ERGON
ERGON
Abstrak: Menurut rumusan Sistem Kesehatan Nasional (SKN), Puskesmas adalah salah satu
bentuk pokok pelayanan kesehatan di Indonesia, dan merupakan salah satu bentuk pelayanan
kesehatan yang tergolong primary health care. Pemikiran untuk meningkatkan kualitas hidup bagi
kelompok masyarakat khususnya difabel (different ability) atau sering disebut dengan “orang yang
memiliki kemampuan berbeda” didasarkan atas prinsip kesetaraan (persamaan) kesempatan
dan partisipasi dalam berbagai aspek hidup dan kehidupan terutama yang berkenan dengan
masalah aksesibilitas, rehabilitasi, kesempatan kerja, kesehatan serta pendidikan. Penelitian
direncanakan pada Puskesmas Depok I Sleman. Lokasi penelitian difokuskan pada ruang-ruang
yang digunakan oleh pasien setiap saat. Wawancara dilakukan secara langsung dengan pasien
maupun karyawan yang bekerja di Puskesmas Depok I Sleman, untuk informasi-informasi berupa
tanggapan dan permasalahan yang mereka rasakan selama berada di bangunan ini. kelengkapan
data sekunder diperoleh dari bagian administrasi Puskesmas berupa profil Puskesmas serta data
yang berhubungan dengan penelitian. Mencari Literatur berupa jurnal, standar pergerakan
manusia, standarluasan ruang, yang akan disesuaikan untuk mendapatkan ergonomi di dalam
Puskesmas Depok I Sleman ini. Prinsip layanan fasilitas publik aksesibilitas difabel sebenarnya
sangat sederhana, kata aksesibilitas mempunyai bahwa semua orang yang termasuk kaum difabel,
tanpa bantuan siapa pun, dapat mencapai dan memasuki suatu lingkungan kawasan bangunan
kemudian dapat menggunakan seluruh fasilitas di dalamnya tanpa merasa menjadi obyek belas
kasihan orang lain.
21
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 11, Nomor 1, April 2015
22
Dimas K.Y., Studi Ergonomi pada Aksesibilitas Difable Puskesmas Depok I Sleman
LANDASAN TEORI
A. 66,0-68,6 D. 73,7-76,2
B. 35,6-50,8 E. 17,8 min
C. 19,1 min
A. 76,2 F. 68,6
Gambar 1. Standar meja kerja pria & wanita B. 61,0 G. 30,5-38,1
Sumber : Dimensi Manusia dan Ruang Interior, C. 45,7 H. 99,1 max
Agustus 2015 D. 76,2-91,4 I. 106,7 max
E. 86,4-96,5
A. 66,0-68,6 D. 73,7-76,2
B. 35,6-50,8 E. 17,8 min
C. 19,1 min
23
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 11, Nomor 1, April 2015
A. 76,2 D. 76,2-91,4
B. 61,0 E. 86,4-96,5
C. 45,7
Gambar 5. Standar ideal area Pemeriksaan
Sumber : Dimensi Manusia dan Ruang Interior,
Agustus 2015
A. 121,9 H. 10,7
B. 65,5 I. 12,4
C. 18,0 J. 5,1min
D. 32,8 K. 3,8
E. 101,6 L. 8,9 max
F. 172,7 M. 76,2-86,4
G. 111,8 N. 3,8 min
A. 45,7-55,9 J. 45,7-61,0
B. 91,4-101,6 K. 94,0-109,2 Gambar 7. Standar ideal Tangga Sumber :
C. 30,5-45,7 L. 137,2 max Dimensi Manusia dan Ruang Interior, Agustus
D. 54,7-53,3 M. 61,0 2015
E. 45,7 N. 76,2-91,4
F. 152,4 max O. 142,2 max
G. 88,9-91,4 P. 175,3max
H. 182,9max Q. 81,3-91,4
I. 53,3 R. 121,9 max
A. 152,4 C. 221,0
B. 116,8-121,9 D. 99,1
Gambar 8. Standar ideal Pintu Masuk Kamar
Tidur
Sumber : Dimensi Manusia dan Ruang Interior,
Agustus 2015
24
Dimas K.Y., Studi Ergonomi pada Aksesibilitas Difable Puskesmas Depok I Sleman
25
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 11, Nomor 1, April 2015
b. Persyaratan-persyaratan
1) Kemiringan suatu ramp di dalam
bangunan tidak boleh melebihi 7°,
perhitungan kemiringan tersebut tidak
termasuk awalan atau akhiran ramp
(curb ramps/landing) Sedangkan
kemiringan suatu ramp yang ada di luar
bangunan maksimum 6°. Gambar 12. Kemiringan Ramp
2). Panjang mendatar dari satu ramp Sumber: Time-Saver Standards for Building Types
(dengan kemiringan 7°) tidak boleh - Fourth Edition, 2001, p.156
lebih dari 900 cm. Panjang ramp
dengan kemiringan yang lebih rendah Kamar Kecil
dapat lebih panjang. Esensi
Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk
c. Lebar minimum dari ramp adalah 95 cm semua orang (tanpa terkecuali kaum difabel,
tanpa tepi pengaman, dan 120 cm dengan orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan
tepi pengaman. Untuk ramp yang juga atau fasilitas umum lainnya.
digunakan sekaligus untuk pejalan kaki
dan pelayanan angkutan barang hams Persyaratan
dipertimbangkan seeara seksama lebarnya, 1). Toilet atau kamar keeil urnurn yang
sedemikian sehingga bisa dipakai untuk aksesibel hams dilengkapi dengan tampilan
kedua fungsi tersebut, atau dilakukan rambu bagi difabel pada bagian luamya.
pemisahan ramp dengan fungsi sendiri- 2). Toilet atau kamar kedl urnum hams
sendiri. memiliki mang gerak yang cukup untuk
d. Muka datar (bordes) pada awalan atau masuk dan keluar pengguna kursi roda.
akhiran dari suatu ramp h¥us bebas dan 3). Ketinggian tempat duduk k/oset hams
datar sehingga memungkinkan sekurang- sesuai dengan ketinggian pengguna kursi
kurangnya untuk memutar kursi roda roda. (45-50 cm)
dengan ukuran minimum 160 cm. 4) Toilet atau kamar kecil umum hams
e. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu dilengkapi dengan pegangan rambat
ramp harus memiliki texture sehingga tidak (handrail) yang memiliki posisi dan
licin baik diwaktu hujan. ketinggian disesuaikan dengan pengguna
kursi roda dan kaum difabel yang lain.
26
Dimas K.Y., Studi Ergonomi pada Aksesibilitas Difable Puskesmas Depok I Sleman
PEMBAHASAN
27
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 11, Nomor 1, April 2015
28
Dimas K.Y., Studi Ergonomi pada Aksesibilitas Difable Puskesmas Depok I Sleman
29
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 11, Nomor 1, April 2015
30
Dimas K.Y., Studi Ergonomi pada Aksesibilitas Difable Puskesmas Depok I Sleman
31
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 11, Nomor 1, April 2015
Ukuran tinggi anak tangga pada bentuk sarana kesehatan, yang saat ini menjadi
Puskesmas Depok I slemaan 17,5 cm, lebar ujung tombak pelayanan kesehatan bagi
anak tangga 25 cm. dengan ketinggian ralling masyarakat, kata masyarakat disini ditujukan
80 cm dan ketinggian pagar pengaman 1 m, juga bagi kaum difable. Difabel adalah bukan
Lebar area tangga 1,5m, dimensi yang ada disabel yang tidak memiliki kemampuan,
pada exixting sangat dirasakan oleh pengguna mereka memiliki kekurangan dan kelebihan
menyebabkan terjadi keletihan dan kesulitan sebagaimana manusia yang lain. Mereka
untuk diakses ketika melewatinya, dan tentunya perlu aksesibilitas agar supaya memudahkan
ini akan sangat susah bagi kaum difable untuk pencapaian tujuan. Khususnya di Puskesmas
dapat menggunakan nya. Depok I sleman yang dibangun belum ramah
terhadap kaum difable dari segi fasilitas. Ada
beberapa aspek aksesibilitas pada Puskesmas
Depok I Sleman harus diperbaiki sehingga
ramah terhadap kaum difable, sehingga 4
(empat) azas yang ia inginkan yaitu azas
kemudahan, azas keselamatan, azas kegunaan
dan azas kemandirian dapat terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Foto 21. Keranjang yang difungsikan sebagai lift Chiara, Joseph De & Michael J. Crosbie. (2001).
barang Time-Saver Standards For Building
Sumber : Dokumentasi Pribadi, Agustus 2015 Types - Fourth Edition. Singapore :
McGraw-Hill Book Co.
Lift yang terbuat dari keranjang yang Panero Julius dan Zelink Martin(1979).
diikat dengan tali difungsikan sebagai alat Ergonomi: Dimensi Manusia Dan ruang
transportasi antar lantai. Interior. cetakan Pertama, Jakarta :
Erlangga.
KESIMPULAN
Internet :
Dari hasil penelitian yang dilakukan http://manajemenrumahsakit.net/2012/11/
di Puskesmas Depok I Sleman tentang faktor rs- bagi-penyandang-disabilitas-fisik-
yang berhubungan dengan Study ergonomic terbatas-akses-terbatas-7/diakses pada
aksesibilitas, puskesmas merupakan salah satu Agustus pukul 20.35)
32