ISOLASI SOSIAL
Oleh:
WILDA ZAKKIAH
PO.71.3.201.15.1.191
CI LAHAN CI INSTITUSI
2017
BAB I
A. Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi sosial
merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain
(Keliat et al, 2005).
Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian dari seorang individu dan
diteriam sebagai perlakuan dari orang lain serta kondisi yang negatif atau
mengancam (Judith M Wilinson, 2007)
Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan
dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu
keadaan negatif yang mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam
ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak
mata. Ketidak sesuaian atau ketidakmatangan minat dan aktivitas dengan
perkembangan atau terhadap usia. Mengekspresikan perasaan penolakan atau
kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda
dengan orang lain, merasa tidak aman ditengah orang banyak. (Mary C.
Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998; hal 252).
B. Etiologi
Menurut Stuart (2007), Terjadinya factor ini dipengaruhi oleh factor
predisposisi di antaranya perkembangan dan social budaya. Kegagalan
perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya
dengan orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan
dengan orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, keadaan menimbulkan
prilaku tidak ingin berkmunikasi dengan orang lain. Adapun gejala klinis sebagai
berikut:
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3. Gangguan hubungan social
4. Percaya diri kurang
5. Mencederai diri
C. Tanda dan Gejala
1. Menyendiri dalam ruangan
2. Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata atau kontak
mata kurang
3. Sedih, afek datar
4. Perhatian dan tindakan tidak sesuai dengan usia
5. Apatis
6. Mengekspresikan penolakan atau kesepian pada orang lain
7. Menggunakan kata-kata yang tidak berarti
8. Tidak mau menatap lawan bicara
9. Harga diri rendah
D. Akibat dari Isolasi Sosial
Klien dengan isolasi social dapat berakibat terjadinya resiko perubahan sensori
presepsi (halusinasi) atau bahkan prilaku kekerasan mencederai diri (Akibat dari
harga diri rendah disertai dengan harapan yang suram, mungkin klien akan
mengakhiri hidupnya).
E. Proses Terjadinya Isolasi Sosial
Faktor-faktor yang mungkin menyebabkan isolasi sosial dibedakan menjadi 2,
yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
1. Faktor predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat
dipenuhi, maka akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.
Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya
stimulasi, kasih saying, perhatian, dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada
bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan
dikemudian hari. Oleh karena itu, komunikasi yang hangat sangat penting
dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi penting
dalam mengembangkan gangguan tingkah laku seperti sikap
bermusuhan/hostilitas, sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-
jelekkan anak, selalu mengkritik, menyalahkan, dan anak tidak diberi
kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya, kurang kehangatan,
kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaraan anak, hubungan
yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang
terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara
terbuka dengan musyawarah, ekspresi emosi yang tinggi, double bind, dua
pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat
bingung dan kecemasannya meningkat
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif. Penurunan
aktivitas neorotransmitter akan mengakibatkan perubahan mood dan
gangguan kecemasan. Menurut Townsend (2003, hlm.59) neurotransmitter
yang mempengaruhi pasien dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut:
Dopamin
Fungsi dopamin sebagai pengaturan mood dan motivasi, sehingga
apabila dopamin menurun pasien akan mengalami penurunan mood
dan motivasi
Norepineprin
Norepineprin yang kurang dapat mempengaruhi kehilangan memori,
menarik diri dari masyarakat dan depresi
Serotonin
Pasien dengan menarik diri/ isolasi sosial, serotonin cenderung
menurun sehingga biasanya dijumpai tanda tanda seperti lemah, lesu
dan malas melakukan aktivitas
Asetokolin
Apabila terjadi penurunan asetokolin pada pasien dengan isolasi sosial
cenderung untuk menunjukkan tanda-tanda seperti malas, lemah dan
lesu.
2. Faktor presipitasi
a. Faktor eksternal
Stress sosiokultural : Stress dapat ditimbulkan oleh karena menurunya
stabilitas unit keluarga seperti perceraian, berpisah dari orang yang berarti,
kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dan
dirawat di rumah sakit atau di penjara. Semua ini dapat menimbulkan
isolasi sosial.
b. Faktor internal
Stress Psikologis : Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya.Tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi.
F. Penilaian Terhadap Stressor
Rasa sedih karena suatu kehilangan atau beberapa kehilangan dapat sangat
besar sehingga individu tidak tidak mau menghadapi kehilangan dimasa depan,
bukan mengambil resiko mengalami lebih banyak kesedihan. Respon ini lebih
mungkin terjadi jika individu mengalami kesulitan dalam tugas perkembangan
yang berkaitan dengan hubungan (Stuart, 2007, hlm. 280).
G. Sumber Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) sumber koping yang berhubungan dengan
respon sosial maladaptif adalah sebagai berikut :
1) Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
2) Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan perhatian
pada hewan peliharaan.
3) Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal (misalnya:
kesenian, musik, atau tulisan)
Menurut Stuart & Laraia (2005, hlm. 432 ) terkadang ada beberapa orang
yang ketika ada masalah mereka mendapat dukungan dari keluarga dan teman
yang membantunya dalam mencari jalan keluar, tetapi ada juga sebagian orang
yang memiliki masalah, tetapi menghadapinya dengan menyendiri dan tidak mau
menceritakan kepada siapapun, termasuk keluarga dan temannya.
H. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 281) Individu yang mengalami respon sosial
maladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya mengatasi ansietas.
Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik
yaitu sebagai berikut:
1) Proyeksi merupakan Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan
emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri( Rasmun, 2004, hlm. 35).
2) Isolasi merupakan perilaku yang menunjukan pengasingan diri dari
lingkungan dan orang lain (Rasmun, 2004, hlm. 32).
3) Spiliting atau memisah merupakan kegagalan individu dalam
menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk (Rasmun, 2001, hlm.
36).
I. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif