam.
Pasien mengaku selama kehamilan tidak pernah mengalami keluhan
keputihan, tekanan darah tinggi, dan mual muntah. Selama kehamilan pasien
melakukan pemeriksaan ANC sebanyak 7 kali kunjungan. Pasein juga
mengaku pernah melakukan pemeriksaan USG sebanyak 1 kali di puskesmas
saat usia kehamilan 7 bulan dan mengatakan hasilnya normal. Pasien juga
mendapat 1 kali vaksin TT. BAB (+), BAK (+) seperti biasa. Karena keluhan
tersebut, pasien memeriksakan diri ke PKM lalu dirujuk ke RSUD Waled.

- Riwayat Penyakit Ibu :


 Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
 Riwayat Penyakit Hepar : disangkal
 Riwayat Penyakit Ginjal : disangkal
 Riwayat Penyakit Paru : disangkal
 Riwayat Penyakit DM : disangkal
 Riwayat Penyakit Hipertensi: disangkal
 Riwayat Operasi : disangkal

- Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat Hipertensi dalam Keluarga : disangkal
 Riwayat Diabetes Melitus dalam Keluarga : disangkal
 Riwayat Penyakit Jantung dalam Keluarga : disangkal
- Riwayat Menstruasi
Menarche : 14 tahun
Siklus Haid : Teratur
Panjang Siklus : 28 hari
Lama : 4 hari
Dismenorhea : tidak ada
3

Banyak : 2 – 3 pembalut/hari
HPHT : 26 Desember 2016
HPL : 3 Oktober 2017
- Riwayat Obstetri
1. P1 : seorang anak perempuan, hidup, lahir spontan, di tolong bidan
dengan BBL 2600 gr, cukup bulan, sekarang berusia 13 tahun.
2. P2 : seorang anak laki-laki, hidup, lahir spontan, ditolong bidan dengan
BBL 2800 gr, cukup bulan, sekarang berusia 6 tahun.
Riwayat ANC
 Pemeriksaan kehamilan dilakukan sebanyak 7x di puskesmas setempat.
 Riwayat imunisasi TT pada kehamilan ini sudah di dapatkan sebanyak
1x di PKM
 Pasien juga mengaku sudah di USG di Puskesmas pada usia kehamilan
7 bulan dengan hasil USG normal.

- Riwayat KB
Pasien menggunakan KB suntik 3 bulan selama 5 tahun.

- Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah 14 tahun lamanya dengan satu kali menikah.

- Riwayat Ginekologi
Riwayat kanker, kista ovarium, mioma uteri, perdarahan pervaginam
diluar menstruasi disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


- Keadaan Umum : tampak sakit sedang
- Kesadaran : composmentis
- Tinggi badan : 145 cm
- Berat badan : 60 kg
4

- Tanda-tanda vital : T : 130/80 mmHg


R : 22 x/menit
P : 88 x/menit
S : 36,6 ° C
Status Generalis
-Kepala : normocephal, rambut berwarna hitam dan tidak mudah rontok
-Mata : simetris, ca -/-, sl -/-
-Hidung : deviasi (-) sekret (-) darah (-)
-Telinga : simetris, darah (-) sekret (-)
-Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-), karies (-) gusi berdarah (-)
-Leher : KGB membesar (-), JVP meningkat (-)
- Thorak : Pulmo : VBS +/+ Rh -/- Wh -/-
Cor : BJ I = BJ II reguler, M(-), G(-)
- Abdomen : cembung, BU (+), nyeri tekan (-), striae (+), jejas (-)
- Ekstremitas : akral hangat (+), , refleks patela (+/+), CRT < 2detik,
edema - -
- -
Status Obstetrikus
- Pemeriksaan fisik luar :
o TFU : 33 cm
o DJJ : 141 x/menit, reguler
o His : 2x10”x10’
o Palpasi :
 Leopold I : teraba bagian bulat lunak, TFU : 33 cm
 Leopold II : teraba bagian kecil di kiri dan teraba bagian
tahanan di kanan
 Leopold III : teraba bagian keras melenting
 Leopold IV : bagian terbawah janin sudah masuk PAP
(divergen)
- Pemeriksaan fisik dalam :
o V/V : tidak ada kelainan
5

o VT : Vulva vagina tidak ada kelainan, portio : tebal lunak posisi


anterior, pembukaan 2 cm, kepala di hodge II, ketuban (-).
- Lakmus : Positif (+)
IV. RESUME
Perempuan datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon
pada tanggal 26 September 2017 pukul 09.45 WIB, G3P2A0 merasa hamil cukup
bulan kiriman dari puskesmas dengan keluhan keluar air-air sejak pukul 00.00.
Keluar air-air dirasakan secara tiba-tiba dan mengaku keluar air banyak hingga
hampir membasahi tempat tidurnya. Keluar air-air berwarna putih jernih dan tidak
berbau. Keluar air-air tidak disertai keluar lendir dan darah. Selain itu pasien juga
merasa mules sejak jam 02.00 WIB dan mengaku gerakan janin masih aktif.
Keluhan ini tidak disertai dengan demam. Pasien menyangkal memiliki riwayat
penyakit sebelumnya dan menjalani operasi sebelumnya. Pasien mengaku bahwa
menstruasinya lancar dan pertama kali mendapatkannya yaitu usia 14 tahun
dengan siklus yg teratur selama 4 hari dan dapat mengganti pembalut 2-3 kali
dalam sehari. Riwayat ANC dilakukannya di puskesmas setempat sebanyak 7 kali
kunjungan, imunisasi TT sudah dilakukannya satu kali pada kehamilan saat ini
dan sudah melakukan USG. Pasien juga mengaku sudah menikah 14 tahun.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
composmentis, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88x/menit, respirasi 22
x/menit, suhu 36,6 °C. Pada pemeriksaan status generalis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan obstetrik di pemeriksaan luar didapatkan TFU 33 cm, DJJ 141
x/menit reguler, his 2x10”x10. Pada pemeriksaan leopold I teraba bagian bulat
lunak, TFU : 33 cm, leopold II teraba bagian kecil di kiri dan teraba bagian
tahanan di kanan, leopold III teraba bagian keras melenting, leopold IV bagian
terbawah janin sudah masuk PAP (divergen). Pada pemeriksaan dalam ditemukan
V/V tidak ada kelainan, VT ditemukan portio tebal lunak, pembukaan 2 cm,
ketuban (-), presentasi kepala, uuk di kanan depan, kepala di H II. Pada
pemeriksaan lakmus didapatkan hasil positif.
6

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hematologi
Hemoglobin 11,4 g/dL 11,7-15,5
Hematokrit 33 % 35-47
Eritrosit 3,78 /uL 4,2-5,6
Lekosit 12,0 /uL 3,6-11,0
Hitung jenis
Netrofil Segmen 73 % 50.0-70,0
Limfosit 16 % 25,0-40,0
Monosit 10 % 2,0-8,0
Eosinofil 1 % 2-4
Basofil 0 % 0-1
Trombosit 261 Ml 150-400
MCV 87,8 fL 80-100
MCH 30,2 Pg 26-34
MCHC 34,4 % 32-36

VI. DIAGNOSIS
Ny. H umur 33 tahun G3P2A0 parturient aterm kala I fase laten dengan Ketuban
Pecah Dini

VII. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa :
a) Bed rest
b) Observasi KU, TTV, dan DJJ
c) Terminasi Kehamilan
d) Konsul dokter Sp.OG
2. Medikamentosa :
a) IVFD D5% 500cc / 8 jam
b) Cefotaxime 2 x 1gr (intravena)
c) Induksi persalinan dengan oksitosin dalam D5% 500cc
VIII. PROGNOSIS
7

- Quo Ad Vitam : ad bonam

- Quo Ad Functionam : ad bonam

- Quo Ad Sanationam : ad bonam


8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan
yang tidak diikuti dengan tanda-tanda inpartu atau selaput ketuban pecah 1 jam
kemudian tidak diikuti tanda-tanda awal persalinan tanpa melihat umur
kehamilan. Jika pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan 37 minggu (preterm)
disebut sebagai KPD preterm (preterm premature rupture of membrane) / PPROM
(Bankowskim et al, 2002).

Ketuban Pecah Dini (amniorrhexis – premature rupture of the membrane


PROM adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan.
Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah
selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal
persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut
merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-
tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa
tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the
membrane - preterm amniorrhexis.

Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the
onset of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum
permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998)
mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm.
Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam
atau lebih sebelum dimulainya persalinan.
9

2.2 KLASIFIKASI

KPD dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. PPROM (Preterm Premature Rupture of Membranes) adalah ketuban pecah


pada saat usia kehamilan < 37 minggu

2. TPROM (Term Prematur Rupture of Membranes) adalah ketuban pecah pada


usia kehamilan > 37 minggu

2.3 ANGKA KEJADIAN

Insiden ketuban pecah ini dilaporkan bervariasi dari 6% hingga 10% ,


dimana sekitar 20%kasus terjadi sebelum memasuki masa gestasi 37 minggu.
Sekitar 8 hingga 10% pasien ketuban pecah dini memiliki risiko tinggi infeksi
intrauterine akibat interval antara ketuban pecah dan persalinan yang memanjang.
Ketuban pecah dini berhubungan dengan 30 hingga 40% persalinan preterm
dimana sekitar 75% pasien akan mengalami persalinan satu minggu lebih dini dari
jadwal(Anonim, 2006).

2.4 ETIOLOGI

Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum


diketahui dantidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan
faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang
lebih berperan sulit diketahui.Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi
adalah :

 Infeksi

Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban


(korioamnionitis) maupunasenderen dari vagina atau infeksi pada cairan
ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD seperti infeksi klamidia.
Gejala klinik pada korioamnionitis antara lain ibu menderita panas, uterus
yang tegang, cairan vagina yang berbau, peningkatan denyut jantung
janin,leukositosis. (Anonim, 2007; Bruce, 2002)
10

 Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh


karena kelainan padaservik uteri (akibat persalinan, curetage). Pada seviks
inkompetensia dengan servik tipis ataukurang dari 39 mm memiliki resiko
sekitar 25% terjadinya KPD. (Anonim, 2006; Anonim, 2007).

 Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan


(overdistensi uterus)misalnya trauma, hidramnion, gemelli (50%), kembar
tiga (90%). Trauma oleh beberapa ahlidisepakati sebagai faktor predisisi
atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnyahubungan
seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan
terjadinya KPDkarena biasanya disertai infeksi (Anonim, 2007; Mardjono,
1992).

 Kelainan letak misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah


yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membran bagian bawah (Anonim,2007).

 Riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2-4x

 Kadar CRH ( corticotropoin releasing hormone ) maternal tinggi misalnya


pada stress psikologis,dsb. Dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
(Marjono, 1992;Anonim,2004; Medina & Hill, 2006).Pada kasus diatas
tidak diitemukan factor predisposisi yang jelas sebab terjadinya KPD, tapi
prevalensi terjadinya KPD pada wanita tanpa adanya penyulit dalam
kehamilan dan persalinanadalah terjadinya asendering infection dari jalan
lahir seperti infeksi klamidia, streptococcusyang menyebabkan
korioamnionitis. Infeksi ini merangsang pengeluaran
prostaglandin,mediator kimia sitokin, IL -1, TNF alpha dan meningkatkan
MMP-1 sehingga menyebabkanmenipisnya selaput ketuban sehingga
mudah pecah.
11

2.5 PATOFISIOLOGI

Banyak teori, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampai


infeksi.Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai
65%).High virulence : bacteroides. Low virulence : lactobacillus.Kolagen terdapat
pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan
trofoblas.Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem
aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan
inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan
kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput
korion/amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah
spontan(Mardjono, 1992).

Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan


menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak
mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C
yang dapat meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih
lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya
menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi
akibat aktivasi monosit/ makrofag, yaitu sitokin, interleukin 1, factor nekrosis
tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru
janin dan ginjal janin yang ditemukan dalam cairan amnion, secara sinergis juga
mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk ke dalam cairan
amnion juga akan merangsang sesl-sel desidua untuk memproduksi sitokin dan
kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan.

Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme


lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bacterial
dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat
menyebabkan kelemahan dan ruptur kulit ketuban. Banyak flora servikovaginal
komensal dan patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease dan
kolagenase yang menurunkan kekuatan tegangan kulit ketuban. Elastase leukosit
12

polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia,
membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena
kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III
dan menyebabkan ketuban pecah dini.

Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, dan kolagenase yang


dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel
inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah
plasminogen menjadi plasmin, potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini.

2.6 MANIFESTASI KLINIK

Setelah ketuban pecah dini pada kondisi “term’, sekitar 70% pasien akan memulai
persalinan dalam 24 jam, dan 95% dalam 72 jam. Setelah ketuban pecah dini
preterm, periodelatensi dari ketuban pecah hingga persalinan menurun terbalik
dengan usia gestasional, misalnya pada kehamilan minggu ke 20 hingga ke 26,
rata-rata periode latensi sekitar 12 hari. Padakehamilan minggu ke 32 hingga ke
34, periode latensi berkisar hanya 4 hari.Ketuban pecah dini dapat memberikan
stress oksidatif terhadap ibu dan bayi. Peningkatanlipid peroxidation dan aktivitas
proteolitik dapat terlihat dalam eritrosit. Bayi premature memiliki pertahanan
antioksidan yang lemah. Reaksi radikal bebas pada bayi premature menunjukan
tingkatlipid preoxidation yang lebih tinggi selama minggu pertama kehidupan.
Beberapa komplikasi padaneonatus diperkirakan terjadi akibat meningkatnya
kerentanan neonatus terhadap trauma radikaloksigen (Anonim, 2006).

Box 17.1 Clinical features of PROM

 The woman complains of leakage of fluid from her vagina (minimal or excess).
 She says she noticed a decrease in the size of her abdomen after leakage of fluid.

 You observe watery fluid coming out through the vagina, or the woman’s under clothing
is soaked with watery fluid.
13

 When you measure the distance between the pubic symphysis and the fundal height (as
described in Study Session 9), you find the baby is small for gestational age. (Note that
being ‘small for gestational age’ can also be due to scanty amount of amniotic fluid with
intact membranes, intrauterine growth restriction and wrong date for the stated
gestational age.)

 In PROM, the amniotic fluid remaining in the sac will be minimal, so you may be able to
feel (palpate) the fetal parts easily through the mother’s abdomen.

 Although not specific, the woman may have an offensive smell due to vaginal discharge,
and she may have a fever (see Box 17.1 above); these signs indicate an already
established infection, which may be the cause of PROM.

 You can give her a dry vaginal pad or Goth and check after some hours whether it is wet
or still dry. Note that being dry doesn’t necessarily rule out PROM.

Box 17.1 Evidence of infection in a woman with PROM

 Fever: the woman may complain of feeling feverish, or you may record her temperature
of 38°C or more.
 The vaginal discharge may have an offensive smell and the colour may be changed from
watery to cloudy.

 She may have an increased pulse rate (more than 100 beats/minute).

 The fetal heart beat may increase to 160 beats/minute or more.

 She may feel pain in the lower abdomen, particularly when it is touched.

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis harus didasarkan pada :

 Anamnesis dengan riwayat kapan keluar air, warna, bau

 Inspeksi dengan melihat keluarnya cairan pervaginam

 Inspekulo
14

Bila fundus ditekan atau bagian terendah digoyangkan keluar cairan dari
OUE danterkumpul di forniks posterior.

 Pemeriksaan dalam ditemukan adanya cairan dalam vagina dan selaput


ketuban tidak ada.

 Pemeriksaan laboratorium dengan kertas lakmus menunjukkan reaksi basa


(lakmus merah berubah menjadi biru) (Kumboyo dkk, 2001).

 Tes pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering.Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan kristal cairan
amnion dan gambaran daun pakis(Prawihardjo dkk, 2002)

 Pemeriksaan ultrasonografi (USG) pemeriksaan ini dimaksudkan untuk


melihat jumlahcairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat
jumlah cairan ketuban yangsedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada
penderita oligohidromnion.Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup
banyak macam dan caranya, namun padaumumnya KPD sudah bisa
terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana
(Anonim,2007).Pada pasien ini untuk mendukung diagnosis KPD
dilakukan anamnesis didapatkan ibumengeluh keluar air dari kemaluan
warna jernih dan tidak berbau serta tidak ditemukan adanyatanda-tanda
awal persalinan. Penentuan umur kehamilan pada pasien ini dilakukan
dengan pemeriksaan obstetric, yaitu TFU 28 cm yang menunjukkan
kehamilan sudah aterm. Hal inidikarenakan pasien lupa dengan hari
pertama haid terkhirnya.Pada pemeriksaan dalam ditemukan pembukaan
serviks masih 1 cm dengan penipisan 10%dan perabaan selaput ketuban
ditemukan negative. Pada pasien ini setelah 1 jam dari waktu pecahnya
ketuban tidak didapatkan tanda-tanda inpartu berarti diagnosis KPD dapat
ditegakkan.

2.8 KOMPLIKASI
15

Infeksi intrauterine (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin.Pada


ibukerentanan terhadap infeksi sangat tinggi dilhat dari gejala klinik panas, uterus
tegang,leukositosis.

 Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat
hipoksia (seringterjadi pada presentasi bokong atau letak lintang).

 Prematuritas, persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.

 Distosia (partus kering) sering karena oligohidramnion atau air ketuban


habis.Pada pasien ini tidak ditemukan adanya komplikasi pada ibu dan/
atau janin.

2.9 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini perlu


mempertimbangkanmorbiditas dan mortalitas immaturitas neonatal yang
berhubungan dengan persalinan dan risikoinfeksi terhadap ibu dan janin

1. Medikasi

 Kortikosteroid.

Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan mortalitas


perinatal pasca ketuban pecah dini preterm. Kortikosteroid juga
menekan risiko terjadinya sindrom distress pernafasan(20 – 35,4%),
hemoraghi intraventrikular (7,5 – 15,9%), enterokolitis nekrotikans
(0,8 – 4,6%). Rekomendasi sebagian besar menggunakan
betamethason (celestone ) intramuscular 12 mg setiap 24 jam selama 2
hari. National Institute of Health merekomendasikan
pemberiankortikosteroid sebelum masa gestasi 30-33 minggu, dengan
asumsi viabilitas fetus dan tidak ada infeksi intra amniotik. Pemberian
kortikosteroid setelah masa gestasi 34 minggu masihcontroversial dan
tidak direkomendasikan kecuali ada bukti immaturitas paru melalui
pemeriksaan amniosentesis.
16

 Antibiotik

Pemberian antibiotic pada pasien ketuban pecah dini dapat menekan


infeksi neonatal danmemperpanjang periode latensi. Sejumlah
antibiotik yang digunakan meliputi ampisilin 1gram dengan kombinasi
eritromisin 250 mg setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti
pemberianamoksisilin 250 mg dan eritromisin 300 mg setiap 8 jam
untuk lima hari. Pasien yangmendapat kombinasi ini dimungkinkan
dapat mempertahankna kandungan selama 3 minggusetelah
penghentian pemberian antibiotik setelah 7 hari.

 Agen Tokolitik

Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode


latensi namun tidak memperbaiki luaran neonatal. Tidak banyak data
yang tersedia mengenai pemakaian agentokolitik untuk ketuban pecah
dini. Pemberian agen tokolitik jangka panjang tidak diperkenankan dan
hingga kini masih menunggu hasil penelitian lebih jauh.

2. Penatalaksanaan berdasarkan masa gestasi

 Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)

Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD


keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan
kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya
ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P =
“lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-
nya.

Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi


persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan
akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila
dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda
17

persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal


dilakukan bedah caesar.

Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu.


Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus
namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada
pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu
dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera
setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan
profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses
persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa penulis
meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau
ditunggu samapai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi
inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi
KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik
karena partus tindakan dapat dikurangi.

Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat


terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan
berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik
dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his
terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his
kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score
jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan
pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio
sesaria.

 Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)

Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan


tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat konservatif
disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis.
Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi
18

trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk


mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai
37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan
juga tujuan menunda proses persalinan.

Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid


pada pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya
pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan
konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera
dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan

Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung


dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan
komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-
kompliksai yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri,
ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.

Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan


tindakan bedah sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang
cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-
mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik
yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.

Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif.


Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan
komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang
ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif adalah menunggu
dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.

Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,


pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam,
pengawasan denyut jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat
diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian
kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara
19

pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of


Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid
pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada
infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-
masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-
masing 6 mg tiap 12 jam.

 Kehamilan Aterm

 Diberikan antibiotika ampicilin injeksi 1 gram

 Observasi suhu rectal tiap 3 jam, bila meningkat > 37,6 C


segera terminasi

 Bila suhu rectal tidak meningkat ditunggu 12 jam, bila belum


ada tanda-tandainpartu dilakukan terminasi.

 KPD dengan kehamilan preterm berdasarkan perkiraan berat


janinPerkiraan berat badan janin > 1500 gr

 Diberikan antibiotika ampicilin 1 gr IV selama 2 jam


selanjutnya amoksisilin 3x500mg selama 3 hari

 Diberikan kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru yaitu


dexametason 2x19mg IV selama 24 jam atau betametason 12
mg

 Observasi 2x24 jam, bila belum inpartu segera terminasi.

 Observasi suhu rectal tiap 3 jam bila kecenderungan meningkat


37,6 C, segeraterminasi.Perkiraan berat badan janin < 1500 gr

 Diberikan antibiotika ampicilin 1 gr IV selama 2 jam


selanjutnya amoksisilin 3x500mg selama 3 hari

 Observasi 2x24 jam, bila belum inpartu segera terminasi.


20

 Observasi suhu rectal tiap 3 jam bila kecenderungan meningkat


37,6C, segeraterminasi.

 Bila 2x24 jam air ketuban tidak keluar dilakukan USG

 Bila jumlah air ketuban cukup kehamilan dilanjutkan


(konservatif)

 Bila jumlah air ketuban sedikit, segera terminasi

 Bila 2x24 jam air ketuban masih tetap keluar segera terminasi.

 Bila konservatif sebelum penderita pulang diberi nasehat

 Segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau


keluar air ketuban lagi

 Tidak boleh koitus

 Tidak boleh manipulasi vagina

.Yang dimaksud terminasi adalah :

 Induksi persalinan dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc Dextrose


5% dimulai 8 tetes permenit, dinaikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai
his adekuat maksimal 40 tetes/menit.

 Seksio sesarea bila syarat oksitosin drip tidak terpenuhi atau drip
oksitosin gagal

 Induksi persalinan dianggap gagal bila dengan 2 botol drip oksitosin


belum ada tanda-tandaawal persalinan atau bila 12 jam belum keluar
dari fase laten dengan tetesan maksimal.

Table : Management of Premature Rupture of Membranes Chronologically

Gestasional Age Management

Term (37 weeks or more)  Proceed to delivery, usually by


21

induction of labor
 Group B streptococal prophylaxis
recommended
Near term (34 weeks to 36 completed weeks)  Same as for term
Preterm (32 weeks to 33 completed weeks)  Expectant management, unles fetal
pulmonary maturity is documented
 Group B streptococcal prophylaxis
recomended
 Corticosteroid – no consensus, but
some expert recommend
 Antibiotics recommended to prolog
latency if there are no
contraindications
Preterm (24 weeks to 31 completed weeks)  Expectant management
 Group B streptococcal prophylaxis
recommended
 Tocolytics – no consensus
 Antibiotics recommended to prolog
latency if there are no
contraindications
Less than 24 weeks  Patient counseling
 Expectant management or induction
of labor
 Group B streptococcal prophylaxis is
not recommended
 Corticosteroids are not recommended
 Antibiotics – there are incomplete
data on use in prolonging latency
22

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2007. Ketuban Pecah Dini. MedLinux Article.

2. Anonym, 2004. High Risk Pregnancy-Premature Rupture of Membrane


(PROM)/PretermPremature Rupture of Membrane (PPROM). Univercity of
Virginia. USA.

3. Bankowski, Brandon J et al, 2002. The John Hopkins Manual of Gynecology


angd Obstetrics 2ndEd. Lippincott Williams & Wilkins. Philadephia USA.

4. Kumboyo, Doddy A, dkk. 2001. Standar Pelayanan Medik SMF Obstetri dan
Ginekologi. RSUMataram. Mataram.

5. Marjono, Anthonius. 1992. Ketuban Pecah Dini dan Infeksi Intrapartum. FKUI.
Jakarta.

6. Medina, Tanya M and Hill D. Ashley. 2006. Preterm Premature Rupture of


Membrane: Diagnosisand Management. American Familiy Physician. Orlando
Florida.

7. Prawihardjo, S, dkk. 2001. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan maternal


dan Neonatal.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. Jakarta

8. Meis PJ, Ernest JM, Moore ML. Causes of low birth weight births in public and
private patients. Am J Obstet Gynecol. 1987;156:1165–8....

9. Premature Rupture of The Membranes. http//www.eMedicine.com.

10. High Risk Pregnancy, Premature Rupture of The Membranes(PROM).


http//www. healthsystem.virginia.edu/uvahealth/pedshrpregnant/online.cfm

Anda mungkin juga menyukai