Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Benign Prostatic Hyperplasia atau yang biasa disebut BPH adalah bentuk
neoplasma terbanyak pada pria dan secara signifikan merupakan penyebab
gejala urinari pada pria dewasa. BPH adalah diagnosis klinis yang
menunjukkan gejala-gejala urinaria akibat obstruksi kelenjar prostat.
BPH adalah salah satu kondisi yang membuat pasien sering mencari
pertolongan medis. Dari seluruh pria, BPH terjadi lebih dari 50% pada usia
60 tahun dan hampir 90% di usia 85 tahun. Diestimasikan separuh dari
jumlah ini akan memiliki pembesaran kelenjar prostat yang dapat
terdeteksi dan separuh dari jumlah ini akan mencari pertolongan medis
karena mengalami gejala traktus urinari bagian bawah (LUTS). Agency for
Health Care Policy and Research Diagnostic and Treatment Guidelines for
BPH pada tahun 1994 mengestimasikan bahwa sekitar 25% pria berkulit
putih di Amerika Serikat pada tahun 1990 sekurang-kurangnya memiliki
skor AUA (American Urology Association) terendah 8 (tingkat gejala BPH
sedang hingga berat).
Prostat
Bagian basal prostat ada pada leher vesika urinari dan bagian apeks ada
pada diafragma urogenital. Vasia denonvillier, lapisan jaringan ikat tipis,
memisahkan posterior prostat dan vesikula seminalis dari rektum. Serat
otot skeletal dari diafragma urogenital meluas ke prostat pada apeks dan
naik ke anterior midprostat.
Dengan itu maka prostat dibagi ke dalam zona perifer, zona sentral, zona
transisi dan struma fibromuscular anterior pada permukaan eksternal
anterior prostat. Zona perifer terdiri dari semua jaringan kelenjar prostat
pada apeks juga semua jaringan yang terletak di posterior dekat kapsul.
Dalam zona ini, karsinoma, prostatitis kronis, dan atrofi postinflamasi
relatif sering terjadi dari pada zona-zona lain. Zona sentral adalah area
berbentuk kerucut pada kelenjar dewasa, dengan apeks dari kerucut
tersebut pada pertemuan dari duktus ejakulatorius dan uretra pars
prostatika pada verumontanum. Zona transisi terdiri dari dua bagian yang
sama dari jaringan kelenjar lateral terhadap uretra pada midgland. Bagian
prostat ini termasuk dalam perkembangan BPH pada usia lanjut dan,
jarang, adenokarsinoma.
Uretra
Uretra adalah saluran yang menghubungkan vesika urinari dengan
lingkungan luar, yang mana urin dikeluarkan. Panjang uretra pria ialah
sekitar 17,5 cm sampai 20 cm dan memiliki bagian anterior dan posterior.
Uretra anterior dibagi kedalam pars bulbosa, atau bulbar, dan penil, atau
pars pendulous. Uretra pars bulbosa dimulai dari spinkter uretra eksterna
hingga penoscrotal junction, dimana uretra sedikit menukik karena adanya
ligamen suspensorium dari penis. Bagian proksimal dari uretra pars
bulbosa berdilatasi sehingga memberikan bentuk kerucut
pada bulbomembranous junction. Kontraksi dari muskulus konstriktor nudae
dapat menyebabkan lekukan pada bagian proksimal dari uretra pars
bulbosa.
FISIOLOGI
Prostat distimulasi untuk dapat bertumbuh dan dapat memertahankan
ukuran dan fungsinya dengan adanya serum testosterone. Selain itu
termasuk faktor lain yang menstimulasi pertumbuhan prostat ialah
androgen adrenal. Estrogen tidak menghambat kerja androgen pada
prostat. Sedangkan, kerja dari prolaktin dalam pertumbuhan prostat belum
sepenuhnya diketahui.
Ada beberapa growth factor yang dihasilkan di prostat. Salah satunya ialah
urogastron (family yang sama dengan epidermal growth factor pada tikus)
dan yang lainnya ialah prostatropin yang merupakan epithelial growth
factor prostat. Ada sedikit keraguan bahwa sebagian besar jaringan dapat
distimulasi oleh growth factor dan diinhibisi oleh jaringan chalone.
PATOLOGI BPH
BPH merujuk pada keadaan pertumbuhan prostat nonmalignant yang
terjadi terutama pada pria usia lanjut. Perkembangan BPH berhubungan
sangat erat dengan usia pada hampir semua pria, dimulai pada usia kira-
kira 40 tahun. Prevalensi histologi BPH, yang diperiksa dalam beberapa
studi autopsi diseluruh dunia menunjukkan, sekitar 10% pria pada umur
30 tahunan, 20% pria pada umur 40 tahunan, mencapai 50-60% pria
pada umur 60 tahunan, dan 80% hingga 90% pria pada umur 70 sampai
80 tahunan. Tidak diragukan lagi, bahwa bila usia seorang pria cukup
panjang, kemungkinan mengalami BPH semakin besar.
Setengah dari struma yang hiperplasia adalah elemen otot halus dan
dipercaya bahwa selain mekanisme statis, mekanisme dinamik turut
menyumbang obstruksi akibat pembesaran prostat. Mekanisme statis yang
dimaksudkan ialah obstruksi yang diakibatkan oleh adanya pembesaran
prostat yang mentupi aliran urin, sedangkan mekanisme dinamis akibat
obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia otot halus dan kontraksi yang
dimediasi oleh subtipe alpha 1 adrenoceptor.
GAMBAR AN KLINIS
GEJALA
Telah dikatakan sebelumnya bahwa pada BPH, gejala-gejala yang timbul
adalah LUTS. Untuk itu perlu diketahui apa saja LUTS yang dapat
mengarah pada kejadian BPH.
Frekuensi miksi
Urgensi miksi
Masalah memulai miksi
Pancaran yang lemah atau terganggu
Miksi akhir yang menetes
Nokturia
Retensi urin
Inkontinensia urin
Nyeri saat ejakulasi atau saat miksi
KOMPLIKASI
Komplikasi dari BPH dapat mencakup:
DIAGNOSIS BPH
Diagnosis pasien BPH ditegakkan berdasarkan pemeriksaan-
pemeriksaan yang sistematis mulai dari pemeriksaan awal yaitu
pemeriksaan yang harus dikerjakan pada semua pasien dan pemeriksaan
tambahan yang hanya dikerjakan pada pasien-pasien tertentu.
Pemeriksaan awal bisa dilakukan oleh semua petugas kesehatan dengan
berbagai ragam kemampuan dan ketersediaan sarana. Pemeriksaan ini
dibedakan menjadi pemeriksaan yang harus dikerjakan pada setiap pasien
(mandatory) dan pemeriksaan yang harus dikerjakan jika fasilitas untuk
pemeriksaan itu tersedia (recommended). Pemeriksaan tambahan yang
bersifat optional dikerjakan pada kasus-kasus tertentu dan terutama
dikerjakan oleh spesialis urologi. Berbagai pemeriksaan itu adalah:
Pemeriksaan Awal
. Harus diperiksa oleh setiap dokter/tenaga kesehatan
(bersifat mandatory) meliputi:
1. Pasien yang hanya mengeluh LUTS dan dalam hal ini dapat
dikelompokkan dalam:
pasien dengan tingkat gangguan ringan (IPSS ≤ 7)
pasien dengan tingkat gangguan sedang (IPSS 8-19) dan berat (IPSS
20-35)
2. Pasien-pasien yang pada saat pemeriksaan awal diketemukan adanya:
(a) kecurigaan adanya keganasan prostat pada colok dubur, (b) PSA
abnormal, (c) hematuria, (d) nyeri pada suprasimfisis, (e) kelainan
neurologis, (f) buli-buli teraba penuh, dan (g) faal ginjal abnormal, (h)
riwayat adanya infeksi saluran kemih berulang, pernah operasi urologi,
pernah menderita tumor saluran kemih, atau pernah menderita batu
saluran kemih. Pada pasien-pasien ini diperlukan
pemeriksaanpemeriksaan tam-bahan yang bersifat spesialistik sehingga
harus dirujuk ke spesialis urologi untuk mencari kemungkinan adanya
penyakit akibat komplikasi BPH atau penyakit lain. Penyakit-penyakit
tersebut adalah:
Komplikasi yang terjadi akibat BPH diantaranya adalah: retensi urine,
hematuria, batu buli-buli, dan insufisiensi ginjal
Penyakit lain yang memberikan keluhan mirip BPH atau yang
bersamaan dengan / BPH adalah: karsinoma prostat, karsinoma buli-
buli, buli-buli neurogenik, atau striktura uretra.
Pemeriksaan Tambahan
Pasien-pasien yang termasuk kategori Aa, tidak memerlukan pemeriksaan
tambahan dan tidak mendapatkan terapi apapun (watchful waiting),
sedangkan pada pasien-pasien yang termasuk golongan Ab, jika diperlukan
informasi yang lebih lanjut dan lebih objektif tentang keluhan yang
dinyatakan pasien, mungkin perlu mendapatkan pemeriksaan tambahan
yang bersifat optional. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut di antaranya
adalah:
PERTIMBANGAN DIAGNOSIS
Gejala yang sering menyertai BPH dapat disebabkan juga oleh kondisi-
kondisi berikut:
1. Sistitis
2. Prostatitis
3. Prostatodinia
4. Abses prostat
5. Overactive bladder (OAB)
6. Karsainoma vesika urinari
7. Benda asing pada vesika urinari (seperti : batu)
8. Striktur uretra akibat trauma atau infeksi menular seksual
9. Kanker prostat
10.Neurogenic bladder
11. Disfungsi lantai pelvis
DIAGNOSIS BANDING
Beberapa diagnosis banding BPH:
PENAT AL AKSANAAN
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah memperbaiki kualitas hidup pasien.
Terapi yang didiskusikan dengan pasien tergantung pada derajat keluhan,
keadaan pasien, serta ketersediaan fasilitas setempat. Pilihannya adalah:
(1) konservatif (watchful waiting), (2) medikamentosa, (3) pembedahan
(Tabel 1), dan (4) lain‐lain (kondisi khusus).
KONSERVATIF
Terapi konservatif pada BPH dapat berupa watchful waiting yaitu pasien
tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya tetap
diawasi oleh dokter. Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH
dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu
aktivitas sehari‐hari. Pada watchful waiting ini, pasien diberi penjelasan
mengenai segala sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya:
Pasien diminta untuk datang kontrol berkala (3–‐6 bulan) untuk menilai
perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, uroflowmetry, maupun volume
residu urine.1 Jika keluhan berkemih bertambah buruk, perlu dipikirkan
untuk memilih terapi yang lain.
MEDIKAMENTOSA
Terapi medikamentosa diberikan pada pasien dengan skor IPSS >7. Jenis
obat yang digunakan adalah:
α1-blocker
Pengobatan dengan α1‐blocker bertujuan menghambat kontraksi otot polos
prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher kandung kemih dan
uretra. Beberapa obat α1‐blocker yang tersedia, yaitu terazosin, doksazosin,
alfuzosin, dan tamsulosin yang cukup diberikan sekali sehari.
Obat golongan ini dapat mengurangi keluhan storage symptom dan voiding
symptom dan mampu memperbaiki skor gejala berkemih hingga 30-45%
atau penurunan 4-6 skor IPSS dan Qmax hingga 15-30%. Tetapi obat α1–
blocker tidak mengurangi volume prostat maupun risiko retensi urine
dalam jangka panjang.
5α‐reductase inhibitor
5α‐reductase inhibitor bekerja dengan menginduksi proses apoptosis sel
epitel prostat yang kemudian mengecilkan volume prostat hingga 20 –
30%. 5α‐reductase inhibitor juga dapat menurunkan kadar PSA sampai 50%
dari nilai yang semestinya sehingga perlu diperhitungkan pada deteksi dini
kanker prostat. Saat ini, terdapat 2 jenis obat 5α‐reductase inhibitor yang
dipakai untuk mengobati BPH, yaitu finasteride dan dutasteride. Efek
klinis finasteride atau dutasteride baru dapat terlihat setelah 6 bulan.
Phospodiesterase 5 inhibitor
Phospodiesterase 5 inhibitor (PDE 5 inhibitor) meningkatkan konsentrasi dan
memperpanjang aktivitas dari cyclic guanosine monophosphate (cGMP)
intraseluler, sehingga dapat mengurangi tonus otot polos detrusor, prostat,
dan uretra. Di Indonesia, saat ini ada 3 jenis PDE5 Inhibitor yang tersedia,
yaitu sildenafil, vardenafil, dan tadalafil. Sampai saat ini, hanya tadalafil
dengan dosis 5 mg per hari yang direkomendasikan untuk pengobatan
LUTS.
Tadalafil 5 mg per hari dapat menurunkan nilai IPSS sebesar 22-37%.
Penurunan yang bermakna ini dirasakan setelah pemakaian 1 minggu. Pada
penelitian uji klinis acak tanpa meta-analisis, peningkatan Qmax
dibandingkan plasebo adalah 2,4 ml/s dan tidak didapatkan perbedaan
yang bermakna pada residu urine.1 Data meta‐analisis menunjukkan PDE 5
inhibitor memberikan efek lebih baik pada pria usia lebih muda dengan
indeks massa tubuh yang rendah dengan keluhan LUTS berat.
Terapi Kombinasi
α1-blocker + 5α‐reductase inhibitor
Terapi kombinasi α1‐blocker (alfuzosin, doksazosin, tamsulosin) dan 5α-
reductase inhibitor(dutasteride atau finasteride) bertujuan untuk
mendapatkan efek sinergis dengan menggabungkan manfaat yang berbeda
dari kedua golongan obat tersebut, sehingga meningkatkan efektivitas
dalam memperbaiki gejala dan mencegah perkembangan penyakit.
Efek samping dari kedua golongan obat kombinasi, yaitu α1-blocker dan
antagonis reseptor muskarinik telah dilaporkan lebih tinggi dibandingkan
monoterapi. Pemeriksaan residu urine harus dilakukan selama pemberian
terapi ini.
PEMBEDAHAN
Indikasi tindakan pembedahan, yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan
komplikasi, seperti:
Invasive Minimal
– Transurethral Resection of the
Prostate (TURP)
TURP merupakan tindakan baku emas pembedahan pada pasien BPH
dengan volume prostat 30‐80 ml. Akan tetapi, tidak ada batas maksimal
volume prostat untuk tindakan ini di kepustakaan, hal ini tergantung dari
pengalaman spesialis urologi, kecepatan reseksi, dan alat yang digunakan.
Secara umum, TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90% dan
meningkatkan laju pancaran urine hingga 100%.
Penyulit dini yang dapat terjadi pada saat TURP bisa berupa perdarahan
yang memerlukan transfusi ( 0-9%), sindrom TUR (0-5%), AUR (0‐13,3%),
retensi bekuan darah (0-39%), dan infeksi saluran kemih (0‐22%).
Sementara itu, angka mortalitas perioperatif (30 hari pertama) adalah 0,1.
Selain itu, komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi meliputi
inkontinensia urin (2,2%), stenosis leher kandung kemih (4,7%), striktur
urethra (3,8%), ejakulasi retrograde (65,4%), disfungsi ereksi (6,5-‐14%),
dan retensi urin dan UTI.
– Laser Prostatektomi
Terdapat 5 jenis energi yang dipakai untuk terapi invasif BPH, yaitu:
Nd:YAG, Holmium:YAG, KTP:YAG, Green Light Laser, Thulium:YAG
(Tm:YAG), dan diode. Kelenjar prostat akan mengalami koagulasi pada
suhu 60-‐650C dan mengalami vaporisasi pada suhu yang lebih dari
1000C.
– Lain-lain
Transurethral Incision of the Prostate (TUIP) atau insisi leher kandung
kemih (bladder neck insicion) direkomendasikan pada prostat yang
ukurannya kecil (kurang dari 30 ml) dan tidak terdapat pembesaran lobus
medius prostat. TUIP mampu memperbaiki keluhan akibat BPH dan
meningkatkan Qmax meskipun tidak sebaik TURP.
Operasi Terbuka
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal (Hryntschack
atau Freyer) dan retropubik (Millin). Pembedahan terbuka dianjurkan pada
prostat yang volumenya lebih dari 80 ml.
LAIN-LAIN
Kateter menetap
Kateterisasi menetap merupakan cara yang paling mudah dan sering
digunakan untuk menangani retensi urine kronik dengan keadaan medis
yang tidak dapat menjalani tidakan operasi.