6 Kolangitis
6 Kolangitis
PENDAHULUAN
Defenisi
Kolangitis akut adalah sindrom klinis yang ditandai dengan demam, sakit
kuning, dan nyeri perut yang berkembang sebagai akibat dari stasis/sumbatan dan
infeksi di saluran empedu. Kolangitis pertama kali dijelaskan oleh Charcot
sebagai penyakit yang serius dan mengancam jiwa, namun sekarang diakui bahwa
keparahan dapat berkisar dari ringan sampai mengancam. Koledokolitiasis atau
adanya batu diadalam saluran empedu/bilier merupakan penyebab utama
kolangitis akut1,2.
B.Epidemiologi
Kasus yang parah (kelas III) di TG07 merujuk kepada mereka yang
memiliki faktor prognosis yang buruk termasuk shock, gangguan kesadaran,
kegagalan organ, dan disseminated intravascular coagulation. Definisi itu ambigu
sebelum penerbitan TG07, yang, setelah penelaahan terhadap frekuensi kolangitis
akut, melaporkan bahwa kejadian kasus yang parah adalah 7-25,5% untuk shock,
7-22,2% untuk gangguan kesadaran, dan 3,5-7,7% untuk pentad Reynold.
Proporsi kasus didiagnosis sebagai berat (grade III) sesuai dengan kriteria
1
penilaian keparahan TG07 adalah 12,3% atau 23 dari 187 kasus kolangitis akut
karena saluran empedu batu3.
Triad Charcot terdiri dari nyeri abdomen kanan atas, demam dan ikterik
pertamakali diuraikan pada tahun 1877 dan masih digunakan sampai saat ini untuk
mendiagnosa kolangitis akut secara klinis. Umumnya pasien-pasien dengan
kolangitis akut respon dan terjadi resolusi dengan antibiotik, namun demikian
pembersihan saluran bilier secara endoskopi pada akhirnya diperlukan untuk
mengatasi/ terapi penyebab obstruksi. Meskipun umumnya pasien respon
terhadap terapi antibiotik dan drainase bilier, penelitian-penelitian melaporkan
angka morbiditas dari kolangitis akut mencapai 10%
Kepentingan Klinis
Kolangitis akut merupakan penyakit yang harus segera di tangani untuk
menurunkan angka kematian dari penyakit tersebut. Kolangitis akut ini harus
dipahami oleh tenaga kesehatan mulai dari penyebab, tanda dan gejala sampai,
tingkatan dari kolangitis dan juga terapinya. Juga perlu dipahami apakah seorang
penderita kolangitis akut harus segera dilakukan drainase atau masih bisa ditunda
dan dijadwalkan untuk menjalani ERCP.
2
ETIOLOGI
Kolangitis akut terjadi sebagai hasil dari obstruksi bilier saluran (kolestasis) dan
pertumbuhan bakteri dalam empedu (infeksi empedu). Kolangitis akut
membutuhkan kehadiran dua faktor: (1) obstruksi bilier dan (2) pertumbuhan
bakteri dalam empedu (infeksi empedu). Cairan empedu biasanya normal pada
individu yang sehat dengan anatomi bilier yang normal. Bakteri dapat
menginfeksi sistem saluran bilier yang steril melalui ampula vateri ( karena
adanya batu yang melewati ampula/passing stone), sfingterotomi atau
pemasangan sten ( yang disebut kolangitis asending/ascending cholangitis) atau
bacterial portal, yaitu terjadinya translokasi bakteri melalui sinusoid-sinusoid
hepatic dan celah disse (Space of Disse). Bakterobilia tidak otomatis dengan
sendirinya menyebabkan kolangitis pada individu yang sehat karena efek bilasan
mekanik aliran empedu, kandungan antibakteri garam empedu, dan produksi IgA.
Namun demikian, obstruksi bilier dapat mengakibatkan kolangitis akut karena
berkurangnya/ menurunnya aliran empedu (bile flow) dan produksi IgA,
menyebabkan gangguan fungsi sel kuffer dan rusaknya celah membrane sel
(biliary tight junction) menimbulkan refluks kolangiovena2. Penyebab sering
obstruksi bilier adalah choledocholithiasis, stenosis bilier jinak, striktur
anastomosis empedu, dan stenosis dengan penyakit ganas. Choledocholithiasis
digunakan untuk menjadi penyebab paling sering, tetapi baru-baru kejadian
kolangitis akut yang disebabkan oleh penyakit ganas, sclerosing cholangitis, dan
instrumentasi non-bedah saluran empedu telah meningkat. Hal ini melaporkan
bahwa penyakit ganas sekitar 10-30% menyebabkan kasus akut kolangitis .
3
Duodenal tumor
Pancreatitis
Entry of parasites into the bile ducts (Biliary Ascariasis)
External pressure
Fibrosis of the papilla
Duodenal diverticulum
Blood clot
Sump syndrome after biliary enteric anastomosis
Iatrogenic factors
Faktor Resiko
Empedu dari subyek sehat umumnya bersifat aseptik. Namun, kultur
empedu positif mengandung mikroorganisme pada 16% dari pasien yang
menjalani operasi non-bilier, 72% dari pasien kolangitis akut, 44% dari pasien
kolangitis kronis, dan 50% dari mereka dengan obstruksi bilier (level 4). 12
Bakteri dalam empedu teridentifikasi pada 90% pasien dengan
choledocholithiasis disertai dengan penyakit kuning (level 4) .13 pasien dengan
obstruksi tidak lengkap dari saluran empedu menyajikan tingkat kultur empedu
positif yang lebih tinggi dibandingkan dengan obstruksi lengkap dari saluran
empedu. Faktor risiko untuk bactobilia mencakup berbagai faktor, seperti
4
dijelaskan di atas1. Faktor resiko lain terjadinya kolangitis yang disebut riwayat
infeksi sebelumnya, usia >70tahun dan diabetes2 .
PATOFISIOLOGI
5
Namun, bakteri juga bisa lewat secara spontan melalui sfingter Oddi dalam
jumlah kecil. Kehadiran benda asing, seperti batu atau stent, kemudian dapat
bertindak sebagai media untuk kolonisasi bakteri. Empedu yang diambil dari
pasien tanpa obstruksi steril atau hampir steril . Sebagai perbandingan, sekitar 70
persen dari semua pasien dengan batu empedu memiliki bukti bakteri dalam
empedu . Pasien dengan batu empedu saluran memiliki probabilitas lebih tinggi
empedu budaya positif dibandingkan dengan batu empedu di kandung empedu
atau duktus sistikus6 .
Bakteri juga dapat dikultur dari batu empedu. Dalam satu studi, misalnya,
80 persen batu pigmen coklat adalah biakan positif, dan 84 persen menunjukkan
pemindaian elektron bukti mikroskopis struktur bakteri7. Organisme yang khas
yang terlihat pada kolangitis (enterococci - 40 persen; Escherichia coli - 17
persen, Klebsiella spp - 10 persen), meskipun rasio enterococci dan E. coli
terbalik dari yang biasanya ditemukan dalam empedu yang terinfeksi.
Bacteriologi
Kultur empedu, batu duktus, dan diblokir stent empedu positif di lebih dari 90
persen kasus cholangitis akut, menghasilkan pertumbuhan campuran bakteri gram
negatif dan gram-positif. Bakteri yang paling umum terisolasi adalah asal kolon8:
- Escherichia coli adalah bakteri gram negatif utama terisolasi (25 sampai
50 persen), diikuti oleh Klebsiella (15 sampai 20 persen) dan spesies
Enterobacter (5 sampai 10 persen).
- Bakteri gram positif Yang paling umum adalah spesies Enterococcus (10
sampai 20 persen)
- Anaerob, seperti Bacteroides dan Clostridia, biasanya hadir sebagai bagian
dari infeksi campuran.
6
DIAGNOSIS
7
rasio PaO2/FiO2 <300, kreatinin serum >1,5mg/dl, INR >1.5 atau kadar trombosit
<100000/µl.
A.Sytemic inflammation
A-1. Fever and/or shaking chills
A-2. Laboratory data:evidence of inflammatory respons
B.Cholestasis
B-1. Jaundice
B-2. laboratory data: abnormal liver function test
C.Imaging
C-1. Biliary dilatation
C-2. Evidence of the etiology on imaging (stricture,stone,stent etc)
Suspected diagnosis: One item in A + one item B or C
Deinite diagnosis: One item A, one item B and one item in C
Note:
A-2: abnormal white blood cell counts, increase of serum C-reactiv protein levels, and other c
hanges indicating inflammation.
B-2: increased serum ALP,Gamma GT, AST and ALT levels.
Other factors which are helpful in diagnosis of acute cholangitis include abdominal pain right
upper quadrant (RUQ) or upper abdominal and history of biliary disease such as gallstones,
previous biliary prosedures, and placement of biliary stent.
In acute hepatitis marked systematic inf lamatory response is observed infrequently. Virological
and serological test required whwn differential diagnosis difficult.
Thresholds:
A-1 Fever Bt>380C
A-2 Evidence of inflammatory responseWBC (x1000/µ𝐿) <4.or>10
CRP (mg/dl) ≥1
B-1 Jaundice T-bil≥2mg/dL
B-2 Abnormal Liver function Alp (IU) >1.5xSTD
GGT (IU) >1.5xSTD
AST (IU) >1.5xSTD
Pemeriksaan laboratorium
Kriteria untuk diagnosis definitive kolangitis akut adalah sebagai berikut : adanya
triad Charcot atau bila tidak ada, adanya 2 unsur triad Charcot ditambah adanya
bukti laboratorium adanya respons inflamasi ( leukosit abnormal, meningkatnya
CRP atau perubahan-perubahan lain yang mengindikasikan adanya inflamasi), test
fungsi hati abnormal ( Alkali phospatase, gamma glutamil transpeptidase,
SGOT/SGPT) dan temuan-temuan pencitraan dilatasi bilier atau bukti etiologi
(misalnya adanya batu, striktur atau sten). Partisipan pada pertemuan Tokyo
8
mendefinisikan suatu diagnosis suspek kolangitis akut bila terdapat 2 atau lebih
dari salah satu criteria berikut: riwayat penyakit bilier, demam dan/atau
menggigil, ikterik dan nyeri abdomen bagian atas atau kanan atas. Pedoman
tersebut menunjukkan adanya kemajuan dan suatu upaya yang jarang dalam
standarisasi definisi kolangitis kaut, namun pedoman tersebut dirasakan kurang
teliti. Misalnya tidak definiskannya berapa tingkat demam atau ikterik, begitu juga
nyeri abdomen kuadran kanan atas1,9 .
PEMERIKSAAN PENUNJANG
9
intrahepatik tanpa adanya dilatasi CBD, menunjukkan kesan suatu striktur jinak,
sindrom mirri atau lesi di daerah hilus duktus biliaris seperti tumor ganas.
Sebaliknya dilatasi CBD dengan atau tanpa dilatasi intrahepatik konsisten dengan
obstruksi distal seprti batu CBD atau kanker pancreas. Mengetahui penyebab
dilatasi meminimalisai kebutuhan injeksi kontras yang dapat meningkatkan
tekanan bilier cukup kuat untuk menimbulkan refluks cairan bilier kedalam
sirkulasi sistemik dan menghindarkan resiko injeksi yang tidak diinginkan
kedalam segmen yang tidak terdrainase (misalnya pasien dengan striktur daerah
hilus yang kompleks) yang secara potensial dapat menyebabkab terjadinya
kolangitis berat. MRCP dapat meberikan informasi serupa dengan EUS dan
ERCP, namun kurang akurat untuk mendeteksi batu ukuran kecil dan harus
dilakukan sebagai prosedur terpisah. Meskipun USG transabdominal relative
tidak sensitive untuk mendeteksi batu CBD (biasanya <30%), namun tersedia ,
mudah dan dapat membantu bila batu atau tumor ditemukan. CT scan lebih
sensitive dari USG transabdominal untuk mendeteksi batu CBD, dan sensitivitas
helical CT tampaknya sebanding dengan MRCP atau EUS pada beberapa studi.
Namun EUS`lebih sensitive dari CT dan MRCP untuk mendiagnosis batu dengan
diameter <1cm.
DIAGNOSA BANDING :
10
PENATALAKSANAAN
Pada semua pasien kolangitis akut, hidrasi agresif harus diberikan segera
setelah akses vena didapatkan untuk koreksi kekurangan volume/dehidrasi dan
menormalkan tekanan darah. Terapi kolangitis akut terdiri dari pemberian
antibiotic dan drainase bilier. beratnya kolangitis akut menetukan perlu tidaknya
pasien dirawat di rumah sakit. bila klinis penyakitnya ringan, dapat berobat jalan,
teruma jika kolangitis akut ringan yang kambuh/berulang (misalnya pada pasien
dengan batu intrahepatik). Namun demikian umumnya dokter menyarankan
perawatan rumah sakit pada kasus kolangitis akut. kolangitis ringan sampai
sedang dapat ditatalaksana di ruangan umum, akan tetapi pada kolangitis berat
sebaiknya dirawat di ICU1.10.11.12.
Terapi Antibiotik
11
generasi ketiga (misalnya seftriakson 1-2gr sekali sehari atau cefepim 1-2 gr seiap
12 jam) dengan metronidazol iv 500mg setiap 6-8 jam untuk bakteri anaerob.
Pada pasien yang resiko tinggi terkena pathogen resistensi antibiotic dapat
diberikan imipenem iv 500mg setiap 6jam, meropenem iv 1gr setiap 8 jam atau
doripenem iv 500mg setiap 8 jam. Pengecualian/exception terdapat pada semua
panduan, misalnya sefalosporin generasi pertama tidak mencakup infeksi
enterococcus spp. Walaupun cefazolin disetujui FDA untuk terapi kolangitis akut.
karena itu pemilihan terapi antibiotic sebaiknya berdasarkan sejumlah factor
meliputi sensitivitas antibiotic, beratnya penyakit, adanya disfungsi ginjal atau
hati, riwayat pemakaian antibiotic sebelumnya, pola resistensi kuman local dan
penetrasi bilier dari antibiotic. Pilihan antibiotic harus disesuaikan dengan hasil
kultur darah dan cairan empedu begitu diperoleh, namun pemberian antibotik
tidak boleh terhambat/tertunda karena menunggu hasil kultur. Pada akhirnya yang
lebih penting dari pemilihan terapi antibitik adalah drainase bilier efektif, karena
adanya obstruksi menghambat ekskresi bilier antibiotic. pada suatu studi, dimana
pasien mendapat satu antibiotic (ceftazime, cefoperazone, imipenem,netilmisin
atau siprofloksasin), hanya siproflokasasin diekskresi kedalam sistem bilier yang
obstruksi dan hanya 20% dari konsentrasi serum10.11.12.
12
Drainase bilier
Cefmetazolea, Cefoperazone/sulbacta
cefoxitina, Flomoxefa, m
Cefoperazone/sulbacta
m
Carbapene Ertapenem Ertapenem Imipenem/cilastatin, Imipenem/cilastatin,
m-based meropenem, meropenem,
ttherapy doripenem, ertapenem doripenem, ertapenem
Monbacta - - Aztreonam ± Aztreonam ±
m-based metronidazold metronidazold
therapy
Fluoroqui Ciprofloxacin, or Ciprofloxacin, or - -
13
nolone- levofloxacin, or levofloxacin, or
based pazufloxacin ± pazufloxacin ±
therapyc metronidazold metronidazolc
Moxifloxicam Moxifloxicam
a
local antimicrobial susceptibility patters (antibiogram) should be considered for use
b
Ampicilin/sulabctam has little activity left against Escherichia coli. it is removed from the north
American guidelines
c
Fluoroquinolon use is recommended if the susceptibility of cultured isolated is known for
patients with β-lactam allergies. Many extended-spectrum β-lactamase (ESBL)-producing Gram-
negative isolated are fluoroquinolone-resistant.
d
Anti-anaerobic therapy, including use of metronidazole, tinidazole, or clindamicin is warranted if
a biliiary-enteric anastomosis is present. the carbapenem, piperacillin/tazobactam,
ampicilin/sulbactam, cefmetazole, cefoxitin, flomoxef, and cefoperazone/sulbactam have sufficient
anti-anerobic activity for this situation.
e
Vancomycin is recommended to cover Enterococcus spp, for grade III community-acquired acute
cholangitis and cholesistitis, and healthcare-associated acute billiary infection. Linezolid or
daptomycin is recommended if vancomycin-resistant Enterococcus (VRE), is known to be
colonizing the patient, if previous treatment included vancomycin, and/or if the organism is
common in the community.
14
Gambar 1.Alur penatalaksanaan kolangitis akut menurut Tokyo Guidline 2013 11.
15
tanpa terlebih dahulu menempatkan guidwire kedalam sistem bilier. Pada
umumnya pusat endoskopi, keberhasilan ERCP untuk drainase bileir lebih dari
90%, jika tidak demikian sebaiknya dirujuk pada unit/pusat layanan endoskopi
yang lebih baik. EUS terbatas , bila tersedia sebaiknya dilakukan sebelumnya
untuk evaluasi dilatasi saluran bilier intrahepatik dan ekstrahepatik, adanya batu,
massa pancreas atau hilus atau batu kandung empedu. Aspirasi jarum halus pada
suatu massa sebaiknya dilakukan hanya jika pasien stabil dan tidak memerlukan
dekompresi bilier mendesak.
KESIMPULAN
Kolangitis akut adalah sindrom klinis yang ditandai dengan demam, sakit kuning,
dan nyeri perut ( Triad Charcod), yang berkembang sebagai akibat dari
stasis/sumbatan dan infeksi di saluran empedu. Penanganannya harus segera
dilakukan berupa pemberian antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya
atau sesuai pola kuman di tempat tersebut, dan harus dilakukan tindakan drainase.
16
KEPUSTAKAAN
3. Kimura Y, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Dirk J. Gouma,et al. TG13
current terminology, etiology, and epidemiology of acute cholangitis and
cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci (2013) 20:8–23
6.Sung JY, Costerton JW, Shaffer EA. Defense system in the biliary tract against
bacterial infection. Dig Dis Sci1992; 37:689.
9. Kiriyama S, Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS< Mayumi T, Pitt HA,et al.
TG13 diagnostic criteria and severity grading of acute cholangitis.Tokyo
Guidline. J Hepatobiliary Pancreat Sci (2013) 20:24-34
10. Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS, Pitt HA, Gomi H, Yoshida M,
Mayumi T. TG13: Updated Tokyo Guidelines for the management of acute
cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci (2013) 20:1–7
11. Miura F,Takada T, Strasberg MS, Solomkin JS, Pitt HA, Gouma DJ, TG13
flowchart for the management of acute cholangitis
and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci (2013) 20:47–54
12. Gomi H, Solomkin JS, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Yoshida M,. TG13
antimicrobial therapy for acute cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary
Pancreat Sci (2013) 20:60–70
17
13. Higuchi R, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Gouma DJ,Garden OJ. TG13
miscellaneous etiology of cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat
Sci (2013) 20:97–105
14. Okamoto K, Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS, Pitt HA, Garden OJ,.
TG13 management bundles for acute cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary
Pancreat Sci (2013) 20:55–59
18