PENDAHULUAN
1.1 ALASAN JUDUL
Saya memilih novel tersebut karena novel itu berisikan tentang ajaran adat
istiadat, mengisahkan tentang pilihan seseorang yang salah dan akhirnya sadar
bahwa pilihan yang telah diambilnya itu salah, serta mengajarkan tentang sifat
sombong dan dendam yang tidak boleh terdapat pada diri seseorang.
Pada dasarnya, tujuan laporan resume ini untuk menceritakan kembali kisah
hidup sebuah keluarga yang sangat bahagia meskipun ada seorang anak angkat,
namun keluarga itu tetap bahagia dan akur. Asnah yang sabar dan baik merupakan
Mariati, dan membingungkan bagi Asri. Asnah yang menyimpan rasa lebih kepada
Asri, kakaknya itu. Sedangkan adat tempat mereka tinggal melarangnya. Niat Asri
mempunyai niat jahat kepada Asnah, karena ia iri dan cemburu kepada Asnah. Dari
perlakuan Saniah kepada Asnah, Asri pun mengerti yang sebenarnya. Asri menyesal.
Karena sifat Asnah dan penyesalan Asri itulah yang membuat diri saya menceritakan
kembali novel ini supaya si pembaca dapat meniru sifat baik yang dimiliki Asnah dan
tidak tergesa-gesa dalam memilih pilihan dan akhirnya menyesal seperti Asri.
seseorang dari kekayaan dan fisik, dan agar menuruti apa yang dikatakan orang tua,
tapi bila perkataan orang tua itu salah, kita berhak menolak, serta mengajarkan
dalam menentukan pilihan yang tidak membuat kita menyesal di akhir nanti.
1
BAB II
ISI
2.1 IDENTITAS BUKU
Salah Pilih
Di sebuah tempat bernama Sungaibatang, Maninjau, Suku Minang, Sumatera
Barat, tinggal sebuah keluarga yang terdiri atas seorang ibu, seorang anak laki-laki
dan seorang perempuan, serta seorang pembantu. Ibu itu bernama Mariati, si lelaki,
Asri, dan yang perempuan, Asnah. Sementara pembantu itu bernama Liah dan dua
anak itu biasa memanggil Mak Cik Lia. Keluarga itu saling mengasihi satu sama lain
sekalipun dengan si pembantu dan Asnah yang bukan anak kandung Bu Mariati,
mereka tidak peduli dengan hal tersebut. Asnah pun juga sayang pada perempuan
yang dianggap sebagai ibu kandung itu. Ia selalu sabar merawat Bu Mariati yang
tengah sakit.
“ Kakak, minumlah obat ini! Mudah-mudahan ...” kata Sitti Maliah kepada Bu
merentaknya, “ Ah, pergi dari sini! Takkan memberi faedah obatmu itu “
Sitti Maliah tetap sabar, sambil duduk bersimpuh di sisi kanan Bu Mariati,
yang dipanggil kakak itu. Di atas talam kuningan, terletak sebuah mangkuk,
didalamnya ada rebusan daun jeruk tujuh macam, sedang uapnya naik ke udara
dengan selesai.
2
“ Menciumnya saja pun aku sudah hendak muntah”, kata Bu Mariati. “ Tak usah
kakak cium, minum saja cepat-cepat! Obat ini sangat mujarab” “ Ah bantahan sangat
engkau ini. Masa obat serupa itu dapat menyembuhkan sakit kaki ku ini. Bawa keluar
“ Asnah pergi ke Balai, ke rumah Engku Lebai, dan ia hendak singgah sebentar
ketika mengangkatkan tangannya pula, tiba-tiba talam itu tersentuh, mangkuk rebah
“ Kepada permadani takkan berapa jahatnya dari kepada tubuhku. Dan apa
katamu tadi? Asnah pergi ke Balai sedang ia sangat berguna kepadaku? Asnah! Mana
“ Tentu segera ia hadir disini. Tetapi ia mesti berlepas lelah dan merasai hawa
yang sejuk dahulu. Sudah tiga hari ia seakan-akan terkurung di dalam kamar kakak
ini”. Ibu Mariati pun berdiam diri sejurus, kemudian berkata dengan tenang. “ Apa
“ Sesak napas disini. Asap kemenyan berkepul sangat. Dan kalau malam hari,
lubang hidung hitam oleh jelaga lampu minyak tanah”. “ Kalau begitu, bukalah jendela
itu! Cepat, supaya bertukar udara buruk itu dengan hawa yang bersih ”
Sebentar itu muncullah gadis remaja naik tangga. Mukanya yang kemerah-
merahan. Matanya bersinar-sinar dibawah alis hitam nan tebal. Rambutnya panjang
Mariati.
“ Inilah saya, Bu ”, kata anak gadis itu dengan riang. Ia pun duduk di atas
bangku di sisi ranjang Bu Mariati, yang berbaring itu. Muka Bu Mariati pun berseri-
seri. Sangat rindu rupanya kepada Asnah., anak yang disayangnya itu. Asnah pun
menyuruh Ibunya untuk meminum obat yang akan dibuatnya, lalu bersedia digosok
Asnah mulai berjalan menuju lemari kaca di dalam bilik itu. Ia menuangkan
obat yang agak kental dan hitam warnanya ke dalam gelas, dibawanya ke mulut Ibu,
3
sambil memeluk leher Ibu. Dengan wajah yang sedih dan masam, Ibu meminumnya
hingga habis.
Sehabisnya Asnah menuntun Ibunya meminum obat itu, lalu Asnah menggosok
kaki Ibu seraya menceritakan keadaan kakak Upik Hitam dan bayinya. Bayi Upik
Hitam terlahir sempurna, tiada cacat ditubuhnya, namun bayi tersebut masih
tergeletak di lantai sebab tembuni belum keluar lagi. Upik Hitam pingsan, kadang
menjerit kesakitan. Nyawa Upik Hitam terancam berbahaya. Asnah teringat dukun
obat ke dalam mulut Upik Hitam, maka keluarlah tembuni tersebut. Tak lama muka
Asnah berubah menjadi sedih membayangkan bayi tadi dibelai-belai oleh Upik Hitam.
Berbeda dengan dia yang tidak tahu siapa orang tuanya. Lalu, Asnah meminta Bu
menolak, karena ia tidak ingin Asnah menjai muram durja. Namun, Asnah tetap
memaksa Ibu angkatnya itu untuk tetap menceritakan jalannya dia dibawa pak tua ke
“ Untung kakak Sitti Hawa, keluarga sesuku denganku menaruh belas kasihan
kepadaku. Sabariah disuruhnya tinggal diam dengan daku disini. Akan tetapi, anaknya
itu tidak dapat tinggal lama di rumah ini, sebab ia lekas kawin dengan kemenakan
Engku Datuk Raja Penghulu. Orang muda itu Sultan Penghulu yang rendah hati,
dermawan, rajin dan rupawan. Mereka selalu hidup berkasih-kasihan. Namun tak
lama Sultan Penghulu berkata kepada Sabariah bahwa ia tidak sanggup beristri
seorang saja. Mamak dan Ibunya juga memaksa Sultan Penghulu mengikuti adat yang
ada, yang memiliki tiga empat istri. Namun, Sultan Penghulu tetap tidak mau dan jijik
dengan adat demikian. Akan tetapi, mamak dan ibunya itu mengancam, apabila tidak
menurut perintahnya maka pokok dan modalnya berniaga di Painan akan diambilnya.
Akhirnya Sultan Penghulu dan Sabariah tidak berpecarian lagi, tapi mereka
Asnah pun berfikiran bahwa kedua orang yang malang itu adalah kedua orang
tuanya. Namun, bapak Asnah mati sebab diserangnya oleh sekawan orang Aceh yang
bersenjatakan rencong. Ibunya baru bersalin dua bulan, yaitu melahirkan Asnah. Ibu
Mariati mengirim uang kepada orang yang ditumpangi ibu Asnah, lalu menyuruh pergi
anak Bu Mariati itu adik kandungnya. Tidak lama ibu Asnah pergi ke Rahmatullah.
4
Asnah tetap tinggal dengan Bu Mariati, Asri dan Sitti Maliah, seorang janda yang
ingat kembali dan meminta Asnah memandang Bu Mariati seakan-akan ibunya sendiri.
Lalu, Mak Cik Liah masuk dengan membawakan semangkuk obat yang hendak
Asri dan Asnah semakin lama semakin dewasa dan semakin akrab sebagai
saudara. Mereka terbiasa jujur satu sama lain, bahkan Asnah mengetahui rahasia
Asri dan ibunya saling menunjukkan wajah yang senang. Lalu, Asri menanyakan
keberadaan Asnah, tapi ibunya tidak megetahuinya. Asri juga bertanya kepada Mak
Cik Liah dimana Asnah berada. Mak Cik Liah tidak tahu dimana Asnah. Tanpa ucap,
Asri langsung turun dan menuju kebun mencari Asnah. Tak lama Asri menatap Asnah
mereka. Asnah menanyakan bagaimana Asri di Jawa. Asri pun langsung menceritakan
Berhari-hari Asri di rumah gadang itu, Bu Mariati bisa berjalan seperti biasa.
Namun, berhari-hari jua Bu Mariati belum merundingkan masalah Asri harus tinggal
di rumah dan lekas kawin. Saat Asri duduk di dalam bilik ibunya, sambil minum kopi,
sudah tua, akan lebih baik jika Asri tetap tinggal bersamanya dan kawin, mengingat
ibunya sudah tua. Ibunya juga menyebut empat lima gadis yang belum
dan tercengang sebab percakapan ibu dan kakaknya itu. Mereka berdua tetap
membicarakan soal perkawinan Asri. Asnah pun langsung pucat, lalu pergi dari
meninggalkan bilik ibunya. Asri berpikir bahwa Asnah tidak suka dengan maksud ibu
dan kakaknya yang akan kawin itu. Namun, ibu dan Asri tetap melanjutkan. Dari
keempat lima gadis yang disebut ibunya, ada seseorang yang sedang Asri pikirkan,
yaitu Saniah. Asri memilih Saniah untuk yang dikawininya. Sesuai keinginannya, Asri
pun langsung bertanya kepada ibunya bagaimana paras, kelakuan dan perangai Saniah
kepada ibunya. Asri juga akan menanyakan kepada Asnah, betapa pula pandangnya
5
Dengan tidak bergerak-gerak Asnah duduk di muka jendela, serta memandang
ke luar tenang-tenang. Warna mukanya pucat sebagai mayat. Pikiran tentang Asri
yang hendak kawin sangat memusingkan dan menyakitkan kepalanya. Cinta itu
merasa dan berpikir. Akan tetapi ia segera tahu bahwa cintanya itu sia-sia adanya.
Asri memandang Asnah hanyalah saudara perempuan. Asri pun hendak membawa
seorang perempuan ke rumah itu, maka perempuan itulah yang akan menjauhkan
Asnah dari dalam kalbu Asri. Tiba-tiba pintu terdengar terketuk, Asri yang
kebun. Setibanya Asnah di kebun, dipandangnya Asnah yang elok itu. Lalu, mereka
iparnya. Asri juga akan membuat janji dengan Saniah bahwa kelak harus kasih dan
baik dengan Asnah. Asnah menyembunyikan semua pikiran yang tidak pantas untuk
diutarakannya. Asnah berasa kuat, berani, dan percaya pula, bahwa ia akan dapat
menderitakan apa jua pun, sekaliannya jika hanya hendak menjaga supaya kesenangan
Rusiah dan Saniah boleh dikatakan tidak berapa bedanya, sama elok dan
manis. Namun, Saniah mempunyai sifat yang sombong dan pengoh, serta memandang
sesorang dari kaya miskinnya. Saat mereka asyik merenda, Rusiah mulai membahas
tentang pada siapa Saniah menaruh hati, antara Hasan Basri dan Asri. Saniah
mengelak bahwa tidak menaruh hati pada laki-laki. Namun, Rusiah mengetahui bahwa
Saniah dan ibunya tengah membicarakan Asri. Rusiah juga menceritakan semua
kepintaran Asri. Saniah masih ragu kepada Asri sebabnya harta yang dimiliki Asri.
Rusiah mencoba menceritakan kehidupan yang akan dijalani oleh Saniah di rumah
gadang Asri.
Dengan tiba-tiba, ayah dan bundanya datang. Tak lama juga masuklah Sitti
permintaan Rangkayo Saleah, yaitu Saniah sudah diterimanya jadi tunangan Asri.
Pernikahan Asri dengan Saniah sangat jauh dari kata ‘bahagia’. Keduanya
memiliki perbedaan yang sangat kuat dalam masalah adat. Saniah selalu disetir sang
ibu untuk mengikuti adat yang sangat kaku dan kuno menurut Asri, karena Asri
sudah terbiasa dengan pendidikan luar yang bebas. Ia sangat menghormati adat,
6
namun ia tidak suka terlalu dikekang dan dipaksa-paksa seperti yang dilakukan
Saniah padanya. Selain itu, Saniah adalah wanita yang sombong, keras kepala,
membedakan kelas sosial masyarakat, dan tidak suka bergaul dengan tetangga.
Saniah sangat cemburu dengan keberadaan Asnah dan ia ingin menyingkirkan gadis
itu dengan berbagai cara, tentunya peran sang ibu tidak tertinggal.
Suatu hari penyakit bu Mariati menjadi sangat parah. Asnah beserta Mak Cik
Liah bergantian menjaganya, tak lupa juga Asri lebih sering mengunjungi ibunya yang
telah diasingkan Saniah di bagian rumah mereka yang lain. Penyakit bu Mariati tidak
dapat disembuhkan dan nyawanya telah lepas dari raga. Sebelum meninggal, ibu itu
berpesan kepada anaknya, ia menyesal telah meminta Asri menikah, apalagi dengan
Saniah. Wanita itu juga menjelaskan adat Minang yang tidak melarang Asri dan
Asnah menikah karena mereka tidak sedarah. Wanita itu berpesan agar anak
lelakinya itu menikah dengan anak angkatnya, Asnah yang sifatnya sangat mulia dan
Setelah kematian sang bunda, Asri selalu memikirkan petuah terakhir itu. Dan
ia baru menyadari perasaan sayangnya kepada Asnah yang lebih setelah teman
lamanya, Hasan Basri datang kepadanya untuk meminta izin memperistri Asnah. Ia
sangat cemburu dan tidak bisa mengambil keputusan, sehingga segalanya ia serahkan
kepada Asnah. Asri sangat lega ketika Asnah menolak pinangan teman lamanya itu.
Tanpa saling bicara, keduanya bisa mengerti bahwa ada cinta diantara mereka.
wanita yang tidak tahu diri. Kejadian itu diketahui Asri sehingga ia sangat marah
kepada Saniah dan keduanya bertengkar hebat, sementara Asnah memilih pergi dari
rumah itu dan tinggal bersama bu Mariah, adik ibu Mariati. Semenjak kepergian
Asnah, Asri tetap sering bertengkar dengan Saniah hingga ia tidak betah lagi
Suatu ketika bu Saleah, ibu dari Saniah mendapat kabar bahwa anak lelakinya
akan menikah dengan gadis biasa di perantauan. Ibu itu merasa geram, ia tidak mau
mempunyai menantu miskin dan dari suku lain, kemudian ia mengajak Saniah beserta
Saking geramnya, bu Saleah meminta sopir mobil yang ia sewa untuk mengebut
walaupun jalanan sangat sulit. Alhasil, mobil yang mereka tumpangi kurang kendali
7
Semenjak Asri menduda, banyak wanita yang datang menghampirinya. Namun,
menghampirinya lebih cantik. Asri tidak bisa lagi menahan cintanya. Setelah
dengan Asnah dan meninggalkan segala harta dan jabatannya untuk merantau ke
Jawa, karena jika tidak pergi dari situ, maka keduanya akan dikeluarkan dari suku
secara tidak hormat. Perantauannya menghasilkan sesuatu yang baik. Asri punya
kedudukan yang baik dan keduanya mempunyai banyak teman di sana. Ditengah
rutinitas mereka di Jawa, tepatnya di Jakarta, tiba-tiba datang surat dari Maninjau
meminta agar keduanya kembali ke sana dan Asri diminta untuk menjadi kepala
oleh warga yang sangat menghormati Asri atas jasa-jasanya sebelum ia merantau
dulu dan atas kelembutan tabiat Asnah. Berawal dari Asri yang salah pilih istri, ia
menjadi tahu siapa orang yang sebenarnya ia cintai dan dengan berusaha keras ia
mampu hidup bersama sang kekasih dalam mahligai rumah tangga yang penuh cinta di
Tema
menentukan pilihannya.
Asnah : sabar
Rusiah : lemah
8
Alur
“ Dengan tiba-tiba, ayah dan bundanya datang. Tak lama juga masuklah
Latar/Setting
Latar tempat :
Sumatera Barat, tinggal sebuah keluarga yang terdiri atas seorang ibu,
pembantu“
Latar suasana :
- Menegangkan
- Membahagiakan
Sudut pandang
serba tahu.
Mak Cik Liah bergantian menjaganya, tak lupa juga Asri lebih sering
9
mengunjungi ibunya yang telah diasingkan Saniah di bagian rumah
Amanat
sendiri.
Menurut pada perintah dan nasihat orang tua itu wajib, tetapi jika
perintah orang tua itu salah, sebisa mungkin harus bisa menolaknya.
Sesuatu yang menurut orang banyak itu salah, belum tentu merupakan
suatu kesalahan.
Unsur Agama
Unsur Budaya
Unsur Sejarah
Kutipan novel bahwa sejak jaman nenek moyang dulu kejadian yang
1893 dan wafat di Jakarta, 28 November 1975. Nama aslinya Muhammad Nur.
Setelah menamatkan sekolah rakyat pada tahun 1909 Nur Sutan Iskandar bekerja
sebagai guru bantu. Pada tahun 1919 ia hijrah ke Jakarta. Disana ia bekerja di Balai
Pustaka, pertama kali sebagai korektor naskah karangan sampai akhirnya menjabat
paling produktif di masanya. Nur St. Iskandar menghasilkan tak kurang dari 82 judul
10
buku. Karya pertamanya adalah Apa Dayaku Karena Aku Perempuan (1922), disusul
karya lain seperti Cinta yang Membawa Maut (1926), Salah Pilih (1928), Abu Nawas
(1929), Hulubalang Raja (1934), Katak Hendak Jadi Lembu (1935), Neraka Dunia
Nur St. Iskandar juga menulis bacaan bagi siswa sekolah, di antaranya
Ceritera Tiga Ekor Kucing, Pengalaman Masa Kecil, dan Cinta Tanah Air. Selain itu, ia
juga menerjemahkan karya penulis asing, di antaranya karya Alexander Dumas: Tiga
Orang Panglima Perang, Dua Puluh Tahun Kemudian, dan Graaf de Monte Cristo.
Karya terjemahannya yang lain adalah Imam dan Pengasihan oleh Sienkiewich dan
11
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan isi novel “Salah Pilih” ini, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
adat yang mewajibkan seorang anak laki-laki dari keturunan bangsawan harus
beristri empat-lima; apabila perintah orang tua kepada anaknya salah, sang anak
dapat menolaknya; orang tua juga tidak boleh memaksa anaknya untuk segera
menikah dengan alasan kebahagiaan orang tua sendiri bila akhirnya rumah tangga
3.2 PENDAPAT
Novel tersebut masih menggunakan gaya bahasa melayu sehingga sulit
dipahami untuk pembaca sekarang. Di situ digambarkan adat istiadat suku Minang
yang ketat namun seorang yang berpendidikan seperti Asri mampu meluruskan adat
tersebut, jika ada yang tidak logis, maka tidak perlu dipakai lagi. Kebaikan keluarga
Bu Mariati dan Asnah patut dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Novel
3.3 SARAN
Sebaiknya novel ini menggunakan gaya bahasa yang mudah dipahami untuk si
pembaca karena perkembangan zaman yang semakin modern. Namun, isi novel banyak
mengandung amanat yang dapat kita ambil, hendaknya para pembaca bisa meneladani
12
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar, Nur St. 1928. Salah Pilih. Jakarta:Balai Pustaka.
Sari, Suindah dan Nita Dewi Anggraini. 2013. Kreatif Bahasa Indonesia Kelas
http://abckomputer.blogspot.com/2012/03/kumpulan-kata-pengantar-
sinopsis.html
http://starlovesifasa.wordpress.com/2012/08/15/sinopsis-novel-salah-pilih-
karya-nur-sultan-iskandar/
http://portugisbenteng.blogspot.com/2012/04/analisis-novel-salah-pilih.html
13