Anda di halaman 1dari 28

BAB III

LEACHING

3.1. Tujuan Percobaan


- Mengetahui pengaruh lama waktu ekstraksi terhadap hasil ekstrak yang
didapatkan dengan menggunakan proses ekstraksi secara Batch.
- Mengetahui pengaruh suhu ekstraksi terhadap hasil ekstrak yang didapatkan
dengan menggunakan proses ekstraksi secara Batch.
3.2. Tinjauan Pustaka
Ekstraksi memiliki pengertian yaitu suatu proses pemisahan dimana komponen
mengalami perpindahan massa dari suatu padatan ke cairan atau dari cairan ke cairan lain
yang bertindak sebagai pelarut, banyak penelitian yang dilakukan mengenai ekstraksi
padat-cair, ekstraksi padat cair dapat disebut juga leaching, menurut Santoso (2014)
leaching merupakan proses pemisahan zat yang dapat melarut (solute) dari suatu
campurannya dengan padatan yang tidak dapat larut (inert) dengan menggunakan pelarut
cair, operasi ini sering dijumpai di dalam industrimetalurgi dan farmasi, misalnya pada
pemisahan biji emas, tembaga dari biji-bijian logam, produk-produk farmasi dari akar
atau daun tumbuhan tertentu.
Banyak proses biologi, inorganik dan substansi organik terjadi dalam campuran
dengan komponen yang berbeda dalam solid yang tujuannya adalah untuk memisahkan
campuran solute atau menghilangkan komponen solute yang tidak diinginkan fase solid,
solid dikontakkan dengan fase cair. Dua fase ini dikontakkan dengan intim dan solute
dapat mendifusi dari fase solid ke fase cair yang mana menyebabkan pemisahan original
komponen dalam solid, menurut Geankoplis (1997) pemisahan original komponen dalam
solid disebut liquid-solid leaching atau leaching sederhana, dalam leaching ketika
komponen yang tidak diinginkan dihilangkan dari solid dengan menggunakan air maka
proses ini disebut washing (pencucian).
Menurut Chang (2003) larutan merupakan campuran yang homogen dari dua atau
lebih zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit disebut zat terlarut, sedangkan zat yang
jumlahnya lebih banyak disebut pelarut. Larutan bisa berwujud gas (seperti udara), padat
(seperti alloy/paduan logam), atau cair.
Jadi larutan dapat diartikan terdiri dari zat terlarut dan pelarut. Zat terlarut adalah
zat yang dilarutkan dalam pelarut. Jumlah zat terlarut yang bisa dilarutkan dalam pelarut
disebut kelarutannya. Misalnya, dalam larutan garam, garam adalah zat terlarut yang
terlarut dalam air sebagai pelarut. Untuk larutan dengan komponen dalam fase yang sama,
zat yang ada dalam konsentrasi lebih rendah adalah zat terlarut, sedangkan zat yang ada
dalam kelimpahan tertinggi adalah pelarutnya.
Jenis-jenis ekstraksi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1.Maserasi
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan. Cara ini sesuai,
baik untuk skala kecil maupun skala industri. Metode ini dilakukan dengan memasukkan
serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada
suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi
senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi,
pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan.
2.Ultrasound - Assisted Solvent Extraction
Merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan bantuan
ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, 20 kHz). Wadah yang berisi serbuk sampel
ditempatkan dalam wadah ultrasonic dan ultrasound. Hal ini dilakukan untuk
memberikan tekanan mekanik pada sel hingga menghasilkan rongga pada sampel.
Kerusakan sel dapat menyebabkan peningkatan kelarutan senyawa dalam pelarut dan
meningkatkan hasil ekstraksi.
3.Perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam sebuah
perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya). Pelarut
ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada bagian
bawah.
4.Soxhlet
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung selulosa
(dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan di atas labu dan di
bawah kondensor, serta menurut Mukhairiani (2014) digunakan Pelarut yang sesuai untuk
dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas diatur di bawah suhu reflux untuk
menyelesaikan metode soxhlet.
5.Refluks
Refluks dikerjakan pada kondisi panas diskontinyu, sedangkan sokletasi dikerjakan
pada kondisi panas kontinyu. Menurut Putra (2014) keuntungan refluks dibandingkan
sokletasi yakni pelarut yang digunakan lebih sedikit dan bila dibandingkan dengan
maserasi dibutuhkan waktu ekstraksi yang lebih singkat.
Ekstraski lebih efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut yang
lebih kecil dari pada jumlah pelarutnya banyak tetapi ekstrasinya hanya sekali, hal ini
mengacu pada Parasetia (2012) ekstraski menggunakan etanol akan menghasilkan yield
yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan pelarut air.
Menurut Treybal (1981) operasi leaching dilakukan secara batch dan semibatch
(unsteady-state) serta di bawah kondisi yang sepenuhnya berkelanjutan (steady state). Di
masing- masing kategori, baik tipe perlengkapan dan kontak kontinyu dapat ditemukan.
Jadi terdapat dua teknik penanganan utama digunakan yaitu penyemprotan atau
meneteskan cairan di dalam padatan, dan membenamkan padatan sepenuhnya dalam
cairan. Pilihan peralatan yang akan digunakan dalam hal apapun sangat bergantung pada
bentuk fisik padatan dan kseulitan serta biaya penanganannya. Hal ini menyebabkan
banyak contoh penggunaan jenis peralatan yang sangat khusus di industri tertentu.
Macam-macam pelarut yang biasa digunakan dalam proses Leaching adalah:
- n-Heksana
n-Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14. n-
Heksana memiliki sifat stabil dan bersifat mudah menguap, sehingga pelarut tersebut
sangat baik digunakan dalam proses ekstraksi, khususnya untuk proses ekstraksi bunga.
Menggunakan pelarut ini sangat menguntungkan, karena bersifat selektif dalam
melarutkan zat, proses ini menghasilkan sejumlah kecil lilin, albumin, dan zat warna,
namun dapat mengekstraksi zat pewangi dalam jumlah besar.
- Benzena
Benzena juga dikenal dengan nama C6H6, benzena adalah senyawa kimia organik yang
merupakan cairan tak berwarna dan mudah terbakar serta mempunyai bau yang manis.
Jika dibandingkan dengan heksana, benzena biasanya menghasilkan jumlah mutlak yang
lebih besar, akan tetapi mengandung fraksi lilin, serta albumin dan zat warna dalam
jumlah lebih besar, hal ini sejalan dengan Saiful (2012) yang mengatakan bahwa heksana
lebih banyak digunakan untuk mengekstraksi minyak bunga bernilai tinggi, sedangkan
benzena digunakan untuk mengekstraksi minyak yang mempunyai nilai yang lebih
rendah.
- Etanol
Menurut Aziz (2009) etnaol merupakan senyawa organik yang tersusun dari unsur-
unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Etanol memilki titik didih yang lebih tinggi
dibandingkan dengan metanol dan lebih rendah dibandingkan dengan alkohol-alkohol
lainnya. Jadi dengan kata lain dengan adanya ikatan hidrogen di dalam molekul alkohol,
sehingga alkohol dengan bobot molekul rendah sangat larut dalam air. Tetapi dengan
adanya gaya Van Der Waals antara molekul-molekul hidrogen dalam alkohol menjadi
lebih efektif menarik molekul satu sama lain sehingga mengalahkan efek pembentukan
ikatan hidrogen. Etanol bersifat miscible terhadap air dan dengan kebanyakan larutan
organik, termasuk larutan non-polar seperti aliphatic hydrocarbons.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses leaching adalah: jumlah konstituen
(solute) dan distribusinya dalam padatan, sifat padatan, dan ukuran partikel.
Mekanisme proses leaching dimulai dari perpindahan solvent dari larutan ke
permukaan solid (adsorpsi), diikuti dengan difusi solvent ke dalam solid dan pelarutan
solute oleh solvent, kemudian difusi ikatan solute-solvent ke permukaan solid, dan
desorpsi campuran solute-solvent dari permukaan solid kedalam badan pelarut.
Pada umumnya perpindahan solvent ke permukaan terjadi sangat cepat di mana
berlangsung pada saat terjadi kontak antara solid dan solvent, sehingga kecepatan difusi
campuran solute-solvent ke permukaan solid merupakan tahapan yang mengontrol
keseluruhan proses leaching, menurut Pramudono (2008) kecepatan difusi ini tergantung
pada beberapa faktor yaitu : temperatur, luas permukaan partikel, pelarut, perbandingan
solute dan solvent, kecepatan dan lama pengadukan. Untuk memisahkan minyak dari
pelarutnya, dilakukan dengan cara distilasi.
Ghorbani (2015) mengatakan bahwa proses-proses leaching perkolasi dapat
didefinisikan sebagai penghilangan nilai-nilai logam secara selektif dari suatu mineral
dengan menyebabkan zat pelarut atau pelepasan yang cocok untuk meresap ke dalam dan
melalui suatu massa atau tumpukan bahan yang mengandung mineral, jadi dapat
disimpulkan bahwa prinsip menggunakan leaching perkolasi untuk menghasilkan
konsentrat mineral dari bahan penambangan bukanlah hal yang baru.
Faktor penting yang harus diperhatikan adalah:
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel mempengaruhi kecepatan ekstraksi. Semakin kecil ukuran partikel
maka areal terbesar antara padatan terhadap cairan memungkinkan terjadi kontak
secara tepat. Semakin besar partikel, maka cairan yang akan mendifusi akan
memerlukan waktu yang relatif lama.
2. Pelarut
Pemilihan pelarut yang baik adalah pelarut yang sesuai dengan viskositas yang cukup
rendah agar sirkulasinya bebas. Umumnya pelarut murni akan digunakan meskipun
dalam operasi ekstraksi konsentrasi dari solute akan meningkat dan kecepatan reaksi
akan melambat, karena gradien konsentrasi akan hilang dan cairan akan semakin
viskos pada umumnya.
3. Temperatur
Dalam kebanyakan kasus, kelarutan bahan yang diekstraksi akan meningkat dengan
memberikan suhu yang lebih tinggi dari ekstraksi biasanya. Selanjutnya, difusi
koefisien akan diharapkan meningkat dengan kenaikan suhu dan ini juga akan
meningkatkan tingkat ekstraksi. Dalam beberapa kasus, batas atas suhu ditentukan
oleh pertimbangan sekunder seperti misalnya, kebutuhan untuk menghindari aksi
enzim selama ekstraksi gula.
4. Pengadukan cairan
Pengadukan pelarut penting karena meningkatkan diffuse eddy dan oleh karena itu
transfer material dari permukaan partikel ke sebagian besar larutan, Selanjutnya agitasi
suspensi partikel halus mencegah sedimentasi dan penggunaan yang lebih efektif
dibuat dari permukaan antarmuka (Coulson, 1955).
Menurut Fajriati (2011) prinsip ekstraksi padat-cair adalah adanya kemampuan
senyawa dalam suatu matriks yang kompleks dari suatu padatan, yang dapat larut oleh
suatu pelarut tertentu. Jadi untuk tercapainya kondisi optimum ekstraksi maka ada
beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain: senyawa dapat terlarut dalam pelarut
dengan waktu yang singkat, pelarut harus selektif melarutkan senyawa yang dikehendaki,
senyawa analit memiliki konsentrasi yang tinggi untuk memudahkan ekstraksi, serta
tersedia metode memisahkan kembali senyawa analit dari pelarut pengekstraksi.
Bahan polutan umumnya bersifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme.
Polutan yang sering ditemukan seperti seng (Zn), timbal (Pb), cadmium (Cd), dan
terutama terdapat di besi (Fe). Besi (Fe) secara alami elemen yang melimpah di alam, Fe
bersifat resisten korosif, padat dan memiliki titik lebur yang rendah. Menurut Nurhaini
(2016) apabila terakumulasi di dalam tubuh Fe dapat menyebabkan beberapa gangguan
kesehatan, misalnya pada manusia menyebabakan iritasi pada kulit dan mata,
mengganggu pernafasan dan menyebabkan kanker dalam jangka Panjang.
Tabel kelarutan Fe (II)

(Munoz, 2013).
Penentuan waktu kesetimbangan bertujuan untuk mengetahui penyerapan ion
Fe(III) oleh RSBE sudah stabil atau konstan. Waktu kesetimbangan merupakan waktu
tidak terjadi lagi penjerapan ion Fe(III) oleh RSBE atau daya jerap RSBE sudah konstan.
Hal ini ditunjukan dari tidak terjadinya lagi perubahan konsentrasi dalam larutan terhadap
pertambahan waktu pengontakan.

Gambar 3.1. Kurva Penentuan Waktu Kesetimbangan pada Larutan


Ion Fe (III) 10 ppm
(Kurniawan, 2015).
Keseimbangan yang terjadi di dalam proses ekstraksi untuk tiga zat (solute, innert,
dan solvent) penyusun campuran dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:
kg B
N ........................................................ (3.1)
kg A  kg C
Di mana:
A = solute (kg)
B = innert (kg)
C = solvent (kg)
N untuk overflow berharga 0 dan untuk N underflow memiliki harga yang berbeda
(tergantung dari konsentrasi dari liquid). Sedangkan komposisi dari solute A dapat
dirumuskan dengan persamaan :

XA 
kg B

kg solute
overflow liquid  …………………… (3.2)
kg A  kg C kg solution

YA 
kg B

kg solute
liquid in slurry …………………..…(3.3)
kg A  kg C kg solution
Di mana:
XA = berat fraksi dari larutan A (overflow liquid)
XA = berat fraksi dari A di dalam B (padat)

Gambar 3.2. Single stage leaching


Gambar. 3.3. Gfrafik Single stage leaching

Gambar 3.4. Multi stage leaching


Gambar 3.5. Grafik Multi stage leaching
Berdasarkan jumlah stage leaching dibagi 2 yakni single stage dan multistage. Pada
single stage leaching persamaan neraca total adalah:
Neraca massa
L0 + V2 = L1 + V1 = M............................................................ (3.4)
Neraca komponen
L0 × yA0 + V2 × xA2 = L1× yA1 + V1× xA2 = M × xAM ..................... (3.5)
Di mana:
L0 = umpan masuk V1 = rafinat
L1 = ekstrak V2 = pelarut
XA = konsentrasi YA = absorbansi
Sedangkan persamaan neraca total multistage leaching adalah:
Neraca massa
L0 + VN+1 = LN + V1 = M........................................................ (3.6)
Neraca komponen
L0 × yA0 + VN+1 × xAN+1 = LN × yAN + V1 × xA1 = M × xAM ..........(3.7)

Di mana:
L0 = umpan masuk V1 = rafinat
LN = ekstrak VN+1 = pelarut
XAN+1 = konsentrasi YAN = absorbansi
(Geankoplis, 1997).
Massa jenis atau sering disebut densitas (density) merupakan masa suatu benda per satuan
volumenya. Massa jenis dilambangkan dengan huruf yunani ρ dibaca (“rho”). Rumus
masa jenis
ρ = m/v ............................................................. (3.8)
Di mana:
m = Massa
v = Volume
(Antika, 2012).
Tahapan yang berlangsung selama proses ekstraksi padat-cair dapat diuraikan sebagai
berikut:
- Pelarut bercampur dengan padatan inert sehingga permukaan padatan dilapisi oleh
pelarut.
- Terjadi difusi massa pelarut pada permukaan padatan inert ke dalam pori padatan inert
tersebut. Laju difusi ini tergolong lambat karena pelarut harus menembus dinding sel
padatan.
- Solute yang terdapat dalam padatan larut dalam pelarut.
- Campuran solute dalam pelarut berdifusi keluar dari permukaan padatan inert dan
bercampur dengan pelarut sisa (Christalina, 2014).
Beberapa aplikasi dari leaching adalah:
- Analisis mikronutrien terpilih sebelum dan sesudah leaching pada bayam dan bayam
gangeticus, diproses dengan metode memasak berbeda (Yasmin, 2013).
- Salah satu cara pengambilan minyak dalam daun cengkeh adalah ekstraksi dengan
pelarut yang mudah menguap, seperti kloroform, eter, aseton, heksana atau alkohol.
Pada proses leaching, terjadi difusi minyak dari dalam daun cengkeh ke fasa cair yaitu
pelarut dan minyak akan terjadi keseimbangan dimana pada keadaan ini minyak dalam
daun cengkeh tidak dapat mendifusi lagi ke pelarut (Bangkit, 2012).
- Ekstraksi terhadap daun Salam India dengan menggunakan pelarut etanol, heksana, dan
air. Dari ketiga jenis pelarut etanol, heksana dan air pelarut yang paling baik digunakan
adalah pelarut etanol, karena etanol dapat melarutkan kandungan alkaloid dari daun
salam India (Aziz, 2014).
- Leaching bijih dolomitic-copper menggunakan asam sulfat dalam kondisi terkendali
(Ntengwe, 2010).
- Single stage leaching dapat digunakan untuk ekstraksi bahan seperti kobalt dan tembaga
(Munnik, 2003).
- Multi stage leaching dapat digunakan untuk ekstraksi bahan alami untuk natrium
klorida (Mac Kinnon, 1966).
3.3. Variabel Percobaan
A. Variabel tetap :
- Jumlah bahan (bayam merah) : 100 gram
- Volume pelarut (air) :2L
B. Variabel berubah :
- Waktu ekstraksi : 10, 15, 20, 25, 30 menit
- Suhu pelarut : 50 °C dan 80 °C
3.4. Alat dan Bahan
A. Alat-alat yang digunakan:
- Beakerglass
- corong
- kolom ekstraktor
- neraca digital
- piknometer
- pompa
- spektrofotometer
- Stopwatch
- tangki penampung (pemanas)
- Thermometer
B. Bahan-bahan yang digunakan:
- Aquadest (H2O)
- bayam merah
3.5. Prosedur Percobaan
A. Persiapan bahan
- Menyiapkan bayam merah dipotong kasar sebanyak 100 gram
- Memasukkan pelarut air sebanyak 2 L ke dalam tangki pemanas.
B. Prosedur proses ekstraksi warna
- Memasukkan air sebagai pelarut pada tangki pemanas sebanyak 2 L dan
memanaskan sampai suhu mencapai 50 oC
- Memasukkan bahan ke dalam kolom ekstraktor sebanyak 100 gram
- Membuka valve (globe valve) dari tangki pemanas ke dalam kolom ekstraktor
setelah pelarut (air) mencapai suhu 50 oC
- Menghidupkan pompa dan motor ekstraktor, mengalirkan pelarut ke dalam
kolom ekstraktor dengan menggunakan spray
- Mengeluarkan larutan warna yang telah terbentuk dari kolom ekstraktor dengan
membuka valve dari tangki ekstraktor ke dalam tangki penampung
- Kemudian mengulangi prosedur diatas dengan waktu : 10, 15, 20, 25, 30 menit
- Dan mengulang kembali pada waktu yang sama dengan suhu 80 oC.
C. Menghitung densitas larutan warna
- Menimbang piknometer kosong dan mencatat berat serta volume piknometer
kosong.
- Mengambil beberapa mL larutan warna dan memasukkannya ke dalam
piknometer sampai penuh.
- Menimbang piknometer yang telah terisi dengan larutan warna dan mencatatnya.
- Menghitung massa jenisnya dengan menggunakan rumus:
(berat piknometer isi - berat piknometer kosong)
ρ=
Volume piknometer
D. Menghitung absorbansi
- Kalibrasi kuvet menggunakan Aquadest
- Mengisi kuvet dengan hasil ekstraksi yang telah didapatkan
- Membaca absorbansi (A) menggunakan alat spektrofotometer.

3.6. Gambar Peralatan

Gambar 3.1. Instrumentasi ekstraksi padat-cair (leaching)

Keterangan gambar:
1. Thermo Controler
2. Tombol pompa
3. Tombol Heater
4. Tombol motor penggerak
5. Box control
6. Gate valve
7. Baut penyambung
8. Sprayer
9. Kolom ekstraktor
10. Keranjang (tempat bahan)
11. Globe valve
12. Pompa
13. Check valve
14. Tangki pemanas
15. Heater
16. Flowmeter.

SPEKTRO
UV/VIS

 TRANS
 ABSORBAN
 FACT
 CONC

Gambar 3.5. Spektrofotometer


Keterangan:
1. Tombol turn on-off
2. Insert blank (larutan blanko)
3. Insert Unknown (larutan limbah)
4. Set tempat sampel
5. Skala pembacaan panjang gelombang (λ)
6. Set panjang gelombang
7. Kabel listrik
8. Set zero
9. Skala pembacaan (%T )
10. Set mode
11. Set function
3.7. Data Pengamatan
Tabel 3.1. Data standarisasi Fe
Konsentrasi
No Absorbansi
Fe(ppm)
1 2 0,29
2 4 0,49
3 6 0,70
4 8 0,90
5 10 1,10
Tabel 3.2. Data hasil pengamatan densitas larutan warna pada suhu 50 oC
Piknometer Densitas Densitas
No t (menit) Piknometer isi
kosong (gr/m3) rata-rata
14 24 1
1. 10 14 24 1 1
14 24 1
14 24 1
2. 15 14 24 1 1
14 24 1
14 24 1
3. 20 14 24 1 1
14 24 1
14 24 1
4. 25 14 24 1 1
14 24 1
14 24 1
5. 30 14 24 1 1
14 24 1
Tabel 3.3. Data hasil pengamatan densitas larutan warna pada suhu 80 oC.
Piknometer Densitas Densitas
No t (menit) Piknometer isi
kosong (gr/m3) rata-rata
14 24 1
1. 10 14 24 1 1
14 24 1
14 24 1
2. 15 14 24 1 1
14 24 1
14 24 1
3. 20 14 24 1 1
14 24 1
14 24 1
4. 25 14 24 1 1
14 24 1
14 24 1
5. 30 14 24 1 1
14 24 1
Tabel 3.4. Data hasil pengamatan absorbansi larutan warna pada suhu 50 oC
pada = 415 nm.
No t (menit) Absorbansi A rata-rata
1,20
1. 10 1,25 1,14
0,97
0,99
2. 15 0,98 1,07
1,25
1,05
3. 20 1,10 1,09
1,12
1,15
4. 25 1,15 1,13
1,11
1,25
5. 30 1,12 1,23
1,25
Tabel 3.5. Data hasil pengamatan absorbansi larutan warna pada suhu 80 oC pada
= 415 nm
No t (menit) Absorbansi A rata-rata
0,69
1. 10 0,64 0,6633
0,66
0,66
2. 15 0,69 0,6767
0,68
0,80
3. 20 0,78 0,7900
0,79
0,85
4. 25 0,87 0,8567
0,85
1,00
5. 30 1,10 1,0667
1,10
3.8. Data Hasil Perhitungan
Tabel 3.6. Data Tabel kurva standarisasi Fe (II) pada = 415 nm
No Konsentrasi Fe Absorbansi (y) x2 x .y
(ppm) (x)
1 2 0,29 4 0,58
2 4 0,49 16 1,96
3 6 0,70 36 4,20
4 8 0,90 64 7,20
5 10 1,10 100 11
Σ Σ 30 Σ 3,48 Σ 220 Σ 24,94
Tabel 3.7. Hasil perhitungan densitas larutan warna (g/cm3) pada suhu 50 °C
Volume ρ rata-
Waktu Piknometer Piknometer isi Densitas rata
piknometer
(menit) kosong (g) (g) (g/cm3) cm3
(mL)
24 1
10 14 24 10 1 1
24 1
24 1
15 14 24 10 1
24 1
24 1
20 14 24 10 1 1
24 1
24 1
25 14 24 10 1 1
24 1
24 1
30 14 24 10 1 1
24 1
Tabel 3.8.Hasil perhitungan densitas larutan warna (g/mL) pada suhu 80 °C
Volume
Waktu Piknometer Piknometer isi Densitas ρ rata-rata
piknometer cm3
(menit) kosong (g) (g) (g/cm3)
(mL)
24 1
10 14 24 10 1 1
24 1
24 1
15 14 24 10 1
24 1
24 1
20 14 24 10 1 1
24 1
24 1
25 14 24 10 1 1
24 1
24 1
30 14 24 10 1 1
24 1
Tabel 3.9. Hasil perhitungan konsentrasi Fe (ppm) pada larutan warna pada suhu 50
°C
Konsentrasi
Waktu Konsentrasi Fe Fe rata-rata
Absorbansi A rata-rata
(menit) (ppm) (ppm)
1,20 10,966
10 1,25 1,140 11,458 10,374
0,97 8,699
0,99 8,897
15 0,98 1,07 8,798 9,718
1,25 11,458
1,05 9,488
20 1,10 1,09 9,98 9,882
1,10 10,177
1,15 11,33
25 1,15 1,13 11,33 10,913
1,10 10,079
1,25 11,458
30 1,20 1,23 10,177 11,031
1,25 11,458
Tabel 3.10. Hasil perhitungan konsentrasi Fe (ppm) pada larutan warna pada suhu
80 °C.
Konsentrasi
Waktu Konsentrasi Fe Fe rata-rata
Absorbansi A rata-rata
(menit) (ppm) (ppm)
0,69 5,941
10 0,64 0,6633 5,448 5,678
0,66 5,645
0,66 5,645
15 0,69 0,6767 5,941 5,809
0,68 5,842
0,80 7,025
20 0,78 0,7900 6,827 6,926
0,79 6,926
0,85 7,517
25 0,87 0,8567 7.714 7,583
0,85 7,517
1,00 8,995
30 1,10 1,0667 9,98 9,652
1,10 9,98
3.9. Grafik

1.2
y = 0,1015x + 0,087
1 R² = 0,9999
Absorbansi (A)

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 2 4 6 8 10 12
Konsentrasi Fe (ppm)

Grafik 3.1. Hubungan antara kadar Fe dan absorbansi dalam penentuan


persamaan mencari kadar Fe didalam larutan
1.24
1.22
1.2
Absorbansi (A)
y = 0,0048x + 1,036
1.18
R² = 0,377
1.16
1.14
1.12
1.1
1.08
1.06
0 5 10 15 20 25 30 35
Lama Waktu (Menit)

Grafik 3.2. Hubungan antara absorbansi dan lama waktu pada suhu 50 oC

1.2
y = 0,0197x + 0,416
1
R² = 0,9036
Absorbansi (A)

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 5 10 15 20 25 30 35
Lama Waktu (Menit)

Grafik 3.3. Hubungan antara absorbansi dan lama waktu pada suhu 80 oC
11.2
11 y = 0,0502x + 9,38

Konsentrasi Fe (ppm)
10.8 R² = 0,4515
10.6
10.4
10.2
10
9.8
9.6
0 5 10 15 20 25 30 35
Lama Waktu (Menit)

Grafik 3.4. Hubungan antara kadar Fe dan lama waktu pada suhu 50 oC

12

10
y = 0,1944x + 3,2408
Konsentrasi (ppm)

R² = 0,9036
8

0
0 5 10 15 20 25 30 35
Lama Waktu (ppm)

Grafik 3.5. Hubungan antara kadar Fe dan lama waktu pada suhu 80 oC
3.10. Pembahasan
- Hubungan antara konsentrasi larutan (x) dan absorbansi (y) dalam penentuan
persamaan mencari konsentrasi Fe didalam larutan. Berdasarkan hasil
percobaan, pada grafik 3.1. didapatkan persamaan linier y = 0,1015x + 0,087
Persamaan linier tersebut akan digunakan untuk menentukan berapa konsentrasi
Fe didalam larutan ekstrak.
- Hubungan antara absorbansi dan lama waktu pada suhu 50 oC, yang seharusnya
berbanding lurus antara semakin lama waktu yang digunakan maka semakin
besar juga nilai absorbansi yang akan didapatkan, akan tetapi berbeda dengan
hasil praktikum, karena berdasarkan hasil percobaan pada grafik 3.2. dapat
disimpulkan bahwa hubungan antara absorbansi dan lama waktu berbanding
terbalik, karena ada beberapa titik yang nilai absorbansinya tidak berbanding
lurus, yaitu pada waktu 15 menit didapatkan nilai absorbansi 1,07, pada waktu
20 menit didapatkan nilai absorbansi 1,09 dan pada waktu 25 menit didapatkan
nilai absorbansi 1,13. Hal ini kemungkinan terjadi karena diakibatkan adanya
kesalahan pada saat praktikum yaitu, waktu yang tidak sesuai dengan variabel
yang telah ditentukan pada saat pengambilan hasil ekstraksi, dan kesalahan pada
saat menghitung absorbansi menggunakan alat spektrofotometer, dikarenakan
keadaan alat spektrofotometer yang tidak akurat lagi.
- Hubungan antara absorbansi dan lama waktu pada suhu 80 oC. Berdasarkan hasil
percobaan pada grafik 3.3. dapat disimpulkan bahwa hubungan antara
absorbansi dan lama waktu berbanding lurus.
- Hubungan antara konsentrasi larutan dan lama waktu pada suhu 50 oC. Apabila
sesuai dengan teori yang seharusnya semakin lama waktu maka konsentrasi
larutan yang didapatkan maka akan semakin tinggi. Berbanding terbalik dengan
hasil praktikum yang telah dilaksanakan, yang telah tertera pada grafik 3.4.
karena didapatkan tiga nilai yang turun, yaitu pada waktu 15 menit didapatkan
nilai konsentrasi 9,718 dan pada waktu 20 menit didapatkan nilai konsentrasi
9,882. Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan ada beberapa kesalahan pada
saat praktikum, dan keadaan alat yang sudah tidak efektif lagi yang digunakan
dalam menghitung absorbansi.
- Hubungan antara konsentrasi larutan dan lama waktu pada suhu 80 oC. Apabila
sesuai dengan teori yang seharusnya semakin lama waktu maka konsentrasi
larutan yang didapatkan maka akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil yang
didapatkan dari grafik 3.5. dapat disimpulkan semakin lama waktu maka
semakin tinggi konsentrasi larutan yang akan didapatkan.
3.11. Kesimpulan
- Dapat diketahui bahwa hubungan antara waktu ekstraksi yang digunakan dengan
nilai absorbansi yang seharusnya berbanding lurus antara keduanya karena
semakin lama waktu ekstraksi makan akan semakin tingi nilai absorbansi yang
didapatkan, akan tetapi tidak berbanding lurus dengan hasil praktikum yang
diperoleh, dikarenakan ada beberapa nilai yang tidak linear pada 50 oC.
- Dapat diketahui bahwa hubungan suhu ekstraksi terhadap absorbansi yang
seharusnya berbanding lurus antara keduanya, dimana semakin besar suhu yang
digunakan maka nilai absorbansi yang didapatkan akan semakin tinggi, akan
tetapi hal ini tidak berbanding lurus dengan hasil praktikum yang diperoleh,
karena nilai absorbansi pada suhu 80 oC lebih rendah daripada pada suhu 50 oC.
Tabel 3. 11. Data hasil perhitungan konsentrasi Fe (ppm) suhu 50 oC.
t (menit) A rata-rata x rata-rata
10 1,14 10,374
15 1,07 9,718
20 1,09 9,882
25 1,13 10,913
30 1,23 11,031
Tabel 3. 12. Data hasil perhitungan konsentrasi Fe (ppm) suhu 80 oC.
t (menit) A rata-rata x rata-rata
10 0,6633 5,678
15 0,6767 5,809
20 0,79 6,926
25 0,8567 7,583
30 1,0667 9,652

DAFTAR PUSTAKA
Coulson., Richardson’s . 1955. Chemical Engineering Volume 2 Fifth Edition Particle
Technology And Separation Processes. Oxford: Butterworth-Heinemann.
Geankoplis, C. J. 1993. Transport Process and Unit OperationThird Edition. Boston:
Allyn and Bacon Inc.
Treybal, Robert E. 1981. Mass-Transfer Operation Third Edition. Singapore: McGraw-
Hill Book Co.
Munoz, Andres G., dkk. 2013. Thermodynamic Data for Iron (II) in High-Saline
Solutions at Temperatures up to 90 °C. Gesellschaft für Anlagen- und
Reaktorsicherheit (GRS) mbH.
Antika, L., dkk. 2012. Pengukuran (Kalibrasi) Volume dan Massa Jenis Alumunium.
Prodi Pendidikan Fisika Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta. (Diakses pada
Tanggal 26 April 2018).
Aziz, Tamzil, dkk. 2009. Pengaruh Pelarut Heksana dan Etanol, Volume Pelarut, dan
Waktu Ekstraksi Terhadap Hasil Ekstraksi Minyak Kopi. Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. (Dikakses pada Tanggal 20 April 2018).
Bangkit, Tagora P. S, dkk. Penentuan Kondisi Keseimbangan Unit Leaching pada
Produksi Eugenol dari Daun Cengkeh. Departemen Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara. (Diakses pada Tanggal 22 April).
Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar Jilid 1 Edisi 3. Penerbit Erlangga. Jakarta
Christalina, Ivonne, dkk. Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Alami Ekstrak Fenolik
Biji Pepaya. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya
Mandala, Surabaya. (Diakses pada Tanggal 22 April 2018).
Fajriati, Imelda, dkk. 2011. Studi Ekstraksi Padat Cair Menggunakan Pelarut HF dan
HNO3 pada Penentuan Logam Cr dan Cu dalam Sampel Sedimen Sungai di Sekitar
Calon PLTN Muria. Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta. (Diakses pada Tanggal 22 April 2018).
Ghorbani, Yousef, dkk. 2015. Heap leaching technology – current state, innovations and
future directions: A review. Camborne School of Mines, College of Engineering,
Mathematics & Physical Sciences (CEMPS), University of Exeter, Penryn campus,
Cornwall, TR10 9EZ, UK. (Diakses pada Tanggal 22 April 2018).
Kurniawan, Mhd Taufik,, dkk. 2015. Penentuan Kesetimbangan Adsorpsi Regenerated
Spent Bleaching Earth (RSBE) terhadap Ion Fe (III). Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Riau. (Diakses Pada Tanggal 22 April 2018).
MacKinnon, Charles E., dkk. 1966. Production of high purity sodium chlo. Ride brine by
multistage leaching. United States Patent Office. USA.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif.
Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar. (Diakses
pada Tanggal 21 April 2018).
Munnik, E., dkk. 2003. Development and implementation of a novelpressure leach
process for the recovery ofcobalt and copper at Chambishi, Zambia. The South
African Institute of Mining and Metalurgy. Afrika Selatan.
Ntengwe, Felix W. 2010. The Leaching of Dolomitic-Copper Ore Using Sulphuric Acid
Under Controlled Conditions. Copperbelt University, School of Technology,
Chemical Engineering Department, 4662 Jambo Drive, Riverside, Kitwe, Zambia.
(Diakses pada Tanggal 22 April 2018).
Nurhaini, Rahmi, Affandi, Arief. 2016. Analisa Logam Besi (Fe) di Sungai Pasar Daerah
Belangwetan Klaten dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom. DIII Farmasi
Stikes Muhammadiyah Klaten. (Diakses pada Tanggal 22 April 2018).
Parasetia, Dany E. 2012. Pengambilan Zat Warna Alami dari kayu Nangka. Jurusan
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. (Diakses pada Tanggal 21
April 2018).
Pramudono, Bambang, dkk. 2008. Ekstraksi Kontinyu dengan Simulasi Batch Tiga
Tahap Aliran Lawan Arah: Pengambilan Minyak Biji Alpukat Menggunakan
Pelarut N-Hexane dan Iso Propil Alkohol. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
UNDIP Semarang. (Diakses pada Tanggal 22 April 2018).
Putra, Bawa A. A., dkk. 2014. Ekstraksi Zat Warna Alam dari Bonggol Tanaman Pisang
(Musa Paradiasciaca L.) dengan Metode Maserasi, Refluks, dan Sokletasi. Jurusan
Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. (Diakses pada Tanggal 26
April 2018).
Saiful, Hadi. 2012. Pengambilan Minyak Atsiri Bunga Cengkeh (Clove Oil)
Menggunakan Pelarut N-Heksana dan Benzena. Program Studi Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang. (Diakses pada Tanggal 10 April
2018).
Santosa, Imam., Sulistiawati, Endah. 2014. Ekstraksi Abu Kayu dengan Pelarut Air
Menggunakan Sistem Bertahap Banyak Beraliran Silang. Program StudiTeknik
Kimia Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta. (Diakses pada Tanggal 20 April
2018).
Yasmin, Ms. A, Rajam. Mrs. Varalakshmi A. 2013. Analysis of Selected Micronutrients
Before And After Leaching of Spinach and Amaranth gangeticus,Processed by
Different Cooking Methods. Assistant Professor, Department of Clinical Nutrition
and Dietetics, Ethiraj College for Women, Chennai. (Diakses pada Tanggal 22 April
2018).

Anda mungkin juga menyukai