Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 ALASAN JUDUL
Saya memilih novel tersebut karena novel itu berisikan tentang ajaran adat

istiadat, mengisahkan tentang pilihan seseorang yang salah dan akhirnya sadar

bahwa pilihan yang telah diambilnya itu salah, serta mengajarkan tentang sifat

sombong dan dendam yang tidak boleh terdapat pada diri seseorang.

1.2 LATAR BELAKANG


Resume novel adalah bentuk pemendekan dari sebuah novel dengan tetap

memerhatikan unsur-unsur instrinsik novel tersebut.

Pada dasarnya, tujuan laporan resume ini untuk menceritakan kembali kisah

hidup sebuah keluarga yang sangat bahagia meskipun ada seorang anak angkat,

namun keluarga itu tetap bahagia dan akur. Asnah yang sabar dan baik merupakan

contoh sifat yang baik untuk si pembaca tiru. Ditengah-tengah kebahagiaannya

terdapat keadaan yang sangat menyedihkan bagi Asnah, menyenangkan bagi Bu

Mariati, dan membingungkan bagi Asri. Asnah yang menyimpan rasa lebih kepada

Asri, kakaknya itu. Sedangkan adat tempat mereka tinggal melarangnya. Niat Asri

untuk menikah dengan Saniah pun tetap berlangsung. Ditengah-tengah, Saniah

mempunyai niat jahat kepada Asnah, karena ia iri dan cemburu kepada Asnah. Dari

perlakuan Saniah kepada Asnah, Asri pun mengerti yang sebenarnya. Asri menyesal.

Karena sifat Asnah dan penyesalan Asri itulah yang membuat diri saya menceritakan

kembali novel ini supaya si pembaca dapat meniru sifat baik yang dimiliki Asnah dan

tidak tergesa-gesa dalam memilih pilihan dan akhirnya menyesal seperti Asri.

1.3 TUJUAN PENULIS


Sebagai motivasi untuk mempunyai sifat baik, tidak membeda-bedakan

seseorang dari kekayaan dan fisik, dan agar menuruti apa yang dikatakan orang tua,

tapi bila perkataan orang tua itu salah, kita berhak menolak, serta mengajarkan

dalam menentukan pilihan yang tidak membuat kita menyesal di akhir nanti.

1
BAB II

ISI
2.1 IDENTITAS BUKU

Judul : Salah Pilih

Pengarang : Nur Sutan Iskandar

Penerbit : PT (Persero) Penerbitan dan Percetan BALAI PUSTAKA

Tebal Buku : 264 halaman

2.2 RESUME NOVEL

Salah Pilih
Di sebuah tempat bernama Sungaibatang, Maninjau, Suku Minang, Sumatera

Barat, tinggal sebuah keluarga yang terdiri atas seorang ibu, seorang anak laki-laki

dan seorang perempuan, serta seorang pembantu. Ibu itu bernama Mariati, si lelaki,

Asri, dan yang perempuan, Asnah. Sementara pembantu itu bernama Liah dan dua

anak itu biasa memanggil Mak Cik Lia. Keluarga itu saling mengasihi satu sama lain

sekalipun dengan si pembantu dan Asnah yang bukan anak kandung Bu Mariati,

mereka tidak peduli dengan hal tersebut. Asnah pun juga sayang pada perempuan

yang dianggap sebagai ibu kandung itu. Ia selalu sabar merawat Bu Mariati yang

tengah sakit.

“ Kakak, minumlah obat ini! Mudah-mudahan ...” kata Sitti Maliah kepada Bu

Mariati yang tengah berbaring. Belum habis perkataannya, Bu Mariati itu

merentaknya, “ Ah, pergi dari sini! Takkan memberi faedah obatmu itu “

Sitti Maliah tetap sabar, sambil duduk bersimpuh di sisi kanan Bu Mariati,

yang dipanggil kakak itu. Di atas talam kuningan, terletak sebuah mangkuk,

didalamnya ada rebusan daun jeruk tujuh macam, sedang uapnya naik ke udara

dengan selesai.

2
“ Menciumnya saja pun aku sudah hendak muntah”, kata Bu Mariati. “ Tak usah

kakak cium, minum saja cepat-cepat! Obat ini sangat mujarab” “ Ah bantahan sangat

engkau ini. Masa obat serupa itu dapat menyembuhkan sakit kaki ku ini. Bawa keluar

dan suruh Asnah kemari! ”

“ Asnah pergi ke Balai, ke rumah Engku Lebai, dan ia hendak singgah sebentar

ke rumah si Upik Hitam. Kabarnya, perempuan itu sakit hendak bersalin “

Ibu Mariati menghempaskan tangannya ke kasur, seraya berbangkit, dan

ketika mengangkatkan tangannya pula, tiba-tiba talam itu tersentuh, mangkuk rebah

dan isinya tertumpah ke talam serta meleleh ke lantai.

“ Kepada permadani takkan berapa jahatnya dari kepada tubuhku. Dan apa

katamu tadi? Asnah pergi ke Balai sedang ia sangat berguna kepadaku? Asnah! Mana

anakku itu? Mukanya akan jadi obat bagiku “

“ Tentu segera ia hadir disini. Tetapi ia mesti berlepas lelah dan merasai hawa

yang sejuk dahulu. Sudah tiga hari ia seakan-akan terkurung di dalam kamar kakak

ini”. Ibu Mariati pun berdiam diri sejurus, kemudian berkata dengan tenang. “ Apa

salahnya dalam bilik ini, Liah? “

“ Sesak napas disini. Asap kemenyan berkepul sangat. Dan kalau malam hari,

lubang hidung hitam oleh jelaga lampu minyak tanah”. “ Kalau begitu, bukalah jendela

itu! Cepat, supaya bertukar udara buruk itu dengan hawa yang bersih ”

Sebentar itu muncullah gadis remaja naik tangga. Mukanya yang kemerah-

merahan. Matanya bersinar-sinar dibawah alis hitam nan tebal. Rambutnya panjang

berjalin dan terjuntai sampai pinggangnya. Baru ia sampai ke atas rumah,

ditinggalkannya selopnya, dikatupkannya payungnya, lalu ia berlari-lari ke bilik Bu

Mariati.

“ Inilah saya, Bu ”, kata anak gadis itu dengan riang. Ia pun duduk di atas

bangku di sisi ranjang Bu Mariati, yang berbaring itu. Muka Bu Mariati pun berseri-

seri. Sangat rindu rupanya kepada Asnah., anak yang disayangnya itu. Asnah pun

menyuruh Ibunya untuk meminum obat yang akan dibuatnya, lalu bersedia digosok

kaki Ibu yang sakit itu dengan minyak param.

Asnah mulai berjalan menuju lemari kaca di dalam bilik itu. Ia menuangkan

obat yang agak kental dan hitam warnanya ke dalam gelas, dibawanya ke mulut Ibu,

3
sambil memeluk leher Ibu. Dengan wajah yang sedih dan masam, Ibu meminumnya

hingga habis.

Sehabisnya Asnah menuntun Ibunya meminum obat itu, lalu Asnah menggosok

kaki Ibu seraya menceritakan keadaan kakak Upik Hitam dan bayinya. Bayi Upik

Hitam terlahir sempurna, tiada cacat ditubuhnya, namun bayi tersebut masih

tergeletak di lantai sebab tembuni belum keluar lagi. Upik Hitam pingsan, kadang

menjerit kesakitan. Nyawa Upik Hitam terancam berbahaya. Asnah teringat dukun

pandai, dipanggilnya dan dibawanya ke rumah Upik Hitam. Setelah dimasukkannya

obat ke dalam mulut Upik Hitam, maka keluarlah tembuni tersebut. Tak lama muka

Asnah berubah menjadi sedih membayangkan bayi tadi dibelai-belai oleh Upik Hitam.

Berbeda dengan dia yang tidak tahu siapa orang tuanya. Lalu, Asnah meminta Bu

Mariati menceritakan dan mengingat orang tuanya bersama-sama. Bu Mariati

menolak, karena ia tidak ingin Asnah menjai muram durja. Namun, Asnah tetap

memaksa Ibu angkatnya itu untuk tetap menceritakan jalannya dia dibawa pak tua ke

rumah gadang Bu Mariati.

“ Untung kakak Sitti Hawa, keluarga sesuku denganku menaruh belas kasihan

kepadaku. Sabariah disuruhnya tinggal diam dengan daku disini. Akan tetapi, anaknya

itu tidak dapat tinggal lama di rumah ini, sebab ia lekas kawin dengan kemenakan

Engku Datuk Raja Penghulu. Orang muda itu Sultan Penghulu yang rendah hati,

dermawan, rajin dan rupawan. Mereka selalu hidup berkasih-kasihan. Namun tak

lama Sultan Penghulu berkata kepada Sabariah bahwa ia tidak sanggup beristri

seorang saja. Mamak dan Ibunya juga memaksa Sultan Penghulu mengikuti adat yang

ada, yang memiliki tiga empat istri. Namun, Sultan Penghulu tetap tidak mau dan jijik

dengan adat demikian. Akan tetapi, mamak dan ibunya itu mengancam, apabila tidak

menurut perintahnya maka pokok dan modalnya berniaga di Painan akan diambilnya.

Akhirnya Sultan Penghulu dan Sabariah tidak berpecarian lagi, tapi mereka

tetap setia. Kemudian mereka pergi meninggalkan negeri ini “

Asnah pun berfikiran bahwa kedua orang yang malang itu adalah kedua orang

tuanya. Namun, bapak Asnah mati sebab diserangnya oleh sekawan orang Aceh yang

bersenjatakan rencong. Ibunya baru bersalin dua bulan, yaitu melahirkan Asnah. Ibu

Mariati mengirim uang kepada orang yang ditumpangi ibu Asnah, lalu menyuruh pergi

ke rumah Bu Mariatiuntuk bekerja di rumah Bu Mariati. Asnah pun disangka Asri,

anak Bu Mariati itu adik kandungnya. Tidak lama ibu Asnah pergi ke Rahmatullah.

4
Asnah tetap tinggal dengan Bu Mariati, Asri dan Sitti Maliah, seorang janda yang

menggantikan ibu Asnah.

Setelah menceritakan semua, Bu Mariati menyuruh Asnah tidak mengingat-

ingat kembali dan meminta Asnah memandang Bu Mariati seakan-akan ibunya sendiri.

Lalu, Mak Cik Liah masuk dengan membawakan semangkuk obat yang hendak

diminumkannya ke Bu Mariati kembali.

Asri dan Asnah semakin lama semakin dewasa dan semakin akrab sebagai

saudara. Mereka terbiasa jujur satu sama lain, bahkan Asnah mengetahui rahasia

kakaknya yang tidak diketahui sang bunda, begitu juga sebaliknya.

Asri telah sampai di rumah gadangnya. Ia menemui ibunya terlebih dahulu,

Asri dan ibunya saling menunjukkan wajah yang senang. Lalu, Asri menanyakan

keberadaan Asnah, tapi ibunya tidak megetahuinya. Asri juga bertanya kepada Mak

Cik Liah dimana Asnah berada. Mak Cik Liah tidak tahu dimana Asnah. Tanpa ucap,

Asri langsung turun dan menuju kebun mencari Asnah. Tak lama Asri menatap Asnah

yang sedang menikmati pemandangan sekitar. Dipanggilnya lalu bercakap-cakaplah

mereka. Asnah menanyakan bagaimana Asri di Jawa. Asri pun langsung menceritakan

semua yang terjadi kepadanya disana.

Berhari-hari Asri di rumah gadang itu, Bu Mariati bisa berjalan seperti biasa.

Namun, berhari-hari jua Bu Mariati belum merundingkan masalah Asri harus tinggal

di rumah dan lekas kawin. Saat Asri duduk di dalam bilik ibunya, sambil minum kopi,

Bu Mariati pun membuka rundingan tersebut, Bu Mariati berkata bahwa dirinya

sudah tua, akan lebih baik jika Asri tetap tinggal bersamanya dan kawin, mengingat

ibunya sudah tua. Ibunya juga menyebut empat lima gadis yang belum

dipertunangkan. Saat mereka berdua bercengkerama, Asnah tiba-tiba masuk bilik

dan tercengang sebab percakapan ibu dan kakaknya itu. Mereka berdua tetap

membicarakan soal perkawinan Asri. Asnah pun langsung pucat, lalu pergi dari

meninggalkan bilik ibunya. Asri berpikir bahwa Asnah tidak suka dengan maksud ibu

dan kakaknya yang akan kawin itu. Namun, ibu dan Asri tetap melanjutkan. Dari

keempat lima gadis yang disebut ibunya, ada seseorang yang sedang Asri pikirkan,

yaitu Saniah. Asri memilih Saniah untuk yang dikawininya. Sesuai keinginannya, Asri

pun langsung bertanya kepada ibunya bagaimana paras, kelakuan dan perangai Saniah

kepada ibunya. Asri juga akan menanyakan kepada Asnah, betapa pula pandangnya

dan hatinya kepada gadis bangsawan itu, Saniah.

5
Dengan tidak bergerak-gerak Asnah duduk di muka jendela, serta memandang

ke luar tenang-tenang. Warna mukanya pucat sebagai mayat. Pikiran tentang Asri

yang hendak kawin sangat memusingkan dan menyakitkan kepalanya. Cinta itu

bukannya datang dengan sekonyong-konyong saja, melainkan semenjak Asnah pandai

merasa dan berpikir. Akan tetapi ia segera tahu bahwa cintanya itu sia-sia adanya.

Asri memandang Asnah hanyalah saudara perempuan. Asri pun hendak membawa

seorang perempuan ke rumah itu, maka perempuan itulah yang akan menjauhkan

Asnah dari dalam kalbu Asri. Tiba-tiba pintu terdengar terketuk, Asri yang

mengetuk seraya memanggil-manggil Asnah dan menyuruhnya untuk menyusul ke

kebun. Setibanya Asnah di kebun, dipandangnya Asnah yang elok itu. Lalu, mereka

bercakap-cakap. Asri bertanya kepada Asnah bagaimana jika Saniah menjadi

iparnya. Asri juga akan membuat janji dengan Saniah bahwa kelak harus kasih dan

baik dengan Asnah. Asnah menyembunyikan semua pikiran yang tidak pantas untuk

diutarakannya. Asnah berasa kuat, berani, dan percaya pula, bahwa ia akan dapat

menderitakan apa jua pun, sekaliannya jika hanya hendak menjaga supaya kesenangan

Asri jangan keganggu.

Rusiah dan Saniah boleh dikatakan tidak berapa bedanya, sama elok dan

manis. Namun, Saniah mempunyai sifat yang sombong dan pengoh, serta memandang

sesorang dari kaya miskinnya. Saat mereka asyik merenda, Rusiah mulai membahas

tentang pada siapa Saniah menaruh hati, antara Hasan Basri dan Asri. Saniah

mengelak bahwa tidak menaruh hati pada laki-laki. Namun, Rusiah mengetahui bahwa

Saniah dan ibunya tengah membicarakan Asri. Rusiah juga menceritakan semua

dahulunya sempat ia tertarik pada Asri, menceritakan semua kebaikan dan

kepintaran Asri. Saniah masih ragu kepada Asri sebabnya harta yang dimiliki Asri.

Rusiah mencoba menceritakan kehidupan yang akan dijalani oleh Saniah di rumah

gadang Asri.

Dengan tiba-tiba, ayah dan bundanya datang. Tak lama juga masuklah Sitti

Kalasum dengan membawa keris dari Bu Mariati, tanda sudah diterimanya

permintaan Rangkayo Saleah, yaitu Saniah sudah diterimanya jadi tunangan Asri.

Pernikahan Asri dengan Saniah sangat jauh dari kata ‘bahagia’. Keduanya

memiliki perbedaan yang sangat kuat dalam masalah adat. Saniah selalu disetir sang

ibu untuk mengikuti adat yang sangat kaku dan kuno menurut Asri, karena Asri

sudah terbiasa dengan pendidikan luar yang bebas. Ia sangat menghormati adat,

6
namun ia tidak suka terlalu dikekang dan dipaksa-paksa seperti yang dilakukan

Saniah padanya. Selain itu, Saniah adalah wanita yang sombong, keras kepala,

membedakan kelas sosial masyarakat, dan tidak suka bergaul dengan tetangga.

Saniah sangat cemburu dengan keberadaan Asnah dan ia ingin menyingkirkan gadis

itu dengan berbagai cara, tentunya peran sang ibu tidak tertinggal.

Suatu hari penyakit bu Mariati menjadi sangat parah. Asnah beserta Mak Cik

Liah bergantian menjaganya, tak lupa juga Asri lebih sering mengunjungi ibunya yang

telah diasingkan Saniah di bagian rumah mereka yang lain. Penyakit bu Mariati tidak

dapat disembuhkan dan nyawanya telah lepas dari raga. Sebelum meninggal, ibu itu

berpesan kepada anaknya, ia menyesal telah meminta Asri menikah, apalagi dengan

Saniah. Wanita itu juga menjelaskan adat Minang yang tidak melarang Asri dan

Asnah menikah karena mereka tidak sedarah. Wanita itu berpesan agar anak

lelakinya itu menikah dengan anak angkatnya, Asnah yang sifatnya sangat mulia dan

dimata semua orang.

Setelah kematian sang bunda, Asri selalu memikirkan petuah terakhir itu. Dan

ia baru menyadari perasaan sayangnya kepada Asnah yang lebih setelah teman

lamanya, Hasan Basri datang kepadanya untuk meminta izin memperistri Asnah. Ia

sangat cemburu dan tidak bisa mengambil keputusan, sehingga segalanya ia serahkan

kepada Asnah. Asri sangat lega ketika Asnah menolak pinangan teman lamanya itu.

Tanpa saling bicara, keduanya bisa mengerti bahwa ada cinta diantara mereka.

Saniah menangkap keganjilan pada suaminya sehingga ia memaki-maki Asnah sebagai

wanita yang tidak tahu diri. Kejadian itu diketahui Asri sehingga ia sangat marah

kepada Saniah dan keduanya bertengkar hebat, sementara Asnah memilih pergi dari

rumah itu dan tinggal bersama bu Mariah, adik ibu Mariati. Semenjak kepergian

Asnah, Asri tetap sering bertengkar dengan Saniah hingga ia tidak betah lagi

berada di rumah gadang itu.

Suatu ketika bu Saleah, ibu dari Saniah mendapat kabar bahwa anak lelakinya

akan menikah dengan gadis biasa di perantauan. Ibu itu merasa geram, ia tidak mau

mempunyai menantu miskin dan dari suku lain, kemudian ia mengajak Saniah beserta

pembantu mereka pergi ketempat putranya untuk menggagalkan pernikahan itu.

Saking geramnya, bu Saleah meminta sopir mobil yang ia sewa untuk mengebut

walaupun jalanan sangat sulit. Alhasil, mobil yang mereka tumpangi kurang kendali

sehingga masuk jurang lalu Saniah dan ibunya meninggal dunia.

7
Semenjak Asri menduda, banyak wanita yang datang menghampirinya. Namun,

ia tidak pernah goyah untuk mencintai Asnah, walaupun wanita-wanita yang

menghampirinya lebih cantik. Asri tidak bisa lagi menahan cintanya. Setelah

berunding dengan bibinya yang sekarang merawat Asnah, ia memutuskan menikah

dengan Asnah dan meninggalkan segala harta dan jabatannya untuk merantau ke

Jawa, karena jika tidak pergi dari situ, maka keduanya akan dikeluarkan dari suku

secara tidak hormat. Perantauannya menghasilkan sesuatu yang baik. Asri punya

kedudukan yang baik dan keduanya mempunyai banyak teman di sana. Ditengah

rutinitas mereka di Jawa, tepatnya di Jakarta, tiba-tiba datang surat dari Maninjau

meminta agar keduanya kembali ke sana dan Asri diminta untuk menjadi kepala

pemerintahan. Tanpa pikir panjang mereka setuju untuk kembali ke Maninjau

walaupun berat juga meninggalkan kawan-kawannya di Jakarta, mereka sangat rindu

dengan kampung kelahirannya itu. Setibanya di Maninjau, mereka disambut meriah

oleh warga yang sangat menghormati Asri atas jasa-jasanya sebelum ia merantau

dulu dan atas kelembutan tabiat Asnah. Berawal dari Asri yang salah pilih istri, ia

menjadi tahu siapa orang yang sebenarnya ia cintai dan dengan berusaha keras ia

mampu hidup bersama sang kekasih dalam mahligai rumah tangga yang penuh cinta di

kampung halaman tercinta.

2.3 UNSUR INSTRINSIK

 Tema

 Novel ini menceritakan tentang kesalahan seseorang dalam

menentukan pilihannya.

 Tokoh & Watak

 Asnah : sabar

 Asri : baik, ramah

 Saniah : pencemburu, pendendam

 Mariati : penyayang, lembut

 Sitti Maliah : amanah

 Rangkayo Saleah : tegas, keras

 Rusiah : lemah

 Dt. Indomo : bijaksana, keras

 Kaharuddin : gigih, tegas

 Mariah : jujur, sabar

8
 Alur

 Novel ini menggunakan alur maju.

“ Dengan tiba-tiba, ayah dan bundanya datang. Tak lama juga masuklah

Sitti Kalasum dengan membawa keris dari Bu Mariati, tanda sudah

diterimanya permintaan Rangkayo Saleah, yaitu Saniah sudah

diterimanya jadi tunangan Asri “

 Latar/Setting

 Latar tempat :

1. Berada di Minangkabau, Sumatera Barat yaitu di Maninjau,

Sungaibatang, Bayur, dan Bukittinggi.

“Di sebuah tempat bernama Sungaibatang, Maninjau, Suku Minang,

Sumatera Barat, tinggal sebuah keluarga yang terdiri atas seorang ibu,

seorang anak laki-laki dan seorang perempuan, serta seorang

pembantu“

2. Sebagian juga mengambil latar di Pulau Jawa, yaitu Jakarta.

“ Ditengah rutinitas mereka di Jawa, tepatnya di Jakarta, tiba-tiba

datang surat dari Maninjau meminta agar keduanya kembali ke sana

dan Asri diminta untuk menjadi kepala pemerintahan “

 Latar suasana :

- Menegangkan

“ Semenjak kepergian Asnah, Asri tetap sering bertengkar dengan

Saniah hingga ia tidak betah lagi berada di rumah gadang itu “

- Membahagiakan

“ Asri telah sampai di rumah gadangnya. Ia menemui ibunya terlebih

dahulu, Asri dan ibunya saling menunjukkan wajah yang senang “

 Sudut pandang

 Sudut PandangNovel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga

serba tahu.

“ Suatu hari penyakit bu Mariati menjadi sangat parah. Asnah beserta

Mak Cik Liah bergantian menjaganya, tak lupa juga Asri lebih sering

9
mengunjungi ibunya yang telah diasingkan Saniah di bagian rumah

mereka yang lain “

 Amanat

 Walaupun sudah berpendidikan tinggi, janganlah lupa pada adat negeri

sendiri.

 Janganlah menilai seseorang dari rupa atau hartanya saja.

 Jangan membeda-bedakan orang karena kaya atau miskinnya.

 Menurut pada perintah dan nasihat orang tua itu wajib, tetapi jika

perintah orang tua itu salah, sebisa mungkin harus bisa menolaknya.

 Sesuatu yang menurut orang banyak itu salah, belum tentu merupakan

suatu kesalahan.

2.4 UNSUR EKSTRINSIK


 Unsur Sosial

Permasalahan yang mungkin tidak biasa ada di sekitar kita namun

jarang ini menjelaskan perasaan seseorang yang menyayangi adiknya walaupun

bukan adik kandung namun sudah dianggap lebih.

 Unsur Agama

Pernyataan bahwa dalam agama Islam tidak ada dan tidak

diperbolehkan bila menikah dengan saudara sendiri.

 Unsur Budaya

Menyebutkan beberapa unsur-unsur kebudayaan melayu.

 Unsur Sejarah

Kutipan novel bahwa sejak jaman nenek moyang dulu kejadian yang

sedang terjadi sekarang ini tidak pernah ada saat itu.

2.5 BIOGRAFI PENGARANG

Nur St. Iskandar


Nur Sutan Iskandar dilahirka di Sungai Batang, Sumatera Barat, 3 November

1893 dan wafat di Jakarta, 28 November 1975. Nama aslinya Muhammad Nur.

Setelah menamatkan sekolah rakyat pada tahun 1909 Nur Sutan Iskandar bekerja

sebagai guru bantu. Pada tahun 1919 ia hijrah ke Jakarta. Disana ia bekerja di Balai

Pustaka, pertama kali sebagai korektor naskah karangan sampai akhirnya menjabat

sebagai Pemimpin Redaksi Balai Pustaka (1925-1942). Kemudian ia diangkat menjadi

Kepala Pengarang Balai Pustaka, yang dijabatnya 1942-1945. Ia adalah sastrawan

paling produktif di masanya. Nur St. Iskandar menghasilkan tak kurang dari 82 judul

10
buku. Karya pertamanya adalah Apa Dayaku Karena Aku Perempuan (1922), disusul

karya lain seperti Cinta yang Membawa Maut (1926), Salah Pilih (1928), Abu Nawas

(1929), Hulubalang Raja (1934), Katak Hendak Jadi Lembu (1935), Neraka Dunia

(1938), Mutiara (1946), dan Turun ke Desa (1946).

Nur St. Iskandar juga menulis bacaan bagi siswa sekolah, di antaranya

Ceritera Tiga Ekor Kucing, Pengalaman Masa Kecil, dan Cinta Tanah Air. Selain itu, ia

juga menerjemahkan karya penulis asing, di antaranya karya Alexander Dumas: Tiga

Orang Panglima Perang, Dua Puluh Tahun Kemudian, dan Graaf de Monte Cristo.

Karya terjemahannya yang lain adalah Imam dan Pengasihan oleh Sienkiewich dan

Cinta dan Mata oleh Rabindranath Tagore.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan isi novel “Salah Pilih” ini, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat

adat yang mewajibkan seorang anak laki-laki dari keturunan bangsawan harus

beristri empat-lima; apabila perintah orang tua kepada anaknya salah, sang anak

dapat menolaknya; orang tua juga tidak boleh memaksa anaknya untuk segera

menikah dengan alasan kebahagiaan orang tua sendiri bila akhirnya rumah tangga

anaknya tersebut tidak ada kata bahagia.

3.2 PENDAPAT
Novel tersebut masih menggunakan gaya bahasa melayu sehingga sulit

dipahami untuk pembaca sekarang. Di situ digambarkan adat istiadat suku Minang

yang ketat namun seorang yang berpendidikan seperti Asri mampu meluruskan adat

tersebut, jika ada yang tidak logis, maka tidak perlu dipakai lagi. Kebaikan keluarga

Bu Mariati dan Asnah patut dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Novel

tersebut mengamanatkan agar kita tidak serakah dan congkak.

3.3 SARAN
Sebaiknya novel ini menggunakan gaya bahasa yang mudah dipahami untuk si

pembaca karena perkembangan zaman yang semakin modern. Namun, isi novel banyak

mengandung amanat yang dapat kita ambil, hendaknya para pembaca bisa meneladani

semua amanat yang ada.

12
DAFTAR PUSTAKA
 Iskandar, Nur St. 1928. Salah Pilih. Jakarta:Balai Pustaka.

 Sari, Suindah dan Nita Dewi Anggraini. 2013. Kreatif Bahasa Indonesia Kelas

XII Semester Gasal. Klaten:Viva Pakarindo.

 Fibrianti, Ika dan Uti Darmawanti. 2013. PR Bahasa Indonesia untuk

SMA/MA Kelas XII. Klaten:Intan Pariwara.

 http://abckomputer.blogspot.com/2012/03/kumpulan-kata-pengantar-

sinopsis.html

 http://starlovesifasa.wordpress.com/2012/08/15/sinopsis-novel-salah-pilih-

karya-nur-sultan-iskandar/

 http://portugisbenteng.blogspot.com/2012/04/analisis-novel-salah-pilih.html

13

Anda mungkin juga menyukai