Tim penyusun
Saudaraku,
Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Ketahuilah, bahwa wajib bagi kita untuk mendalami empat masalah, yaitu:
1. Ilmu, yaitu mengenal Allah, mengenal Nabi-Nya, dan mengenal agama
Islam berdasarkan dalil-dalilnya.
2. Amal, yaitu menerapkan ilmu ini.
3. Da’wah, yaitu mengajak orang lain kepada ilmu ini.
4. Sabar, yaitu tabah dan teguh dalam menghadapi segala rintangan dalam
menuntut ilmu, mengamalkan dan berdakwah kepadanya.
1
Tiga Landasan Utama oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi
Rencana Pelaksanaan Mentoring
(RPM)
A. Standar Kompetensi
Kemampuan memahami syahadatin
B. Kompetensi Dasar dan Indikator
Kompetensi Dasar Indikator
1. Memahami makna 1.1 Mampu menjelaskan makna
syahadatain. syahadatain.
Penilaian
1. Tes tertulis (atau lisan)
2. Akhlak mentee saat mentoring.
Lampiran Materi
Syahadatain
Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah…..
(QS. Muhammad: 19)
1. Pengertian Syahadatain
Jumlah umat Islam kini sangat banyak. Sebagian besar mereka
terkategorikan sebagai Islam keturunan atau kebetulan terlahir sebagai
muslim dari orang tua. Kenyataan akan jumlah yang banyak tidak
berkorelasi dengan pemahamannya kepada Islam secara benar, orisinil dan
utuh. Hakikat memahami Islam dimulai dari memahami inti sari ajarannya
yaitu dua kalimat syahadah (syahadatain). Kalimat tersebut terdiri dari Laa
Ilaaha Illallah dan Muhammadun Rasulullah. Memahami keduanya sangat
penting dan mendasar. Karena jika kita tak memahami hakikat kalimat
syahadah, kita dapat terjerembab ke dalam penyakit kebodohan dan
kemusyrikan.
Syahadatain merupakan fondasi atau asas dari bangunan keislaman
seorang muslim. Jika fondasinya tidak kuat maka rumahnya pun tidak
akan kuat bertahan.
2. Pentingnya Syahadatain
Kalimat syahadah sangat penting dipahami karena beberapa hal:
a) Pintu gerbang masuk ke dalam Islam (madkholu ilal Islam)
Islam ibarat rumah atau bangunan atau sistem hidup yang
menyeluruh, dan Allah memerintahkan setiap muslim untuk masuk secara
kaaffah. Untuk memasukinya akan melalui sebuah pintu gerbang,
yaitu syahadatain. Hal ini berlaku baik bagi kaum muslimin atau non
muslim. Artinya, pemahaman Islam yang benar dimulai dari pemahaman
kalimat itu. Pemahaman yang benar atas kedua kalimat ini mengantarkan
manusia ke pemahaman akan hakikat ketuhanan (rububiyah) yang benar
juga. Mengimani bahwa Allah-lah Robb semesta alam.
3. Hakikat Iman
Keimanan itu bukanlah angan-angan, tetapi mencakup 3 hal:
a) Dikatakan dengan lisan (al-Qaul)
Syahadah diucapkan dengan lisan dengan penuh keyakinan. Semua
perkataan yang keluar dari lisan mukmin senantiasa baik dan
mengandung hikmah.
b) Dibenarkan dengan hati (at-tashdiiq)
Hati adalah lahan menyemai benih-benih keimanan. Semua yang
keluar dari lisan digerakkan oleh hati. Apa yang ada dalam hati akan
dicerminkan dalam perkataan dan perbuatan. Dalam hadits Bukhari
digambar oleh Nabi SAW bahwa:
“Ilmu (hidayah) yang Aku bawa ibarat air hujan, ada jenis tanah yang
subur menumbuhkan tanaman, ada tanah yang tidak menumbuhkan hanya
menampung air, ada jenis tanah yang gersang, tidak menumbuhkan
juga tidak menampung”.
c) Perbuatan (al-‘Amal)
Perbuatan (amal) digerakkan atau termotivasi dari hati yang
ikhlas dan pembenaran iman dalam hati. Seseorang yang hanya bisa
mengucapkan dan mengamalkan tanpa membenarkan di hati, tidak akan
diterima amalnya. Sifat seperti itu dikategorikan sebagai orang munafik,
yang selalu bicara dengan lisannya bukan dengan hatinya. Karena munafik
memiliki tiga tanda: bila berbicara ia berdusta, bila berjanji ia ingkar, bila
diberi amanah ia berkhianat.
Perkataan, pembenaran di hati dan amal perbuatan adalah satu
kesatuan yang utuh. Ketiganya akan melahirkan sifat istiqamah, tetap,
teguh dan konsisten. Sebagaimana dijelaskan dalam (Q.S. 41:30), sikap
istiqamah merupakan proses yang terus berjalan bersama keimanan.
Mukmin mustaqim akan mendapatkan karunia dari Allah berupa:
Keberanian (asy-Syajaa’ah), yang lahir dari keyakinan kepada
Allah. Berani menghadapi resiko tantangan hidup, siap berjuang
meskipun akan mendapatkan siksaan. Lawan keberanian adalah
sifat pengecut.
Ketenangan (al-Ithmi’naan), yang lahir dari keyakinan bahwa
Allah akan selalu membela hamba-Nya yang mustaqim secara lahir
batin. Lawannya adalah sifat bersedih hati.
Optimis (at-Tafaa’ul), lahir dari keyakinan terhadap perlindungan
Allah dan ganjaran Allah yang Maha sempurna. Orang yang
optimis akan tenteram akan kemenangan hakiki, yaitu mendapatkan
keridhaan Allah (mardhatillah).
Ketiga karunia Allah kepada orang mustaqim akan dilengkapi Allah
dengan anugerah kebahagiaan hidup (as-Sa’aadah), baik di dunia dan
akhirat.
4. Hal-hal yang Membatalkan Syahadat
Syahadat adalah pondasi dalam Islam yang juga merupakan rukun
islam yang pertama. Batalnya syahadat berakibat fatal bagi batalnya
keislaman seseorang. Untuk itu setiap mukmin diperintahkan untuk
membaca syahadat minimal 9 kali atau dalam setiap 5 kali sholat setiap
hari agar pondasi keislaman seorang muslim tetap terjaga. Batalnya
syahadat berakibat fatal terhadap batalnya keislaman seseorang.
Para fuqoha’ dalam kitab-kitab fikih telah menulis bab khusus yang
diberi nama “Riddah” (kemurtadan). Dan yang terpenting adalah 10 hal,
yaitu :
a.) Syirik dalam beribadah kepada Allah
Syirik yaitu menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal-hal
yang merupakan kekhususan Allah, seperti berdoa kepada selain Allah,
menyembelih kurban untuk selain Allah, seperti untuk jin atau kuburan,
jembatan, rumah, atau lainnya.
Allah berfirman (yang artinya):
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya.” (An-Nisaa’:48)
b) Orang yang membuat “Perantara” antara dirinya dengan Allah, yang
kepada perantara-perantara itu ia berdoa atau meminta syafaat, serta
bertawakal kepada mereka; maka ia telah kafir berdasarkan ijma’.
“Katakanlah: “Panggillah mereka yang kamu anggap selain Allah, maka
mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya
daripadamu dan tidak pula memindahkannya. Orang-orang yang mereka
seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa diantara
mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya
dan takut akan adzab-Nya; sesungguhnya adzab Rabbmu adalah sesuatu
yang (harus) ditakuti.” (Al-Isra:56-57)
c) Tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau ragu terhadap kekafiran
mereka, atau membenarkan madzab (ideologi) mereka.
Mengapa demikian?
Sebab, Allah telah mengkafirkan mereka melalui sekian banyak ayat
di dalam kitab-Nya serta memerintahkan untuk memusuhi mereka
disebabkan karena mereka telah mengada-adakan kebohongan atas nama
Allah, menjadikan sekutu-sekutu di samping Allah serta menganggap Allah
mempunyai anak laki-laki. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka
katakan. Allah Jalla wa ‘Ala telah mewajibkan atas kaum muslimin untuk
memusuhi dan membenci mereka.
Seseorang tidak bisa disebut sebagai muslim, sehingga ia mengkafirkan
orang-orang musyrik. Jika ia meragukan hal itu, padahal persoalannya
sudah nyata mengenai siapa sebenarnya mereka itu, atau ia bimbang
mengenai kekafiran mereka padahal ia telah memperoleh kejelasan, berarti
ia telah kafir seperti mereka.
Orang yang membenarkan orang-orang musyrik itu dan menganggap
baik terhadap kekufuran dan kezhaliman mereka, maka ia berarti kafir
berdasarkan ijma kaum muslimin. Sebab, ia berarti belum/tidak mengenal
Islam secara hakiki, yaitu berserah diri kepada Allah dengan tauhid, tunduk
dan patuh kepadaNya dengan ketaatan, berlepas diri dari syirik dan orang-
orang yang berbuat syirik. Sedangkan ia justru berwala’ (memberikan
loyalitas) terhadap ahli syirik, mana mungkin dia akan mengkafirkan
mereka.
Allah berfirman (yang artinya):
“Sesugguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan
orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada
kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa
yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah
nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-
lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (Al-Mumtahanah: 4)
d) Meyakini ada petunjuk yang lebih sempurna daripada petunjuk Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, atau meyakini ada hukum yang lebih
baik daripada hukum beliau; seperti orang yang lebih mengutamakan
hukum thaghut atas hukum beliau.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya):
“Sesungguhnya dien (agama) disisi Allah adalah Islam.” (Ali Imran:19)
“Barangsiapa mencari agama selain dari dien (agama) Islam, maka sekali-
kali tidaklah akan diterima (dien itu) daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imron:85)
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (yang artinya):
“Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya Musa berada di
tengah-tengah kalian, kemudian kalian mengikutinya dan meninggalkanku,
maka pastilah kalian telah tersesat denagn kesesatan yang jauh.” (HR.
Ahmad)
e) Membenci sebagian (apalagi seluruhnya) ajaran yang dibawa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, walaupun ia
mengamalkannya.
“Dan orang-orang yang kafir maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah
menghapus amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena
sesungguhya mereka benci kepda apa yang diturunkan Allah (al-Qur’an)
lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.”
(Muhammad: 8-9)
f) Memperolok-olok sebagian ajaran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam, atau memperolok pahala dan hukuman Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya):
“Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu
selalu berolok-olok?” Tak usahlah kamu meminta maaf, karena kamu kafir
sesudah beriman.” (At-Taubah:65-66)
g) Sihir, seperti sharf (jenis sihir yang ditujukan untuk memisahkan
seseorang dengan kekasihnya) dan ‘athaf (di kalangan orang Jawa
dikenal dengan istilah pelet). Ia melakukannya atau rela dengan sihir.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya):
“Keduanya (Harut dan Marut) tidak mengajarkan (sesuatu) kepada
seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan
(bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.” (Al-Baqarah: 102)
h) Tolong menolong dengan kaum musyrikin dan bantu membantu
dengan mereka dalam menghadapi kaum muslimin.
Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya):
“Barangsiapa di antara kalian yang tolong-menolong dengan mereka,
maka ia termasuk golongan mereka.” (Al-Maidah: 51)
i) Meyakini bahwa ada sebagian manusia yang mempunyai kebebasan
keluar dari syariat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
sebagaimana keleluasaan Nabi Khidir untuk tidak mengikuti syariat
Musa alaihi salam.
Dalilnya adalah:
An-Nasa’I dan lainnya meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bahwa beliau melihat lembaran dari kitab Taurat di tangan Umar bin
Al-Khattab Radhiallahu ‘Anhu, lalu beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda (yang artinya):
“Apakah kamu masih juga bingung wahai putera al-Khathab?!, padahal aku
telah membawakan kepadamu ajaran yang putih bersih. Seandainya Musa
masih hidup, lalu kalian mengikutinya dan meninggalkanku, tentulah kamu
tersesat.”
Dalam riwayat lain disebutkan:
“Seandainya Musa masih hidup, maka tiada keleluasaan baginya kecuali
harus mengikutiku,”
lalu Umar pun berkata: “Aku telah ridha bila Allah sebagai Rabb, Islam
sebagai dien (agama), dan Muhammad (Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam)
sebagai nabi.”
j) Berpaling dari dinul (agama) Islam, tidak mau mempelajarinya dan
tidak mau mengamalkannya.
Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya):
“Dan siapakah yang lebih dzalim dari pada orang yang telah
diperingatkan dengan ayat-ayat Rabbnya, kemudian ia berpaling dari
padanya? Sesungguhnya kami akan memberikan pembalasan kepada
orang-orang yang berdosa.” (As-Sajdah: 22)
Syaikh Muhammad at Tamimi berkata, “tidak ada beda dalam hal yang
membatalkan syahadat ini antara orang yang bercanda, yang serius
(bersungguh-sungguh) maupun yang takut, kecuali orang yang dipaksa. Dan
semuanya adalah bahaya yang paling besar serta yang paling sering terjadi.
Maka setiap muslim wajib berhati-hati dan mengkhawatirkan dirinya serta
mohon perlindungan kepada Allah SAW dari hal yang bisa mendatangkan
murka Allah dan siksaNya yang pedih.”
Rencana Pelaksanaan Mentoring
(RPM)
A. Standar Kompetensi
Kemampuan memahami syahadatain, mengenal Allah dan Rasul
B. Kompetensi Dasar dan Indikator
Kompetensi Dasar Indikator
D. Materi Mentoring
Mengenal Allah
E. Metode Mentoring
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab
Lampiran Materi
A. Mengenal Allah
Apabila anda ditanya: “Siapakah Tuhanmu?”, maka katakanlah:
“Tuhanku adalah Allah yang telah memelihara diriku dan memelihara
semesta alam ini dengan segala ni’mat yang dikaruniakan-Nya. Dan Dialah
sesembahanku, tiada bagiku sesembahan yang haq selain Dia.
Allah ta’ala berfirman:
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-Fatihah: 2).
Semua yang ada selain Allah disebut alam, dan manusia (red-saya)
adalah bagian dari semesta alam ini.
Mengenal Allah:
Lewat Akal
1) Ayat Kauniyah / ayat Allah di alam ini :
Fenomena terjadinya alam.
Setiap sesuatu yang ada pasti ada yang mengadakan, begitu pula
alam semesta ini, tentu ada yang menciptakan (Q.S.52:35).
Fenomena kehendak yang tinggi.
Bila kita perhatikan alam ini, kita akan menemukan bahwa alam ini
tersusun dengan rapinya. Hal ini menunjukan bahwa di sana pasti ada
kehendak yang agung yang bersumber dari Sang Pencipta Yang Maha
Pintar dan Bijaksana (Q.S.67:3). Sesungguhnya pada penciptaan langit
dan bumi, pergantian siang dan malam terdapat ayat-ayat Allah bagi
orang-orang yang berakal (Q.S.3:190).
Fenomena kehidupan (Q.S.24:45).
Kehidupan berbagai makhluk di atas bumi ini menunjukkan bahwa ada zat
yang menciptakan, membentuk, menentukan rizkinya dan meniup ruh
kehidupan pada dirinya (QS.29:20, 21:30). Bagaimanapun pintarnya
manusia, tak akan sanggup menciptakan seekor lalat pun (QS.22:73-74,
46:4).
Fenomena petunjuk dan ilham (Q.S.20:50).
Ketika mempelajari alam semesta ini kita akan melihat suatu petunjuk yang
sempurna, dari yang sekecil-kecilnya sampai yang sebesar-besarnya. Dari
sebuah akar tumbuhan yang mencari air ke dasar bumi, hingga perjalanan
tata surya ini menunjukkan bahwa ada zat yang memberi hidayah
(petunjuk) dan Al-Qur’an menerangkan bahwa ia adalah Allah Yang
Menciptakan lalu memberi hidayah.
Fenomena pengabulan do’a (QS.6:63).
Hal yang logis bila seseorang ketika menghadapi bahaya pasti menghadap
Allah dan berdo’a, walaupun ia orang yang kafir / musyrik (Q.S.17:67,
10:22-23, 6:63-64).
2
Hadits riwayat At-Tirmizi dalam Al-Jami’ Ash-Shahih, kitab Da’awat, bab
I.
Dan maksud dari hadits ini: bahwa segala macam ibadah, baik yang umum
maupun yang khusus, yang dilakukan seorang mu’min, seperti mencari
nafkah yang halal, menyantuni anak yatim, dll.
“Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu bertawakal, jika
kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah:
23)
5) Raghbah (Penuh minat), rahbah (cemas) dan khusyu’
(tunduk)
QS. Al-Anbiya’: 90
6) Inabah (kembali kepada Allah)
QS. Az-Zumar: 54
7) Isti’anah (memohon pertolongan)
(QS. Al-Fatihah: 4), dan hadits,
“Apabila kamu memohon pertolongan, maka mohonlah
pertolongan kepada Allah.”( HR. Tirmizi dalam Al-Jami’ Ash-
Shahih, kitab Syafa’at Al-Qiyamah War-Raqai Wal-Wara’, bab 59,
dan riwayat Imam Ahmad Musnad (Beirut: Al-Maktab Al-Islami,
1403 H), jilid 1, hal. 293, 303, 307.)
8) Isti’adzah (Memohon perlindungan)
QS. Al-Falaq: 1)
QS. An-Nas: 1-2
QS. Al-Anfal: 9)
9) Dan berbagai ibadah lainnya.
Rencana Pelaksanaan Mentoring
(RPM)
A. Standar Kompetensi
Kemampuan dalam mengenal Rasul
B. Kompetensi Dasar dan Indikator
Kompetensi Dasar Indikator
Memahami definisi Nabi dan 1.1. Mampu menjelaskan definisi
Rasul. Nabi dan Rasul
Memahami sifat-sifat Nabi 3.1. Mampu menjelaskan sifat-sifat
dan Rasul Nabi dan Rasul
Meneladani sifat-sifat Nabi 2.1. Mampu meneladani sifat-sifat
dan Rasul. Nabi dan Rasul
D. Materi Mentoring
Ma’rifatul Rasul
E. Metode Mentoring
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya Jawab
F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran
1. Media :-
2. Alat :-
3. Sumber belajar : buku panduan mentoring dan referensi lain.
G. Langkah-langkah Pelaksanaan Mentoring
Langkah Kegiatan Mentoring Alokasi Metode
Waktu
Pendahuluan 1. Mentor menyapa mentee 15 Ceramah
dengan memberi salam menit dan
2. Mentor mengecek kehadiran Tanya
mentee Jawab
3. Mentor membimbing
mentee agar mengawali
kegiatan mentoring dengan
tilawah
4. Kultum dari salah satu
mentee
5. Mentor mengulas singkat
materi sebelumnya.
6. Mentor menjelaskan garis
besar materi yang akan
dipelajari
Inti 1. Mentor menjelaskan 60 Ceramah
definisi rasul dan menit dan
fungsinya secara umum, Diskusi
tanda-tandanya dan
contohnya secara tepat
dam mengimaninya.
2. Mentor bersama mentee
mendiskusikan sebuah
kasus yang berkaitan
dengan materi
mentoring
Penutup 1. Mentor dan mentee 15 Ceramah
melakukan evaluasi menit dan
pembelajaran dalam Tanya
mentoring Jawab
2. Mentor dan mentee
menyimpulkan materi
mentoring
3. Mentor memberikan refleksi
berkait materi yang telah
dipelajari
4. Mentor memberikan tindak
lanjut untuk metari yang
telah dipelajari
5. Mentor menutup kegiatan
mentoring dengan salam
H. Penilaian
3. Tes tertulis (atau lisan)
4. Akhlak mentee saat mentoring.
Lampiran
MENGENAL RASUL
1. Definisi Nabi
Dalam bahasa Arab, nabi berasal dari kata naba’ yakni: berita (QS. An-
Naba’:2)
Dinamakan nabi karena ia memberi kabar dan diberi kabar. Ia diberi
kabar dari Allah. (QS. AL-An’am:3)
Nabi juga memberi kabar dari Allah, perintah-Nya dan wahyu-Nya(QS.
Al-Hijr: 49, 51)
Ada juga yang mengatakan: Nubuwah (kenabian) berasal dari kata
Nabwah, yaitu bagian bumi yang tinggi. Hubungan antara lafadz nabi
dan maknanya secara bahasa adalah bahwa nabi mempunyai harkat dan
kedudukan tinggi di dunia dan akhirat.
2. Definisi Rasul
Adapun yang berasal dari kara “isral” yang secara bahasa bermakna
“mengarahkan”.
Allah berfirman ketika mengisahkan Ratu Saba’:
Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan
membawa hadiah, dan aku akan menunggu apa yang akan dibawa
kembali oleh utusan-utusan itu. (QS. An-Naml: 35).
3
Syarh al Aqidah at Tahaawiyah (167), Lawami’ al Anwar al Bahiyah (1/49)
Pertama: Allah menerangkat, dia mengutus para nabi sebagaimana
mengutus para rasul. Firman-Nya:
Dan kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasul pun dan tidak
pula seoran gnabi. (QS. Al-Hajj: 52).
jika perbedaan antara nabi dan rasul adalah perintah untuk
menyampaikan, maka kata “mengutus” seperti tersebut dalam ayat ini
juga mengharuskan nabi untuk menyampaikan.
Kedua: tidak menyampaikan berati menyembunyikan wahyu. Allah
tidak menurunkan wahyu untuk disembunyikan dan disimpan dalam hati
seseorang. Lalu ilmu tersebut hilang dengan meninggalnya orang
tersebut.
Ketiga, sabda Nabi sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas: Umat-
umat diperlihatkan kepadaku. Ada nabi yan gbersama satu orang
pengikut, ada nabi yang bersama dua orang, ada nabi yang bersama
sekelompok orang. Ada juga nabi yang tidak bersama seorang pengikut
pun. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menunjukkan. Para nabi diperintahkan untuk menyampaikan.
Mereka berbeda jumlah pengikutnya. Definisi yang paling tepat adalah
Rasul adalah seorang yang diberi wahyu dengan syariat baru. Sedangkan
nabi adalah orang yang diutus mengokohkan syariat yang telah ada
sebelumnya.4
Dahulu Bani Israil dipimpin oleh para nabi. Setiap nabi yang wafat
digantikan oleh nabi yang lain, sebagaimana disebutkan dalam sebuah
hadits (HR. Bukhari)
Karena itu, semua rasul adalah nabi
4. Urgensi Iman Kepada para Rasul
a. Beriman Kepada para Nabi dan Rasul termasuk Dasar Keimanan
Allah berfirman:
4
Tafsir Al Alusi: 7/157
Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang
diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yaqub, dan anak-anaknya,
dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa an para Nabi dari Tuhan
mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka
dan hanya kepada-Nyalah kami menyerahkan diri.”(QS. Ali Imran:
84)
Barangsiapa yang tidak beriman kepada para rasul berarti ia telah
sesat dan sangat merugi.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan Hari Kemudian, maka
sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.(QS. An-Nisa:
136)
b. Hubungan antara Iman kepada Allah dan Iman Kepada para Rasul
dan kerasulan
Orang yang benar-benar beriman kepada Allah tetapi mengingkari
para Rasul ia tidak mengagungkan Allah (Q S. Al-An’am: 91) dan ia
kafir disisi Allah (QS. An-Nisa’: 150-151). Allah mengutus para
Rasul dan menurunkan kitab-kitab. Sebab, ini adalah keniscayaan
sifat-sifat-Nya. Karena Allah tak menciptakan makhluk dengan sia-
sia.(QS. Al-Qiyamah: 36).
c. Wajib beriman kepada semua Rasul
Selalu ada bagian dari umat yang mendustakan rasul-Nya. Tapi
mendustakan seorang rasul dianggarp telah mendustakan semua
rasul. Sebab, para rasul adalah pembawa satu misi. Mereka
mengajak kepada agama yang satu. Para rasul adalah sebuah
kesatuan. Yang terdahulu memberi kabar gembira kepada orang
yang datang kemudian/ lalu rasul yang datang membenarkan rasul
terdahulu.
5. Jumlah Nabi dan Karakter Mereka
Rasulullah memberitahu kita jumlah para nabi dan rasul. Abu Dzar
pernah bertanya: Wahai Rasulullah! Berapakah (jumlah) para Rasul?”
Beliau menjawab: 311. Suatu kali beliau berkata 315.
Dalam riwayat Abu Umamah, abu Dzar bertanya, “Wahai Rasulullah,
berapakah jumlah para Nabi?” Beliau menjawab: 124 ribu, diantara
mereka terdapat 315 Rasul.
Ada Nabi dan Rasul yang tidak diceritakan Allah kepada kita (QS. An-
Nisa’:164, Ghafir: 78)
Para Nabi dan Rasul yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Allah
menyebutkan dalam kitabnya 25 nabi dan rasul. Dalam beberapa ayat
terpisah, Allah menyebutkan Adam, Hud, Shalih, Syuaib, Ismail, Idris,
Dzulkifli, dan Muhammad Alaihisallam.
Allah berfirman:
Sesungguhnya Allah telah memilih Adam. (QS. Ali Imran :33)
Dan kepada kaun ‘Aad (Kami utus) saudara mereka Hud. (QS. Huud:
50)
Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shalih. (QS. Huud:
61)
Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka Syuaib.
(QS. Huud: 85)
Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Dzulkifli. Semua mereka
termasuk orang-orang sabar. (QS. Al-Anbiya’: 85)
Muhammad adalah utusan Allah (QS. Al-Fath: 29)
Allah menyebutkan 18 orang rasul dalam satu tempat di surah Al-
An’am: 83-86)
6. Tugas-tugas para Rasul
Menyampaikan Dakwah (Al-Ma’idah: 67)
Meyampaikan wahyu memerlukan keberanian dan tidak takut pada
manusia. Karena dia menyampaikan pada mereka sesuatu yang
bertentangan dengan keyakinan mereka, menyuruh mereka sesuatu yang
tidak mereka sukai dan melarang apa yang menjadi kebiasaan mereka.
Menyampaikan adalah dengan membacakan nash-nash yang
diwahyukan Allah tanpa mengurangi atau menambahi.
Mendakwahkan Ajaran Allah
Tugas rasul bukan hanya sekadar menyampaikan dan menjelaskan
kebenaran. Mereka juga wajib mengajak manusia untuk menerima
dakwah, menerapkannya dalam diri mereka, baik secara keyakinan,
perkataan dan perbuatan. Para rasul telah mencurahkan kesungguhan
dalam rangka mengajak manusia kepada Allah. Dalam masalah ini, anda
cukup membaca surah Nuh untuk melihat bagaimana usaha yang ia
lakukan selama 900 tahun. Ia mengajak mereka siang dan malam,
sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, memakai cara mendorong dan
peringatan, janji dan ancaman, mengarahkannya pada tanda-tanda alam
semesta. Tapi mereka menolak.
Memberi Kabar Gembira dan Peringatan
Kabar gembira dan peringatan para rasul adalah duniawi dan ukhrawi.
Di dunia mereka memberi kabar gembira pada orang-orang yang taat
berupa kehidupan yang sejahtera.(QS. AN-Nahl: 97)
Rasul menjanjikan mereka dengan kemuliaan dan kekuasaan serta
keamanan.(QS. An-Nuur: 55)
Beliau memperingatkan orang-orang yang menentang dengan
kesengsaraan hidup di dunia. (QS. Thaha: 124)
Beliau memperingatkan mereka dengan azab dan kehancuran di dunia.
(QS. Fushshilat: 13)
Di akhirat, mereka memberik kabar gembira bagi orang-orang yang taat
dengan surga dan kenikmatannya. (QS. An-Nisaa: 13)
Memperbaiki dan Mensucikan Jiwa
Allah Maha Pengasih terhadap hamba-Nya. Karena kasih sayang-Nya,
maka Allah menghidupkan jiwa mereka dengan wahyu-Nya dan
menyinarinya dengan sinar-Nya. (QS. Asy-Syurura: 52). Dengan wahyu
ini Allah mengeluarkan manusia dari kegelapan menuj cahaya,
kegelapan kafir, syirik, dan kebodohan kepada cahaya Islam dan
kebenaran.
Meluruskan pemikiran menyimpang dan akidah sesat
Asal penciptaannya, manusia berada pada fitrah yang benar. Mereka
hanya menyembah kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya
dengan sesutu [un. Ketika mereka bercerai-berai dan berselisih, Allah
mengutus para Rasul untuk mengembalikan manusia ke jalan yang
benar dan menyelamatkan mereka dari kesesatan.
Menegkkan Hujjah
Tidak ada yang lebih menyukai hujjah daripada Allah. Dia mengutus
para Rasul dan menurunkan kitab agar manusia tidak punya alasan lagi
pada Hari Kiamat. Sandainya Allah tidak mengutus para rasul, niscaya
pada Hari Kiamat mereka akan membantah Allah.
Memimpin Umat
Orang-orang yang mengikuti para rasul membentuk jamaah dan umat.
Mereka memerlukan oran gyang memimpin dan mengatur urusan mereka.
Para rasul melakukan tugas tersebut di masa hidup mereka.m mereka
menegakkan hukum Allah ditengah-tengah manusia.
Para rasul dan pngikutnya setelah menegakkan hukum di tengah manusia
memimpin umat di waktu damai dan waktu perang. Mereka memangku
jabatan hakim dan mengurusi masalah umat. Pada semua hal itu mereka taat
pada Allah.
Barangsiapa yang menaati rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah.
(QS. AN-Nisaa: 80).
Seorang hamba tidak akan bisa mendapat ridha Allah dan kecintaannya
kecuali lewat ketaatan. Karena itu, semboyan seorang muslim yang selalu di
dengung-dengungkan adalah mendengarkan dan menaati.(QS. An-Nur: 51)
5
Fath Al-Bari, hl. 1/9 dan Al Mishbah AL Munir: 651, 652
Ketiga, malaikat menyerupai seoran glaki-laki. Ia berbicara dengannya.
Rasul memahami perkataanya. Ini adalah cara paling ringan bagi
Rasulullah. Ini telah terjadi bersama Jibril pada pertemua pertama di
Gua Hira.
A. Standar Kompetensi
Kemampuan dalam memahami dan mengaplikasikan thaharah sesuai
yang Rasulullah ajarkan
B. Kompetensi Dasar dan Indikator
Kompetensi Dasar Indikator
1. Memahami hakikat 1.1. Mampu menjelaskan hakikat
thaharah thaharah
2. Memahami pentingnya 2.1. Mampu menjelaskan
thaharah pentingnya thaharah.
3. Memahami macam-macam 3.1. Mampu menjelaskan macam-
thaharah macam thaharah
4. Memahami cara-cara 4.1. Mampu menjelaskan cara-cara
thaharah dalam berbagai thaharah dalam berbagai
keadaan. keadaan.
5. Mengaplikasikan thaharah 5.1. Mampu mempraktikkan cara-
sesuai yang Rasulullah cara thaharah dalam berbagai
ajarkan keadaan (wudhu dan tayamum)
C. Tujuan pelaksanaan Mentoring
1. Setelah proses mentoring, mentee mampu menjelaskan pentingnya
thaharah
2. Setelah proses mentoring, mentee mampu menjelaskan macam-
macam thaharah
3. Setelah proses mentoring, mentee mampu menjelaskan cara-cara
thaharah dalam berbagai keadaan.
4. Setelah proses mentoring, mentee mampu mempraktikkan cara-cara
thaharah dalam berbagai keadaan (wudhu dan tayamum)
D. Materi Mentoring
1. Pengertian thaharah
2. Macam-macam thaharah
3. Cara berwudhu
4. Cara bertayamum
E. Metode Mentoring
1. Ceramah
2. Praktik
3. Diskusi
F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran
1. Media :-
2. Alat :-
3. Sumber belajar : buku panduan mentoring dan referensi lain.
G. Langkah-langkah Pelaksanaan Mentoring
Langkah Kegiatan Mentoring Alokasi Metode
Waktu
pendahuluan 1. Mentor menyapa mentee 15 Ceramah
dengan memberi salam menit dan
2. Mentor mengecek kehadiran Tanya
mentee Jawab
3. Mentor membimbing
mentee agar mengawali
kegiatan mentoring dengan
tilawah
4. Kultum dari salah satu
mentee
5. Mentor mengulas singkat
materi sebelumnya.
6. Mentor menjelaskan garis
besar materi yang akan
dipelajari
Inti 1. Mentor menjelaskan 60 Praktik
pengertian thaharah menit dan
2. Mentor menjelaskan Diskusi
macam-macam thaharah
3. Mentor menjelaskan
pentingnya thaharah
4. Mentor menjelaskan cara-
cara thaharah
5. Mentee mempraktikkan
cara-cara thaharah secara
bergiliran
H. Penilaian
1. Praktik
2. Akhlak mentee saat mentoring.
Lampiran Materi
THAHARAH
(WUDHU DAN TAYAMUM)
ii. Tayamum
Tayamum adalah bersuci dengan menggunakan debu sebagai
pengganti wudhu dan mandi bagi yang beruzur tidak mendapatkan air
atau termudaratkan oleh penggunaannya. Tayamum hukumnya wajib
bagi yang akan melaksanakan suatu ibadah yang pelaksanaannya harus
dalam keadaan suci dari hadats, seperti salat. Adapun tayamum untuk
suatu ibadah yang pelaksanaannya tidak harus dalam keadaan suci tetapi
disukai dalam keadaan suci seperti halnya tayamum untuk membaca Al
Qur’an tanpa menyentuh mushaf hukumnya sunnah.
Rukun Tayamum:
1. Niat Tayamum.
2. Menyapu muka dengan debu atau tanah.
3. Menyapu kedua tangan dengan debu atau tanah hingga ke siku.
A. Standar Kompetensi
Kemampuan memahami dan mempraktikkan pentingnya salat dan tata
cara sesuai yang Rasulullah ajarkan dan memahami keutamaan dan
manfaat salat sunnah dalam kehidupan sehari-hari
B. Kompetensi Dasar dan Indikator
Kompetensi Dasar Indikator
1. Memahami pentingnya 1.1 Mampu menjelaskan pentingnya
salat salat
2. Memahami bacaan- 2.1 Mampu menjelaskan bacaan-
bacaan salat bacaan salat
3. Memahami gerakan- 3.1 Mampu menjelaskan gerakan-
gerakan salat sesuai gerakan salat sesuai ajaran
ajaran Rasulullah Rasulullah
H. Penilaian
1. Praktik
2. Akhlak mentee saat mentoring.
Lampiran
FIQIH SALAT
Rasulullah bersabda, “Shalatlah kalian sebagaimana melihat aku
shalat”.
Yaitu shalat secara sempurna baik rukun, wajib maupun sunnah-
sunnahnya.
D. Standar Kompetensi
Kemampuan memahami dan mempraktikkan cara-cara salat dalam
keadaan khusus (sakit dan bepergian jarak jauh)
E. Kompetensi Dasar dan Indikator
Kompetensi Dasar Indikator
10. Memahami tata 1.1 Mampu menjelaskan tata cara
cara salat dalam keadaan salat dalam keadaan khusus
khusus (sakit dan (sakit dan bepergian jarak jauh)
bepergian jarak jauh)
11. Mempraktikan 2.1 Mampu mempraktikkan cara-cara
cara-cara salat dalam salat dalam keadaan khsusus
keadaan khusus (sakit dan (sakit dan bepergian jarak jauh)
bepergian jarak jauh)
C. Standar Kompetensi
Kemampuan memahami dan mempraktikkan cara-cara salat jenazah,
sujud syahwi, sujud syukur, dan sujud tilawah
D. Kompetensi Dasar dan Indikator
Kompetensi Dasar Indikator
1. Memahami hakikat salat 1.1 Mampu menjelaskan hakikat salat
jenazah, sujud syahwi, jenazah, sujud syahwi, sujud
sujud syukur, dan sujud syukur, dan sujud tilawah
tilawah
2. Memahami pentingnya 2.1 Mampu pentingnya salat jenazah,
salat jenazah, sujud sujud syahwi, sujud syukur, dan
syahwi, sujud syukur, dan sujud tilawah
sujud tilawah
3. Memahami bacaan-bacaan 3.1 Mampu menjelaskan bacaan-
salat jenazah, sujud bacaan salat jenazah, sujud
syahwi, sujud syukur, dan syahwi, sujud syukur, dan sujud
sujud tilawah tilawah
4. Memahami tata cara salat 4.1 Mampu menjelaskan tata cara
jenazah, sujud syahwi, salat jenazah, sujud syahwi, sujud
sujud syukur, dan sujud syukur, dan sujud tilawah
tilawah
5. Mempraktikkan salat 5.1 Mampu mempraktikkan salat
jenazah, sujud syahwi, jenazah, sujud syahwi, sujud
sujud syukur, dan sujud syukur, dan sujud tilawah beserta
tilawah beserta bacaannya bacaannya
J. Penilaian
1. Praktik
2. Akhlak mentee saat mentoring.
Lampiran
A. Salat Jenazah
1. Syarat-syarat Salat Jenazah
Syarat-syarat salat jenazah, yaitu:
a. Salat jenazah sama halnya dengan salat yang lain, yaitu harus
menutup aurat, suci dari hadats besar dan kecil, suci badan,
pakaian dan tempatnya serta menghadap kiblat
b. Mayit sudah dimandikan dan dikafani
c. Letak mayit sebelah kiblat orang yang menyalatinya, kecuali
kalau salat dilakukan di atas kuburan atau salat ghaib
2. Rukun dan Cara Mengerjakan Salat Jenazah
Salat jenazah tidak dengan rukuk dan sujud serta tidak dengan adzan
dan iqamat, dan caranta sebagai berikut:
Setelah berdiri sebagaimana mestinya akan mengerjakan salat, maka:
a. Niat, menyengaja melakukan salat atas mayit dengan empat
takbir, menghadap kiblat karena Allah.
Niatnya:
Untuk mayat laki-laki:
َ ت فَ ْر
ضا ْل ِكفَا يَ ِة َماْ ُم ْو ًما لِل تَ َعا لي ِ ِّصلِّي عَلي َه َذا ْل َمي
ٍ ت اَ ْربَ َع تَ ْكب ْي َرا َ ُا
Untuk mayat prempuan
َ ت فَ ْر
ضا ْل ِكفَا يَ ِة َماْ ُم ْو ًما لِل تَ َعا لي ِ ِّصلِّي عَلي هَذه َا ْل َمي
ٍ ت اَ ْربَ َع تَ ْكب ْي َرا َ ُا
b. Setelah takbiratul ihram, yakni setelah mengucapkan
“Allahuakbar” bersamaan dengan niat, sambil meletakkan
tangan kanan di atas tangan kiri di atas perut, kemudian
membaca surat Fatihah. Setelah membaca Fatihah, kemudian
takbir membaca “Allaahuakbar”.
c. Setelah takbir yang kedua, kemudian membaca salawat atas
nabi sebagai berikut:
صلٰ ِي عَلي ُم َح َّم ٍد
َ اَللهُ َّم
Lebih sempurna membaca salawat sebagai berikut:
صلَّيْتَ عَلي اِ ْب َرا ِه ْي َم َوعَلي اَ ِل اِ ْب َرا ِه ْي َم
َ صلٰ ِي عَلي ُم َح َّمد َوعَلي اَ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما َ اَلل ُه َّم
َوبَا ِركْ عَلي ُم َح َّم ٍد َوعَلي اَ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما بَا َر ْكتَ عَلي اِ ْب َرا ِه ْي َم َوعَلي َا ِل اِ ْب َرا ِه ْي َم فِي
ا ْل َعا لَ ِميْنَ اِنَّ َك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد
d. Setelah takbir yang ketiga, kemudian membaca doa sebagai
berikut:
Untuk mayat laki-laki:
ْ ُاللهم ا ْغفِ ْر لَه
وار َحمهُ وعافِ ِه واعفُ عنه
Untuk mayat perempuan:
ْ اللهم ا ْغفِ ْر لَ َها
وار َحم َها وعافِ َها واعفُ عن َها
e. Selesai takbir keempat membaca doa sebagai berikut:
ُاللهُ ٰم ْلتَح ِر ْمنا أَ ْج َرهُ وْلتَ ْفتِنٰا بَع َده
f. Kemudian memberi salam sambil memalingkan muka ke kanan
dan ke kiri dengan ucapan sebagai berikut:
ُسالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َر ْح َمةُ هللاِ َوبَ َركَاتُه
َّ ال
B. Sujud Syahwi
Sujud Syahwi adalah sujud karena lupa. Maksudnya, sujud dua
kali karena terlupa salah satu rukun shalat, baik kelebihan maupun
kekurangan dalam melaksanakannya.
1. Orang yang lupa tidak duduk attahiyat awwal, orang yang lupa
sudah salam padahal masih ada satu atau lebih rakaa’at lagi yang
harus disempurnakan, maupun orang yang shalat kelebihan
rakaa’at dari yang semestinya, maka orang tersebut supaya sujud
sahwi.
2. Jika seseorang ragu-ragu, hendaknya memilih yang ia yakni
kemudian sujud sahwi.
3. Sujud sahwi menggunakan takbir
4. Sujud sahwi bisa dilakukan sebelum maupun sesudah salam. Jika
dilakukan setelah salam, maka setelah sujud sahwi salam (lagi).
5. Tidak ada bacaan khusus untuk sujud sahwi
Contoh
1. Jika seseorang shalat zuhur sebanyak lima rakaa’at baru teringat
atau ada yang mengingatkan setelah salam. Apakah yang harus
dilakukan orang tersebut?
*Setelah ingat kemudian melakukan sujud dua kali (sujud sahwi)
kemudin salam.
2. Jika seseorang shalat ashar kemudian terlupa dan salam di rakaa’at
kedua kemudian baru teringat setelah salam. Apakah yang harus
dilakukan orang tersebut?
*Setelah ingat kemudian menyempurnakan jumlah rakaa’at
dilanjutkan dengan sujud dua kali (sujud sahwi) sebelum salam
dan diakhiri dengan salam.
C. Sujud Syukur
Sujud Syukur ialah sujud terima kasih, yaitu sujud satu kali di
waktu mendapat keuntungan yang menyenangkan atau terhindar dari
kesusahan yang besar
1. Sujud syukur itu dilakukan karena satu keuntungan yang didapat
atau terhindar dari suatu kesusahan.
2. Sujud syukur hanya sekali sujud.
3. Sujud syukur tidak perlu wudlu terlebih dahulu.
4. Hukum sujud syukur adalah sunnah.
5. Tidak disyaratkan Takbir, Attahiyat atau Salam.
6. Tidak ada bacaan yang khusus untuk Sujud Syukur.
D. Sujud Sajadah / Sujud Tilawah
Sujud Tilawah ialah sujud di waktu membaca atau mendengar
ayat-ayat sajdah
1. Hanya dilakukan sekali sujud
2. Hukum sujud tilawah adalah sunnah
3. Tidak perlu wudhu terlebih dahulu
4. Bisa dilakukan di dalam maupun di luar shalat. Jika dilakukan di
dalam shalat berjama’ah maka mengikuti imam.
5. Di dalam sujud membaca :
ص َرهُ بِحَوْ ِل ِه َوقُ َّوتِ ِه َّ َس َج َد َوجْ ِهي لِلَّ ِذي َخلَقَهُ َو َش
َ ق َس ْم َعهُ َو َب
“Sajada wajhii lilladzii kholaqohu wa syaqqo sam'ahu wa
bashorohu bihaulihi wa quwwatihi”
6. Ayat-ayat sajadah ada lima belas
1. Al - A’raaf : 206
2. Ar - Rad : 15
3. An - Nahl : 50
4. Al - Israa’ : 109
5. Masryam : 58
6. Al - Hajj : 18
7. Al - Hajj : 77
8. Al - Furqaan : 60
9. An - Naml : 26
10. As - Sajadah : 15
11. Shaad : 24
12. Fushshilat : 38
13. An - Najm : 62
14. Al - Insyiqaaq : 21
15. Al - ‘Alaq : 19
Rencana Pelaksanaan Mentoring
(RPM)
A. Standar Kompetensi
Kemampuan memahami urgensi pendidikan Islam sepanjang hayat
sebagai motivasi untuk mengikuti mentoring lanjut
B. Kompetensi Dasar dan Indikator
Kompetensi Dasar Indikator
1. Memahami hakikat pendidikan 1.1 Mampu menjelaskan hakikat
Islam pendidikan Islam
2. Memahami karakteristik 2.1 Mampu menjelaskan
pendidikan Islam karakteristik pendidikan Islam
3. Memahami pentingnya 3.1 Mampu menjelaskan
pendidikan islam pentingnya pendidikan Islam
4. Menerapkan pendidikan Islam 4.1 Mampu menerapkan
sepanjang hayat dengan pendidikan Islam sepanjang
mengikuti mentoring lanjut hayat
C. Tujuan pelaksanaan Mentoring
1. Setelah proses mentoring, mentee mampu menjelaskan hakikat
pendidikan Islam
2. Setelah proses mentoring, mentee mampu menjelaskan karakteristik
pendidikan Islam
3. Setelah proses mentoring, mentee mampu menjelaskan pentingnya
pendidikan Islam
4. Setelah proses mentoring, mentee mampu menerapkan pendidikan
Islam sepanjang hayat dengan mengikuti mentoring lanjut
D. Materi Mentoring
Hakikat pendidikan Islam sepanjang hayat
E. Metode Mentoring
1. Ceramah
2. Praktik
3. Diskusi
F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran
1. Media :-
2. Alat :-
3. Sumber belajar : buku panduan mentoring dan tajwid.
G. Langkah-langkah Pelaksanaan Mentoring
Langkah Kegiatan Mentoring Alokasi Metode
Waktu
pendahuluan 1. Mentor menyapa mentee 15 menit Ceramah
dengan memberi salam dan
2. Mentor mengecek Tanya
kehadiran mentee Jawab
3. Mentor membimbing
mentee agar mengawali
kegiatan mentoring
dengan tilawah
4. Kultum dari salah satu
mentee
5. Mentor mengulas
singkat materi
sebelumnya.
6. Mentor menjelaskan
garis besar materi yang
akan dipelajari
Inti 1. Mentor menjelaskan 60 menit Praktik,
hakikat pendidikan Islam Tanya
2. Mentor menjelaskan Jawab,
karakteristik pendidikan dan
Islam Diskusi
3. Mentor menjelaskan
pentingnya pendidikan
Islam
Penutup 1. Mentor dan mentee 15 menit Ceramah
melakukan evaluasi dan
pembelajaran dalam Tanya
mentoring Jawab
2. Mentor dan mentee
menyimpulkan materi
mentoring
3. Mentor memberikan
refleksi berkait materi
yang telah dipelajari
4. Mentor memberikan
tindak lanjut untuk materi
yang telah dipelajari
5. Mentor menutup kegiatan
mentoring dengan salam
H. Penilaian
1. Teori
2. Akhlak mentee saat mentoring.
Lampiran
URGENSI PENDIDIKAN ISLAM
A. Standar Kompetensi
Postes BAQ, thaharah (wudhu dan tayamum), dan praktik salat (salat
wajib, sunnah, sakit, dan bepergian jarak jauh)
B. Kompetensi Dasar dan Indikator
Kompetensi Dasar Indikator
1. Mempraktikkan thaharah 1.1 Mampu mempraktikkan
(wudhu dan tayamum), salat thaharah (wudhu dan
wajib, salat sunnah (dhuha, tayamum), salat wajib, salat
tahajud, rawatib), salat dalam sunnah (dhuha, tahajud,
keadaan khusus (sakit dan rawatib), salat dalam keadaan
bepergian jarak jauh), salat khusus (sakit dan bepergian
jenazah, sujud syukur, sujud jarak jauh), salat jenazah,
syahwi, sujud tilawah, dan sujud syukur, sujud syahwi,
membaca Al Quran sesuai sujud tilawah, dan membaca
dengan hukum tajwid (nun Al Quran sesuai dengan
mati/tanwin, mim sukun, lam, hukum tajwid (nun
ra, dan mad) yang benar mati/tanwin, mim sukun, lam,
ra, dan mad) yang benar
C. Tujuan pelaksanaan Mentoring
1. Setelah proses mentoring, mentee mampu mempraktikkan thaharah
(wudhu dan tayamum), salat wajib, salat sunnah (dhuha, tahajud,
rawatib), salat dalam keadaan khusus (sakit dan bepergian jarak
jauh), salat jenazah, sujud syukur, sujud syahwi, sujud tilawah, dan
membaca Al Quran sesuai dengan hukum tajwid (nun mati/tanwin,
mim sukun, lam, ra, dan mad) yang benar
D. Materi Mentoring
Materi mentoring 5 s.d. 10 (thaharah, tajwid, salat jenazah, sujud
syukur, sujud syahwi, sujud tilawah)
E. Metode Mentoring
1. Ceramah
2. Praktik
3. Diskusi
F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran
1. Media :-
2. Alat : peralatan salat
3. Sumber belajar : buku panduan mentoring dan tajwid.
G. Langkah-langkah Pelaksanaan Mentoring
Langkah Kegiatan Mentoring Alokasi Metode
Waktu
pendahuluan 1. Mentor menyapa mentee 15 menit Ceramah
dengan memberi salam dan
2. Mentor mengecek Tanya
kehadiran mentee Jawab
3. Mentor membimbing
mentee agar mengawali
kegiatan mentoring
dengan tilawah
4. Kultum dari salah satu
mentee
5. Mentor mengulas singkat
materi sebelumnya.
6. Mentor menjelaskan
garis besar materi yang
akan dipelajari
Inti 1. Mentee mempraktikkan 60 menit Praktik,
thaharah (wudhu dan Tanya
tayamum), salat wajib, Jawab,
salat sunnah (dhuha, dan
tahajud, rawatib), salat Diskusi
dalam keadaan khusus
(sakit dan bepergian jarak
jauh), salat jenazah, sujud
syukur, sujud syahwi,
sujud tilawah, dan
membaca Al Quran sesuai
dengan hukum tajwid (nun
mati/tanwin, mim sukun,
lam, ra, dan mad) yang
benar
Penutup 1. Mentor dan mentee 15 menit Ceramah
melakukan evaluasi dan
pembelajaran dalam Tanya
mentoring Jawab
2. Mentor dan mentee
menyimpulkan materi
mentoring
3. Mentor memberikan
refleksi berkait materi
yang telah dipelajari
4. Mentor memberikan
tindak lanjut untuk materi
yang telah dipelajari
5. Mentor menutup kegiatan
mentoring dengan salam
H. Penilaian
1. Teori
2. Akhlak mentee saat mentoring.
Rencana Pelaksanaan Mentoring
(RPM)
I. Standar Kompetensi
Kemampuan memahami akhlak dalam islam.
J. Kompetensi Dasar dan Indikator
Kompetensi Dasar Indikator
1. Memahami pengertian 1) Mampu menjelaskan
akhlak. pengertian akhlak.
2. Memahami golongan akhlak 2) Mampu menjelaskan
golongan akhlak dalam islam.
dalam islam.
3) Mampu menjelaskan
3. Memahami keutamaan keutamaan akhlak dalam
akhlak dalam islam. islam.
4. Meneladani akhlak 4) Mampu menjelaskan akhlak
Rasulullah dan memberikan Rasulullah dan mampu
contohnya memberikan contohnya
P. Penilaian
1. Teori
2. Akhlak mentee saat mentoring maupun kehidupan sehari-hari
Lampiran
Adab dan akhlak dalam pandangan agama memiliki kedudukan yang tinggi
dan mulia. Juga di hadapan Allah dan Rasul-Nya bahkan di hadapan seluruh
makhluk. Namun banyak orang mengentengkan masalah ini dan
menjadikannya seakan-akan bagian luar dan jauh dari agama.
Adab Bermasyarakat
Manusia adalah makhluk sosial, satu dengan lainnya saling bergantung dan
membutuhkan. Seseorang akan merasa tentram bila hidup bersama makhluk
sejenisnya dan akan merasa kesepian manakala hidup sendirian.
Apa yang manusia berikan kepadanya adalah salah satu dari dua perkara:
1. Kadang ia diperlakukan baik oleh mereka, maka hendaklah ia berterima
kasih dan membalas kebaikan mereka. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia, berarti tidak bersyukur
kepada Allah.” (Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 1954)
2. Adakalanya dia diperlakukan jelek, maka dalam kondisi seperti ini
hendaknya dia bersabar.
Seseorang bisa jadi tidak diberi kemudahan untuk banyak shalat malam dan
puasa sunnah di siang hari. Namun bila baik akhlaknya, dia bisa menyusul
dan mendapatkan derajat orang-orang yang melakukan shalat dan puasa.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya seorang mukmin mendapat derajat orang yang berpuasa dan
shalat malam dengan sebab baiknya akhlak.” (HR. Abu Dawud dan
dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-
Jami’ no. 1932)
Hendaklah seorang mengaca diri, apakah terhadap orang lain dia berlemah
lembut, berwajah ceria dan murah senyum?! Di mana dengan sikap itu
mereka akan tenteram dengannya, suka berada di sisinya, dan mau
bercengkrama dengannya. Adapun hakikat akhlak yang baik dalam bergaul
bersama masyarakat adalah seperti yang dikatakan oleh Abdullah bin
Mubarak rahimahullahu yaitu: wajah yang lapang (tersenyum), memberikan
kebaikan, dan menahan diri dari menyakiti orang. (lihat Shahih Sunan At-
Tirmidzi no. 2005)
Berikut ini penjelasannya:
Masih adakah orang-orang seperti ‘Utsman dan para pedagang tadi yang
bersegera untuk melepaskan krisis yang hampir menelan banyak korban,
tanpa mereka mencari keuntungan duniawi setitikpun? Padahal kalau mereka
ingin memanfaatkan kesempatan, niscaya mereka meraup keuntungan
sebesar-besarnya. Keinginan untuk mendapat pahala dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan tertanamnya sifat belas kasihan menghalangi mereka dari
nafsu serakah.
Menepati Janji
Manusia dalam hidup ini pasti ada keterikatan dan pergaulan dengan orang
lain. Maka setiap kali seorang itu mulia dalam hubungannya dengan manusia
dan terpercaya dalam pergaulannya bersama mereka, maka akan menjadi
tinggi kedudukannya dan akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sementara seseorang tidak akan bisa meraih predikat orang yang baik dan
mulia pergaulannya, kecuali jika ia menghiasi dirinya dengan akhlak-akhlak
yang terpuji. Dan di antara akhlak terpuji yang terdepan adalah menepati
janji.
Tanda-tanda Kemunafikan
Menepati janji adalah bagian dari iman.
Yakni syarat/janji yang paling berhak untuk dipenuhi adalah yang berkaitan
dengan akad nikah seperti mahar dan sesuatu yang tidak melanggar aturan
agama. Jika persyaratan tadi bertentangan dengan syariat maka tidak boleh
dilakukan, seperti seorang wanita yang mau dinikahi dengan syarat ia (laki-
lakinya) menceraikan isterinya terlebih dahulu. (Lihat Fathul Bari, 9/218)
Hidup Bertetangga
Cukuplah ayat ini sebagai hujah atas manusia untuk mereka selalu berbuat
baik dan berakhlak mulia kepada tetangga.
Semakin baik seseorang kepada tetangga, semakin mulia dan tinggi pula
derajatnya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.Dalam hadits ini ada isyarat
yang sangat lembut untuk berlomba dalam berbuat baik kepada tetangga
agar menjadi yang terbaik di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagai misal, dalam adat masyarakat Jawa, dikenal adanya bahasa halus
yang digunakan sebagai bentuk penghormatan yaitu “krama inggil”.
Biasanya bahasa ini digunakan untuk mengajak bicara orang yang lebih tua
atau dihormati. Maka termasuk ikram (memuliakan) kepada tetangga –allahu
a’lam– adalah mengajak bicara mereka dengan bahasa “krama”, sebagai
bentuk penghormatan, apalagi tetangga yang sudah berumur.
Demikian pula adat-adat lain, selama adat tersebut tidak menyelisihi syariat
dan termasuk perbuatan baik maka adat tersebut masuk dalam bentuk
pemuliaan yang disebut secara mutlak dalam sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam.
FIGUR TELADAN
Keteladanan Rasulullah
Keteladanan Rasulullah telah dinobatkan sendiri oleh Allah di dalam Al
Qur’an. Ini menunjukkan kesempurnaan Rasulullah dari semua sisi
kemanusiaan yang tidak dimiliki oleh selainnya, dahulu maupun sekarang.
Penyayang
Di antara bentuk keteladan beliau adalah penyayang. Apakah anda memiliki
sifat kasih sayang kepada sesama? Dan sudahkah anda berhias dengan sifat
ini? Sifat Rasulullah ini telah diceritakan oleh Allah di dalam Al-Qur’an.
Allah berfirman:
“Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari diri-diri kalian.
Sangat bersedih terhadap apa yang memberatkan kalian dan bersemangat
(untuk memberikan hidayah) kepada kalian dan lemah lembut dan
penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (At-Taubah: 128)
‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu 'anhu adalah seorang sahabat yang terkenal
memiliki sifat pemalu, hingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
malu kepadanya. Dikisahkan oleh Aisyah radhiyallahu 'anha:
“Suatu ketika, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berbaring di
rumahku dalam keadaan tersingkap dua paha atau dua betis beliau.
Kemudian Abu Bakr meminta izin menemui beliau. Beliau mengizinkannya
masuk, sementara beliau masih dalam keadaannya. Lalu Abu Bakr bercakap-
cakap dengan beliau. Kemudian ‘Umar datang meminta izin untuk masuk.
Beliau mengizinkannya masuk, sementara beliau tetap demikian
keadaannya. Mereka pun berbincang-bincang. Kemudian ‘Utsman datang
minta izin untuk menemui beliau. Beliau pun langsung duduk dan
membenahi pakaiannya –Muhammad2 berkata: Aku tidak mengatakan
bahwa hal ini terjadi dalam satu hari– ‘Utsman pun masuk dan berbincang-
bincang. Ketika ‘Utsman pulang, Aisyah bertanya, “Abu Bakr masuk
menemuimu, namun engkau tidak bersiap menyambut dan tidak
memedulikannya. Begitu pula ‘Umar masuk menemuimu, engkau juga tidak
bersiap menyambut dan tidak memedulikannya pula. Kemudian ketika
‘Utsman masuk, engkau segera duduk dan membenahi pakaianmu!”
Rasulullah menjawab, “Tidakkah aku merasa malu kepada seseorang yang
malaikat pun merasa malu kepadanya?” (HR. Muslim no. 2401)
Ini menunjukkan bahwa malu adalah sifat yang terpuji dan termasuk sifat
yang dimiliki oleh para malaikat. (Syarh Shahih Muslim, 15/168)
Di antara perkara yang tidak pantas malu padanya adalah menuntut ilmu.
Demikian yang ada dalam kehidupan para sahabat radhiyallahu 'anhum. Jadi,
belajar agama yang benar tidak boleh dipandang sebagai sesuatu yang ‘tidak
bergengsi’ sehingga orang harus malu melakukannya.
Hasad,
Pengertian Hasad
Ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan hasad. Namun inti ungkapan
mereka, hasad adalah sikap benci dan tidak senang terhadap apa yang
dilihatnya berupa baiknya keadaan orang yang tidak disukainya. (Majmu’
Fatawa, Ibnu Taimiyyah rahimahullahu, 10/111)
Orang yang hasad selalu dirundung kegalauan melihat nikmat yang Allah
Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada orang lain, seolah-olah adzab yang
menimpa dirinya. Rabbnya murka kepadanya, manusia pun menjauh
darinya. Tidaklah anda melihatnya kecuali selalu bersedih hati menentang
keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan takdir-Nya. Seandainya ia
mampu melakukan kebaikan niscaya ia tidak akan banyak beramal dan
berpikir untuk menyusul orang yang dihasadi. Dan seandainya mampu
melakukan kejelekan, pasti ia akan merampas nikmat saudaranya lalu
menjadikan saudaranya itu fakir setelah tadinya kaya, bodoh setelah tadinya
pintar, dan hina setelah tadinya mulia. (Lihat Ishlahul Mujtama’, hal. 103-
104)
3. Bersabar atas musuh, karena tidaklah seorang ditolong dari orang yang
hasad dan musuhnya, sebagaimana orang yang bersabar atasnya dan
bertawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
5. Mengosongkan hati dari sibuk dan memikirkan orang yang hasad kepada
dirinya. Setiap kali terbetik di benak, ia menepisnya dan memikirkan sesuatu
yang lebih bermanfaat. Ia melihat bahwa di antara siksaan batin yang besar
adalah sibuk memikirkan musuhnya.
9. Yang paling berat adalah memadamkan api orang yang hasad dan dzalim
serta menyakitinya, dengan berbuat baik kepadanya.
10. Memurnikan tauhid.
Tarhib (Ancaman)
Di samping janji-janji, syariat juga melengkapi perintah untuk
bersilaturahim dengan ancaman-ancaman keras bagi yang memutuskannya.
Di antara ancaman-ancaman tersebut adalah:
Orang yang menyambung adalah orang yang melakukan hal yang lebih dan
tidak diungguli oleh orang lain. Orang yang membalas adalah orang yang
tidak menambahi pemberian lebih dari apa yang dia dapatkan. Sedangkan
orang yang memutuskan adalah orang yang diberi dan tidak memberi.
Sebagaimana terjadi pembalasan dari kedua pihak, maka siapa yang
mengawali berarti dialah yang menyambung. Jikalau ia dibalas, maka orang
yang membalas dinamakan mukafi` (pembalas). Wallahu a’lam.” (Fathul
Bari, 10/427, cet. Dar Rayyan)
Orang yang terus berbuat baik kepada kerabat mereka meskipun mereka
berbuat jelek kepadanya, tidak akan rugi sedikit pun. Bahkan akan selalu
ditolong oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala . justru kerabat yang tidak mau
membalas kebaikan itulah yang mendapat dosa yang besar akibat perbuatan
mereka.
Bagi seorang anak, orang tua bisa menjadi ladang untuk menggali pahala
akhirat sebanyak-banyaknya. Yaitu dengan cara berbakti, menghormati,
mengasihi, dan juga merawatnya ketika orang tua mencapai usia lanjut.
Namun sayang, tidak banyak yang mengetahui betapa besar nilai kebaktian
seorang anak kepada orang tua.
3. Doa engkau berdua wahai ibu dan bapakku, cepat diterima oleh Allah
Subhanahu wa Ta'ala.
Maka doakanlah agar hidayah Allah Subhanahu wa Ta'ala tercurah padaku
dan janganlah berdoa kutukan untukku.
Tawadhu'
Lawan dari sifat tawadhu’ adalah takabbur (sombong), sifat yang sangat
dibenci Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah mendefinisikan sombong dengan
sabdanya: “Kesombongan adalah menolak kebenaran dan menganggap
remeh orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin
Mas’ud radhiallahu 'anhu)
Macam-macam Tawadhu’
Di antara mereka ada yang membagi tawadhu’ menjadi dua: