Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengetahuan Bantuan Hidup Dasar (BHD) dianggap dasar

keterampilan untuk perawat (Parajulee & Selvaraj, 2011). Keterampilan

Bantuan Hidup Dasar (BHD) menjadi penting karena didalamnya diajarkan

tentang bagaimana teknik dasar penyelamatan korban dari berbagai

kecelakaan dari berbagai kecelakaan atau musibah sehari-hari yang biasa

dijumpai (Fajarwati, 2012).

Basic Life Support (BLS) adalah tindakan pertolongan pertama yang

dilakukan untuk menyelamatkan nyawa seseorang yang mengalami kondisi

gawat, dengan kondisi henti jantung belum tentu mengalami kematian,

kondisi ini masih dapat ditolong. Dengan melakukan tindakan pertolongan

pertama berupa Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan Primary Survey. American

Health Association (AHA 2015) mengatakan pembaraun pedoman 2015

memberi pemangku kepentingan perspektif baru tentang sistem perawatan,

yang membedakan serangan jantung di dalam rumah sakit (HCA) dari

serangan jantung di luar rumah sakit (OHCA). Focus utama mencakkup

taksonomi universal pada sistem perawatan, pemisahan rantai dewasa AHA

untuk kelangsungan hidup ke dalam 2 rantai: satu untuk sistem perawatan di


dalam rumah sakit dan satu untuk di luar rumah sakit, pemeriksaan bukti

terbaik tentang bagaimana sistem perawatan serangan jantung ini akan

diperiksa (American Health Association , 2010).

Bantuan hidup dasar atau Basic Life Support merupakan usaha yang

pertama kali dilakukan untuk mempertahankan kehidupan saat penderita

mengalami keadaan yang mengancam nyawa (Guyton & Hall, 2008). Bantuan

hidup dasar merupakan salah satu upaya yang harus segera dilakukan oleh

seseorang apabila menemukan korban yang membutuhkannya. Oleh karena

itu, setiap tenaga kesehatan khususnya perawat wajib menguasainya (Keenan,

lamacraft & Joubert, 2009).

Penyakit kardiovaskular masih merupakan penyebab kematian nomor

1 di dunia. Pada tahun 2015, dilaporkan kurang lebih 17 juta orang meninggal

akibat penyakit kardiovaskular, 7,4 juta diantaranya meninggal akibat

penyakit jantung koroner dan 6.7 juta lainnya akibat stroke. Selain itu, dari 17

juta kasus kematian prematur, dibawah 70 tahun, akibat penyakit tidak

menular, 37% nya adalah akibat penyakit kardiovaskular. Penyakit

kardiovaskular merupakan penyakit yang diakibatkan oleh gangguan fungsi

sistem jantung dan pembuluh darah. Penyakit yang termasuk dalam penyakit

kardiovaskular, seperti penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung, dan

hipertensi. (World Health Organization, 2015).


Jumlah prevalensi penderita henti jantung di Indonesia tiap tahunnya

belum didapatkan data yang jelas, namun diperkirakan sekitar 10 ribu warga,

yang berarti 30 orang per hari. Data di ruang perawatan koroner intensif

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2006, menunjukkan terdapat 6,7%

pasien mengalami atrial fibrilasi, yang merupakan kelainan irama jantung

yang bisa menyebabkan henti jantung (Depkes, 2006).

Kalimantan Timur khususnya di RSU Abdul Wahab Sjahranie

pelayanan prehospital henti jantung belum optimal dari 67 orang pasien henti

jantung dan sekitar 65% belum mendapatkan penanganan yang baik pada

tahun 2014. Pasien henti jantung telah melewati response time ketika perawat

ambulans tiba ditempat kejadian, tidak dilakukan tindakan apapun yangg

berupa resusitasi maupun stabilisasi seperti dalam panduan pada henti jantung

(Data Primer, 2014).

Setelah 3.400 kasus OHCA yang terjadi setelah kedatangan EMS di

eksklusikan, informasi CPR oleh orang sekitar yang dianalisis adalah

sebanyak 28.289 kasus. Harapan hidup pasien secara keseluruhan setelah

keluar dari rumah sakit yang kejadiannya tidak disaksikan oleh personil EMS

adalah 8,5%. Dari sekian, pasien-pasien yang menerima CPR oleh orang

sekitar memiliki angka harapan hidup secara keseluruhan yang signifikan

lebih tinggi (11,2%) daripada mereka yang tidak (7,0%). Dan menurut

Newman, angka harapan hidup secara keseluruhan setelah dinilai dan

ditangani oleh EMS adalah 5,2% dan 10,4%, sedangkan angka harapan hidup
secara keseluruhan setelah disaksikan oleh orang sekitar adalah 31,7%.

Berdasarkan data yang tercantum diatas, terbukti bahwa angka harapan hidup

meningkat pada korban yang ditolong terlebih dahulu oleh masyarakat awam

(McNally, 2011).

Aziz Nur Fathoni, ( 2014) menjelaskan dari 20 responden yang telah

diuji ada 15 perawat dengan tingkat pengetahuan tentang basic life support

dikategorikan baik, sedangkan 5 perawat dengan tingkat pengetahuan

dikategorikan cukup.

Penelitian yang dilakukan oleh Yayuk Erfitamala (2016) didapatkan

hasil tingkat pengetahuan perawat paling banyak yaitu cukup sebanyak 22

orang, sikap perawat paling banyak yaitu baik sebanyak 21 orang. Adanya

hubungan tingkat pengetahuan tentang kegawatan nafas dengan sikap perawat

dalam pemberian BHD di ruang IGD dan ICU RSUD dr. Soehadi Prijonegoro

Sragen.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan peneliti di IGD

RSUD Dayaku Raja Kota Bangun didapatkan data pasien yang mengalami

henti jantung mulai bulan Januari-September 2017 sebanyak 273 orang.

Ruang IGD memiliki 14 perawat dan semua perawat sudah mengikuti

pelatihan BHD. Hasil wawancara kepala IGD, pelaksanaan BHD sudah cukup

baik, namun ada beberapa perawat yang masih belum mengetahui

penatalaksanaan henti jantung dan belum sesuai dengan standar dalam


penanganan pasien henti jantung terlihat saat melakukan pengkajian tidak

sesuai dengan urutan C-A-B (Data Primer, 2017).

Pengetahuan perawat sangat dibutuhkan dalam menghadapi tindakan

yang akan dilakukan saat ada pasien yang mengalami henti jantung sehingga

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Gambaran

Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam pemberian BHD di Ruang IGD RSUD

Dayaku Raja Kota Bangun”

Maka dari itu petugas kesehatan terutama perawat harus memiliki

kemampuan dalam penanganan kegawat daruratan salah satunya pada pasien

dengan henti jantung yaitu dengan Bantuan Hidup Dasar (BHD).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan data diatas penulis ingin mengetahui tentang bagaimana

gambaran pengetahuan dan sikap perawat dalam pemberian BHD di Ruang

IGD RSUD Dayaku Raja Kota Bangun?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran

tentang Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam pemberian BHD di

Ruang IGD RSUD Dayaku Raja Kota Bangun


1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan perawat yang kurang tentang

BHD

b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan perawat yang cukup tentang

BHD

c. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan perawat yang baik tentang

BHD

d. Mengidentifikasi sikap perawat yang kurang tentang BHD

e. Mengidentifikasi sikap perawat yang cukup tentang BHD

f. Mengidentifikasi sikap perawat yang baik tentang BHD

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi IPTEK

Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan riset

keperawatan yang dapat diaplikasikan dalam proses keperawatan

1.4.2 Bagi Masyarakat

Memperkaya khasanah pengetahuan tentang pentingnya BHD

di masyarakat dan cara melakukan BHD


1.4.3 Bagi Profesi Keperawatan

Dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan baik di

rumah sakit maupun di puskesmas yang dapat meningkatkan kepuasan

klien dalam melakukan asuhan keperawatan secara professional

1.4.4 Bagi Penulis

Melatih penulis untuk mengembangkan kemampuan dalam

bidang penelitian untuk implementasi dari ilmu keperawatan

Anda mungkin juga menyukai