Anda di halaman 1dari 9

Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-2

Sifat Resistivitas Rendah Mineral Lempung

Alva Kurniawan1

Abstraksi

Mineral lempung merupakan mineral sekunder yang memiliki sifat yang sangat unik yaitu
memiliki resistivitas yang rendah. Pemahaman tentang nilai resistivitas rendah mineral
lempung sangat penting dikaji dalam interpretasi data geolistrik. Metode yang digunakan
dalam karya ilmiah ini adalah dengan studi pustaka terhadap penelitian-penelitian tentang
mineral lempung sebelumnya. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, sifat
resistivitas mineral lempung yang rendah disebabkan oleh adanya muatan listrik negatif dan
polarisasi membran pada mineral lempung. Muatan listrik negatif muncul karena polaritas
ion yang terkandung pada mineral lempung sebagai hasil dari bentuk dan struktur ikatan
antar ion penyusun mineral lempung. Polarisasi membran terjadi karena akumulasi ion yang
terjebak pada butiran mineral lempung yang sangat halus akibat diaplikasikannya medan
listrik pada mineral lempung. Sifat resistivitas yang rendah pada mineral lempung berkaitan
erat dengan bentuk, struktur, dan komposisi mineral lempung.

Katakunci: Resistivitas, mineral, lempung

1. Pendahuluan
a. Latar belakang
Pemahaman sifat resistivitas material sangat penting dalam interpretasi data
geolistrik. Setiap material memiliki sifat resistivitas yang berbeda-beda (Serway &
Jewett, 2004). Sifat resistivitas material ditentukan oleh jenis material dan kondisi
material (Loke, 2000). Aplikasi geolistrik pada investigasi airtanah memerlukan
pemahaman yang mendalam mengenai lapisan dan tipe batuan, mineralogi dan
struktur batuan, serta struktur geologi (Kirsch, 2006). Faktor-faktor tersebut sangat
penting untuk diperhatikan karena merupakan kunci interpretasi data geolistrik
dalam kaitannya dengan distribusi akuifer dan keberadaan airtanah.

1
Mahasiswa Pascasarjana Teknik Geologi UGM P a g e |1
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-2

Interpretasi data geolistrik sangat sulit dilakukan jika terdapat struktur


sekunder pada lapisan batuan serta terdapatnya lapisan mineral lempung. Lapisan
batuan dengan tipe, mineralogi, dan struktur batuan yang sama dapat memiliki nilai
resistivitas yang berbeda jika terdapat struktur geologi (Loke, 2000). Nilai
resistivitas juga dapat berbeda karena perbedaan derajat pelapukan yang berkaitan
dengan kandungan mineral lempung pada lapisan batuan (Reynolds, 1998).
Mineral lempung (Gambar 1) merupakan mineral sekunder hasil pelapukan,
diagenesis, atau alterasi (Meunier, 2005) yang memiliki sifat resistivitas yang unik.
Mineral lempung memiliki sifat resistivitas yang rendah (Alfred et al., 2008).
Keberadaan mineral lempung pada lapisan batuan dapat menurunkan sifat
resistivitas batuan sehingga lapisan batuan menjadi lebih konduktif (Alfred et al.,
2008). Keberdaan mineral lempung harus dicermati dalam interpretasi data
geolistrik. Suatu batuan dapat diinterpretasi menjadi batuan yang lain akibat batuan
tersebut memiliki nilai resistivitas yang lebih rendah menyerupai batuan lain
karena kehadiran mineral lempung (Reynolds, 1998).

Gambar 1. Berbagai macam bentuk mineral Lempung dilihat dengan Transmission Electron
Micrograph; kode A, C, D diambil dari (Lombardi et al., 1987); kode B diambil dari Keller & Stevens
(1983); kode E, F, G diambil dari Lanson et al., (2002), kode H diambil dari Krekeler (2004).

b. Tujuan
Karya ilmiah ini disusun untuk mengetahui mengapa mineral lempung
memiliki sifat resistivitas yang rendah.

1
Mahasiswa Pascasarjana Teknik Geologi UGM P a g e |2
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-2

2. Metode
Metode yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah dengan studi pustaka
terhadap penelitian-penelitian tentang mineral lempung sebelumnya. Penelitian-
penelitian sebelumnya yang dijadikan dasar penyusunan karya ilmiah ini adalah buku-
buku referensi dan sumber ilmiah lainnya.

3. Bentuk, Komposisi, Struktur, dan Genesis Mineral Lempung


Material lempung adalah semua material yang berbutir sangat halus ф < 4 μm
(Wentworth, 1922) atau ф < 2 μm (Murray, 2007), hasil dari proses pelapukan, alterasi,
atau diagenesis (Grim, 1962; Meunier, 2005). Material lempung tersusun oleh mineral
lempung yang merupakan mineral aluminum-silikat yang bersifat hidrous, dan
tergolong dalam kelompok fillosilikat (Grim, 1968).
Mineral lempung memiliki bentuk yang khas yaitu berupa lembaran (Meunier,
2005). Lembaran terbentuk akibat ikatan antara anion dan kation yang unik. Ikatan
tersebut merupakan ikatan diantara ikatan ion dan ikatan kovalen. Ikatan tersebut
bersifat polar sehingga mengandung muatan listrik (Sainz-Diaz et al., 2001). Mineral
lempung secara umum memiliki dua bentuk yaitu lembaran oktahedral dan lembaran
tetrahedral (Gambar 2) (Murray, 2007). Bentuk lembaran oktahedral terjadi karena
atom penyusun mineral lempung membentuk jaring yang saling menempel pada bagian
sisi ikatan antar atom (Bergaya et al., 2006). Bentuk lembaran tetrahedral terjadi
karena atom penyusun mineral lempung membentuk jaring yang saling menempel pada
bagian tepi atom (Bergaya et al., 2006).
Gambar 2. Bentuk mineral
lempung berupa lembaran
tetrahedral dan oktahedral
(Meunier, 2005)

1
Mahasiswa Pascasarjana Teknik Geologi UGM P a g e |3
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-2

Material utama penyusun mineral lempung terdiri atas alminum, silikat, oksigen,
dan hidroksil. Mineral lempung dengan bentuk lembaran oktahedral tersusun oleh
oksigen, hidroksil dan aluminum (Gambar 3) (Murray, 2007). Lembaran oktahedral
mengandung kation yang pada umumnya adalah kation Al3+, Fe3+, Fe2+, dan Mg2+
(Bergaya et al., 2006). Mineral lempung dengan bentuk lembaran tetrahedral tersusun
oleh oksigen dan silika (Gambar 3) (Murray, 2007). Lembaran tetrahedral mengandung
kation yang pada umumnya adalah kation Si4+, Al3+, dan Fe3+ (Bergaya et al., 2006).

Gambar 3. Lembaran oktahedral (atas) dan komposisi atom penyusunnya,


lembaran tetrahedral (bawah) dan komposisi atom penyusunnya (Murray, 2007)

Struktur mineral lempung terdiri atas struktur 1:1 dan struktur 2:1 (Gambar 4)
(Meunier, 2005). Struktur mineral lempung 1:1 adalah struktur dimana 1 lembaran
tetrahedral terikat pada 1 lembaran oktahedral (Meunier, 2005). Struktur mineral

1
Mahasiswa Pascasarjana Teknik Geologi UGM P a g e |4
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-2

lempung 2:1 adalah struktur dimana 1 lembaran oktahedral terikat menyisip diantara
dua lembaran tetrahedral (Meunier, 2005). Perbedaan struktur mineral lempung
menyebabkan terjadinya perbedaan kapasitas tukar kation yang ada pada mineral
lempung. Mineral lempung dengan struktur 1:1 memiliki kapasitas tukar kation yang
lebih rendah dibandingkan 2:1 (Murray, 2007). Kapasitas tukar kation yang rendah
merepresentasikan kandungan muatan yang lebih rendah (Murray, 2007).

Gambar 4. Struktur mineral


lempung yang terdiri dari
struktur 1:1 dan struktur 2:1
(Bergaya et al., 2006)

Mineral lempung secara umum terbentuk oleh 3 rangkaian proses (Meunier,


2005). Proses yang pertama adalah perubahan mineral primer pembentuk lempung
dari fase stabil ke fase tidak stabil. Proses yang kedua adalah pelepasan unsur kimia
mineral primer dan presipitasi dari unsur kimia mineral primer. Proses yang ketiga
adalah pembentukan mineral sekunder yang menghasilkan lempung dari hasil
presipitasi unsur kimia yang dilepaskan mineral primer. Proses utama yang
menghasilkan mineral lempung adalah pelapukan, diagenesis, dan alterasi
(metasomatisme maupun metamorfisme).

4. Sifat Resistivitas Mineral Lempung


Mineral lempung memiliki sifat resistivitas yang relatif rendah. Secara spasial sifat
resistivitas lempung lebih besar secara vertikal dibanding secara horizontal (Kearey et
al., 2002). Hasil pengukuran nilai resistivitas lempung pada umumnya menghasilkan
nilai kisaran antara 1 hingga 100 Ωm (Gambar 5) (Keller & Frischknecht, 1966; Daniels

1
Mahasiswa Pascasarjana Teknik Geologi UGM P a g e |5
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-2

& Alberty, 1966; Loke, 2000; Lowrie, 2007; Milsom, 2003). Beberapa hasil penelitian
memberikan kisaran nilai resistivitas mineral lempung yang lebih rendah yaitu antara 1
hingga 50 Ωm (McDowell et al., 2002; Kearey et al., 2002) serta kisaran nilai resistivitas
yang lebih tinggi yaitu antara 1 hingga 150 Ωm (Campana & Piro, 2009; Reynolds,
1998).

Gambar 5. Sifat resistivitas


dan konduktivitas material
secara umum (Lowrie,
2007)

Sifat resistivitas yang rendah pada mineral lempung pada dasarnya disebabkan
oleh dua hal yaitu kandungan ion pada mineral lempung dan terjadinya polarisasi
membran (Gambar 6). Pada dasarnya mineral lempung memiliki muatan listrik yang
negatif (Milsom, 2003). Muatan listrik yang negatif merupakan pengaruh dari interaksi
antar ion penyusun mineral lempung. Interaksi antar ion penyusun mineral lempung
menyebabkan terjadinya polarisasi (Sainz-Diaz et al., 2001). Besar kecilnya muatan
yang terkandung dalam lempung dipengaruhi oleh ion penyusun, bentuk, dan struktur
dari lempung (Bergaya et al., 2006; Meunier, 2006; Murray, 2007). Polarisasi membran

1
Mahasiswa Pascasarjana Teknik Geologi UGM P a g e |6
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-2

adalah terjadinya akumulasi ion pada mineral lempung akibat diaplikasikannya medan
listrik pada mineral lempung (Telford et al., 1990). Aplikasi medan listrik dilakukan
dengan injeksi arus listrik ke bawah permukaan Bumi (geolistrik). Butiran mineral
lempung yang sangat halus dan bermuatan listrik menarik (Lowrie, 2007) serta
menjebak ion-ion saat medan listrik diaplikasikan (Milsom, 2003; Kearey et al., 2002).
Akumulasi ion yang terjebak menyebabkan bertambahnya muatan listrik pada lempung
sehingga beda potensial dari medan listrik yang diaplikasikan berkurang.
Berkurangnya beda potensial menyebabkan berkurangnya nilai resistivitas (Chapman,
2002).

Gambar 6. Kondisi normal


sebelum terjadi polarisasi
mebran (a) dan saat terjadi
polarisasi membran (b)
pada batuan yang
mengandung lempung
(Telford et al., 1990)

5. Kesimpulan
Mineral lempung memiliki sifat resistivitas yang rendah karena mineral lempung
memiliki kandungan muatan negatif dan adanya fenomena membran polarisasi pada
mineral lempung saat medan listrik diaplikasikan pada mineral lempung.

6. Daftar Pustaka

Allred, B.J., J.J. Daniels, & M.R. Ehsani. (2008). Handbook of Agricultural Geophysics. Boca
Raton: CRC Press.

1
Mahasiswa Pascasarjana Teknik Geologi UGM P a g e |7
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-2

Bergaya, F., & B. K. G. Theng, G. Lagaly. (2006). Developments in Clay Sciences 1,


Handbook of Clay Science. Amsterdam: Elsevier.
Campana, S., & S. Piro. (2009). Seeing the Unseen: Geophysics and Landscape
Archaeology. London: CRC Press.
Chapman, R. E. (2002). Physics for Geologists 2nd Edition. London: Routledge.
Daniels F., & R. A. Alberty. (1966). Physical Chemistry. New York: John Wiley and Sons.
Grim, R. E. (1962). Applied Clay Mineralogy. New York: McGraw-Hill.
Grim, R. E. (1968). Clay Mineralogy, 2nd Edition. New York: Mc.Graw-Hill.
Kearey, P., & M. Brooks, I. Hill. (2002). An Introduction to Geophysical Exploration 3rd
Edition. Oxford: Blackwell Science.
Keller G. V., & F. C. Frischknecht. (1966). Electrical Method in Geophysical Prospecting.
Oxford: Pergamon Press.
Kirsch, R. (2006). Groundwater Geophysics: A Tool for Hydrogeology. Berlin: Springer-
Verlag.
Loke, M.H. (2000). Electrical Imaging Survey for Environmental and Engineering Studies.
Diterima 06 Maret 2009, dari http://www. geometrics.com.
Lowrie, W. (2007). Fundamentals of Geophysics, 2nd Edition. Cambridge: Cambridge
University Press.
McDowell, P.W., R.D. Barker, A.P. Butcher, M.G. Chulsaw, P.D. Jackson, D.M. McCann, B.O.
Skipp, S.L. Matthews, & J.C.R. Arthur. (2002). Geophysics in Engineering
Investigation. London: CIRIA.
Meunier, A. (2005). Clays. Berlin: Springer-Verlag.
Milsom, J. (2003). Field Geophysics, The Geological Field Guide Series 3rd Edition. West
Sussex: John Wiley & Sons.
Murray,H. H. (2007). Developments in Clay Science 2, Apllied Clay Mineralogy:
Occurences, Processing, and Application of Kaolin, Bentonites, Palygorskite-Sepiolite,
and Common Clays. Amsterdam: Elsevier.
Reynolds, J.M. (1998). An Introduction to Applied and Environmental Geophysics. New
York: John Wiley & Sons.
Serway, R.A., & J.W. Jewett. (2004). Physics for Scientist and Engineers, 6th Edition.
Pomona: Thomson Brooks/Cole.

1
Mahasiswa Pascasarjana Teknik Geologi UGM P a g e |8
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-2

Telford, W.M., L.P Geldart, & R.E. Sheriff. (2004). Applied Geophysics, 2nd Edition.
Cambridge: Cambridge University Press.
Wentworth, C. K. (1922). A Scale of Grade and Class Terms for Clastics Sediments. J.
Geol., 30, p. 377-392.

1
Mahasiswa Pascasarjana Teknik Geologi UGM P a g e |9

Anda mungkin juga menyukai