Anda di halaman 1dari 19

BAB I

STATUS PASIEN

No. CM : 699xxx
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. H
Usia : 18 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Suku : Sunda
Agama : Islam
Alamat : Cipeyeum, Haurwangi Cianjur
Tanggal Masuk : 7 Juli 2015

ANAMNESIS
 Keluhan Utama:
Nyeri perut kanan bawah
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Nn. H datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari
SMRS. Nyeri perut kanan bawah ini dirasakan tiba-tiba dan nyeri terasa seperti ditusuk-
tusuk. Nyeri perut kanan bawah ini juga disertai keluhan nyeri pada ulu hati.
Pasien mengeluhkan adanya demam yang hilang timbul pusing, mual namun tidak
muntah .Pasien tidak nafsu makan, lemes, dan malaise. BAB dan BAK tidak ada keluhan
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
 Riwayat Pengobatan :
Riwayat memakan obat-obatan disangkal.
 Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan yang sama di keluarga disangkal.
Hipertensi diasangkal
 Riwayat Psikososial :
Pasien suka makan jajanan dan makanan pedas
Jarang mengkonsumsi buah dan sayur
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Kompos mentis, tampak sakit sedang
Tanda-tanda vital
T : 120/80 mmHg
N : 96 x/ menit
R : 24 x/ menit
S : 37,7° C
STATUS GENERALIS
 Kepala Normochepal
 Mata
Diameter Pupil : 3 mm/3 mm
Refleks pupil : +/+, isokor
Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterus -/-, edema palpebra -/-
 Hidung
Deviasi septum (-), sekret (+/+), darah (-/-)
 Telinga : Normotia, sekret (+/+)
 Mulut : Faring tidak hiperemis, T1T1
 Leher
Inspeksi : Pembesaran Kelenjar Tiroid (-)
Palpasi : Pembesaran KGB (-)
Thorak
Inspeksi : normochest, pergerakan dada simetris kanan kiri
Palpasi : vocal fremitus sama kiri dan kanan, nyeri tekan -/-
Perkusi paru : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi
Paru : vesikuler, wheezing (-) ronki (-)
Jantung : BJ I & II murni regular, murmur (-) , gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi abdomen (-), asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) menurun
Palpasi : Nyeri perut (+) di kuadran kanan bawah abdomen
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
akral dingin, edema -/-, RCT < 2 detik, sianosis -/-
STATUS LOKALIS
a/r abdomen
 inspeksi : abdomen datar, tidak cembung, asites (-), luka bekas jahitan (-)
 auskultasi : bising usus (+) menurun
 palpasi : supel, nyeri tekan right lower quadran (+), massa (-), rovsing sign (+), psoas
sign (+), obturator sign (+), dunphy sign (+)
 Perkusi : timpani seluruh kuadran abdomen

DIAGNOSIS BANDING
Appendisitis akut
KET
Gastroentritis
Infeksi Traktus Urinarius

USULAN PEMERIKSAAN
• Darah lengkap
• Urinalisis
• USG Abdomen

RESUME
Identitas : Nn. H 18 tahun
Anamnesis : keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari SMRS. Nyeri seperti ditusuk-
tusuk, terus menerus. Nyeri juga dirasakan di ulu hati, pasien febris (+), pusing (+), nausea
dan vomitus (+). Malaise.
Pemeriksaan fisik : TD 120/80 mmHg, HR 96x/menit, RR 24x/menit, suhu 37.7o C. Status
generalis dalam batas normal. Status lokalis a/r abdomen auskultasi bising usus (+) menurun.
Palpasi abdomen supel, nyeri tekan right lower quadran abdomen (+), massa (-), rovsing sign
(+), psoas sign (+), obturator sign (+), dunphy sign (+).
Pemeriksaan Penunjang
Complete blood cell count
Urinalysis
USG abdomen
DIAGNOSIS
Appendisitis akut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Apendisitis adalah salah satu penyakit yang paling umum pada bedah akut abdomen.
Apendisitis mempengaruhi sekitar 6% dari populasi. Apendiks adalah inflamasi yang terjadi
di dalam vermiform appendiks yang menyebar ke bagian lain. Penyakit ini adalah salah satu
dari kebanyakan kegawatdaruratan bedah dan salah satu dari banyaknya penyebab nyeri pada
abdomen.
Salah satu tujuan dokter adalah untuk mendiagnosa dan mengobati apendisitis
sebelum penyakit berkembang menjadi perforasi dan peritonitis. Tujuan lainnya adalah untuk
menghindari operasi yang tidak perlu pada pasien yang tidak memiliki kondisi yang
memerlukan intervensi bedah. Karena perforasi menyebabkan morbiditas dan kadang-kadang
kematian, tujuan klinis adalah diagnosis dini.
Diagnosis apendisitis, mungkin tidak jelas dan bermasalah, terutama pada pasien
sangat muda atau sangat tua. Charles McBurney menulis, "Seseorang tidak bisa dengan
akurasi menentukan dari gejala luas dan keparahan penyakit." Bahkan clinicans luar biasa
kadang-kadang mengalami kesulitan mendeteksi apendisitis akut. Pasien mungkin memiliki
beberapa gejala, bahkan ketika mereka memiliki gangren atau perforatif apendisitis.
Sebaliknya, pasien mungkin menunjukkan tanda-tanda peritonitis difus tetapi mungkin hanya
awal. Tanda dan gejala atipikal dapat menyebabkan kebingungan. Diagnosis apendisitis akut
memiliki tiga komponen: gejala klinis; pemeriksaan fisik; dan temuan laboratorium yang
mendukung temuan fisik. Dua dari tiga komponen cukup menentukan diagnosis atau
setidaknya membenarkan intervensi bedah.
A. EMBRIOLOGI DAN ANATOMI APPENDIKS
Appendiks berasal dari mid gut, bersama dengan ileum dan kolon ascenden.
Appendiks pertama kali muncul pada minggu ke-8 kehamilan sebagai outpouching dari
sekum dan secara bertahap berputar ke lokasi yang lebih medial menuju katup ileocecal
mengikuti perputaran sekum, dan menjadi tetap di kuadran kanan bawah.1
Appendiks menerima pasokan darah arteri cabang apendikular arteri ileokolika dari
arteri mesenterika superior. Arteri ini berasal dari posterior ileum terminal, memasuki
mesoapendiks dekat dengan dasar apendiks. Cabang arteri kecil berjalan pada arteri
cecal. Drainase limfatik apendiks mengalir ke kelenjar getah bening yang terletak di
sepanjang arteri ileokolika. Persarafan apendiks berasal dari saraf simpatik pleksus
mesenterika (T10-L1), parasimpatis aferen dibawa melalui saraf vagus. Struktur
appendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,
muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler), dan serosa. Pemeriksaan
histologi appendiks menunjukkan adanya folikel limfoid pada lapisan submukosa.1,2,4
Appendiks pada dewasa memiliki panjang 2-22 cm dengan rata-rata 9 cm, diameter
luar antara 3-8 mm dan diameter lumen 1-3 mm. Ujung appendiks memiliki berbagai
lokasi. Secara umum lokasinya berada di retrocecal kavum peritoneum (65%). Lokasi
lain berada di pelvis (30%), retroperitoneal (2%) dan bisa juga ditemukan di preileal atau
postileal.1

B. FISIOLOGI APPENDIKS
Selama bertahun-tahun, appendiks dipandang sebagai organ sisa dengan fungsi yang
tidak diketahui. Sekarang telah diakui bahwa appendiks merupakan organ imunologi
yang secara aktif berpartisipasi dalam sekresi imunoglobulin, terutama imunoglobulin A.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid tissue)
yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin
ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Jaringan limfoid pertama muncul
pada appendiks sekitar 2 minggu setelah kelahiran. Jumlah jaringan limfoid meningkat
pada usia pubertas, tetap stabil untuk dekade berikutnya, kemudian mulai menurun
dengan bertambahnya usia. Setelah usia 60 tahun, hampir tidak ada jaringan limfoid yang
tersisa dalam appendiks.3,4

C. DEFINISI APPENDISITIS
Appendisitis adalah inflamasi pada appendiks vermiformis dan merupakan penyebab
akut abdomen yang paling sering.

D. EPIDEMIOLOGI APPENDISITIS
Appendisitis akut adalah salah satu penyakit bedah terbanyak. Insiden paling sering
terjadi pada usia dekade kedua sampai keempat, dengan usia rata-rata 31,3 tahun dan
median 22 tahun. Frekuensi angka kejadian lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan. Rasio laki-laki : perempuan sekitar 1,2 - 1,3 : 1. Appendektomi
adalah prosedur bedah yang paling sering dilakukan (84%).3,4

E. ETIOLOGI APPENDISITIS
1. Obstruksi
Penyebab obtruksi lumen adalah hiperplasia limfoid, fecalith, benda asing, striktur
(tumor), dan parasit.1,4
2. Infeksi Bakteri3
Table 30-1 Common Organisms Seen in Patients with Acute
Appendicitis
Aerobic and Facultative Anaerobic
Gram - negative bacilli Gram - negative bacilli
Escherichia coli Bacteroides fragilis
Pseudomonas aeruginosa Other Bacteroides species
Klebsiella species Fusobacterium species

Gram - positive cocci Gram - positive cocci


Streptococcus anginosus Peptostreptococcus species
Other Streptococcus species
Enterococcus species Gram - positive bacilli
Clostridium species

F. PATOGENESIS APPENDISITIS3,4
- Appendiks obstruksi
Obstruksi appendiks merupakan kejadian awal yang paling sering pada appendisitis.
Hiperplasia dari folikel limfoid submukosa sekitar 60% penyebab obstruksi (paling
sering pada remaja). Pada orang dewasa yang lebih tua dan anak-anak, fecalith
adalah penyebab paling sering (35%).
- Tekanan intraluminal
Meningkatnya tekanan intraluminal akibat obstruksi lumen appendiks menyebabkan
sekresi mukosa meningkat, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dinding appendiks
menipis karena terjadi distensi dan terjadi obstruksi limfatik dan vena.
- Nekrosis dan Perforasi
Nekrosis dan perforasi terjadi ketika aliran arteri terganggu.

Obstruksi

Distensi appendiks

Tekanan intraluminal 

Obstruksi limfatik Kongesti vena

Edema

Mucosal ulcers Bakterial diapedesis

Invasi bakterial Inflamasi serosa yang melekat Thrombosis vena


pada peritoneum parietal

Perforasi Gangren Compromise of arterial b.s.

Bakteri lolos Peritonitis


G. MANIFESTASI KLINIS APPENDISITIS3,4
Symptoms
- Nyeri abdomen diffus di epigastrium bawah atau regio umbilicalis kemudian
terlokalisasi di kuadran kanan bawah (RLQ)
- Mual muntah
- Anoreksia
- Konstipasi atau diare
Signs
- Direct rebound tenderness (Mc.Burney’s point)
- Rovsing’s sign
Nyeri di kuadran kanan bawah ketika tekanan palpatory diberikan pada kuadran kiri
bawah dan juga menunjukkan tempat iritasi peritoneal.
- Iliopsoas sign
Iliopsoas sign positif apabila pelvis nyeri ketika paha kanan di ekstensikan.
- Obturator sign
Obturator sign positif jika hipogastrikus nyeri pada peregangan m. obturatorius
internus dan ini menunjukkan iritasi di panggul. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
gerakan rotasi internal pasif dari paha kanan tertekuk dengan posisi pasien terlentang.
- Dunphy sign
Dunphy sign positif jika nyeri abdomen bertambah ketika pasien batuk.

Alvarado Scale for the Diagnosis of Appendicitis


Manifestations Value
Symptoms Migration of pain 1
Anorexia 1
Nausea and/or vomiting 1
Signs Right lower quadrant tenderness 2
Rebound 1
Elevated temperature 1
Laboratory values Leukocytosis 2
Left shift in leukocyte counts 1
- Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita appendisitis. Pasien ini dapat langsung
diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu
dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.
- Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien ini
sebaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen ataupun CT
scan.
- Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak perlu
untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan catatan tetap
dilakukan follow up pada pasien ini.

H. DIAGNOSIS APPENDISITIS
Diagnosis apendisitis ditegakkan dengan evaluasi klinis, meskipun tes laboratorium
dan prosedur pencitraan dapat membantu.1,3
- Manifestasi Klinis
Apendisitis biasanya dimulai dengan progresif, ketidaknyamanan
midabdominal persisten yang disebabkan oleh obstruksi dan distensi appendiks
merangsang saraf aferen visceral otonom (tingkat T8-T10). Kadang terjadi anorexia
dan demam ringan (<38,5°C). Distensi appendiks menyebabkan kongesti vena yang
dapat menyebabkan rangsangan gerak peristaltik usus, menyebabkan sensasi kram
yang segera diikuti dengan mual dan muntah. Gejala termasuk anoreksia (90%), mual
dan muntah (70%), dan diare (10%). Setelah peradangan meluas secara transmural ke
peritoneum parietal, serat-serat nyeri somatik dirangsang dan rasa sakit terlokalisasi
di RLQ. Iritasi peritoneal dikaitkan dengan nyeri pada gerakan, demam ringan, dan
takikardi. Timbulnya gejala biasanya kurang dari 24 jam untuk apendisitis akut.
Bila appendiks retrocecal atau di belakang ileum, maka dapat dipisahkan dari
peritoneum perut anterior dan tanda-tanda lokalisasi perut bisa tidak ada. Iritasi
struktur berdekatan dapat menyebabkan diare, frekuensi kencing, pyuria, atau
hematuria mikroskopis tergantung pada lokasi. Bila appendisitis terletak di panggul,
mungkin mensimulasikan gastroenteritis akut, dengan rasa sakit menyebar, mual,
muntah, dan diare. Diagnosis mungkin dicurigai jika pemeriksaan rektal digital
menghasilkan rasa sakit.
- Pemeriksaan Fisik
Assessing the patient's abdomen. Pemeriksaan dimulai dengan memeriksa
perut pasien di daerah lain dari tenderness yang dicurigai. Lokasi appendisitis adalah
variabel. Namun, biasanya ditemukan di tingkat vertebral S1, lateral linea tepat pada
titik McBurney (dua pertiga jarak dari umbilikus ke spina iliaka anterosuperior).
Rovsing sign mengindikasikan iritasi peritoneal. Tenderness kuadran-kanan-bawah
langsung dinilai. Tingkat ketahanan otot untuk palpasi sama dengan beratnya proses
inflamasi. Hyperesthesia cutaneous sering ada di atas regio tenderness maksimal.
Iliopsoas menyiratkan tanda appendisitis retrocecal. Sebuah appendisitis panggul
dapat menghasilkan tanda obturatorius positif.
Rectal Examination dilakukan untuk mengevaluasi keberadaan tenderness
lokal atau massa peradangan di daerah pararectal. Hal ini paling berguna untuk
presentasi atipikal sugestif dari appendisitis panggul atau retrocecal.
Pada wanita, pemeriksaan panggul dilakukan untuk menilai tenderness gerak
rahim dan rasa sakit atau massa pada adnexal. Massa teraba di RLQ menunjukkan
abses periappendiceal atau phlegmon.

I. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS APPENDISITIS


Differensial diagnosis appendisitis akut tergantung pada empat faktor utama yaitu
lokasi anatomi dimana terjadinya peradangan appendiks, tahap proses (sederhana atau
perforasi), umur pasien dan jenis kelamin.3,5
- Gastrointestinal Disease
Gastroenteritis ditandai dengan mual dan emesis sebelum timbulnya sakit
perut, bersama dengan malaise umum, demam tinggi, diare, sakit perut dan nyeri.
Meskipun diare adalah salah satu tanda-tanda kardinal radang lambung, dapat terjadi
pada pasien dengan usus buntu. Selain itu, jumlah WBC seringkali normal pada
pasien dengan gastroenteritis.
Mesenterika Limfadenitis biasanya terjadi pada pasien lebih muda dari 20
tahun dan nyeri RLQ, sakit perut tapi tanpa tenderness rebound atau kekakuan otot.
Nodal histologi dan biakan yang diperoleh pada operasi dapat mengidentifikasi
etiologi, terutama Yersinia dan Shigella spesies dan Mycobacterium tuberculosis.
Mesenterika limfadenitis diketahui terkait dengan infeksi saluran pernapasan atas.
Meckel Diverticulitis hadir dengan gejala dan tanda-tanda tidak bisa
dibedakan dari appendisitis, tapi khas terjadi pada bayi.
Ulkus Peptikum, Diverticulitis, dan Kolesistitis dapat menyajikan gambar
klinis yang mirip dengan appendisistis.
Typhlitis, ditandai dengan peradangan pada dinding sekum atau ileum
terminal, dikelola nonoperatively. Hal ini paling sering terlihat pada pasien
imunosupresi menjalani kemoterapi untuk leukemia dan pada pasien HIV-positif.
Sebelum operasi sulit untuk membedakan antara typhlitis appendisitis.
- Urologic diseases
Pielonefritis menyebabkan demam tinggi, kaku, nyeri costovertebral, dan
tenderness. Diagnosa dikonfirmasi oleh urinalisis dengan cultur.
Kolik saluran kemih. Passage batu ginjal menyebabkan nyeri panggul
menjalar ke selangkangan tapi tenderness lokal sedikit. Hematuria menunjukkan
diagnosis yang dikonfirmasi oleh pyelography intravena atau CT noncontrast. foto
polos sering menunjukkan batu ginjal.
- Gynecologic diseases
Pelvic inflammatory disease dapat hadir dengan gejala dan tanda-tanda tidak
bisa dibedakan dari appendisitis akut, tetapi sering dapat dibedakan berdasarkan
beberapa faktor. Tenderness gerak serviks dan keputihan seperti susu memperkuat
diagnosis PID. Pada pasien dengan PID, rasa sakit biasanya bilateral, dengan intens
menjaga pada pemeriksaan perut dan panggul. USG transvaginal dapat digunakan
untuk memvisualisasikan ovarium dan untuk mengidentifikasi abses Tubo-ovarium.
Kehamilan ektopik. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien
wanita usia subur dengan keluhan perut. Kista ovarium terbaik terdeteksi oleh USG
transvaginal atau transabdominal.
Torsi ovarium. Peradangan mengelilingi ovarium iskemik sering dapat teraba
pada pemeriksaan panggul bimanual. Pasien-pasien ini dapat mengalami demam,
leukositosis, dan nyeri RLQ konsisten dengan appendisitis. Sebuah viskus twisted,
bagaimanapun, berbeda karena memproduksi tiba-tiba, rasa sakit akut dengan emesis
sering dan berlanjut simultan. torsi ovarium dapat dibuktikan dengan Doppler USG.

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG2,3,5
- Evaluasi Laboratorium
Complete blood cell count. Jumlah leukosit yang lebih dari 10.000 sel / uL,
dengan dominasi sel polymorphonuclear (> 75%), membawa sensitivitas 77% dan
spesifisitas 63% untuk appendisitis. Jumlah leukosit dan proporsi bentuk mature
meningkat jika ada perforasi appendiks. Pada orang dewasa yang lebih tua, jumlah
leukosit dan diferensial lebih sering normal daripada pada orang dewasa muda.
Wanita hamil biasanya memiliki jumlah WBC yang tinggi dapat mencapai 15.000
hingga 20.000 selama proses kehamilan.
Complete Blood Count (CBC)
 Leukocytosis (10.000-18.000/mm3) dengan polymorphonuclear (PMN)
predominan
 Jika white blood count (WBC) > 18.000/mm3 pikirkan adanya perforasi dengan
atau tanpa abses
Serum elektrolit, nitrogen urea darah, dan kreatinin serum diperoleh
untuk mengidentifikasi dan memperbaiki kelainan elektrolit yang disebabkan oleh
dehidrasi sekunder untuk muntah atau asupan oral yang buruk.
Urinalysis. Urinalysis abnormal pada 25% sampai 40% dari pasien
appendisitis. Pyuria, albuminuria, dan hematuria sering terjadi. Jumlah bakteri yang
banyak dapat dipikirkan ISK sebagai penyebab sakit perut. Urine menunjukkan lebih
dari 20 leukosit per bidang daya tinggi atau lebih dari 30 sel darah merah per bidang
daya tinggi menunjukkan ISK. Hematuria yang signifikan harus dipikirkan
pertimbangan urolithiasis.
 WBCs atau RBCs mungkin ditemukan jika adanya iritasi VU atau ureter karena
inflamasi appendiks
 Bakteriuria
Evaluasi Radiologi. Diagnosis appendisitis biasanya dapat dibuat tanpa
evaluasi radiologis pada kasus yang kompleks.
X-ray jarang membantu dalam mendiagnosis appendisitis. Pada sebuah studi
menunjukkan bahwa appendicolith atas hanya 1,14% dari sinar-x dilakukan pada
pasien dengan pembedahan terbukti appendisitis. Temuan lain radiologis yang
sugestif termasuk sekum menggelembung dengan tingkat kecil-usus yang berdekatan
udara-cairan, kehilangan bayangan psoas kanan, scoliosis ke kanan, dan gas dalam
lumen apendiks. Sebuah apendiks perforasi jarang menyebabkan pneumoperitoneum.
USG sangat berguna pada wanita usia subur dan pada anak-anak karena penyebab
lain dari keluhan perut dapat didemonstrasikan. Temuan terkait dengan appendisitis
akut termasuk appendiks diameter lebih besar dari 6 mm, kurangnya kompresibilitas
luminal, dan kehadiran sebuah appendicolith. Appendiks diperbesar dilihat pada
USG memiliki sensitivitas 86% dan spesifisitas 81%. appendiks berlubang lebih sulit
untuk didiagnosis dan ditandai oleh hilangnya submucosa echogenic dan kehadiran
koleksi cairan loculated periappendiceal atau panggul. Pada wanita, patologi ovarium
mungkin diidentifikasi atau dikecualikan. Kualitas dan ketepatan sangat bergantung
pada operator.
CT scan, awalnya direkomendasikan hanya dalam kasus-kasus klinis yang kompleks
atau diagnosa tidak pasti, merupakan tes yang paling umum digunakan dalam
diagnostik radiografi. Hal CT scan lebih unggul dalam mendiagnosis appendisitis
dengan sensitivitas 94% dan spesifisitas 95%. Pada CT scan dapat ditemukan
distensi, appendiks berdinding tebal dengan lapisan inflamasi sekitar lemak,
phlegmon pericecal atau abses, appendicolith, atau udara RLQ bebas intra-abdomen
yang merupakan sinyal perforasi. CT scan sangat berguna dalam membedakan antara
abses periappendiceal dan phlegmon.
MRI merupakan alternatif ketika satu kebutuhan pencitraan cross-sectional untuk
menghindari radiasi pengion. Hal ini terutama berguna pada pasien hamil yang
apendiks tidak divisualisasikan.
Imaging
Abdominal X Ray (AXR) terlihat Appendicolith/fecalith
CT scan abdominal
(+) Bila ditemukan dilatasi appendix > 6 mm, penebalan appendix
(+) palsu jika terlihat inflamasi periappendix, dilatasi tuba fallopi, insipissated stool,
overlying fat
(-) palsu jika inflamasi terbatas diatas appendix, retrocecal ceacum, appendix besar,
perforasi (appendix compressible).
Diagnostik Laparoskopi. Laparoskopi diagnostik sangat berguna untuk
mengevaluasi wanita berovulasi dengan tegas untuk pemeriksaan appendisitis. Pada
subkelompok ini, sepertiga perempuan terbukti memiliki patologi ginekologi primer.
appendiks ini juga bisa dihapus melalui pendekatan laparoskopi. Oleh karena itu,
beberapa ahli bedah menganjurkan pendekatan laparoskopi awal pada semua wanita
berovulasi yang diduga appendisitis.

K. PENATALAKSANAAN1,3,4
- Preoperative
Isotonik pengganti cairan intravena harus dimulai untuk mencapai output
kemih cepat dan untuk memperbaiki kelainan elektrolit. Suction nasogastrik sangat
membantu, terutama pada pasien dengan peritonitis. Suhu yang tinggi ditatalaksana
dengan acetaminophen dan selimut pendingin. Anestesi tidak boleh diinduksi pada
pasien dengan suhu yang lebih tinggi dari 39°C.
- Antibiotik
Antibiotik profilaksis umumnya efektif dalam pencegahan komplikasi infeksi
pascabedah (luka infeksi, abses intra-abdomen). Preoperative inisiasi lebih disukai,
meskipun beberapa menyarankan bahwa hal itu dapat ditunda. Untuk appendisitis
akut, cakupan biasanya terdiri dari sefalosporin generasi kedua. Pada pasien dengan
appendisitis nonperforated akut, dosis tunggal antibiotik cukup. Terapi Antibiotik
dalam apendisitis perforasi atau gangren harus dilanjutkan selama 3 sampai 5 hari.
- Appendectomy
Dengan beberapa pengecualian, pengobatan appendisitis adalah
appendektomy. Pasien dengan peritonitis difus atau diagnosis dipertanyakan harus
dieksplorasi melalui insisi garis tengah. Mortalitas setelah appendektomi tinggi pada
pasien usia lanjut. Pada kebanyakan pasien, irisan melintang memberikan
penampilan terbaik kosmetik dan memungkinkan kemudahan perpanjangan secara
medial untuk eksposur yang lebih besar. Lapisan otot transversus abdominis dan
lapisan otot obliqus abdominis eksternal dan internal dapat dibagi dalam arah
seratnya. Setelah masuk ke rongga peritoneal, didapatkan cairan purulent untuk gram
stain dan cultur. Setelah sekum diidentifikasi, taenia anterior dapat diikuti ke dasar
appendiks. appendiks dengan lembut dilepaskan dari luka dan sekitarnya dengan
hati-hati pada setiap perlekatan yang mengganggu. Jika appendiks normal pada
inspeksi (5% sampai 20% dari eksplorasi), tersebut akan dihapus dan diagnosis
alternatif yang sesuai akan dipikirkan. Sekum, kolon sigmoid, dan ileum secara hati-
hati diperiksa untuk perubahan indikasi divertikular (termasuk divertikulum Meckel),
infeksi, iskemik, atau penyakit inflamasi usus (misalnya, penyakit Crohn). Bukti
limfadenopati mesenterika dicari. Pada wanita, ovarium dan saluran tuba diperiksa
untuk bukti PID, pecah kista folikel, kehamilan ektopik, atau patologi lainnya. cairan
peritoneal empedu menunjukkan ulkus peptikum atau perforasi kandung empedu.
- Laparoskopi Appendektomi
Laparoskopi appendektomi merupakan alternatif untuk pendekatan terbuka.
Hal ini paling berguna ketika diagnosis tidak pasti atau bila ukuran pasien akan
memerlukan sayatan besar. Walaupun studi terbaru menunjukkan bahwa panjang
pasca operasi mungkin tinggal sedikit singkat sebagian besar pasien yang menjalani
appendektomi rutin dapat dengan aman keluar dari rumah sakit pada hari pertama
pasca operasi. Terlepas dari pilihan pendekatan, perhatian harus dilakukan untuk
memastikan ligasi aman ujung appendiks.
- Drainage of Periappendiceal Abscess
Pengelolaan abses appendiks masih kontroversial. Pasien yang memiliki abses
periappendiceal baik lokal dan pada awalnya terlihat ketika gejala yang mereda dapat
diobati dengan antibiotik sistemik dan dipertimbangkan untuk drainase kateter
perkutan, diikuti oleh appendektomi elektif 6 sampai 12 minggu kemudian. Strategi
ini berhasil di lebih dari 80% pasien. Appendiks harus dibuang karena pasien
memiliki risiko 60% terkena appendisitis kembali dalam waktu 2 tahun. Antibiotik
sistemik yang diberikan selama minimal 5 hari atau sampai pasien menyelesaikan
afebrile dan leukositosis. Sebuah studi baru-baru ini membandingkan appendektomy
langsung (antibiotik, operasi) dengan manajemen hamil (antibiotik, drainase
perkutan, dan usus buntu interval) pada pasien dengan abses appendiks menemukan
bahwa kelompok langsung-appendektomi memiliki tingkat komplikasi yang lebih
tinggi dan lebih lama tinggal di rumah sakit.
- Incidental Appendectomy
Insidental appendektomi adalah pengangkatan appendiks normal pada
laparotomi untuk kondisi lain. appendiks harus mudah diakses melalui sayatan perut
ini, dan pasien harus secara klinis cukup stabil untuk mentolerir waktu tambahan
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan prosedur. Karena sebagian besar kasus
appendisitis terjadi awal kehidupan, manfaat appendektomi insidental berkurang
secara substansial sekali orang yang lebih tua dari 30 tahun. penyakit Crohn yang
melibatkan sekum itu, radiasi pengobatan hingga ke kekebalan, sekum, dan cangkok
vaskular atau bioprostheses lain merupakan kontraindikasi untuk appendektomi
insidental karena peningkatan risiko komplikasi infeksi atau kebocoran tunggul
appendiks.
L. KOMPLIKASI APENDISITIS AKUT2,4
- Perforasi
Perforasi disertai dengan nyeri hebat dan demam. Hal ini biasa dalam waktu
12 jam pertama dari appendisitis tetapi hadir dalam 50% pasien apendisitis lebih
muda dari 10 tahun dan lebih tua dari 50 tahun. Konsekuensi akut perforasi termasuk
demam, takikardia, peritonitis umum, dan pembentukan abses. Pengobatan
appendisitis, irigasi peritoneal, dan antibiotik spektrum luas intravena selama
beberapa hari. Selama kehamilan, perforasi secara substansial meningkatkan risiko
kematian ibu dari diabaikan sampai 4%. Angka kematian janin naik dari 0% menjadi
1,5% pada appendisitis uncompicated untuk 20% hingga 35% dalam pengaturan
perforasi.
- Risiko Infeksi Luka Pascaoperasi
Resiko infeksi luka pascaoperasi dapat dikurangi dengan antibiotik intravena
yang sesuai diberikan sebelum sayatan kulit. Kejadian luka infeksi meningkat dari
3% pada kasus apendisitis nonperforated menjadi 4,7% pada pasien dengan usus
buntu yang berlubang atau gangren. penutupan primer tidak dianjurkan dalam
pengaturan perforasi (Bedah 2000; 127:136). luka infeksi dikelola dengan membuka,
pengeringan, dan pengemasan luka untuk memungkinkan penyembuha. Antibiotik
intravena yang ditunjukkan untuk selulitis atau sepsis sistemik.

- Intra-abdominal dan abses panggul


Abses Intra-abdominal dan panggul terjadi paling sering dengan perforasi apendiks.
Pascaoperasi abses intra-abdomen dan pelvis yang paling baik ditangani dengan
drainase dengan panduan CT-atau USG perkutan. Jika abses tidak bisa diakses atau
resisten terhadap drainase perkutan, drainase operasi diindikasikan. Terapi antibiotik
dapat menutupi tetapi tidak signifikan untuk mengobati atau mencegah abses.
- Komplikasi Lain
Pyelephlebitis adalah thrombosis septik vein portal disebabkan oleh Escherichia coli
dengan gejala klinis demam tinggi, sakit kuning, dan akhirnya abses hati. CT scan
menunjukkan thrombus dan gas di vena portal. perlakuan Prompt (operasi atau
percutaneous) dari infeksi primer sangat penting, bersama dengan antibiotik
spektrum luas intravena.
Fistula Enterocutaneous dari kebocoran pada penutupan ujung appendiks kadang-
kadang memerlukan penutupan bedah, tetapi sering menutup secara spontan.
Small-Bowel Obstruction. Obstruksi usus kecil adalah empat kali lebih umum
setelah pembedahan pada kasus apendisitis perforasi daripada di appendisitis tanpa
komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Townsend, Courtney M. 2007. Sabiston Textbook of Surgery, 18th ed. Saunders, An


Imprint of Elsevier.
2. Debas, Haile T. 2003. Gastrointestinal Surgery : Pathofisiology and Management. New
York : Springer. Hal : 311-318
3. Brunicardi, F. Charles. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery, ninth edition. The
McGraw-Hill Companies, Inc. United States of America.
4. Stead, G. Latha. 2003. Firts Aid for the Surgery Clerkship. McGraw-Hill Companies,
Inc. United States of America.
5. Klingensmith, Mary E dkk. 2008. Washington Manual of Surgery, 5th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai