OLEH :
ST. KHAIRIYAH
NIM G2A113002
ABSTRAK
Helopeltis spp. (Hemiptera; Miridae) merupakan hama pengisap buah kakao dan
menduduki peringkat kedua sebagai hama utama pada budidaya kakao di Indonesia setelah
PBK. Hama ini menyerang tanaman dengan cara menusuk dan menghisap cairan buah
muda sehingga menyebabkan matinya buah tersebut. Serangan pada buah berumur sedang
mengakibatkan terbentuknya buah abnormal. Akibat serangan hama ini daya hasil dan mutu
kakao menurun. Serangan berat Helopeltis spp.dalam satu musim dapat menurunkan daya
hasil rata-rata 42% selama tiga tahun berturut-turut. Selain menyerang buah Helopeltis spp.
juga menyerang tunas-tunas muda atau pucuk. Serangan berat dan berulang-ulang pada
pucuk dapat menekan produksi kakao sekitar 36-75%. Pengendalian Helopeltis spp. secara
terpadu dapat dilakukan dengan cara Fisik dan mekanis, kultur teknis, pengendalian hayati,
penggunaan insektisida kimia dan Insektisida Nabati. Pengendalian hayati mempunyai
prospek yang cukup baik karena aman bagi lingkungan dan potensinya cukup tersedia di
alam.
1.2. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengenal kepik pengisap buah (Helopeltis spp.)
dan mengetahui strategi pengendalian secara terpadu kepik pengisap buah (Helopeltis spp.)
di pertanaman kakao
II. PEMBAHASAN
Phillum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Hemiptera
Famili : Miridae
Genus : Helopeltis
Bentuk Helopeltis spp. dewasa mirip walang sangit dengan panjang tubuh sekitar 10
mm. Bagian tengah tubuhnya berwarna jingga dan bagian belakang berwarna hitam atau
kehijauan bercorak garis-garis putih. Pada bagian tengah tubuhnya terdapat embelan tegak
lurus berbentuk jarum pentul. Telur Helopeltis spp. lonjong berwarna putih yang diletakkan
di dalam jaringan kulit buah atau tunas. Pada salah satu ujungnya terdapat dua embelan
berbentuk benang dengan panjang sekitar 0,5 mm yang menyembul ke luar jaringan. Lama
periode bertelur adalah 6-7 hari. Nimfa Helopeltis spp., bentuknya menyerupai Helopeltis
spp. dewasa, tetapi tidak bersayap dan tidak terdapat embelan tegak lurus berbentuk jarum
pentul. Gerakan nimfa lamban, dan jarang meninggalkan buah tempat mereka makan.
Nimfa mengalami lima kali pergantian kulit . Nimfa kurang menyukai cahaya matahari
langsung. Untuk itu mereka cenderung bersembunyi di bagian-bagian buah dan tunas yang
terlindung dan gelap. Lama periode nimfa adalah 10-11 hari. Perkembangan dari telur
hingga menjadi serangga dewasa memerlukan waktu antara 30-48 hari. Seekor serangga
betina dewasa selama hidupnya dapat meletakkan telur hingga 200 butir.
Serangga muda (nimfa) dan imago Helopeltis spp. dapat menimbulkan kerusakan
terhadap tanaman kakao dengan cara menusukkan alat mulutnya (stylet) ke dalam jaringan
tanaman untuk mengisap cairan sel-sel di dalamnya. Bersamaan dengan tusukan stylet itu,
Helopeltis spp. akan mengeluarkan cairan yang bersifat racun dari dalam mulutnya yang
dapat mematikan jaringan disekitar tusukan. Akibatnya, timbul bercak-bercak cekung
berwarna coklat kehitaman.
Serangan pada buah muda dapat menyebabkan buah mati. Bercak pada buah yang
terserang berat akan menyatu, sehingga jika buah dapat berkembang terus, permukaan kult
buah menjadi retak dan terjadi perubahan bentuk (malformasi) yang dapat menghambat
perkembangan biji di dalam buah.
2.3. Strategi Pengendalian kepik pengisap buah (Helopeltis spp.) Secara Terpadu
Pengendalian Helopeltis spp. secara fisik dan mekanis dapat dilakukan dengan
menangkap serangga dengan tangan atau dengan menggunakan alat bantu berupa bambu
yang diberi perekat (getah) pada ujungnya. Penyelubungan buah dengan kantong plastik
dapat dilakukan pada buah yang berukuran 8-12 cm dan salah satu ujung lainnya dibiarkan
terbuka (Atmadja, 2012).
Pemberian pupuk secara tepat dan teratur dapat mengendalikan Helopeltis spp.
karena akan meningkatkan pertumbuhan serta ketahanan tanaman. Pemberian pupuk
yang berlebih.Pemberian unsur hara yang tidak seimbang akan mempengaruhi kondisi
tanaman. Pemupukan N yang berlebihan mengakibatkan jaringan tanaman menjadi
lunak dan mengandung asam amino yang tinggi sehingga disenangi oleh Helopeltis spp..
Tanaman yang memperoleh unsur P dalam jumlah cukup lebih tahan terhadap serangan
hama dan penyakit karena unsur P akan mempertinggi daya regenerasi tanaman dari
kerusakan. Unsur K berperan penting pada proses asimilasi dan bertindak sebagai
katalisator. Fungsi lain dari unsur K yaitu untuk memperkuat jaringan tanaman
(Atmadja, 2012).
2.2. Pemangkasan
Pada tanaman kakao, pemangkasan dilakukan dengan cara membuang tunas air
(wiwilan) yang tumbuh di sekitar perempatan dan cabang-cabang utama, karena tunas
air akan mengganggu pertumbuhan tanaman karena dapat menjadi pesaing dalam
pengambilan zat hara dan air. Helopeltis spp. meletakkan telurnya pada jaringan
tanaman yang lunak termasuk tunas air, maka pembuangan tunas secara teratur setiap 2
minggu, akan mengurangi populasi Helopeltis spp. karena telur pada tunas air terbuang.
Pengendalian Helopeltis spp. pada tanaman kakao dengan menggunakan semut hitam
cukup prospektif (Hutauruk, 1988), terutama jenis Dolichoderus thoraxicus pada tanaman
kakao secara hayati (Bakri et al. 1986). Semut Hitam (Dolichoderus thoracicus) merupakan
salah satu musuh alami yang dapat digunakan untuk mengendalikan Helopeltis spp. Jenis
semut hitam ini merupakan bagian dari agroekosistem perkebunan kakao di Indonesia yang
sudah dikenal sejak lebih dari 80 tahun yang lalu sebagai musuh alami Helopeltis spp., D.
thoracicus selalu hidup bersama atau bersimbiosis dengan kutu putih (Planococcus spp.)
karena sekresi yang dikeluarkan oleh kutu putih tersebut rasanya manis sehingga sangat
disukai semut hitam, sedangkan semut hitam secara sengaja atau tidak sengaja turut
membantu menyebarkan nimfa kutu putih. Aktivitas semut hitam yang selalu berada
dipermukaan buah menyebabkan Helopeltis spp. tidak sempat menusukkan stiletnya atau
bertelur di atas buah kakao sehingga buah pun terbebas dari serangan Helopeltis spp.
Berdasarkan hasil pengamatan secara dini, sampai saat ini pengendalian hama
Helopeltis spp. menggunakan insektisida pada areal yang terbatas merupakan cara yang
umum digunakan karena dianggap paling efektif, hemat dan dapat mengurangi
kemungkinan timbulnya pengaruh sampingan yang tidak menguntungkan.
Prinsip kerja dari system peringatan dini (SPD) atau early warning system (EWS)
adalah setiap 7 hari semua pohon dalam pertanaman yang luasnya kurang lebih 3 hektra
diamati. Tujuannya adalah untuk menetapkan ada tidaknya serangga atau ada tidaknya
gejala serangan baru pada buah. Setiap kali ditemukan serangga atau terjadi serangan baru
pada buah, semua buah pada pohon yang bersangkutan dan 4 pohon disekelilingnya segera
disemprot dengan insektisida. Apabila jumlah pohon kakao yang terserang hama lebih dari
15 %, penyemprotan dilakukan menyeluruh pada areal tersebut. Secara ekonomi,
penggunaan insektisida relatif mahal dan beresiko tinggi untuk digunakan, baik terhadap
tenaga pelaksana maupun terhadap agroekosistemnya. Oleh karena itu, penggunaannya
harus bijaksana, yaitu harus tepat jenis, tepat dosis, tepat cara dan tepat waktu. Sebaiknya
penggunaan insektisida hendaknya menjadi alternatif terakhir dan dilakukan bila ambang
kendali telah dilampaui.
Penelitian insektisida nabati yang lainnya dilakukan di laboratorium kelti Hama dan
Penyakit Balittro terhadap H antonii adalah jahe merah, pala dan minyak masoyi. Minyak
jahe merah dan minyak pala diaplikasikan pada serangga dan pada inang alternatif (buah
mentimun) sedangkan minyak masoyi diaplikasikan pada serangga. Hasil Penelitian
menunjukkan, minyak pala konsentrasi masing-masing 6% efektif terhadap H. antonii
dengan tingkat kematian masing-masing 86,7 dan 86,7%; aplikasi pada serangga 96,7 dan
83,3% aplikasi pada inang alternatif, sedang minyak masoy konsentrasi 1 dan 2 % efektif
terhadap H. antonii dengan tingkat kematian masing-masing 87,5 dan 90 % (Atmadja,
2008).
III. PENUTUP
Helopeltis spp. (Hemiptera; Miridae) merupakan hama pengisap buah kakao dan
menduduki peringkat kedua sebagai hama utama pada budidaya kakao di Indonesia setelah
PBK (Wahyudi et al., 2008). Hama ini menyerang tanaman dengan cara merusak dan
menghisap cairan buah muda sehingga menyebabkan matinya buah tersebut. Serangan pada
buah berumur sedang mengakibatkan terbentuknya buah abnormal. Akibat serangan hama
ini daya hasil dan mutu kakao menurun. Terdapat lebih dari satu spesies Helopeltis pada
tanaman kakao, antara lain Helopeltis antonii, Helopeltis theivora dan Helopeltis claviver.
Siklus hidup Helopeltis spp. antara 30-48 hari, dan selama hidupnya mengalami lima
kali pergantian kulit. Helopeltis spp. merusak tanaman kakao dengan menyerang buah
kakao dan pucuk atau ranting.
Serangan pada buah muda dapat menyebabkan buah mati. Bercak pada buah yang
terserang berat akan menyatu, sehingga jika buah dapat berkembang terus, permukaan kult
buah menjadi retak dan terjadi perubahan bentuk (malformasi) yang dapat menghambat
perkembangan biji di dalam buah. Serangan Helopeltis spp. pada pucuk/ranting
menyebabkan bercak-bercak cekung di tunas ranting. Bercak mula-mula bulat dan
berwarna coklat kehitaman, kemudian memanjang seiring pertumbuhan tunas itu sendiri.
Akibatnya, ranting tanaman akan layu, kering dan mati. Pada serangan yang berat, daun-
daun akan gugur dan ranting tanaman akan seperti lidi. Sasaran serangan Helopeltis spp.
terutama adalah buah. Pucuk atau ranting tanaman biasanya diserang jika hanya terdapat
sedikit buah di pohon.
Pengendalian Helopeltis spp. secara terpadu dapat dilakukan dengan cara mekanis,
kultur teknis, pengendalian hayati, penggunaan insektisida kimia dan Insektisida Nabati.
Pengendalian hayati mempunyai prospek yang cukup baik karena aman bagi lingkungan dan
potensinya cukup tersedia di alam.
DAFTAR PUSTAKA
Atmadja, W.R., 2012 Pengendalian Helopeltis Secara Terpadu Pada Tanaman Perkebunan.
Unit Penerbitan dan Publikasi Balittro. Bogor.
Bakri, A.H., P. Sembiring. dan M.J. Red.show. 1986. Pengendalian Helopeltis spp. secara
terpadu dengan menggunakan semut hitam dan bahan kimia pada tanaman coklat di
Sumatera Utara. Temu Ilmiah Entomologi Perkebunan Indonesia di Medan. Hlm.
5360.
Borror, D.J., A.T. Charles dan F.J. Norman, 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta.
Bhat, P.S. dan K.K. Srikumar, 2013. Record of egg parasitoids Telenomus sp. laricis group
(Hymenoptera: Platygastridae) and Chaetostricha sp. (Hym: Trichogrammatidae)
from Helopeltis theivora Waterhouse (Heteroptera: Miridae) infesting cocoa.
International Journal of Agricultural Sciences ISSN: 2167-0447 Vol. 3 (5), pp. 510-
512, June, 2013 International Journal of Agricultural Sciences ISSN: 2167-0447 Vol.
3 (5), pp. 510-512, June, 2013.
Handoko, B dan Sundhari, 2009. Potensi Nikotin Tembakau Sebagai Pestisida Nabati untuk
Pengendalian Helopeltis antonii pada Tanaman Kakao. Jurnal TPI, Mei 2009, Vol I
(1-5).
Khoo, K.C. and C.T. Ho. 1992. The influence of Dolichoderus thoracucus
(Hymenoptera:Formicidae) on lesses due to Helopeltis antonii (Heteroptera; Miridae)
blackpod diseases and mamalian pests in cocoa in Malaysia. Bull. Entomol. Res
28(4): 485-491.
Karmawati, E., T.H. Savitri, R.A. Warsi, dan T.E. Wahyono. 2001. Pengendalian hama
terpadu Helopeltis antonii pada tanaman jambu mete. Jurnal Penelitian Tanaman
Industri VII(I): 1-5.
Rita, M dan C.G. Fee, 1993. The Relationship between Population Fluctuations of
Helopeltis theivora Waterhouse, Availability of Cocoa Pods and Rainfall
Pattern. Pertanika J. Trap. Agric. Sci. 16(2): 81-86(1993) ISS : 0126-6128.
Universiti Pertanian Malaysia Press.
Sulistyowati, F. dan Sardjono. 1988. Pengendalian kimiawi hama pengisap hama (Helopeltis
antonii Signoret) dan ulat kilan (Hyposidra talaca Walk.) pada kakao. Prosiding
Komunikasi Teknis Kakao 1988 hlm. 212-222.
Sundararaju, D. 1992. Biological control of tea mosquito bug and other sucking pest of
cashew. Annual Report, National Research Centre for Cashew, India. p. 40-44.
Wahyudi, T., T.R. Panggabean dan Pujiyanto, 2008. Panduan Lengkap Kakao : Manajemen
Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wijngaarden, P.M.V., M.V. Kessel dan A.V. Huis., 2007. Oecophylla longinoda
(Hymenoptera:Formicidae) as a biological control agent for cocoa capsids
(Hemiptera: Miridae). Proc. Neth. Entomol. Soc. Meet. - Volume 18 – 2007.