Anda di halaman 1dari 3

Pengelolaan cedera kepala

1. Cedera kepala ringan (GCS = 13-15)


Penderita dengan cidera kepala yang dibawa ke unit gawat daruat (UGD) RS kurang lebih
80% dikategorikan dengan cedera kepala ringan, penderita tersebut masih sadar namun
dapat mengalami amnesia berkaitan dengan cedera kepala yang dialaminya. Dapat diserta
dengan riwayat hilangnya kesadaran yang singkat namun sulit untuk dibuktikan terutama
pada kasus pasien dengan pengaruh alcohol atau obat-obatan.
Sebagian besar penderita cedera kepala ringan dapat sembuh dengan sempurna, walaupun
mungkin ada gejala sisa yang sangat kecil.

Pemeriksaan CT scan idealnya harus dilakukan pada semua cedera kepala ringan yang
disertai dengan kehilangan kesadaran lebih dari 5 menit, amnesia, sakit kepala hebat, GCS <
dari 15 atau adanya deficit neurologis fokal, foto servical juga harus dibuat bila terdapat
nyeri pada palpasi leher. Pemeriksaan foto polos dilakukan untuk mencari fraktur linear atau
depresi pada servical, fraktur tulang wajah atuapun adanya benda asing di daerah kepala,
akan tetapi haru sdiingat bahwa pemeriksaan foto polos tidak boleh menunda transfer
penderita / medevac ke RS ynag lebih memadai. Apalagi bila ditemukan adanya gejala
neurologis ynag abnormal, harus segera dikonsulkan kepada ahli bedah syaraf.

Bila penderita cedera kepala mengalami asimtomatis, sadar, neurologis normal, observasi
diteruskan selama beberapa jam dan dilakukan pemeriksaan ulang. Bila kondisi penderita
tetap normal maka dapat dianggap bahwa penderita aman. Akan tetapi bila penderita tidak
sadar penuh atau berorientasi kurang terhadap rangsang verbal maupun tulisan, keputusan
untuk memulangkan penderita harus ditinjau ulang.

2. Cedera kepala sedang (GCS = 9-12)


Dari seluruh penderita cedera kepala yang masuk ke UGD RS hnaya 10% ynag mengalami
cedra kepala sedang. Mereka pada umumnya masih mampu menuruti perintah sederhana,
namun biasanya tampak bingung tau terlihat mengantuk dan disertai dengan defisit
neurologis fokal seperti hemiparese. Sebanyak 10-20% penderita cedera kepala sedang
mengalmai perburukan dan jatuh dalam keadaan koma, pada saat dilakukan pemeriksaan di
UGD dilakukan anamnesa singkat dan stabilisasi kardiopulmoner sebelum pemeriksaan
neurologis dilakukan. Penderita haru sdirawat diruang perawatn intensif yang setara,
dilakukan observasi ketat dan pemeriksaan neurologis serial selama 12-24 jam pertama.

3. Cedera kepala berat (GCS =3-8)


Penderita dengan cedera kepala berat tidak mapu melakukan perintah sederhana walaupun
status kardiopulmonernya tidak stabil, memiliki resiko mobiditas dan mortalitas cukup
besar. Penderita dengan cedera kepala berat adalah sangat berbahaya, karena diagnosis
serta terapi ynag sangatlah penting. Jangan menunda transfer / medevac karena menunggu
pmeeriksaan penunjang seperti CT scan.
Primary survey dan resusitasi
Pada setiap cedera kepala harus selalu diwaspadai adanya fraktur servikal. Cedera otak
sering diperburuk akibta cedera sekunder. Penderit acedera kepala berat dengan hipotensi
mempunyai status mortalitas 2 kali lebih besar dibandingkan dengan penderita cedera
kepala berat tanpa hipotensi (60% vs 27%). Adanya hipotensi akan menyebabkan kematian
yang cepat. Oleh karen aitu tindakan stabilisasi dan resusitasi kardiopulmoner harus
dilakukan secara hati-hati pada penderita cedera kepala berat yang menunjukan perburukan
neurologis akut.

Airway dan breathing


Terhentinya pernafasan sementara dapat terjadi pada penderita cedera kepala berat dan
dapat mengakitbatkan gnagguan sekunder. Intubasi endotrakeal (ET) / Laryngeal mask
airway (LMA) harus segera dipasang pada penderita cedera kepala berat yang koma,
dilakukan ventilasi dan oksigenasi 100% dan pmeasangan pulse oksimetri / monitor saturasi
oksigen. Tindakan hiperventilasi haru sdilakukan secara hati-hati pada penderita cedera
kepala berat yang menunjukan perburukan neurologis akut.
Gangguan airway dan breathing sangat berbahaya pada trauma kaptis karena akan dapat
menimbulkan hipoksia atau hiperkarbia yang kemudian akan menyebabkan kerusakan otak
sekunder.
Oksigen selalu diberikan , dan bila pernafaan meragukan, lebih baik memulai ventilasi
tambahan.

Circulation
Hipotensi biasanya disebabkan oleh cedera otak itu sendir, kecuali pada stadium terminal
yaitu bila medulla oblongata mengalami gangguan. Perdarahan intracranial tidak dapat
menyebabkan syok hemoragik pada cedera kepala berat, pada penderita dengan hipotensi
harus segera dilakukan stabilisasi dan resusitasi untuk mencapai euvolemia (peningkatan air
bebas dengan perubahan kecil Na-tubuh).
Hipotensi merupaka tanda klinis kehilangan darah yang cukup hebat, walaupun tidak selalu
tampak jelas. Harus jug adicurigai kemungkinan penyebab syok lain seperti syok neurologis
(trauma medula spinalis), kontusio jantung atau temponade jantung dan tension
pneumothoraks.
Penderita hipotensi yang tidak dapat bereaksi terhadap stimulus apapun dapat
memperlihatkan respon normal segera setelah tekanan darah normal.
Gangguan circulation (syok) akanmenyebabkan gnagguan perfusi darah ke otak yang akan
menyebabkan kerusakan otak sekunder. Dengan demikian syo kdengan trauma kaptis harus
dilakukan penanganan dengan agresif.

Pemeriksaan neurologis / disability


Pemeriksaan neurologis harus segera dilakukan segera setelah status kardiopulmoner stabil.
Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan GCS dan refleks cahaya pupil. Pada penderita koma
respon motorik dapat dilakukan dengan merangsang / mencubit otot trapezius atau
menekan kuku penderita. Bila penderita menunjukan reaksi yang bervariasi, ynag diguakan
adalah rspon motorik terbaik karena merupakan indikator prognostik yang paling akurat
dibandingkan respon yang lebih buruk. Pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pada pupil
dilakukan sebelum pemberian sedasi atau paralisis, karena kaan menjadi dasar pada
pemeriskaan berikutnya. Selama primary survey, pemakaian obat-obatan paralisis jangka
panjang tidak dianjurkan, bila diperlukan analgesia sebaiknya digunakan morfin dosis kecil
dan diberikan secara intravena.

Secondary survey
Pemeriksaan neurologis serial (GCS , lateralisasi dan reflek pupil) harus segera dilakukan
untuk deteksi dini gangguan neurologis. Tanda awal dari herniasi lobus temporal adalah
dilatasi pupil dan hilangnya reflek pupil terhadap cahaya, adanya trauma langsung pada
mata juga dapat menyebabkan respon pupil abnormal dan membuat pemeriksaan pupil
menjadi sulit. Bagaimanapun, dalam hal ini pemikiran terhadap adanya trauma otak harus
dipikirkan terlebih dahulu.

Anda mungkin juga menyukai