Anda di halaman 1dari 8

A.

Indicator resiko infeksi

Sebagai agen penyebab penyakit, mikroba patogen memiliki sifat–sifat

khusus yang sangat berbeda dengan agen penyebab penyakit lainnya. Sebagai

makhluk hidup, mikroba patogen memiliki ciri–ciri kehidupan, yaitu :

1. Mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan cara berkembang biak.

2. Memerlukan tempat tinggal yang cocok bagi kelangsungan hidupnya.

3. Bergerak dan berpindah tempat.

Ciri–ciri kehidupan mikroba patogen tersebut di atas, merupakan sifat–

sifat spesifik mikroba patogen dalam upaya mempertahankan hidupnya. Cara

menyerang/invasi ke pejamu/ manusia melalui tahapan sebagai berikut:

1. Sebelum pindah ke pejamu (calon penderita), mikroba patogen hidup dan

berkembang biak pada reservoir (orang/penderita, hewan, benda–benda

lain).

2. Untuk mencapai pejamu (calon penderita), diperlukan adanya mekanisme

penyebaran.

3. Untuk masuk ke tubuh pejamu (calon penderita), mikroba patogen

memerlukan pintu masuk (port d’entrée) seperti kulit/mukosa yang

terluka, hidung, rongga mulut, dan sebagainya.Adanya tenggang waktu

saat masuknya mikroba pathogen melalui port d’entrée sampai timbulnya

manifestasi klinis, untuk masing-masing mikroba patogen berbeda-beda.

4. Pada prinsipnya semua organ tubuh pejamu dapat terserang oleh mikroba

patogen, namun berbeda mikroba patogen secara selektif hanya menyerang

organ-organ tubuh tertentu dari pejamu/target organ.


5. Besarnya kemampuan merusak dan menimbulkan manifestasi klinis dari

mikroba patogen terhadap pejamu dapat dinilai dari beberapa faktor

berikut :

a. Infeksivitas

Besarnya kemampuan mikroba patogen melakukan invasi, berkembang

biak dan menyesuaikan diri, serta bertempat tinggal pada jaringan

tubuh pejamu.

b. Patogenitas

Derajat respons/reaksi pejamu untuk menjadi sakit.

c. Virulensi

Besarnya kemampuan merusak mirkoba patogen terhadap jaringan

pejamu.

d. Toksigenitas

Besarnya kemampuan mikroba patogen untuk menghasilkan toksin, di

mana toksin berpengaruh dalam perjalanan penyakit.

e. Antigenitas

Kemampuan mikroba patogen merangsang timbulnya mekanisme

pertahanan tubuh/antibodi pada diri pejamu. Kondisi ini akan

mempersulit mikroba patogen itu sendiri untuk berkembang biak,

karena melemahnya respons pejamu menjadi sakit.

B. Faktor Risiko Penyebab Infeksi Post Operasi

Menurut CDC (2012) Faktor resiko ILO adalah faktor pasien meliputi

status nutrisi, diabetes tidak terkontrol, merokok, obesitas, infeksi yang


terjadi sebelum operasi di tempat selain lokasi operasi, kolonisasi

mikroorganisme, imunodefisiensi, lama tinggal di rumah sakit sebelum

operasi sedangkan, faktor operasi cukur rambut pre-operatif, skin

preparation pre-operatif, durasi operasi, antibiotik profilaksis, ventilasi

ruang operasi, benda asing di lokasi operasi, drain bedah, teknik bedah

(hemostasis tidak baik, gagal menghilangkan dead space, trauma jaringan).

Menurut Tietjen, Bossemeyer & Noel (2011) faktor resiko infeksi

luka meliputi obesitas merupakan resiko infeksi karena memerlukan insisi

yang lebih lebar, mengurangi sirkulasi pada jaringan lemak atau kesulitan

teknik melakukan pembedahan melalui lapisan lemak yang tebal.

Imunodefisiensi merupakan pasien dengan penyakit HIV/AIDS, pasien

dengan menggunakan kortikosteroid kronis seperti terjadi pada pasien

asma atau perokok berat sehingga memiliki resiko infeksi luka operasi

yang lebih besar. Malnutrisi, usia, ras, status sosialekonomi & penyakit

kronis, perawatan prabedah terlalu lama, pembersihan rambut prabedah,

persiapan kulit yang luas pada tempat insisi yang akan dibuat, teknik

bedah, lamanya tindakan bedah, pulang segera pascabedah.

Menurut Dealey (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi luka

operasi adalah

1. Lingkungan

a) Lingkungan tempat rawatan

Rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan

yang secara keseluruhan memberikan pelayanan kuratif maupun


preventif serta menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan rawat inap

juga perawatan di rumah. Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan di Rumah Sakit dimaksudkan untuk tujuan perawatan atau

penyembuhan pasien. Tetapi, apabila tindakan tersebut dilakukan tidak

sesuai prosedur kewaspadaan universal maka akan berpotensi untuk

menularkan penyakit infeksi baik bagi pasien lain atau bahkan petugas

itu sendiri (Depkes, 2008).

Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dapat terlaksana dengan

baik apabila pemberian pelayanan kesehatan kepada setiap pasien yang

berkunjung dilakukan dengan standar pelayanan yang telah ditentukan.

Standar profesi ini disusun berdasarkan Pedoman Pencegahan Infeksi

Nosokomial (PPIN), antara lain survailens, pendidikan nosokomial

kepada tenaga kesehatan, pelacakan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan

sebagainya. Pelayanan yang terjadi di rumah sakit dengan jumlah

penderita yang dirawat sangat besar dan kapasitas ruangan yang masih

terbatas, akan menyebabkan prinsip-prinsip hygiene kurang mendapat

perhatian. Hal tersebut dapat berpotensi menimbulkan resiko infeksi

nosokomial di rumah sakit.

Lingkungan tempat rawatan juga berpotensi menimbulkan banyak

mikroorganisme bila tidak dilakukukan pembersihan ruang setiap

harinya. Ketika ruang rawat inap tidak bersih/banyak mikroorganisme

maka resiko terhadap infeksi itu sangat tinggi. Oleh karena itu dalam

lingkungan tempat rawatan harus dilakukan pengawasan baik


pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang

mempengaruhi manusia.

b) Teknik aseptik luka

Aseptik berarti bebas dari infeksi atau keadaan luka yang bebas

dari mikroorganisme yang menjadi penyebab penyakit infeksi. Teknik

aseptik/asepsis adalah segala upaya yang dilakukan untuk mencegah

masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar

akan mengakibatkan infeksi. Tindakan asepsis ini bertujuan untuk

mengurangi atau menghilangkan mikroorganisme yang terdapat pada

permukaan benda hidup atau benda mati. Tindakan ini meliputi

antisepis, desinfeksi, dan sterilisasi.

Penyembuhan luka adalah respon tubuh terhadap berbagai cedera

dengan proses pemulihan yang kompleks dan dinamis yang

menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi secara terus

menerus.(Joyce M. Black, 2001). Penyembuhan luka terkait dengan

regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh kembali pulih, ditunjukkan

dengan tanda-tanda dan respon yang berurutan dimana sel secara

bersama-sama berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara

normal. Idealnya luka yang sembuh kembali normal secara struktur

anatomi, fungsi dan penampilan.

Teknik aseptik luka adalah suatu keadaan luka dimana luka

tersebut bebas dari mikroorganisme, keadaan yang bebas dari

mikroorganisme tersebut dilakukan perawatan luka agar tidak terjadi


infeksi. Perawatan luka yang tidak baik menimbulkan tinggi terhadap

infeksi, sehingga menimbulkan banyak komplikasi dan dan bertambah

lamanya hari rawatan.

2. Pasien

a) Status nutrisi

Menurut Dealey(2005) bahwa ada hubungan yang bermakna

antara penyembuhan luka operasi dengan status nutrisi. Sedangkan

menurut Losiana (2008), kebutuhan nutrisi ditentukan dengan

mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar

lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan

keseimbangan nitrogen.

Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami

berbagai macam komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan

pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi

yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi,

demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang

serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan

kematian (Losiana, 2007)

Menurut Darmadi (2008, p.125), Malnutrisi dapat atau

tidak dapat menjadi faktor kontribusi. Sayang sekali sebagian besar

studi belum dilakukan di negara-negara berkembang di mana

malnutrisi yang sangat buruk lebih umum terjadi. Indikator status

gizi dapat dilihat melalui kecukupan asupan nutrisi dan nilai kadar
HB (Haemoglobin) dalam darah nilai HB normal dewasa >] 1,9

gr/dl. Dikatakan status gizi baik bila HB >l 1,9 gr/dl dan status gizi

kurang bila HB < 11,9 gr/dl.

b) Penyakit penyerta

Menurut Perry dan Potter (2005), pada pasien dengan

diabetes mellitus terjadi hambatanterhadap sekresi insulin akan

mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk

ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan

protein kalori tubuh yang berakibat rentan terhadap infeksi.

Menurut Iwan (2008) pasien dengan operasi usus, jika ia

juga memiliki penyakit lain seperti TBC, DM, malnutrisi dan lain-

lain maka penyakit-penyakit tersebut tentu sajaamat sangat

berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan menggangu

proses penyembuhan luka operasi. Faktor daya tahan tubuh yang

menurun dapat menimbulkan risiko terkena infeksi nosokomial.

Pasien dengan gangguan penurunan daya tahan : imunologik. Usia

mudadan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh

terhadap infeksi.

Menurut Darmadi (2008, p.125), Pasien dengan penyakit

kronis seperti Diabetes, kanker/keganasan. Gangguan faal hati,

gangguan faal ginjal, pasien immunocompromised misalnya pasien

dengan penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodefisiency

Virus (HIV) atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS),


pasien dengan penggunaan kortikosteroid kronis seperti yang

terjadi .pada penderita asma atau. perokok berat atau pengguna

tembakau lainnya secara signiiikan mempunyai risiko terjadi

infeksi yang lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai