Anda di halaman 1dari 39

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia kaya akan sumber daya alam, kebutuhan akan sandang, pangan,

papan, air bersih dan energi meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang

meningkat. Hal tersebut mengakibatkan eksploitasi terhadap sumber daya alam

semakin tinggi serta cenderung mengabaikan aspek-aspek lingkungan hidup.

Pertambahan jumlah penduduk dengan segala konsekuensinya akan memerlukan

lahan yang luas untuk melakukan aktivitasnya dan memanfaatkan sumber daya alam

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Eksploitasi sumber daya alam yang

berlebihan akan berdampak pada penurunan kelestarian sumber daya alam dan fungsi

lingkungan, Penambangan merupakan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam

berupa mineral, dengan proses pengambilan bahan galian yang dapat diekstraksi

yang dilakukan di daratan maupun di laut. Penambangan batu dan pasir banyak

dilakukan oleh masyarakat, karena lebih mudah, cepat, dan tidak perlu diolah

dibandingkan bahan galian yang lainnya. Hal ini didukung dengan daerah-daerah di

Indonesia yang memliki aktivitas vulkanik.

Penambangan memiliki dampak negatif berupa perubahan fisik bentuk lahan

(topografi), bentang alam, meningkatnya run-off, hilangnya lapisan tanah top soil,

kebisingan, rusaknya fasilitas umum berupa jalan, dan meningkatnya erosi. Dampak

positif dari penambangan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat yaitu

dengan memberikan mata pencaharian, dengan memperkerjakan warga disekitar

tambang yang masih menganggur dan meningkatkan pendapatan daerah yang dapat

menunjang pembangunan wilayah dan pengembangan perekonomian.

1
2

Kerusakan alam terus mengalami peningkatan, sebagian besar dipengaruhi oleh

aktifitas manusia dengan mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, dan

tidak memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan maupun tidak melakukan cara

penambangan yang baik dan benar. Perlunya melakukan kegiatan reklamasi lahan

dari awal penambangan sampai akhir penambangan, agar fungsi lingkungan di

daerah penambangan dapat dilestarikan, dengan mengetahui rencana tata ruang

wilayah (RTRW) untuk arahan perencanaan reklamasi. Walaupun pertambangan

merupakan kegiatan yang mengolah sumber daya yang tidak dapat diperbarui, bukan

berarti pertambangan tidak dapat mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

Dengan prinsip Good Mining Practice pertambangan yang mengubah bentang alam

akan berusaha meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan serta,

pertambangan memiliki kewajiban untuk memajukan kesejahteraan masyarakat lokal

(Karliansyah, 2001).

Kegiatan penambangan Andesit di Desa Andongsili, Kecamatan Mojotengah,

Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Kegiatan tersebut dikelola oleh

masyarakat sekitar tambang, dengan cara penambangan tradisional, dan sangat

menentukan kehidupan masyarakat untuk menambah penghasilan, banyak dari

masyarakat Desa Andongsili yang bergantung pada penambangan ini.

1.1.1. Perumusan Masalah

Penambangan batu andesit dilakukan secara tradisional di Desa Andongsili,

Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah, tanpa arahan

pengelolaan tambang mengakibatkan turunnya tingkat produktivitas lahan maupun

fungsi lahan dan menyisakan kerusakan lahan, dan kemiringan lereng yang curam

mengakibatkan resiko kecelakaan dalam bekerja tinggi karena pada kawasan ini
3

sering terjadi gerakan massa tanah dan batuan. Hal ini perlu mendapat perhatian yang

serius untuk pengelolaan lahan yang sesuai dengan peruntukannya.

Beberapa permasalahan yang di analisis oleh penulis sesuai dengan uraian

diatas, yaitu :

1. Bagaimana tingkat kerusakan lahan akibat adanya kegiatan penambangan batu

andesit ?

2. Bagaimana rencana penambangan yang baik dan benar untuk dilakukan dengan

perancangan rekayasa teknik reklamasi yang sesuai kondisi lingkungan untuk

melestarikan fungsi lingkungan akibat penambangan batu andesit?

1.1.2. Keaslian Penelitian

Beberapa hasil penelitian yang berkaitan mengenai reklamasi serta

mendukung penelitian, dapat dilihat pada Tabel 1.1.

1. 2. Maksud, Tujuan, dan Manfaat yang Diharapkan

Penelitian ini dilakukan untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan

saat kuliah, dengan melaksanakan penelitian mengenai Perencanaan Reklamasi

Lahan Tambang Batu Andesit Di Desa Andongsili, Kecamatan Mojotengah,

Kabupaten Wonosobo sesuai dengan ilmu yang telah dipelajari dan berkaitan dengan

lingkungan kebumian.

Selain melakukan penelitian memberikan desain arahan pengelolaan terhadap

area pertambangan yang terjadi di Desa Andongsili, Kecamatan Mojotengah,

Kabupaten Wonosobo sesuai dengan ilmu yang telah dipelajari.


4

Tabel 1.1 Tinjauan Penelitian Sebelumnya

Peneliti &
No Tahun Jenis Penelitian Lokasi Judul Tujuan Metode Hasil
Penelitian
1 Ariando Thesis, Program Di kelurahan Kajian 1. Mendapatkan 1. Metode 1. Akibat tidak direklamasinya
(2011) Magister Sains kalampangan kerusakan deskripsi tingkat survey bekas galian tersebut,
Program Studi kecamatan lahan kerusakan lahan lapangan sehingga pada musim
Pengelolaan sabangau Akibat yang terjadi pada 2. Metode penghujan akan terbentuk
Sumberdaya Alam Kota penambangan lokasi klasifikasi danau atau kolam yang luas
dan Lingkungan palangka raya pasir penambangan dan dalam. Dengan
Bidang Konsentrasi Di kelurahan pasir di Kelurahan kedalaman lubang galian
Pengelolaan kalampangan Kalampangan; disetiap lokasi
Sumberdaya Lahan kecamatan 2. Teridentifikasinya penambangan pasir berkisar
dan Tanaman sabangau dampak antara 6 m-6,75 m dari
Kota lingkungan yang permukaan lubang. Adapun
palangka raya terjadi akibat tingkat kerusakan lahan
kegiatan akibat penambangan pasir
penambangan berada pada kriteria rusak
pasir di Kelurahan sedang-berat.
Kalampangan 2. penambangan pasir yang
3. Mengajukan tidak menerapkan sistem
usulan dengan benar benar, maka
pengelolaan dampak lingkungan yang
lingkungan pada rusak bentang lahan,
lokasi terbentuk lubang bukaan
penambangan yang luas dan dalam,
pasir dalam sedangkan pengaruh tidak
rangka langsung, dengan adanya
pengendalian perubahan suhu di lokasi
kegiatan bekas penambangan yang
penambangan tidak direklamasi,
pasir di Kelurahan pencemaran debu dan gas
5

Kalampangan. buang.
3. Berdasarkan kerusakan
lahan akibat penambangan
pasir, ada beberapa model /
sistem reklamasi pada lahan
bekas penambangan yakni :
lahan bekas penambangan
tersebut dijadikan kolam
persediaan air; juga dapat
dijadikan kawasan rekreasi
atau wisata;

2 Vanji Skripsi, Penelitian Desa pare, Analisis Menentukan 1. Metode 1. Telah terjadi perubahan
Zameyri Jurusan Teknik kecamatan dampak seberapa besar survey fisik lingkungan pada lahan
(2015) Lingkungan selogiri, kegiatan perubahan fisik lapangan akibat penambangan andesit
Universitas kabupaten penambangan lahan akibat dan
di Dusun Randu Bang, Desa
Pembangunan wonogiri, andesit penambangan pemetaaan
Nasional “Veteran” jawa tengah Terhadap andesit berdasarkan 2. Metode Pare, Kecamatan Selogiri,
Yogyakarta lingkungan parameter penentu pengharkat Kabupaten Wonogiri. >
fisik di dusun perubahan seperti an 50% area penambangan
randu bang, batas tepi galian, yang telah digunakan
desa pare, relief dasar galian, dengan hasil harkat/skor 3
kecamatan batas kemiringan terjadi pada kerusakan
selogiri, tebing galian, tinggi
tinggi dinding galian dan
kabupaten dinding galian dan
wonogiri, kondisi jalandi di kemiringan lereng galian
jawa tengah Dusun Randu Bang, dan kelas/tingkat perubahan
Desa Pare, fisik lahan di lokasi
Kecamatan penambangan tersebu
Selogiri, Kabupaten termasuk dalam kategori
Wonogiri. kerusakan sedang.
6

3 Lourenca Skripsi, Penelitian Desa Arahan 1. Mengetahui 1. Metode 1.Tingkat kerusakan lahan
Maria Jurusan Teknik lumbungrejo, rekayasa tingkat survey dan pada penambangan batupasir
Sales Lingkungan kecamatan dalam upaya perubahan pemetaan termasuk dalam kerusakan
Casimiro Universitas tempel, reklamasi kondisi fisik 2. Metode lahan sedang dan berat.
Gusmao Pembangunan kabupaten pada lahan lahan pasca pengharkat 2. Meminimalisasi dampak
Lemos Nasional “Veteran” sleman, pasca tambang akibat an negatif, mengelola dan
(2011) Yogyakarta daerah tambang kegiatan mengembalikan fungsi lahan
istimewa pasir dan penambangan dengan memperhatikan
yogyakarta batu di desa endapan pasir kelestarian fungsi
lumbungrejo, dan batu di desa lingkungan dan sumberdaya
kecamatan Lumbungrejo. alam
tempel, 2. Mengidentifikasi 3.Arahan reklamasi tambang
kabupaten tingkat untuk lahan tambang pasir
sleman, kerentanan batu di Desa Umbulhajro.
daerah kestabilan lahan Zona kerusakan sedang
istimewa pasca tambang melakukan penaburan tanah
yogyakarta pasir dan batu di pucuk dan dilakukan
Desa revegetasi yang sesuai
Lumbungrejo, tanamannya, zona kerusakan
kecamatan berat membuat teras bangku
Tempel, tinggi 3m, lebar 6m.
kabupaten
Sleman.
3. Menentukan
arahan rekayasa
dalam upaya
reklamasi
dengan
menyesuaikan
potensi lahan di
sekitarnya untuk
pemanfaatan
7

4 Dheri Skripsi, Penelitian Di Dusun Kajian 1. Mengetahui 1. Metode 1. Dari hasil analisis lereng
Rizki Jurusan Teknik Nglingseng, Stabilitas stabilitas lereng survey dan yang stabil tetapi masih
Tama Lingkungan Desa lereng dan terhadap pemetaan berpotensi bergerak berada
(2016) Universitas Muntuk, Potensi permukiman dan 2. Metode pada LP 14 dengan nilai FK
Pembangunan Kec. Dlingo, Gerakan faktor-faktor yang Markland 8,29 yang menandakan
Nasional “Veteran” Kab. Bantul Massa mempengaruhi 3. Metode sangat jarang terjadi longsor
Yogyakarta Daerah Batuan ketidakstabilan kuantitatif dan tidak stabil berada pada
Istimewa dengan lereng di daerah LP 3 dan 4 dengan masing
Yogyakarta Metode penelitian. – masing nilai FK 0,9 dan
Markland 2. Menentukan 1,04 yang menjelaskan
Di Dusun teknik sering terjadi longor. Arah
Nglingseng, pengelolaan pada jatuh longsoran batuan
Desa lahan atau lereng mengarah ke arah barat laut
Muntuk, yang tidak stabil sehingga pemukiman yang
Kec. Dlingo, dan berpotensi berada pada arah Barat laut
Kab. Bantul terjadi gerakan berpotensi terkena dampak
Daerah massa tanah dan jika terjadi longsoran yang
Istimewa batuan. di kontrol oleh faktor –
Yogyakarta faktor yang paling
mempengaruhi kestabilan
lereng yaitu kemiringan
lereng yang curam, curah
hujan yang tinggi, struktur
batuan yang merupakan
bidang lemah terhadap
batuan dan tanah penyusun
lereng seperti kekar serta
vegetasi yang berada di atas
lereng memperparah
retakan pada batuan pada
daerah penelitian.
2. Berdasarkan hasil evaluasi
ketidakstabilan lereng
8

terhadap pemukiman dapat


di lakukan pengelolaan
dengan perubahan geometri
lereng yang diperkuat
dengan penambahan teknik
Shotcrete dan Teknik Rock
Bolting untuk membuat
lereng jauh lebih stabil
untuk mencegah terjadinya
longsor pada daerah
penelitian.

5 Sarwo Edy Jurnal, Program Desa Perencanaan 1. Mengetahui 1 . Metode 1. Dampak dari kegiatan
Lewier, Magister Teknik Segoroyoso, Tambang Dampak survey dan penambangan bahan
Muh. Pertambangan Kecamatan Dan lingkungan yang pemetaan tambang batuan berupa
Fathin UPN "Veteran" Pleret, Perencanaan terjadi akibat 2. Metode breksi tufan dan batupasir
Firaz, Yogyakarta Kabupaten Teknis penambangan di pengharkat tufan pada lokasi penelitian
Yeremias Bantul, DIY Reklamasi Desa an di Dusun Srumbung, Desa
K.. Killo3, Pasca Segoroyoso, Segoroyoso, maka terjadi
Yusias Tambang Kecamatan tingkat perubahan lahan
Andrie4 Pada Pleret, Kabupaten fisik dalam katagori tingkat
Tambang Bantul, DIY perubahan lahan sedang,
Batuan Di 2. arahan rekayasa dengan skor 2.
Dusun dalam upaya 2. Bangunan yang
Srumbung, reklamasi dengan direncanakan akan
Desa menyesuaikan dibangun pada perencanaan
Segoroyoso, potensi lahan di reklamasi tahapan 2 adalah
Kecamatan sekitarnya untuk ruko-ruko bertingkat 1
Pleret, pemanfaatan dengan ukuran bangunan 6
Kabupaten lahan pasca m x 8 m dan bangunan
9

Bantul, DIY tambang. rumah tinggal dengan


ukuran 6 m x 6 m, dan
penanaman tanaman sawo
dengan jarak tanam 6 x 6
m. Rancangan sistim
pot/lubang tanam
menggunakan dimensi
pot/lubang tanaman dengan
ukuran 1 m3 (1 m x 1 m x 1
m) dengan jumlah 165
pot/lubang tanam.
6. Yudhistira, Jurnal, Program Desa Kajian 1. Mengetahui 1. Purposive 1. Berdasarkan rumus USLE
Wahyu Studi Ilmu Keningar Dampak dampak kerusakan Sampling kerusakan lingungan pada
Krisna lingkungan Daerah Kerusakan lingkungan dengan Metode daerah Desa Keningar
Hidayat, Program Kawasan Lingkungan metode USLE 2. Metode 8766076 ton/tahun
dan Agus PascaSarjana Gunung Akibat 2. Mengetahui survey 2. terjadi 2 dampak fisik yaitu
Hardiyanto Universitas Merapi Kegiatan dampak akibat lapangan dampak fisik lingkungan dan
(2011) Diponegoro Penambanga penambangan di dampak sosial ekonomi
Semarang n Pasir Di sekiar lokasi 3. Model perencanaan
Desa 3. Arahan pengelolaan penambangan
Keningar dalam mengurangi pasir disusun berdasarkan
Daerah kerusakan metode tujuh langkah
Kawasan lingkungan akibat perencanaan dengan tujuan
Gunung penambangan untuk mengatasi perosalan
Merapi pasir yang ada.
10

1.2.1. Maksud Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai cara penambangan yang baik dan benar.

2. Memberikan informasi mengenai pentingnya reklamasi.

3. Memberikan rencana penambangan yang baik dan benar untuk dilakukan

perencanaan rekayasa teknik reklamasi dengan melestarikan fungsi lingkungan

kembali.

1.2.2. Tujuan Penelitian

1. Mengukur tingkat kerusakan lahan dan mengkaji akibat adanya kegiatan

penambangan batu andesit.

2. Membuat Perancangan teknis reklamasi sesuai kondisi lingkungan untuk

melestarikan fungsi lingkungan akibat penambangan batu andesit.

1.2.3. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi dan pembanding untuk penelitian selanjutnya dengan

tema yang bersangkutan.

2. Memberikan teknik rekayasa lahan dengan cara reklamasi lahan, agar fungsi

dari lahan dapat dilestarikan.

3. Penerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan Teknik Lingkungan di bidang

perencanaan reklamasi lahan tambang andesit.

4. Memberikan informasi bagi masyarakat untuk melakukan reklamasi pada lahan

tambang, sebagai upaya pelestarian lingkungan.


11

1.3. Peraturan

Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul penelitian

“Perencanaan Reklamasi Lahan Tambang Batu Andesit Di Desa Andongsili,

Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo” dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Peraturan Perundang-Undangan


No Peraturan Uraian singkat makna atau kaitan
pasal dengan penelitian
1. Undang-Undang Republik Indonesia :
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun a. Menjelaskan pengertian kegiatan
2009 Tentang “Pertambangan Mineral dan pertambangan, penambangan, dan
Batubara”. bahan galian.
b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang b. Menjelaskan tentang pengelolaan
“Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengolahan lingkungan yang baik dan benar.
Lingkungan Hidup”.

2. Peraturan Pemerintah :
a. Peraturan Pemerintah (PP) nomor 27 Tahun 1980 a. Menjelaskan tentang Penggolongan
Tentang “Penggolongan Bahan-bahan Galian”. Bahan-bahan Galian.
b. Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 Tahun 2010 .
Tentang “Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan b. Menjelaskan tentang Pelaksanaan
Mineral dan Batubara” Kegiatan Pertambangan Mineral dan
Batubara.
3. Peraturan Mentri ESDM :
a. Peraturan Mentri ESDM nomor 7 Tahun 2014 a. Menjelaskan rencana reklamasi
Tentang “Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang
Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara”.
4. Keputusan Menteri Negara :
a. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor a. Sebagai parameter dalam menentukan
43 Tahun 1996 Tentang “Kriteria Kerusakan kriteria tingkat kerusakan lingkungan
Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan akibat penambangan bahan galian
Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas Di Dataran”. golongan C.

5. Keputusan Gubernur :
a. Keputusan Gubernur DIY nomor 63 Tahun 2003 a. Sebagai parameter untuk menentukan
Tentang “kriteria baku kerusakan lingkungan bagi kriteria tingkat kerusakan lingkungan
usaha dan/atau kegiatan penambangan bahan galian akibat penambangan bahan galian
golongan C di wilayah propinsi Daerah Istimewa golongan C.
Yogyakarta”.
6. Peraturan Daerah :
a. Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Tentang a. Menjelaskan rencana tata ruang di
“Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kabupaten Wonosobo, dan untuk
Wonosobo Tahun 2011 – 2031”. menentukan jenis reklamasi akibat
penambangan
12

1.4. Tinjauan Pustaka

1.4.1. Pertambangan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009

Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pertambangan adalah sebagian atau

seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan

mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi

kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan

dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.

Dalam Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2008 “Tentang Penggolongan

Bahan-Bahan Balian”, pasal 1 menjelaskan pembagian bahan galian dibedakan

menjadi 3 golongan meliputi golongan A golongan bahan galian yang strategis,

golongan B golongan bahan galian yang vital, dan golongan C golongan tidak

strategis dan tidak vital. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010

pasal 2 Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

ditujukan untuk melaksanakan kebijakan dalam mengutamakan penggunaan

mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri, dan penggolongan

bahan galian dikelompokkan dalam 5 golongan komoditas tambang, meliputi

mineral radioaktif, mineral logam, mineral bukan logam, batuan dan batubara.

Pertambangan merupakan kegiatan yang mendayagunakan sumber daya

alam dan diharapkan dapat meningkatkan ekonomi dengan menjamin kehidupan

di masa yang akan datang. Kegiatan pertambangan terencana dari tahap

penyelidikan umum hingga pasca tambang, apabila kegiatan tidak tercapai akan

berdampak negatif terhadap lingkungan sekitar penambangan, berupa pemadatan

tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya gerakan massa tanah dan atau

batuan.
13

1.4.1.1. Pertambangan Rakyat

Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin

untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat

dengan luas wilayah dan investasi terbatas (Undang-undang No 4 Tahun 2009).

Pertambangan rakyat diberikan oleh bupati atau walikota berdasarkan

permohonan oleh penduduk setempat dengan syarat administratif berupa surat-

surat permohonan, syarat teknis dengan menggunakan pompa mekanik,

permesinan dengan jumlah tenaga maksimal 25 (dua puluh lima) horse power

untuk 1 (satu) IPR, dan syarat finansial berupa laporan keuangan (Peraturan

Pemerintah No 23 Tahun 2010). Apabila pertambangan rakyat yang tidak

memiliki izin maka disebut pertambangan illegal, namun dalam Undang-

undang No 4 Tahun 2009 Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang

sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk

ditetapkan sebagai WPR.

1.4.2. Penambangan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009

Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Penambangan adalah bagian

kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan

mineral ikutannya. Secara garis besar, metode penambangan digolongkan menjadi

3 metode (Nurhakim, 2004):

1. Tambang Terbuka (Surface Mining)

Tambang terbuka adalah metode penambangan yang segala aktivitas

penambangannya dilakukan di atas atau relatif dekat dengan permukaan bumi,

dan tempat kerjanya berhubungan langsung dengan udara bebas.


14

2. Tambang Dalam atau Bawah Tanah (Underground Mining)

Tambang bawah tanah adalah metode penambangan yang segala kegiatan atau

aktivitasnya dilakukan di bawah permukaan bumi dan tempat kerjanya tidak

langsung berhubungan dengan udara bebas.

3. Tambang Bawah Air (Underwater Mining)

Tambang bawah air adalah metode penambangan yang kegiatan penggaliannya

dilakukan di bawah permukaan air atau endapan mineral berharganya terletak

di bawah permukaan air.

1.4.2.1. Tahapan Penambangan

Tahapan penambangan bertujuan mendukung kelancaran kegiatan

penambangan. Tahapan penambangan meliputi Pembersihan lahan (Land

Clearing), Pengupasan tanah penutup (Stripping of Overburden), Penggalian

bahan galian (Mining), Pemuatan (Loading), Pengangkutan (Hauling),

Penumpahan (Waste Dump) (Lewier, 2013), yaitu :

1. Pembersihan lahan (Land Clearing)

Kegiatan ini dilakukan untuk membersihkan area yang akan dilakukan

kegiatan penambangan, semak semak dan pohon yang menutupi area akan

dikumpulkan di suatu tempat. Alat yang biasa digunakan adalah buldoser.

2. Pengupasan tanah penutup (Stripping of Overburden)

Pengupasan tanah penutup merupakan kegiatan memisahkan lapisan tanah

pucuk dari permukaan yang akan ditambang. Biasanya tanah pucuk (top

soil) disimpan ditempat tertentu (dipisahkan dari semak dan pohon) untuk

nantinya akan digunakan lagi sebagai penutup area tambang setelah


15

kegiatan penambangan ditutup/selesai dengan melakukan kegiatan

reklamasi.

3. Penggalian bahan galian (Mining)

Proses pengambilan bahan galian tambang biasanya menggunakan buldoser.

Pada penambangan tradisional biasanya menggunakan alat yang sederhana

seperti cangkul, linggis, sekop, palu, dan lain-lain.

4. Pemuatan (Loading)

Proses kegiatan pemuatan bahan galian tambang pada dump truck oleh

excavator atau backhoe.

5. Pengangkutan (Hauling)

Pengangkutan merupakan proses pengangkutan bahan galian tambang dari

area tambang menuju pabrik atau konsumen.

6. Penumpahan (Waste Dump)

Penumpahan merupakan proses pembongkaran bahan galian tambang dari

dalam alat angkut di pabrik atau konsumen.

1.4.2.2. Penambangan yang Baik dan Benar

Teknik penambangan yang baik dan benar memberikan banyak

manfaat bagi keberlangsungan industri pertambangan. Penambangan yang baik

dan benar (Good Mining Practice) didefinisikan sebagai suatu kegiatan usaha

pertambangan yang memenuhi ketentuan-ketentuan, kriteria, kaidah dan

norma-norma yang tepat sehingga pemanfaatan sumber daya mineral

memberikan hasil yang optimal dan dampak buruk yang minimal. Hal ini

meliputi perizinan, teknik pertambangan, keselamatan dan kesehatan kerja,

lingkungan, keterkaitan hulu/hilir/konservasi/nilai tambah dan pengembangan


16

masyarakat/wilayah di sekitar lokasi kegiatan, dalam bingkai kaidah peraturan

perundang-undangan, standar yang berlaku, sesuai tahap-tahap kegiatan

pertambangan (Suyartono, 2003). Berdasarkan Undang – Undang No 4 Tahun

2009 Tentang “Pertambangan Mineral dan Batubara”, terdapat 5 aspek yang

perlu dilaksanakan dalam Good mining Practice (GMP) yaitu:

1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan (K3 Pertambangan).

2. Keselamatan Operasi Pertambangan (KO Pertambangan).

3. Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Pertambangan, Termasuk

Reklamasi dan Pasca Tambang.

4. Upaya Konservasi Sumberdaya Mineral dan Batubara.

5. Pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan dalam

bentuk cair, padat, gas sampai memenuhi baku mutu lingkungan.

Jika melihat aspek yang tercantum dalam UU No 4 Tahun 2009, maka

teknik pertambangan yang baik (GMP) bukan hanya semata menata tambang

menjadi rapi, namun juga sangat memperhatikan aspek K3, KO dan

Lingkungan, serta Sustainable Mining dengan melakukan konservasi terhadap

sumberdaya yang ditambang. Melalui penerapan tata cara pertambangan yang

baik maka dapat dihindari terjadinya pemborosan sumber daya mineral,

tercapainya optimalisasi sumber daya, terlindunginya fungsi-fungsi

lingkungan, serta terlindunginya keselamatan dan kesehatan para pekerja.

Mengingat bahwa mineral dan batubara merupakan sumberdaya yang tidak

dapat diperbaharui, maka suatu saat kegiatan penambangan akan terhenti.

Namun diharapkan manfaat yang diberikan dapat dirasakan sampai kapanpun,

oleh karena itu perlu penerapan Good mining practice agar penambangan dapat
17

dilaksanakan dengan aman, efektif, dan produktif, serta kelestarian lingkungan

tetap terjaga. (Vanji, 2015).

1.4.3. Batu Andesit

Batu andesit merupakan jenis batuan beku, yaitu batuan yang terbentuk

dari pembentukan larutan silikat cair, pijar, dan bersifat mudah bergerak yang

dikenal dengan magma. Magma akan naik ke permukaan melalui saluran atau

bidang lemah atau celah. Kemudian, begitu berada di permukaan magma akan

terkena pengaruh suhu luar berupa angin dan panas sehingga akan membeku dan

lambat laun akan mengeras dan terbentuklah batuan andesit. Andesit juga

merupakan batuan beku vulkanik karena andesit dekat permukaan atau bahkan di

luar permukaan dan memiliki ukuran butir yang relatif halus dan bentuk butirnya

anhedral sampai subhedral. Hal itu disebabkan oleh proses pembekuan yang

sangat cepat (Vanji, 2015).

Andesit merupakan jenis batuan beku luar, merupakan hasil pembekuan

magma yang bersifat intermediet sampai basa dipermukaan bumi. Jenis batuan ini

bertekstur porfiritik afanitik, komposisi mineral utama jenis plagioklas, mineral

mefik adalah piroksen dan amfibol sedang mineral tambahan adalah apatit dan

zirkon. Jenis batuan ini berwarna gelap umumnya abu-abu sampai hitam, tahan

terhadap air hujan, berat jenis 2,3-2,7, kuat tekan 600-2400 kg/cm2. Dijumpai

sebagai retas, sill, lakolit, aliran permukaan atau sebagai fragmen dan lahar

gunung api ataupun fragmen breksi. Batuan andesit dan basalt merupakan batuan

yang cukup keras dan masif. Apabila penambangan dilakukan oleh rakyat, karena

keterbatasan modal dilakukan dengan peralatan sederhana dengan produksi yang

sangat terbatas. (Sukandarrumidi, 1998)


18

Andesit dalam Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2008 “Tentang

Penggolongan Bahan – Bahan Balian”, tergolongan dalam golongan c merupakan

bahan galian yang tidak vital dan tidak strategis. Penggunaan istilah bahan galian

golongan C sudah tidak tepat lagi dan diganti menjadi 'batuan'", sehingga dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 andesit merupakan golongan

komoditas tambang batuan. Seiring dengan perkembangan pembangunan, batuan

andesit mulai banyak dimanfaatkan untuk pondasi rumah dengan ukuran yang

masih dapat diangkat oleh manusia, sebagai batu hias pada tembok, dibentuk

menjadi relief atau patung, batu pecah atau sisa penggunaan dapat dimanfaatkan

sebagai bahan untuk adukan beton, aspal, dan pelapis jalan sesuai ukuran sisa

penggunaan. (Sukandarrumidi, 1998)

1.4.4. Lahan

Lahan adalah hamparan di muka bumi berupa bagian (segment) sistem

terestrik yang merupakan suatu perpaduan sejumlah sumberdaya alam dan binaan.

Lahan juga merupakan wahana sejumlah ekosistem. Lahan merupakan suatu

wilayah (region), yaitu suatu satuan ruang berupa suatu lingkungan hunian

masyarakat manusia dan masyarakat hayati yang lain. Sebagai suatu lingkungan

hunian masyarakat hayati, lahan memberikan gambaran tentang keseluruhan

keadaan luar tempat suatu organisme, masyarakat organisme atau obyek berada,

yang melingkupi dan mempengaruhi keberadaan (existence) organisme,

masyarakat organisme atau obyek dimaksud. Lahan merupakan penjelmaan

keseluruhan faktor atau kekuatan (force) di suatu tapak (site) yang mempengaruhi

atau berperan dalam hidup dan kehidupan suatu makhluk atau masyarakat

makhluk Notohadiprawiro, 2006 (Ariando, 2011).


19

1.4.4.1. Kerusakan Lahan

Kerusakan lahan (land degradation) merujuk kepada penurunan

kapasitas lahan bagi produksi atau penurunan potensi bagi pengelolaan

lingkungan yang dengan kata lain ialah penurunan mutu lahan

Notohadiprawiro, 1999 (Ariando, 2011). Kerusakan lingkungan hidup adalah

perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia,

dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan

lingkungan hidup ( UU No 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan dan

perlindungan lingkungan hidup).

Kerusakan lahan dapat terjadi karena peristiwa alam, seperti gempa

bumi, longsoran, perubahan iklim. Sedangkan akibat perbuatan manusia

(penggundulan vegetasi penutup hulu yang menimbulkan erosi tanah dan / atau

banjir, kegiatan penambangan) atau gabungan peristiwa alam dengan perbuatan

manusia misalnya kebakaran lahan karena kekeringan Notohadiprawiro, 1999

(Ariando, 2011).

1.4.4.2. Erosi

Menurut (Arsyad, 2012) erosi merupakan hilangnya atau terkikisnya

tanah atau bagian bagian tanah dari suatu tempat oleh air atau angin. Di daerah

beriklim basah, erosi oleh air yang akan mendominasi, sehingga erosi oleh

angin tidak berarti, erosi dapat menyebabkan hilangya lapisan tanah yang subur

karena kehilangan unsur hara, dan bahan organik untuk pertumbuhan tanaman

serta berkurangnya kemampuan lahan atau tanah untuk menyerap dan menahan

air. Menurut (Arsyad, 2012) Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi meliputi :


20

1. Iklim, didaerah yang memiliki iklim basah faktor iklimyang mempengaruhi

erosi ialah hujan. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan akan

menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah.

2. Topogarfi, kemiringan dan panjang lereng merupakan sifat yang paling

berpengaruh terhadap aliran permukaan.. Semakin curam lereng maka akan

memperbesar kecepatan aliran pemukaan maka memperbesar energi angkut

dan jumlah butir tanah yang terbawa akan semakin banyak.

3. Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antar atmosfer dan

tanah. Vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput tebal atau rimba

akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Pengaruh

vegetasi terhadap aliran permukaan dapat berupa intersepsi air hujan,

mengurangi kecepatan aliran permukaan, dan akar tanaman memperkuat

tanah.

4. Tanah, terdapat berbagai tipe tanah dengan kepekaan terhadap erosi yang

berbeda – beda. Kepekaan erosi tanah adalah fungsi berbagai interaksi sifat-

sifat fisik dan kimia tanah. Sifat – sifat fisik dan kimia tanah yang

mempengaruhi erosi ialah tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik,

kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah.

5. Manusia merupakan faktor yang paling besar dalam menentukan kondisi

tanah menjadi baik dan produktif secara lestari.

1.4.4.3. Gerakan Massa (Longsor)

Gerakan massa umumnya disebut longsor. Gerakan massa tanah ini

merupakan gerakan ke arah bawah material pembentuk lereng yang dapat


21

berupa tanah, batu, timbunan batuan atau campuran dari material lain

(Hardiyatmo, 2012).

Menurut Cruden dan Varnes, 1992 (Hardiyatmo 2012), karakteristik

gerakan massa pembentuk lereng dapat dibagi menjadi lima macam

a. Jatuhan (fall), merupakan gerakan jatuh material pembentuk lereng (tanah

atau batuan) di udara dengan tanpa adanya interaksi antara bagian-bagian

material yang longsor. Jatuhan terjadi tanpa adanya bidang longsor, dan

banyak terjadi pada lereng terjal atau tegak yang terdiri dari batuan yang

mempunyai bidang-bidang diskontinuitas. Jatuhan pada tanah biasanya

terjadi bila material mudah tererosi terletak di atas tanah yang lebih tahan

erosi

Gambar 1.1 Gerakan Massa Tipe Jatuhan


U.S. Geological Survey, 1995 (Lemos, 2011)

b. Robohan (topple), gerakan material roboh dan biasanya terjadi pada lereng

batuan yang sangat terjal sampai tegak yang mempunyai bidang-bidang

ketidakmenerusan yang relatif vertikal. Tipe gerakan hampir sama dengan

jatuhan, hanya gerakan batuan longsor adalah mengguling hingga roboh,

yang berakibat batuan lepas dari permukaan lerengnya. Faktor utama yang

menyebabkan robohan, adalah seperti halnya kejadian jatuhan batuan, yaitu

air yang mengisi retakan.


22

Gambar 1.2 Gerakan Massa Tipe Robohan


U.S. Geological Survey, 1995 (Lemos, 2011)

c. Longsoran (slide), gerakan material pembentuk lereng yang diakibatkan

oleh terjadinya keruntuhan geser di sepanjang satu atau lebih bidang

longsor, massa tanah yang bergerak bisa menyatu atau terpecah – pecah.

1). Longsoran rotasional (rotational slides), mempunyai bidang longsor

melengkung ke atas, dan sering terjadi pada massa tanah yang bergerak

dalam satu kesatuan. Longsoran rotasional murni (slump) terjadi pada

material yang relatif homogen seperti timbunan buatan (tanggul) dan

lereng–lereng lempungan homogen.

Gambar 1.3 Gerakan Massa Tipe Longsoran Rotasional


U.S. Geological Survey, 1995 (Lemos, 2011)

2). Longsoran translasional (translational slides), merupakan gerakan di

sepanjang diskontinuitas atau bidang lemah yang secara pendekatan sejajar


23

dengan permukaan lereng, sehingga gerakan tanah secara translasi. Dalam

tanah lempung, translasi terjadi di sepanjang lapisan tipis pasir atau lanau,

khususnya bila bidang lemah tersebut sejajar dengan lereng yang ada.

Longsoran translasi lempung yang mengandung lapisan pasir atau lanau,

dapat disebabkan oleh tekanan air pori yang tinggi dalam pasir atau lanau

tersebut.

Gambar 1.4 Gerakan Massa Tipe Longsoran Translasional


U.S. Geological Survey, 1995 (Lemos, 2011)

d. Sebaran (Spread), kombinasi dari bergeraknya massa tanah dan turunnya

massa batuan terpecah-pecah ke dalam material lunak yang terletak di

bawahnya. Sebaran dapat terjadi akibat liquefaksi tanah granuler atau

keruntuhan tanah kohesif lunak di dalam lereng.

Gambar 1.5 Gerakan Massa Tipe Sebaran


U.S. Geological Survey, 1995 (Lemos, 2011)
24

e. Aliran (flow), gerakan hancuran material ke bawah lereng dan mengalir

seperti cairan kental. Gerakan material terjadi pada banyak bidang geser yang

berbeda-beda dan massa yang bergerak mempunyai kadar air yang sangat

tinggi. Aliran sering terjadi dalam bidang geser relatif sempit. Material yang

terbawa oleh aliran dapat terdiri dari berbagai macam partikel tanah (termasuk

batu-batu besar), kayu-kayuan, ranting dan lain-lain.

Gambar 1.6 Gerakan Massa Tipe Aliran


U.S. Geological Survey, 1995 (Lemos, 2011)

1.4.5. Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan pertambangan

Kerusakan lingkungan pertambangan mengakibatkan dampak negatif,

sehingga fungsi lingkungan daerah tersebut tidak dapat berfungsi sesuai

peruntukannya, maka diperlukan kriteria yang menunjukkan indikator-indikator

terjadinya kerusakan lingkungan di lingkungan pertambangan. Menentukan

tingkat kerusakan, mengevaluasi kerusakan lingkungan penambangan dan

menentukan langkah kebijakan dalam pengendalian kerusakan lingkungan.

Sehingga kerusakan lingkungan dapat diperkecil dampaknya, acuan dalam

menentukan batasan indikator-indikator kerusakan lingkungan (Keputusan

Gububernur DIY No 63 Tahun 2003 Tentang “Kriteria Baku kerusakan

lingkungan bagi usaha dan/atau kegiatan penambangan bahan galian Golongan


25

C”, dan Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup No 43 Tahun 1996 Tentang

Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan

Galian Golongan C Jenis Lepas Di Dataran”).

1.4.6. Reklamasi

Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam No 07 Tahun

2014 Tentang “Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang Pada Kegiatan Usaha

Pertambangan Mineral dan Batubara”, reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan

sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan

memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali

sesuai peruntukannya.

Kegiatan reklamasi pada lahan pasca tambang diharapkan dapat menata

dan memperbaiki kembali lahan yang terganggu akibat kegiatan penambangan

menjadi lahan yang masih bisa dimanfaatkan kembali fungsi bagi lingkungan

sekitarnya. Setiap lokasi penambangan mempunyai kondisi tertentu yang

mempengaruhi pelaksanaan reklamasi. Pelaksanaan reklamasi umumnya

merupakan gabungan dari rekayasa teknis dan rekayasa biotis.

1.4.6.1. Tahap – Tahap Reklamasi

Menurut Arief (2004) pelaksanaan reklamasi lahan meliputi kegiatan sebagai

berikut :

1. Persiapan Lahan

a). Pengamatan lahan pasca tambang, kegiatan ini meliputi :

1) Pemindahan/pembersihan seluruh peralatan dan prasarana yang tidak

digunakan di lahan yang akan direklamasi,


26

2) Penutupan lubang bukaan tambang secara aman dan permanen,

3) Melarang atau menutup jalan masuk ke lahan tambang yang akan

direklamasi.

b). Pengaturan bentuk lahan

Pengaturan bentuk lahan disesuaikan dengan kondisi topografi setempat,

dan hidrologi setempat. Kegiatan ini meliputi pengaturan bentuk lereng.

Pada lereng yang terlalu terjal, dibuat berteras-teras. Hal tersebut

dimaksudkan untuk mengurangi kecepatan air limpasan (run off), erosi dan

sedimentasi serta gerakan massa tanah dan/atau batuan.

2. Pengendalian erosi

Erosi dapat menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah yang disebabkan

karena proses penghanyutan tanah oleh air dan angin, terjadinya endapan

lumpur dan sedimentasi di alur-alur sungai. Faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya erosi oleh air adalah curah hujan, kemiringan lereng (topografi),

jenis tanah, tata guna lahan dan vegetasi penutup tanah.

3. Pengelolaan tanah pucuk

Maksud dari pengelolaan ini yaitu untuk mengatur dan memisahkan tanah

pucuk dengan lapisan tanah lain. Hal ini penting karena tanah merupakan

media tumbuh bagi tanaman dan merupakan salah satu faktor penting untuk

keberhasilan pertumbuhan tanaman pada kegiatan reklamasi.

4. Revegetasi

Revegetasi dilakukan melalui tahapan kegiatan :

a) Penyusunan rancangan teknis tanaman, adalah rencana kegiatan

revegetasi yang menggambarkan kondisi lokasi berdasarkan hasil

analisis kondisi biofisik dan sosial ekonomi setempat, dengan jenis


27

tanaman yang dipilih jenis tumbuhan lokal yang sesuai dengan iklim

dan kondisi tanah setempat saat ini.

b) Persiapan lapangan, meliputi pekerjaan pembersihan lahan agar

tanaman pokok dapat tumbuh dengan baik tanpa mengalami

persainagan mendapatkan unsur hara dan sinar matahari, pengolahan

tanah diolah supaya gembur agar perakaran tanaman dapat dengan

mudah menembus tanah dan mendapatkan unsur hara yang diperlukan

dengan baik dan kegiatan perbaikan tanah melalui kualitas tanah yang

sesuai bagi kebutuhan pertumbuhan tanaman yang perlu mendapat

perhatian khusus. Kegiatan tersebut sangat penting agar keberhasilan

tanaman dapat tercapai.

c) Pengadaan bibit/persemaian, bibit yang dibutuhkan untuk revegetasi

dapat memenuhi melalui pembelian bibit siap tanam, atau melalui

pengadaan bibit.

d) Pelaksanaan penanaman, tahapan pelaksanaan penanaman meliputi

pengaturan arah larikan tanaman biasanya sejajar kontur, pemasangan

ajir mengikuti arah larikan tanaman dengan jarak tanam 2 x 3 m ,

distribusi bibit, pembuatan lubang tanaman dengan ukuran 30 x 30 x 30

cm, dan penanaman.

e) Pemeliharaan tanaman, tingkat keberhasilan dari semua metode

penanaman akan berkurang bila tidak dilakukan pemeliharaan yang

baik. Pemeliharaan tanaman dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan

tanaman sehingga dapat diwujudkan keadaan optimum bagi

pertumbuhan tanaman.
28

1.4.6.2. Perencanaan Reklamasi

Menurut Arief (2004), untuk melaksanakan reklamasi diperlukan

perencanaan yang baik, agar dalam pelaksanaannya dapat tercapai sasaran

sesuai yang dikehendaki. Dalam hal ini reklamasi harus disesuaikan dengan

tata ruang. Perencanaan reklamasi harus sudah disiapkan sebelum melakukan

operasi penambangan dan merupakan program yang terpadu dalam kegiatan

operasi penambangan. Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam perencanaan

reklamasi adalah sebagai berikut :

1). Mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan

2). Luas areal reklamasi sama dengan luas areal penambangan.

3). Memindahkan dan menempatkan tanah pucuk pada tempat tertentu dan

mengatur sedemikian rupa untuk keperluan revegetasi.

4). Mengembalikan/memperbaiki pola drainase alam yang rusak.

5). Mengembalikan lahan pada keadaan semula dan/atau sesuai dengan tujuan

peruntukannya.

6). Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi.

7). Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam aktivitas

penambangan.

8). Permukaan yang padat harus digemburkan dan bila tidak memungkinkan

agar ditanami dengan tanaman pionir.

9). Lahan pasca tambang yang diperuntukan bagi revegetasi segera dilakukan

penanaman kembali dengan jenis tanaman yang sesuai.

10). Memantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang

diharapkan.
29

1.4.6.3. Rekaya Reklamasi

Menurut (Hardiyatmo, 2006), penataan jenjang bertujuan sebagai

perbaikan stabilitas lereng untuk mencegah terjadinya erosi dan/atau gerakan

tanah (longsoran). Usaha tersebut dapat dilaksanakan dengan cara rekayasa

teknis, rekayasa biotis, dan kombinasi antara rekayasa teknis dan rekayasa

vegetatif.

1. Rekayasa Teknis

Rekayasa teknik atau mekanik merupakan perlakuan fisik atau mekanis yang

diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran

permukaan dan erosi, dan meningkatkan kemampuan pengguanaa tanah

(Arsyad, 2012). Metode mekanis dilakukan bila menggunakan metode

vegetatif atau biotis sudah tidak efektif lagi digunakan untuk melindungi tanah

dari erosi (kemiringan di atas 15o atau curam). Pengendalian erosi dengan cara

mekanis umumnya membutuhkan biaya yang lebih banyak dibandingkan

dengan cara vegetasi (Hardiyatmo, 2012).

a. Penimbunan kembali lubang bekas tambang, dengan cara perataan tanah.

Cara penimbunan kembali tergantung dari tersedianya tanah hasil

pengupasan lapisan tanah penutup yang tersedia. Perataan tanah dilakukan

dengan pengaturan timbunan tanah yang terdiri dari tanah pucuk dan tanah

penutup dalam keadaan terpisah. Cara perataan tanah diterapkan apabila

jumlah tanah penutup dan tanah pucuk yang ada tersedia dalam jumlah yang

relatif banyak dan memadai untuk menutupi seluruh permukaan lahan bekas

penambangan dengan ketebalan seperti keadaan aslinya (0,5-10 m). Pada

saat penimbunan kembali, lapisan tanah pucuk berada di bagian atas tanah
30

penutup yang relatif miskin unsur haranya (Pedoman Teknis Lingkungan

Pertambangan, 1996).

b. Pelandaian kemiringan lereng pada dinding galian, Melandaikan kemiringan

lereng pada dinding galian merupakan perbaikan lereng yang relatif murah,

namun bergantung ruang bebas yang tersedia. Metode ini cocok digunakan

untuk perbaikan longsoran kecil di kaki lereng, sebagai akibat erosi kaki

lereng atau bekas aktivitas penggalian. Hal penting yang harus diperhatikan

dalam pelandaian lereng harus menutup kaki area longsoran (Hardiyatmo,

2006).

Gambar 1.7 Konsep Melandaikan Kemiringan Lereng


Sumber : Hardiyatmo 2006

c. Pembuatan teras, berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air

sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan serta

memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Dengan demikian maka erosi

berkurang (Arsyad, 2012). Untuk menjaga stabilitas kemiringan lereng

dinding galian secara umum dibatasi maksimum 50% dan harus dibuat

berteras-teras, dan tinggi tebing teras di batasi, maksimun 3 meter sehingga

batas toleransi bagi keamanan lingkungan disekitarnya. Sedangkan lebar

dasar teras minimum 6 meter untuk mempertahankan agar kemiringan


31

dinding galian tidak lebih curam dari 50% (Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Nomor 43 Tahun 1996) Beberapa tipe pembuatan teras

meliputi :

1).Teras Bangku dibuat dengan cara menggali tanah pada lereng dan

meratakan tanah dibagian bawah sehingga terjadi suatu deretan tangga

atau bangku. Teras bangku dapat diterapkan pada lereng yang memiliki

kelerengan 2-30% bahkan lebih. Contoh gambar teras bangku dapat

dilihat pada gambar 1.8.

Gambar 1.8. Teras bangku datar


Sumber : Arsyad, 2012

2).Teras Kebun, Teras kebun yang merupakan bagian dari teras bangku

merupakan teras yang digunakan pada kemiringan lereng 30-50%,

umumnya dilakukan pada lahan yang belum ada terasnya dan

direncanakan untuk penanaman buah-buahan. Pembuatan teras hanya

pada jalur tanaman, sehingga pada bebarapa areal tidak terdapat rekayasa

kelerengan namun ditutup dengan vegetasi dapat berupa covercrop, dan

jarak antara teras 5 m.


32

Gambar 1.9. Teras Kebun


Sumber : Ditjen Minerba, 1993

3).Teras individu dibuat pada lerang dengan kemiringan lereng 30-50 %,

dan direncanakan untuk areal penanaman tanaman buah-buahan atau

kayu. Ukuran teras individu dibuat dengan panjang 2 m, lebar 1,5 m.

Gambar 1.10. Teras Individu


Sumber : Ditjen Minerba, 1993

Pola tanam pada lahan reklamasi merupakan kunci keberhasilan

reklamasi suatu lahan agar upaya reklamasi menghasilkan dampak yang

sesuai dengan tujuan reklamasi berdasarkan pedoman teknis lingkungan

pertambangan oleh Direktorat jenderal Minerba (1993)


33

Gambar 1.11. Pola tanam


Sumber : Lewier, dkk
Menurut Direktorat Jendral Pertambangan Umum (1987), perbandingan

antara bidang vertikal dengan bidang horizontal pada terasering berdasarkan

sudut kemiringan lereng, dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3 Klasifikasi Pembagian Lereng Berdasarkan Besarnya Kelerengan


Perbandingan
Derajat sudut antara garis
Keadaan lereng Persen (%)
lereng horizontal :
vertical
Datar 0–3 5% 20 : 1
Sangat landai hingga
3–9 15 % 6,7 : 1
landai
Menengah 9 – 17 30 % 3,3 : 1
Agak curam hingga 2,0 : 1
17 – 36 30 – 50 %
curam 1,4 : 1
1:1
Sangat curam >36 50 – 70 %
1:2
Sumber : Ditjen Pertambangan Umum (1987)

2. Rekayasa Biotis

Reakayasa vegetatif atau biotis adalah penggunaan tanaman dan tumbuhan

atau bagian-bagian tumbuhan atau sisa-sisanya untuk mengurangi daya tumbuk

butir hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan

yang pada akhirnya mengurangi erosi tanah. Mempunyai fungsi, melindungi

tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, melindungi tanah

terhadap daya perusak air yang mengalir di permukaan tanah, memperbaiki


34

kapasitas infiltrasi tanah dan penahanan air yang langsung memengaruhi

besarnya aliran permukaan. Metode rekayasa vegetatif meliputi :

a. Penggunaan sisa-sisa atau bagian-bagian tanaman dan tumbuhan, dalam

bentuk mulsa dan pupuk hijau. Dalam bentuk mulsa, sisa – sisa tanaman

atau tumbuhan yang telah dipotong-potong disebarkan merata di atas

permukaan tanah. Mulsa organik meningkatkan proses perombakan

sehingga akan terbentuk senyawa organik yang berperan dalam

pembentukan struktur tanah. Pupuk hijau, sisa-sisa tanaman atau

tumbuhan yang masih segar dibenamkan sedalam 20 – 30 cm ke dalam

anah, baik secara merata atau dalam jalur-jalur tertentu (Arsyad, 2012).

b. Geotekstil, merupakan barang tenun atau tenunan permeable yang

digunakan dalam pekerjaan yang berhubungan dengan tanah, fondasi

bangunan, batuan, bahan bahan yang digunakan dalam pekerjaan

geoteknik sebagai bagian integral proyek buatan manusia oleh John,

1989 (Arsyad, 2012). Geotekstil terbuat dari bahan alami tidak tahan

lama karena mengalami perombakan, berasal dari potongan kayu, jerami

padi atau jagung, sabut kelapa atau kapas yang akan akan ditenun

sehingga membentuk seperti jala, selimut atau jaring laba laba sebagai

bahan penahan erosi atau sedimen serta perbaikan tanah. Geotekstil

sintetis biasanya terbuat dari polyethylene (Arsyad, 2012).

3. Kombinasi Rekayasa Teknis dan Vegetatif

Kombinasi rekayasa teknis dan biotis adalah perpaduan antara rekayasa

teknis dengan rekayasa vegetatif untuk daerah yang lebih luas. Rekayasa teknis

difokuskan untuk beberapa zona yang mempunyai kerentanan gerakan massa


35

tinggi, sedangkan rekayasa vegetatif dapat diterapkan baik di zona kerentanan

tinggi hingga kerentanan rendah (Hardiyatmo, 2006).

1.5. Lingkup Daerah Penelitian

1.5.1. Lokasi Daerah Penelitian dan Kesampaian Daerah Penelitian

1.5.1.1. Lokasi Daerah Penelitian

Letak daerah penelitian berada di Desa Andongsili, Kecamatan

Mojotengah, Kabupaten Wonosobo terletak di provinsi Jawa Tengah, dengan

koordinat UTM 381707.04 mE dan 9190501.20 mS. Merupakan bentuk lahan

vulkanik dari Gunung Sindoro berupa lereng gunung, dengan ketinggian

berkisar antara 775 – 1.150 meter di atas permukaan laut (mdpl). Luas daerah

penelitian kurang lebih 28,3 Ha, dengan kondisi medan bukit dan daratan.

Lokasi daerah penelitian dapat dilihat pada peta administrasi Peta 1.1, dan

pada peta citra google earth Peta 1.2. Secara administrasi daerah lokasi

penelitian berada di Desa Andongsili, Kecamatan Mojotengan, Kabupaten

Wonosobo, berbatasan dengan Desa :

a. Sebelah utara : Desa Krasak, Kecamatan Mojotengah dan Desa

Glembengan

Kecamatan Garung.

b. Sebelah Selatan : Desa Mudal, Kecamatan Mojotengah.

c. Sebelah Barat : Desa Kalibeber, dan Desa Sukorejo, Kecamatan

Wonosobo.

d. Sebelah Timur : Desa Lengkong, Kecamatan Garung.


36

1.5.1.2. Kesampaian Daerah Penelitian

Lokasi penelitian yang berada pada Desa Andongsili, Kecamatan

Mojotengah, Kabupaten Wonosobo dapat ditempuh melalui jalur darat dari

Kota Yogyakarta menuju arah barat laut sejauh kurang lebih 90 Km dengan

waktu tempuh 2 (dua) sampai 3 (tiga) jam. Jalur menuju daerah penelitian

melalui jalur utama jalan nasional antara Provinsi Yogyakarta dengan Provinsi

Jawa Tengah dengan kondisi jalan beraspal dan baik.

1.5.2. Batas Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di salah satu area lokasi lahan penambangan batu

andesit di Desa Andongsili, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo.

Batasan permasalahan daerah penelitian meliputi batas terluar dari batas

permasalahan penelitian, batas ekologis, dan batas social di sekitar lokasi

penambangan yang memungkinkan terkena dampak dari kegiatan proses

penambangan yang negatife maupun positif dengan luas batas daerah penelitian

28,3 Ha. Peta batas daerah penelitian dapat dilihat pada Peta 1.2.

1.5.2.1. Batas Permasalahan Penelitian

Batas kegiatan penelitian ialah ruang terdapatnya suatu obyek

permasalahan/rencana usaha kegiatan yang akan diteliti (Sungkowo,2016).

Batas permasalahan penelitian mencakup kegiatan aktivitas penambangan yang

berlangsung dan perencanaan arahan reklamasi pada lahan penambangan batu

andesit. Lokasi penelitian masih berlangsung aktivitas penambangan oleh

masyarakat sekitar sehingga kerusakan lingkungan akan terus bertambah

apabila masih belum menerapkan penambangan yang baik dan benar dengan
37

luasan lahan penambangan 6,88 Ha. Batas permasalahan penelitian dapat

dilihat pada peta citra Peta 1.2.

1.5.2.3. Batas Sosial

Batas sosial daerah penelitian merupakan ruang tempat

berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai

tertentu yang sudah mapan, sesuai dengan proses dinamika sosial suatu

kelompok masyarakat yang saling berkaitan antara permasalahan kegiatan dan

dampak (sungkowo,2016). Batas sosial daerah penelitian meliputi masyarakat

sekitar lokasi penambangan yang terkena dampak aktivitas penambangan baik

dampak negatif maupun positif. Batas Sosial dapat dilihat pada peta citra Peta

1.2.

1.5.2.4. Batas Ekologis

Batas ekologis merupakan ruang di mana terdapat makhluk hidup di

habitatnya maupun sekitarnya yang terpengaruhi aktivitas permasalahan

penelitian (sungkowo,2016). Batas ekologis daerah penelitian merupakan

habitat flora dan fauna pada kawasan perkebunan di sekitar lokasi

penambangan batu andesit. Batas ekologis diantaranya jalan, dan kebun. Batas

ekologis dapat dilihat pada peta citra Peta 1.2.


38

Peta 1.1. Peta Administrasi


39

`Peta 1.2. Peta Citra

Anda mungkin juga menyukai