Petunjuk:
TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog Roslina Verauli mengomentari maraknya bahasa ala Vicky yang
dipopulerkan Vicky Prasetyo, mantan tunangan Zaskia Gotik. Bahasa itu kini ramai menjadi pembicaraan di
media sosial. Menurut dia, maraknya bahasa ala Vicky atau Vickynisasi, yang kemudian menjadi tren, tak
bisa dipisahkan dalam perilaku sosial.
"Bahasa mempresentasikan budaya, masyarakat, dan kekinian, seperti kemajuan teknologi," kata psikolog
yang kerap disapa Vera ini saat dihubungi Tempo, Selasa, 10 September. Alumni Universitas Indonesia ini
menegaskan, perkembangan bahasa mampu menembus lintas pergaulan yang mewakili berbagai kelompok.
Kemudian, bahasa tersebut dikembangkan lagi menjadi sub-sub kelompok.
Dalam budaya instan yang serbacepat seperti sekarang, kemampuan berbahasa menjadi suatu kebutuhan
yang serbainstan dan cepat untuk diikuti layaknya sebuah tren. "Ada yang berbahasa karena tren, latah,
sekadar ikut-ikutan, atau untuk seru-seruan dan lucu-lucuan," ujar dia.
Pada remaja, sesuai dengan perilaku mereka yang serba spontan, ketika marak bahasa singkatan atau
bahasa yang tak lagi menggunakan kata-kata, melainkan berupa lambang (emoticon), mereka pun spontan
mengikutinya. Walhasil, bahasa seperti itu berkembang pesat di kalangan remaja.
"Bahasa mempresentasikan seseorang," kata Vera. Sesuai tingkatannya, semakin tinggi kecerdasan
seseorang, maka justru penggunaan bahasanya akan lebih sederhana. Tutur katanya tidak membuat orang
pusing karena banyak penggunaan istilah yang tidak pas dan salah kaprah.
Dalam kasus Vickynisasi ini, Vera melihat banyak orang yang kemudian ikut-ikutan atau latah. Bahkan,
sampai menjadi topik yang ramai dibicarakan di jejaring sosial. Menurut dia, hal itu bukan merupakan
sebuah tren, tapi lebih mengarah pada seru-seruan atau lucu-lucuan.
"Lebih bermakna untuk parodi atau joke semata. Jadi, bukan hal yang dianggap serius," kata Vera. Pada level
masyarakat modern yang intelektual atau dengan kecerdasan yang semakin tinggi, pemakaian bahasanya
justru lebih sederhana. Ia pun menyoroti kebiasaan di kalangan menteri yang sering menggunakan bahasa
asing. Vera tidak setuju dengan kebiasaan seperti itu. "Bahasa menteri harus sederhana dan tidak
membingungkan rakyat," ujar Vera. (HADRIANI P, http://gaya.tempo.com)
LK 4.1 Dinamika Kehidupan Globaln oleh HASAN BASRI,SDN 10 SELEBUNG KETANGGA
1.Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi bangsa Indonesia juga bahasa pemersatu
bangsa Indonesia, yang terdiri atas berbagai suku dan etnis dengan latar belakang
bahasa berbeda. Di Indonesia kesepakatan bahasa persatuan sebagai bahasa Indonesia
telah dibentuk sejak Sumpah Pemuda (secara de Facto), yang menjadikan bahasa
Indonesia sebagai bahasa yang sah sebagai bahasa pemersatu. Sebagai bahasa nasional
dan bahasa negara tidak dapat dipungkiri bahwa kedudukan bahasa Indonesia dalam
sosial, sejarah,dan politik sangat penting.
3.Ketika kita menggunakan bahasa Indonesia sudah ada kesepakatan untuk menjadikan
bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu yang terealisasi hingga detik ini. Dengan
harapan setiap warga Indonesia kedepannya dapat berkomunikasi satu sama lain tanpa
mengalami kesulitan dengan seluruh manusia yang berada di wilayah Indonesia. Sudah
semestinya setiap kali kita menggunakan bahasa Indonesia kita akan teringatkan oleh
satu identitas atau peran dari diri kita. Setiap kali kita berbahasa Indonesia kita telah
mewujudkan salah satu impian Tunggal Ika (Persatuan) dalam ke-Bhinekaan
(Kemajemukan). Bhineka adalah sebuah kenyataan sedangkan Tunggal Ika adalah suatu
harapan yang terus-menerus sedang diusahakan realisasinya dalam bidang apapun dan
persepsi manapun, kelak harus dikonsensuskan.
b. Banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing (inggris)
tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia.
c. Menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena merasa
dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
d. Merasa dirinya lebih pandai dari pada orang lain karena teleh menguasai bahasa
asing.
Hal-hal demikian sepantasnya dihindari agar bahasa Indonesia sesuai dengan fungsi dan
kedudukannya, yaitu sebagai bahasa pemersatu, bahasa nasional, bahasa negara dan
bahasa resmi.