Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella typhi
C. Penyakit ini mempunyai tanda – tanda khas berupa perjalanan yang cepat yang
berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai gejala demam, nyeri perut, dan erupsi
kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis dan penyakit ini sangat
sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia. ( Widodo Djoko, 2009 )
Dewasa ini, perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran telah banyak
menyelamatkan nyawa manusia. Penyakit – penyakit yang selama ini tidak
terdiagnosis dan terobati, sekarang sudah banyak teratasi. Tetapi untuk memperbaiki
taraf kesehatan secara global tidak dapat mengendalkan hanya pada tindakan kuratif,
karena penyakit yang memerlukan biaya mahal itu sebagian besar dapat dicegah
dengan pola hidup sehat dan menjauhi pola hidup beresiko. Artinya para pengambil
kebijakan harus mempertimbangkan untuk mengalokasi dana kesehatan yang lebih
menekankan pada segi preventif dari pada kuratif.
( Muttaqin Arif, 2011 )
Didunia pada tanggal 27 September 2011 sampai dengan 11 Januari 2012
WHO mencatat sekitar 42.564 orang menderita Typhoid dan 214 orang meninggal.
Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak usia pra sekolah maupun sekolah akan
tetapi tidak menutup kemugkinan juga menyerang orang dewasa.
Demam Typhoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan
masyarakat kita, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kualitas kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan seperti
lingkungan kumuh, kebersihan tempat-tempat umun yang kurang serta perilaku
masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Di Indonesia penyakit ini
bersifat endemik. Telaah kasus di rumah sakit besar di Indonesia kasus Demam
Typhoid menunjukan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. ( Sudoyo, 2006
)
Kasus tertinggi Demam typhoid adalah di Kota Semarang yaitu sebesar 4.973
kasus (48,33%) dibanding dengan jumlah keseluruhan kasus demam typoid di

79
kabupaten atau kota lain di Jawa Tengah. Dibandingkan jumlah kasus keseluruhan
PTM lain di Kota Semarang sebesar 3,19%.
Sedangkan kasus tertinggi kedua adalah Kabupaten Sukoharjo yaitu 3.164
kasus (14,25%) dan apabila dibandingkan dengan jumlah keseluruhan PTM lain
di Kabupaten Sukoharjo adalah sebesar 10,99%. Kasus ini paling sedikit dijumpai
di Kabupaten Semarang yaitu 4 kasus (0,01%). Rata-rata kasus Demam typhoid di
Jawa Tengah adalah 635,60 kasus. ( Dinkes Jateng, 2011)
Sedangkan kasus Demam Typhoid di RS PKU Muhammadiyah Surakarta
periode 1 januari 2011 sampai dengan 30 april 2012 sejumlah 1.007 kasus. Dalam
periode ini kasus demam typhoid di RS PKU Muhammadiyah Surakarta masuk
sepuluh besar dalam tindakan medis.
Masalah yang timbul pada pasien demam typhoid yaitu kemungkinan pada
usus halus anatara lain, perdarahan usus, perforasi usus. Prioritas pada luar usus
antara lain, bronkopnemonia, typhoid ensefalopati, miningitis. Komplikasi yang berat
dapat menyebabkan kematian pada penderita demam typhoid.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Demam Thypoid?
2. Apa penyebab Demam Thypoid?
3. Apa gejala-gejala Demam Thypoid?
4. Apa penatalaksanaan Demam Thypoid?
5. Apa pengkajian pada Demam Thypoid?

1.3. Tujuan Masalah


1. Mengetahui yang dimaksud dengan demam Thypoid
2. Mengetahui penyebab dari Demam Thypoid
3. Mengetahui gejala-gejala pada Demam Thypoid
4. Mengetahui penatalaksanaan pada Demam Thypoid
5. Mengetahui pengkajian pada Demam Thypoid

80
BAB II
TINJAUAN TERORITIS

2.1.TINJAUAN TEORITIS MEDIS


2.1.1. Defenisi
Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus, yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella
paratyphi C, paratifoid biasanya lebih ringan, dengan gambaran klinis sama. (Widodo
Djoko, 2009)

2.1.2. Etiologi
Demam Typhoid merupakan penyakit yang ditularkan melalui makanan dan
minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhosa. Seseorang yang sering
menderita penyakit demam typhoid menandakan bahwa ia mengonsumsi makanan
dan minuman yang terkontaminasi bakteri ini.

81
2.1.3. Patofisiologi

Salmonella Thyphoid

Saluran Pencernaan

Diserap oleh usus halus

Bakteri memasuki aliran darah sistemik

Kelenjar limfoid Hati Limpa Endotoksin


Usus halus

Tukak Hepatomegali Splenomegali Demam

Pendarahan dan Nyeri perabaan


perforasi
Mual/ tidak nafsu makan

Perubahan nutrisi

Resiko kurang volume cair

Widodo djoko,2009

82
2.1.4. Manifestasi Klinis

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala
serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu :
 Demam
 Nyeri kepala
 Pusing
 Nyeri otot
 Anoreksia
 Mual muntah
 Obstipasi atau diare
 Perasaan tidak enak diperut
 Batuk dan epistaksis.
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat demam adalah
meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. (Widodo
Djoko, 2009)
Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas yaitu:
 Demam
 bradikardi relatif
 lidah yang khas ( kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan tremor)
 hepatomegali
 splenomegali
 meteorismus
 gangguan mental.

2.1.5. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

83
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus.
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap infeksi
Salonella Thypi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita demam thypoid. Akibat ada infeksi oleh Salomella
Thpi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
 Aglutinin O : karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh
bakteri.
 Aglutinin H : karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela
bakteri.
 Aglutinin Vi : karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari
simpaibakteri.
Dari ketiga aglutinin tersebut aglutinin Odan H yang digunakan untuk
diagnosis Demam Thypoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
menderita Demam Thypoid.

2.1.6. Penatalaksanaan Medis


a.Perawatan
1. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
2. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila
ada komplikasi perdarahan.

3. Diet.
1. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2. Pada penderita yang akut dapatdiberi bubur saring.
3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari.
4. Obat-obatan.
1) Klorampenikol
2) Tiampenikol
3) Kotrimoxazol

84
4) Amoxilin dan ampicillin.
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan
setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan,
hindariminum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah,
rebus airsampai mendidih dan hindari makanan pedas.

85
2.2. TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
2.2.1. Pengkajian
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status
perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
b) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri
perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
c) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
d) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
e) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f) Pola-pola fungsi kesehatan
 Pola nutrisi dan metabolisme: Klien akan mengalami penurunan nafsu makan
karena mual dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan
tidak makan sama sekali.
 Pola eliminasi: Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena
tirah baring lama,sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan,
hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan.Klien dengan demam tifoid
terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan
merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
 Pola aktivitas dan latihan: Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah
baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien
dibantu.
 Pola tidur dan istirahat: Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan
peningkatan suhu tubuh.
 Pola persepsi dan konsep diri: Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua
terhadap keadaan penyakit anaknya.
 Pola sensori dan kognitif: Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran
dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu
waham pad klien.
 Pola hubungan dan peran: Hubungan dengan orang lain terganggu

86
sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
 Pola penanggulangan stress: Biasanya orang tua akan nampak cemas

g) Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum : Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh
meningkat 38 – 410C, muka kemerahan.
 Tingkat kesadaran: Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
 Sistem respirasi: Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam
dengan gambaran seperti bronchitis.
 Sistem kardiovaskuler: Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif,
hemoglobin rendah.
 Sistem integumen: Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat,
rambut agak kusam.
 Sistem gastrointestinal: Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah
kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa
tidak enak, peristaltik usus meningkat.
 Sistem muskuloskeletal: Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan
adanya kelainan.
 Sistem abdomen: Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan
konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan
perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.

2.2.2.Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi Salmonella Thypi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebututhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, dan kembung.
3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake
cairan, dan peningkatan suhu tubuh.

2.2.3. Intervensi Keperawatan

DX1. Hipertermi b/d proses infeksi Salmonella Thypi


Tujuan: Mempertahankan klien dan keluarga tentang hipertermia
 Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
 Observasi TTV

87
 Berikan minum yangcukup
 Berikan kompres air biasa
 Bersihkan tepid sponge (seka)
 Pakaian yang tipis dan menyerap keringat
 Pemberian obat antipiretik
 Pemberian secara parenteral (IV) yang adekuat

DX2. Perubahan nutrisi kurang dari kebututhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, mual, dan kembung.
Tujuan: meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan
 Timbang berat badan secara teratur
 Kaji pola nutrisi dan perubahan yang terjadi
 Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi
 Beri diit dalam porsi hangat, porsi kecil tapi sering, lunak
 Kolaborasi dengan ahli gizi

DX3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake


cairan, dan peningkatan suhu tubuh.
Tujuan: Mencegah kurangnya volume cairan
 Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam
 Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis,
ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, membran mukosa kering, bibir
pecah.
 Mengobservasi dan mencatat hasil berat badan pada waktu yang sama denga
skala yang sama
 Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
 Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water Loss/
IWL) dengan memberikan kompres dingin atau tepid sponge
 Memberikan antibiotik

88
89

Anda mungkin juga menyukai