Anda di halaman 1dari 41

TUGAS BAHASA INDONESIA

Dosen Pengampu : Liana Siburian , S.Pd, M.Pd


Mata Kuliah : Bahasa Indonesia

Disusun Oleh ,

Nama : Heldiana F . Sihombing

NPM : 150940014

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN ( FKIP )

UNIVERSITAS KATOLIK St. TOMAS SUMATERA UTARA

MEDAN
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur diucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat, rahmat, dan
karuniaNYA,proposal yang berjudul PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI
MELALUIMODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN INSPIRATOR GAMBAR
PERISTIWA PADA SISWA KELAS VII A SMP ALBANNA DENPASAR TAHUN PELAJARAN
2013/2014 ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Selanjutnya saya ucapkan terima kasih kepada
Dosen Pengampu mata kuliah Pendidikan Bahasa Indonesia , Ibu Liana Siburian ,S.Pd,M.Pd. yang
telah memberikan bimbingan, petunjuk, motivasi, dan berbagai kemudahan lainnya. Selanjutnya saya
juga mengucapkan terimakasih kepada saudara yang telah menyusun skripsi ini sehingga
mempermudah saya dalam mengerjakan proposal ini .Proposal ini disusun demi memenuhi tugas saya
.
Proposal ini merupakan hasil kerja yang sesuai dengan tenaga dan kemampuan yang ada pada
penulis. Namun penulis menyadari bahwa proposalini banyak memiliki kekurangan atau kesalahan,
baik dari segi isinya, bahasa, analisis dan lain sebagainya. Untuk itu saran, kritik, dan perbaikan yang
membangun dari pembaca dengan senang hati penulis terima diiringi ucapan terima kasih.
Disamping itu, dalam menyelesaikan proposal ini banyak kendala yang dialami oleh penulis.
Namun dengan tekad dan semangat yang kuat semua kendala itu dapat diatasi. Penulis berharap
semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Terima Kasih
Medan, 12 Juni 2017

Penulis

DAFTAR ISI

2
JUDUL
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… i
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………………….. 5
1.1 Latar Belakang ……………………………................................. 5

1.2Rumusan Masalah ……………………………………................ 7

1.3Tujuan Penelitian……………………………………………....... 7
1.3.1Tujuan Umum.………………………………………............... 7
1.3.2Tujuan Khusus ……………………………………….............. 7
1.4. Manfaat Penelitian…………………………………………….. 8

1.4.1Manfaat Teoritis …………………………………................... 8


1.4.2Manfaat Praktis ………………………………….................... 9
1.5Ruang Lingkup Penelitian………………………………………. 10

1.6Asumsi ……………………………………………………............ 10

BAB II. LANDASAN TEORI ………………………………………………………. 11


2.1Pengertian Puisi……….………………………………….............. 11
2.2Pengajaran Puisi…………………………………………….......... 12
2.3Metode Puisi ……..…………………………………..…...…........ 13
2.3.1Diksi (Diksion )……………..…………………........................ 13

2.3.2Imajinasi ( imageri )……………………………........................ 14


2.3.3Kata-kata Nyata ( the conencrete word )………...................... 14
2.3.4Majas (figurative language )…………………....................... 14
2.3.5Rima ( persajakan )………………….………….................... 15
2.4 Hakikat Puisi……..…………………………………………........ 15
2.4.1 Tema ( sense )…………………………………………......... … 15
2.4.2 Rasa ( feling)…………………………………………......... 16
2.4.3 Nada dan Suasa ( tone )………………………………........ 16
2.4.4Amanat atau Pesan ( message )………………………......... 16
2.5 Pengertian Menulis …………………………………………......... . 17
2.6Pengertian Kemampuan Menulis Puisi…………………….............. 18
2.7ModelPembelajaranKontekstual (Contextual Teachingand Learning )… 18
2.7.1 Perinsip Pembelajaran Kontekstual …………………. ............. 20
2.7.2 Penerapan Pembelajaran Kontekstual…….......................... .. 22
3
2.7.3 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kontekstua............. 23
2.7.3.1 Keunggulan Pembelajaran Kontektual………….................. 23
2.7.3.2Kelemahan Pembelajaran Kontektual……………..................... 24
2.8Gambar Peristiwa Sebagai Inspirator ………………………. .......... 25
BAB III. METODE PENELITIAN ……………………………………………… 27
3.1 JenisPenelitian …………………………………………………. 27
3.2 Subjek ,ObjekdanTempaatPenelitian …………………………. 27
3.3 RancanganPenelitian …………………………………………… 27
3.4 Pengumpulan Data InstrumenPenelitian ……………………….. 28
3.4.1 MetodeObservasi ………………………………………………28
3.4.2 MetodeTes …………………………………………………….. 29
3.4.2.1 PenetapanSkor ………………………………………………. 29
3.4.2.2 MengubahSkorMenjadiSkorStandar ………………………..29
3.5 ProsedurPenelitian ………………………………………………..31
3.5.1 RefleksiAwal …………………………………………………....332
3.5.2 Siklus I …………………………………………………………..32
3. 6 TeknikAnalisa Data…………………………………………… .36

BABIV . PENUTUP ........................................................................... 37

5.1 Simpulan ......................................................................................... 37

5.2 Saran .............................................................................................. 38

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selama ini pembelajaran sastra dipandang kurang memenuhi standar hasil yang memuaskan.
Kualitas proses pembelajran kurang begitu diperhatikan oleh guru atau penyelenggara pendidikan
lainnya sehingga hasilnya pun kurang sesuai dengan harapan. HampIr semua jenis sastra diajarkan di
sekolah disajikan dengan cara-cara yang kurang bisa mengajak siswa untuk lebih kreatif dan inovatif.
Semestinya sastra itu bisa menjadi pemicu munculnya kreativitas-kreativitas baru mengingat obyek
kajian sastra adalah daya imajinasi dan nilai rasa seseorang. Daya imajinasi akan memunculkan
pemikiran-pemikiran baru yang sangat menunjang kreativitas seseorang, sedangkan nilai rasa akan
menumbuhkan kepekaan seseorang terhadap fenomena-fenomena kehidupan yang terjadi. Dengan
menggabungkan keduanya dalam pembelajaran, terutama pembelajaran sastra, akan tercipta suasana
pembelajaran yang lebih menyenangkan sehingga capaian hasil yang diinginkan akan memenuhi
standar yang berlaku.

Kegiatan bersastra juga mengasah kemampuan siswa untuk memahami pikiran, perasaan, dan
pendapat yang disampaikan oleh orang lain melalui bahasa. Salah satu tujuan pengajaran kesusastraan
ialah menanamkan apresiasi seni pada anak didik. Dengan mengapresiasi sastra, siswa dapat secara
langsung menikmati sebuah karya sastra, dari teoriteori tentang sastra sampai penerapan teori tersebut
untuk memahami sebuah karya sastra. Salah satu cara untuk mengembangkan apresiasi sastra pada
anak didik ialah dengan pembelajaran menulis puisi. Pembelajaran puisi merupakan kegiatan
bersastra yang berisi luapan ekspresi pikiran, gagasan, dan pengalaman hidup dalam bentuk kata-kata
yang memiliki makna dan unsur estetis

puisi.

Pembelajaran puisi di sekolah bertujuan untuk menanamkan rasa peka terhadap hasil seni
sastra, agar anak didik mendapatkan rasa keharuan yang diperoleh dari apresiasi puisi. Selain itu,
pembelajaran puisi di sekolah sangat penting dan berguna bagi siswa karena dapat membantu siswa
agar menjadi manusia yang simpatik dan pemikir.Salah satu aspek dalam pembelajaran puisi adalah
menulis puisi. Menulis puisi berarti mengungkapkan suatu kehidupan dalam medium bahasa yang
harus memenuhi syarat-syarat tertentu sesuai dengan normanorma estetis puisi. Untuk mencapai
estetis ini diperlukan kemahiran dan kecakapan untuk menggunakan unsur-unsurnya hingga
menghasilkan paduan yang harmonis. Kemahiran dan kecakapan tersebut dapat diperoleh dengan
rajinnya kita berlatih menulis sebuah puisi secara intensif (Situmorang, 1983:26). Media pembelajaran

5
juga sangat diperlukan dalam pembelajaran menulis puisi. Selama ini dalam pembelajaran menulis
puisi, guru kurang mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran. Hal ini juga terjadi di SMP
Albanna Denpasar .

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan dengan guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia, di sekolah tersebut diketahui bahwa media pembelajaran kurang optimal digunakan pada
pembelajaran menulis puisi. Selain itu, minat siswa menulis puisi dan kemampuan menulis puisi
siswa kelas VII SMP Albanna Denpasar tergolong masih rendah yaitu 4,06 dan belum memenuhi
kireteria ketuntasan minimal yang di targetkan nyaitu dengan nilai 8,0 padahal kemampuan
pemahaman siswa terhadap materi cukup baik. Selama ini dalam pembelajaran menulis puisi, guru
memberi tugas menulis puisi dengan cara meramu dan mengolah pengalaman dengan baik, kemudian
melakukan kegiatan pemilihan dan penempatan kata yang selektif. Setelah memilih kata, kata-kata
tersebut dipadukan dengan kata lain dengan variasi makna konotatif dan denotatif sehingga akan
melahirkan puisi yang bagus. Cara pembelajaran yang semacam ini terkadang memberikan dampak
kemalasan dan kurang berminatnya siswa untuk mengikuti pelajaran menulis puisi. Dapat dikatakan
pembelajaran tersebut dianggap kurang variatif sehingga berdampak pada minat siswa dalam menulis
menjadi rendah dan secara tidak langsung akan mengakibatkan kemampuan menulis mereka pun
menjadi rendah. Hal ini dibuktikan saat mereka diberi tugas menulis puisi, hasilnya kurang maksimal,
sedikit yang mampu mencapai kriteria ketuntasan minimal yaitu nilai Hasil yang kurang maksimal
tersebut juga disebabkan oleh beberapa kendala yang muncul dari diri siswa sendiri. Kendala tersebut
diantaranya adalah siswa kesulitan dalam menentukan dan menemukan ide, siswa kesulitan
menentukan kata pertama dalam puisinya, kesulitan mengembangkan ide-ide yang telah didapat
dalam bentuk puisi karena minimnya penguasaan kosakata, dan tidak terbiasanya siswa
mengemukakan pikiran atau imajinasinya ke dalam bentuk puisi. Kendala-kendala tersebut
mengakibatkan nilai menulis puisi siswa menjadi rendah, sehingga diperlukan perubahan dalam
proses pembelajaran. Perubahan tersebut salah satunya dengan penggunaan media gambar peristiwa
dalam menulis puisi.

Penggunaan metode kontektual dengan media gambar peristiwa sebagai inspirator diharapkan
mampu membantu siswa mengatasi permasalahan dalam menulis puisi. Media gambar peristiwa
merupakan media berupa gambar sebuah peristiwa atau kejadian yang pernah terjadi. Media gambar
peristiwa tepat digunakan dalam pembelajaran menulis puisi karena media gambar akan membantu
siswa dalam berimajinasi dan selanjutnya menuangkan ide-ide dan gagasannya ke dalam bentuk puisi.
Pada dasarnya puisi tersusun dari rangkaian kata-kata yang indah sesuai dengan imajinasi dan
kreativitas sang penulis.

Kompetensi dasar yang ingin dicapai adalah menulis kreatif puisi berkenaan dengan
peristiwa yang pernah dialami, sehingga sangat tepat jika dipilih penggunaan media gambar peristiwa

6
karena media gambar peristiwa ini berupa gambar peristiwa yang pernah dialami oleh seseorang. Pada
gambar media peristiwa tersebut terlihat jelas peristiwa apa yang telah terjadi. Penggunaan media
gambar peristiwa diharapkan mampu merangsang kreativitas siswa dalam memperoleh ide dan
merangsang ingatan siswa terhadap peristiwa yang pernah dialaminya sehingga puisi yang dihasilkan
siswa memiliki kejelasan isi sesuai dengan tema yang telah ditentukan.

Penggunaan metode kontektual dengan media gambar peristiwa dimungkinkan dapat


dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi. Berdasarkan hal diatas, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tdengan judul “Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi melalui
Model Pembelajaran Kontekstual dengan Inspirator Gambar Peristiwa pada Siswa Kelas VII A
Albanna Denpasar Tahun Pelajaran 2013/2014.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini
adalah :

1. Apakah model pembelejaran kontekstual dengan inspirator gambar peristiwa dapat


meningkatkan kemampuan menulis puisi pada siswa kelas VIIA SMP Albanna Denpasar
tahun Pelajaran 2013/2014?

2. Bagaimanakah langkah-langkah model pembelajaran kontekstual yang tepat dalam


menulis puisi pada siswa kelas VIIA SMP Albanna Denpasar tahun Pelajaran 2013/2014?

1.3 Tujuan Penelitian

Segala sesuatu yang dilakukan pasti memiliki tujuan. Tujuan inilah yang memberikan arah
bagi penelitian dalam melangkah pada kegiatan berikutnya. Dalam hal ini, adapun tujuan umum dan
tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran dan meningkatkan wawasan


menulis puisi melalui model pembelajaran kontekstual dengan gambar peristiwa
dalam upaya membina serta mengembangkan bahasa dan sastra Indonesia.

2. Untuk memberikan informasi nyata kepada guru bahasa Indonesia dalam usaha
memberdayakan mutu kegiatan belajar dan mengajar bahasa Indonesia.

7
1.3.2Tujuan Khusus
a. Untuk mendapatkan data yang objektif dapatkah
model pembelajaran kontekstual dengan inspirator
gambar peristiwa meningkatkan kemampuan menulis
puisi siswa kelas VII A SMP Albanna Denpasar
Tahun Pelajaran 2013/2014.

b. Untuk menemukan langkah-langkah model


pembelajaran kontekstual dengan inspirator gabar
peristiwa yang tepat dalam menulis puisi pada siswa
kelas VII A SMP Albanna denpasar Tahun Pelajaran

2013/2014.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai beriku t :

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi dan menambah wawasan kepada
siswa, pengajar (guru) dan juga sekolah dalam memberikan pelajaran-pelajaran yang dinilai sulit
dipahami oleh siswa dalam menerima pelajaran khususnya dalam menulis puisi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak seperti di bawah ini :

a) Siswa
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi
belajar bahasa Indonesia siswa.

2) Memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan pemahaman


dalam pembelajaran menulis puisi.

8
b) Sekolah

1). Penelitian ini dapat dijadikan alternatif untuk


meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

2.) Sebagai pertimbangan dalam mengambil


berbagai kebijakan atau perbaikan-perbaikan
dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya
pada pembeajaran puisi.

c. Peneliti

Memberikan sumbangan pengalaman dan menambah ilmu pengetahuan.

d. Lembaga

a Mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa atas


penguasaan materi yang diberikan selama
perkuliahan.

b Menjalin kerjasama dengan lembaga sekolah sebagai


mitra dalam penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan
Tinggi.

c Mengukur kualitas dan mutu pendidikan

e. Guru Bahasa Indonesia

a Penelitian tindakan kelas ini dapat dijadikan strategi


alternatif bagi guru mata pelajaran bahasa dan sastra
Indonesia dalam meningkatkan keterampilan
menulis puisi.

b Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pedoman


dan menambah wawasan guru dalam memilih model
pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa.

9
1.5Ruang Lingkup Penelitian

Bertitik tolak dari rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas serta karena luasnya ruang
lingkup yang dibahas, keterbatasan kemampuan dan biaya yang penulis miliki maka penelitian ini
terbatas pada peningkatan kemampuan menulis puisi melalui model pembelajaran kontekstual dengan
inspirator gambar peristiwa, pada siswa kelas VII A SMP Albanna Denpasar Tahun Pelajaran
2013/2014 dan langkah-langkah model pembelajaran kontekstual yang tepat dalam menulis puisi.

1.6 Asumsi

Asumsi adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh penulis yang harus dirumuskan
secara jelas dan akan berfungsi sebagai landasan berpijak bagi penulis dalam melaksanakan
penelitiannya serta dipakai untuk memperkuat permasalahannya (Arikunto, 2006:59).

Adapun penelitian ini didasarkan pada beberapa asumsi yaitu :

1. Pokok bahasan menulis puisi sudah diajarkan di kelas VII A


Albanna Denpasar ;

2. Guru bidang studi bahasa Indonesia di kelas VII A SMP Albanna

Denpasar dalam mengajar berpedoman pada kurikulum 2013;


3. Guru bidang studi bahasa Indonesia di kelas VII A SMP Albanna
Denpasar;

4. Situasi belajar di dalam kelas dan kemampuan siswa baik putra


maupun putri dianggap sama; dan

5. Semua siswa dianggap mempunyai kualitas dan kuantitas yang


sama terhadap pengajaran bahasa Indonesia

10
BAB II

LANDASAN TEORI

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang memenuhi validitas data, perlu didukung oleh
beberapa teori yang relevan dengan masalah yang akan diteliti. Teori tersebut terdapat pada buku-
buku pustaka yang pada hakikatnya merupakan suatu teori yang nyata dan dapat menunjang serta
mampu menjelaskan yang sesungguhnya dibicarakan atau dipermasalahkan. Teori sebagai landasan
untuk berpijak bagi penulis, yaitu : (1) pengertian puisi, (2) pengajaran puisi, (3) metode puisi, (4)
hakikat puisi, (5) pengertian menulis, (6) pengertian kemampuan menulis puisi, (7) model
pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning), dan (8) media gambar peristiwa
sebagai inspirator.

2.1 Pengertian Puisi

Puisi berasal dari bahasa Yunani “poises”yang berarti penciptaan. Lama-kelamaan semakin
dipersempit ruang lingkupnya menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat-
syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan Tarigan (1984: 4).
Kehadiran sebuah puisi merupakan pernyataan seorang penyair. Pernyataan itu berisi pengalaman
batin penyair sebagai hasil proses kreatif terhadap objek seni. Objek seni ini berupa masalah-masalah
kehidupan dan alam sekitar manusia.

Para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda terhadap puisi. Waluyo (dalam Senet,
2009:13) menyatakan, bahwa puisi adalah salah satu bentuk kesusastraan yang mengungkapkan
pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua
kekuatan bahasa yakni dengan mengonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya. Menurut
Altenbernd (dalam Senet, 2009:13), puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran
dalam bahasa berirama. Wordsworth (dalam Senet, 2009:13) juga mendefinisikan puisi sebagai suatu
pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direka-reka atau diangan-angankan.

Sementara itu, Aminuddin mengatakan, bahwa secara etimologi istilah puisi berasal dari
bahasa Yunani “poeima” yang artinya “membuat” atau “poesis” yang artinya ”pembuatan” dan
dalam bahasa Inggris disebut “poem” atau poetry. Puisi diartikan “membuat” dan ”pembuatan”
karena lewat puisi, pada dasarnya seorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri yang mungkin
berisi pesan atau gambaran suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah (1987: 34).

11
Selain itu, Johnson (dalam Senet, 2009:14) mengatakan, bahwa puisi merupakan luapan
perasaan secara spontan yang penuh daya berpangkal pada emosi, yang berpadu kembali dalam
kedamaian.

Dalam penelitian ini penulis mengunakan pendapat Waluyo (dalam Senet, 2009:13) dalam penelitian
ini pendapatnya adalah satu bentuk kesusastraan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair
secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa yakni dengan
mengkonsentrasikan struktur fisik dan struktur bantinya.

2.2 Pengajaran Puisi

Pembelajaran sastra di dalam penerapan Kurikulum 2013 perlu menekankan pada kenyataan
bahwa sastra merupakan seni yang dapat diproduksi dan diapresiasi sehingga pembelajaran
hendaknya bersifat produktif dan apresiatif. Pembelajaran sastra merupakan suatu upaya untuk
meningkatkan kemampuan menikmati, menghayati, memahami karya sastra, serta meningkatkan
keberanian dan keterampilan untuk menuangkan gagasan dan perasaan dalam berbagai bentuk karya
sastra.

Pengajaran puisi merupakan bagian dari pembelajaran sastra. Pengajaran puisi adalah
proses pemindahan pengetahuan atau keterampilan dalam memahami, menilai, dan menciptakan suatu
karya sastra, khususnya puisi. Mengajarkan sebuah puisi berarti mengungkapkan suatu dunia
kehidupan dengan medium bahasa yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti diksi (pilihan
kata), citraan, rima, tipografi, dan lain sebagainya (Senet, 2009:36).

Menurut Senet (2009:36) bahwa pengajaran puisi sebagai bagian dari pengajaran sastra
bertujuan :

a. Siswa memperoleh kesenangan dari membaca dan mempelajari puisi


sehingga tumbuh keinginan membaca dan mempelajari puisi pada
waktu senggangnya;

b. Siswa memperoleh pengetahuan dan pengertian dasar tentang puisi


sehingga tumbuh keinginan memadukannya dengan pengalaman
pribadinya yang

diperoleh di sekolah kini dan mendatang;

c. Mengarahkan siswa agar dapat menguasai bentuk tulisan dan gaya


bahasa sastra;

12
d. Membantu siswa agar menguasai keterampilan menulis;
e. Membantu siswa agar dapat mengomunikasikan pikiran, perasaan, dan
segala sesuatu yang menarik perhatiaanya dengan cara yang efektif dan
bermakna;

f. Membantu dan memperluas wawasan siswa tentang diri dan


lingkungannya dan orang lain;dan

g. Membantu siswa menciptakan sesuatu yang menyenangkan,


mengembangkan, dan memuaskan.

2.3 Metode Puisi

Metode yang digunakan penyair untuk mengungkapkan sesuatu dengan jelas dan seluas mungkin
tetapi dengan kata sesedikit mungkin, antara lain sebagai berikut.

2.3.1 Diksi (diction)

Diksi berarti pilihan kata yang biasanya diusahakan oleh penyair secermat dan seteliti
mungkin. Kata-kata yang digunakan oleh penyair dalam puisinya tidaklah seluruhnya bergantung
pada makna denotatif, tetapi lebih cenderung bergantung pada makna konotatif. Nilai konotatif inilah
yang justru lebih banyak memberi efek bagi para penikmatnya. Dengan demikian, kecakapan
menggunakan kata-kata, penyair dapat membangkitkan imajinasi pembacanya.

Diksi merupakan hal yang esensial dalam struktur puisi karena kata merupakan media
ekspresi utama. Waluyo, (1991:73) menyatakan, bahwa kata dalam puisi lebih bersifat konotatif
artinya memiliki kemungkinan makna yang lebih dari satu. Kata-kata dalam puisi dipilih dengan
mempertimbangkan berbagai aspek estetis dan juga puitis artinya mempunyai efek keindahan yang
berbeda dari kata-kata yang kita pakai dalam kehidupan sehari-hari. Maka kata-kata yang dipilih
penyair bersifat absolut dan tidak dapat diganti. Apabila diganti akan mengganggu kompisisi dan daya
magis dari puisi itu sendiri. Setiap kata mempunyai beberapa fungsi, baik fungsi makna, fungsi bunyi,
maupun fungsi pengungkapan nilai estetika bentuk lainnya. Oleh karena itu, diperlukan ketepatan
pemilihan kata dan tidak hanya sekadar bagaimana suatu makna diungkapkan, tetapi juga apakah kata
yang dipilih benar-benar mampu mengungkapkan suatu ekspresi yang melahirkan pesan-pesan
tertentu tanpa meninggalkan aspek estetisnya.

Jadi, pemilihan kata di dalam puisi sangat menentukan kualitas dan estetika sebuah puisi itu
sendir, sebab diksi yang tepat akan mampu melahirkan irama maupun bentuk puisi secara

13
keseluruhan, sehingga ketika puisi itu dibaca atau diperdengarkan akan mampu membuat pembaca
atau pendengarnya merasakan keindahannya. Namun, perlu diperhatikan bahwa pemilihan kata harus
didasarkan pada maksud dan pesan yang ingin disampaikan oleh penyair supaya tidak menimbulkan
interpretasi yang beragam, bahkan terbalik dari maksud yang sebenarnya.

2.3.2Imajinasi (imageri)

Imajinasi adalah bayangan atau khayalan yang timbul akibat katakata yang digunakan oleh
penyair sehingga pembaca tergugah untuk menggunakan kemampuannya, melihat, mendengar
perasaan secara fantasi yang dilakukan oleh penyair dengan puisi-puisinya. Pilihan kata dalam suatu
puisi hendaknya dapat melakukan imajinasi tentang suasana pada waktu itu (Waluyo, 1991: 97).

Penyair ingin menyuguhkan pengalaman baik yang pernah dialaminya kepada penikmat
karyanya. Untuk memenuhi keinginan tersebut dengan pemilihan serta penggunaan kata-kata yang
tepat dalam karya mereka. Pemilihan penggunaan kata-kata yang tepat dapat memperkuat serta
memperjelas daya-bayang pikiran manusia; dan energy tersebut dapat pula mendorong imajinasi atau
daya-bayang kita untuk menjelmakan gambaran yang nyata (Tarigan, 1984:30).Dengan menarik
perhatian pada beberapa perasaan jasmaniah, sang penyair berusaha membangkitkan pikiran dan
perasaan para penikmat sehingga mereka menganggap bahwa merekalah yang benar-benar mengalami
peristiwa perasaan jasmaniah tersebut.

Dengan demikian, imajinasi penyair dapat menyatakan pembaca bahwa apa yang dilakukan
oleh penyair dalam puisinya merupakan suatu realitas, bahwa pembaca beranggapan seolah-olah
merekalah yang mengalami peristiwa yang dituangkan oleh penyair lewat puisinya.

2.3.3Kata-kata Nyata (the concrete word)

Kata-kata nyata adalah kata-kata yang digunakan penyair untuk melukiskan dan menyatakan
sesuatu dengan setepat-tepatnya dan secermat-cermatnya sehingga meningkatkan imaji (daya bayang)
pembaca, maka kata-kata harus diperkonkret. Maksudnya adalah bahwa kata-kata itu dapat mengarah
kepada arti yang menyeluruh, seperti halnya pengimajian. Kata yang diperkonkret ini juga erat
hubungannya dengan penggunaan kata-kata kiasan dan lambang-lambang. Apabila seorang penyair
mahir dalam memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, atau
merasa seperti apa yang dilukiskan oleh penyair. Dengan demikian pembaca akan terlibat penuh
secara lahir dan batin ke dalam puisi tersebut (Waluyo, 1991: 81).

2.3.4Majas (figurative language)

Untuk membangkitkan daya imajinasi, penyair menggunakan berbagai macam cara, salah
satu diantaranya yaitu dengan memanfaatkan majas atau gaya bahasa. Penyair menggunakan bahasa
yang bersusunsusun atau berpigura sehingga disebut bahasa figuratif. Bahasa figuratif menyebabkan

14
puisi menjadi prismatis artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. . Karena itulah
penyair dalam hal ini menggunakan berbagai macam gaya bahasa yang merupakan suatu kemampuan
menggunakan kata-kata yang indah sehingga menimbulkan daya tarik dan daya ungkapannya semakin
bertambah serta senantiasa dapat membangkitkan daya imajinasi. Bahasa figuratif adalah bahasa yang
digunakan oleh penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak
langsung mengunkapkan makna kata atau bahasanya bermakna kias atau makna lambang (Waluyo,
1991: 83).

2.3.5Rima (persajakan)

Rima adalah persamaan bunyi atau pengulangan bunyi dalam satu baris, beberapa baris atau
semua baris puisi untuk menghadirkan unsur musikalitas puisi terutama pada saat dibacakan. Melalui
pengulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu jika dibaca. Dalam mengulangi bunyi itu, penyair juga
mempertimbangkan lambing bunyi. Rima sangat erat hubungannya dengan arti rasa dan nada serta
tujuan maupun amanatnya.Irama merupakan tinggi rendahnya suara, panjang pendeknya suara, cepat
lambatnya suara pada waktu membaca atau mendeklamasikan puisi dan penggunaan rima disesuaikan
menurut tempat dan susunannya.

Dengan cara ini, pemilihan bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana pada puisi.
Persajakan yang sering digunakan penyair meliputi: (1) asonamsi adalah persamaan bunyi vocal
dalam satu atau beberapa baris puisi, (2) aliterasi adalah penggunaan konsonan dalam satu baris puisi,
dan (3) rima mutlak atau sempurna adalah persamaan bunyi pada beberapa baris puisi karena ada
pengulangan pada salah satu atau beberapa kata dalam bait puisi (Sarjana Putra. 2010:24).

2.4 Hakikat Puisi

Dari beberapa pendapat di atas mengenai pengertian puisi sudah jelas betapa sulitnya
memberikan batasan yang tepat terhadap puisi. Menurut I.A Richards sebagaimana yang dikutip
Herman J. Waluyo menyatakan batin puisi ada empat, yaitu : tema (sense), perasaan penyair (feeling),
nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone), amanat (intention) (Waluyo, 1991:180-181).

2.4.1Tema (sense)

Cuddon dan Cohen (dalam Senet, 2009:30) menyatakan bahwa tema merupakan gagasan
pokok atau subject-matter atau ide sentral yang dikemukakan oleh penyair dalam karya sastranya.
Pokok pikiran atau gagasan pokok itu dalam karya sastra dapat disampaikan secara eksplisit atau
langsung dan implicit atau tidak langsung. Tema yang disampaikan secara implicit atau tidak langsung
biasanya sulit ditangkap.

15
Tema sebuah puisi akan menjadi bagian yang paling utama melatarbelakangi ide atau gagasan
yang terdapat di dalam sebuah puisi. Pada hakikatnya, sebelum menulis puisi terlebih dahulu penyair
menentukan tema yang dipilih sebagai materi mengenai puisi yang akan

ditulis.

2.4.2Rasa (feeling)

Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai dua orang atau lebih menghadapi suatu masalah
dengan sikap berbeda, demikian juga seorang penyair. Ada penyair yang menaruh sikap simpatik,
memuja, marah, rasa sedih, dan berduka. Ambil sebagai contoh tuna karya, Si A mungkin
menghadapinya deongan sikap acuh tak acuh, sedangkan Si B dengan sikap kemanusiaan yang penuh
belas kasih. Jadi, rasa adalah sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan atau persoalan yang
terkandung dalam puisi.

2.4.3Nada dan Suasana (tone)

Nada (tone) merupakan sifat emosional penyair yang tergambarkan dalam karya sastra. Zaidan
(dalam Senet, 2009:32) menjelaskan bahwa nada (tone) itu adalah sikap mental yang mencerminkan
suasana hati pengarang yang tersirat dalam karyanya. Hal ini mungkin berupa sikap romantik, ironis,
misterius, gembira, tidak sabar, keras hati, menggurui, menasehati, mengejek, menyindir,
mencemooh, memberontak, iri hati, gemas, penasaran atau yang lainnya. Suasana adalah keadaan jiwa
pembaca setelah membaca puisi atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca.
Dapat disimpulkan bahwa nada dan suasana hati penyair akan mempengaruhi puisi yang
dihasilkannya. Jika suasana hati penyair sedang senang maka cenderung puisi yang dihasilkan adalah
puisi bernuansa gembira. Sebaliknya, suasana hati penyair sedang sedih, ada kecenderungan puisi
yang diciptakannya adalah puisi yang bernuansa sedih pula.

2.4.4Amanat atau Pesan (Massage)

Amanat (massage) adalah maksud atau pesan yang disampaikan penyair atau pengarang berupa
gagasan kepada pembaca, pendengar, penonton, baik tersurat maupun tersirat yang disampaikan
penyair melalui karyanya, Zaidan (dalam Senet, 2009:32). Penghayatan terhadap amanat (massage)
sebuah puisi tidak secara objektif, melainkan subjektif dan umum, artinya berdasarkan interpretasi
atau penafsiran pembaca. Pesan yang disampaikan oleh penyair di dalam puisi cenderung bersifat
implisit atau tersembunyi. Melalui tindakan mengapresiasinya, pembaca atau penikmat puisi akan
menemukan sendiri pesan-pesan itu dibalik rangkaian kata-kata dalam sebuah puisi. Jadi amanat
adalah pesan dan kesan yang hendak disampaikan penyair kepada pembaca lewat karya-karyanya

berupa puisi.

16
2.5 Pengertian Menulis

Tarigan, (dalam Senet, 2009:10) menyatakan menulis merupakan suatu kegiatan yang
produktif dan ekspresif. Menulis merupakan kegiatan yang ekspresif karena dengan menulis
seseorang dapat mengungkapkan gagasan, maksud, pikiran, atau pesan yang dimilikinya kepada orang
lain. Di samping itu, menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang memegang peranan
penting di dalam proses komunikasi yang efektif. Menulis, seperti halnya keterampilan berbicara,
merupakan salah satu keterampilan yang bersifat produktif. Artinya, menulis merupakan kegiatan
yang bersifat menghasilkan atau menulis merupakan kegiatan yang aktif menghasilkan tulisan.
Akhadiah, dkk. (1988:2) menyatakan bahwa menulis adalah kemampuan kompleks yang menuntut
sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Dengan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar
secara aktif. Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah bukan sekadar menjadi penyadap
informasi dari orang lain. Penulis akan lebih mudah memecahkan permasalahannya, yaitu
menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih kongkret. Kegiatan menulis yang terencana
akan membiasakan kita berpikir serta berbahasa secara tertib.

Depdikbud (dalam Senet, 2009:11) mengemukakan bahwa keterampilan menulis


merupakan keterampilan tertinggi dalam pengajaran bahasa Indonesia. Menulis dikatakan sebagai
kegiatan tertinggi karena keterampilan menulis merupakan keterampilan kognitif (memahami,
mengetahui, dan memersepsi) yang kompleks yang menghendaki strategi kognitif yang tepat,
keterampilan intelektual, informasi verbal, dan motivasi yang tepat Gagne dan Achmadi (dalam Senet,
2009:11). Dibandingkan dengan ketiga keterampilan yang lain (menyimak, berbicara, dan membaca),
keterampilan menulis lebih sulit karena dalam menulis, di samping pengetahuan tentang kosakata,
perlu juga pengetahuan tentang ejaan, tanda baca, dan kalimat efektif. Atau dengan kata lain,
keterampilan menulis itu meliputi bagaimana cara menuangkan pikiran dalam kalimat dengan
menggunakan kata yang tepat serta penulisan yang sesuai dengan ejaan. Selain itu, dalam kegiatan
menulis dituntut adanya pengetahuan dan pemahaman mengenai topik yang ditulis dan bagaimana
cara yang baik dalam menuangkannya ke dalam bentuk tulisan.

Semi (dalam Senet, 2009:11) menyatakan bahwa “Menulis itu merupakan salah satu
keterampilan berbahasa, merupakan kegiatan perekaman bahasa lisan ke dalam bentuk bahasa
tulisan”. Pada hakikatnya, menulis sama dengan berbicara karena materi yang digunakan sama, yaitu
kata dan kalimat sehingga wajarlah dikatakan bahwa menulis adalah upaya memindahkan bahasa
lisan ke dalam wujud tertulis. Hanya dalam kegiatan tulis-menulis diperlukan pengetahuan tentang
ejaan dan tanda baca.

Dalam penelitian ini penulis sepakat dan mengunakan pendapat Tarigan, (dalam Senet, 2009:10)
dalam penelitaian ini menyatakan menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif

17
menulis merupakan kegiatan yang ekspresif karena dengan menulis seseorang dapat mengungkapkan
gagasan, maksud, pikiran, atau pesan yang dimilikinya kepada orang lain.

2.6 Pengertian Kemampuan Menulis Puisi

Dalam menciptakan dan menyatakan maksud gagasan dan perasaan dalam kegiatan menulis,
penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi (ilmu yang mempelajari tentang aksara dan sistem
penulisannya) dan kosakata yang digunakan Tarigan (dalam Senet, 2009:12). Seperti halnya dalam
menciptakan karya sastra, dalam hal ini puisi, seorang pengarang akan menyampaikan gagasan atau
ide yang tersimpan dibenaknya kepada orang lain melalui bahasa sebagai medianya. Menulis puisi
biasanya dijadikan media untuk mencurahkan perasaan, pikiran, pengalaman, dan kesan terhadap
suatu masalah, kejadian, dan kenyataan di sekitar kita.

Puisi merupakan karya sastra yang padat arti. Artinya, penyair mengungkapkan perasaan dan
pikirannya dengan kata-kata yang ringkas, namun tetap menunjukan adanya unsur estetis ketika
dibaca.Kemampuan menulis puisi merupakan kesanggupan dari seorang pengarang dengan kecakapan
atau kekuatan imajinasinya untuk mencurahkan pikirannya dan membutuhkan daya kreasi dari
pengarangnnya dalam menggunakan bahasa atau pilihan kata yang tepat sehingga menghasilkan karya
puisi yang mengandung nilai keindahan khususnya puisi.

2.7 Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Leraning)

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan
mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu,
hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa
(Depdiknas, 2002:1).

Tujuan pembelajaran kontekstual adalah untuk membekali siswa berupa pengetahuan dan
kemampuan (skill) yang lebih realistis karena inti pembelajaran ini adalah untuk mendekatkan hal-hal
teoritis ke praktis. Sehingga dalam pelaksanaan metode ini diusahakan teori yang dipelajari teraplikasi
dalam situasi riil. Bagi guru metode ini membantu dosen mengaitkan materi yang diajarkan dengan
dunia nyata dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan sebelumnya (pior
knowledge) dengan aplikasinya dalam kehidupan mereka dimasyarakat Khilmiyah (dalam Taniredja
2011:50).

Dalam konteks ini, peserta didik perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam
status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna

18
bagi hidupnya nanti. Dengan demikian mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan
suatu bekal untuk hidupnya kelak. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan
berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan
pembimbing. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah sebagai berikut:

a. Membimbing peserta didik mencapai tujuannya;

b. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi; dan

c. Mengelola kelas sebagai sebuah timyang bekerja bersama untuk menemukan


sesuatu yang baru bagi anggota kelas. Sesuatu yang baru baik pengetahuan
maupun keteampilan datang dari menemukan sendiri bukan dari guru itu sendiri.

Kontekstual hanya sebagai sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi


pembelajaran yang lain, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih
produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dilaksanakan tanpa harus mengubah
kurikulum dan tatanan yang ada.

Menurut Zahorik (dalam Taniredja 2001:51) terdapat lima elemen yang harus diperhatikan
dalam praktik pembelajaran kontekstual yaitu:

a. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge);

b. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge)dengan cara


mempelajari secara keseluruhan dahulu, kemudian memperhatikan detailnya;
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) yaitu dengan cara
menyusun konsep sementara (hipotesis), melakukan sharing kepada orang
lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu konsep
tersebut direvisi dan dikembangkan;

d. Memperaktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying


knowledge), dan

e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan


pengetahuan tersebut.

Menurut Johnson (dalam Taniredja 2011:51) bahwa pendidikan kontekstual


memiliki tiga prinsip dasar yaitu:

19
a. Belajar menghasilkan perubahan prilaku anak didik yang
relatif permanen, artinya peran penggiat pendidikan khususnya
guru dan dosen adalah sebagai pelaku perubahan (agent of
change);

b. Anak didik memiliki potensi, gandrung dan kemampuan yang


merupakan benih kodrati untuk ditumbuhkembangkan tanpa
henti; dan

c. Perubahan atau pencapaian kualitas idealn itu tidak tumbuh


alami linier sejalan proses kehidupan. Artinya, proses belajar
mengajar memang merupakan bagian dari kehidupan itu
sendiri, tetapi didesain secara khusus, dan diniati demi
tercapainya kondisi atau kualitas ideal.

2.7.1 Prinsip Pembelajaran Kontekstual

Prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru yaitu sebagai berikut.

1. Konstruktivisme (Constructivism)

Constructivism (Konstruktivisme) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL,


yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi
pengetahuan itu dan memberikan makna melalui pengalaman nyata (Depdiknas,2002:11). Siswa
perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan
bergelut dengan ide-ide. Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses
mengkonstruksi bukan menerima pengathuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar.

2. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan
dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta,
tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada
kegiatan menemukan, apapun matei yang diajarkan (Depdiknas, 2002:12). Dimana pembelajaran
siswa merupakan hasil dan kreativitas siswa itu sendiri, akan bersifat lebih tahan lama diingat oleh
siswa bila dibandingkan dengan sepenuhnya merupakan pemberian dari guru.

20
3. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya. Bertanya merupakan
strategi utama dalam pembelajaran kontekstual. Melalui penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih
hidup, akan mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan mendalam, dan akan
banyak ditemukan unsur-unsur terkait yang sebelumnya tidak terpikirkan baik oleh guru maupun oleh
siswa. Kegiatan bertanya berguna untuk : (1) menggali informasi, baik administrasi maupun
akademis, (2) mengecek pemahamn siswa, (3)membangkitkan respon kepada siswa, (4) mengetahui
sejauhmana keingintahuan siswa, (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, (6) untuk
membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, (7) memfokuskan perhatian siswa pada
sesuatu yang dikehendaki guru, dan (8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa (Depdiknas,
2002:14).

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama
dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok, dan antara yang
tahu ke yang belum tahu. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah.
Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh
teman bicaranya dan sekaligus meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Kegiatan
saling belajar ini dapat terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada
pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak
mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan,
pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari.

5. Pemodelan (Modeling)

Guru bukan satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan dan
keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai
dengan keiinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Dengan begitu model dapat dirancang
dengan melibatkan siswa. Tahap pembuatan model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan
pembelajaran agar siswa memenuhi harapan secara menyeluruh, dan membantu mengatasi
keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.

6. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang
tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru
dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan respon terhadap kejadian,

21
aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima (Depdiknas, 2002 :18). Refleksi dilaksanakan oleh
guru pada akhir pelajaran dengan realisasinya berupa: (1) pernyataan langsung tentang apa-apa yang
diperoleh hari itu, (2) catatan atau jurnal di buku siswa, (3) kesan dan saran siswa mengenai
pembelajaran hari itu, (4) diskusi, dan (5) hasil karya.

7. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)

Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar
bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Data yang dikumpulkan
melalui kegiatan penilaian bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran
yang benar memang seharusnya ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir
periode pembelajaran. Karena penilaian menekankan proses pembelajaran, maka data yang
dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses
pembelajaran.

2.7.2Penerapan Pembelajaran Kontekstual pada Bahasa Indonesia


Belajar secara kontekstual adalah belajar yang akan terjadi bila dihubungkan dengan
pengalaman nyata sehari-hari. Secara umum ada beberapa langkah pembelajaran kontekstual sebagai
berikut :

1. Pembelajaran aktif : peserta didik diaktifkan untuk


mengkonstruksikan pengetahuan dan pemecahan masalah;

2. Multi konteks :pembelajaran dalam konteks yang ganda


memberikan peserta didik pengalaman yang dapat digunakan
untuk mempelajari dan

mengidentifikasikan ataupun memechkan masalah dalam konteks baru;

3. Koprasi dan kursus (penjelasan atau ceramah): peserta didik


belajar dari orang lain melalui koprasi, kursus, kerja tim dan
mandiri;

4. Berhubungan dengan dunia nyata: pembelajaran yang


menghubungkan dengan isu-isu kehidupan nyata melalui
kegiatan pengalaman di luar kelas dan simulasi;

22
5. Pengetahuan prasyarat atau awal: pengalaman awal peserta
didik dan situasi pengetahuan yang mereka dapat akan berarti
atau bernilai dan Nampak sebagai dasar dalam pembelajaran;

6. Ragam nilai: pengajaran yang fleksibel menyesuaikan


kebutuhan dan tujuantujuan dan peserta didik, peserta didik
yang berbeda;

7. Konstribusi pada masyarakat: suatu cara yang dapat


meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui pembelajaran
atau akibat prosesnya harus diutamakan;
8. Penilaian otentik: proses belajar peserta didik perlu dinilai
dalam konteks ganda yang bermakna;

9. Pemecahan masalah : berpikir tingkat tinggi yang diperlukan


dalam memecahkan masalah nyata harus ditekankan adalah hal
berkemaknaan memorisasi dan pengulangan-pengulangannya;

10. Mengarahkan sendiri (self-direction): peserta didik ditantang


dan dimungkinkan membuat pilihan-pilihan, mengembangkan
alternative dan diarahkan sendiri, berbagi dengan guru;dan

11. Memperhatikan masyarakat kelas: melibatkan kerjasama guru


dengan peserta didik dan peserta didik dengan peserta didik di
kelas sangat membantu atau mendukung proses pembelajaran
(Wina Sanjaya, 2009:253).

2.7.2 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kontekstual

Setiap pembelajaran tentu ada keunggulan dan kelemahan begitu pula dengan pembelajaran
kontekstual. Keunggulan dan kelemahan pembelajaran kontekstual akan diuraikan di bawah ini.

2.7.3.1Keunggulan pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut.


a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya
siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara
pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan

23
saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional,
akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat
dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah
dilupakan.
b. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan
penguatan konsep kepada siswa karena metode
pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme,
dimana seorang siswa dituntut untuk menemukan
pengathuannya sendiri. Melalui landasan filosofis
konstruktivisme siswa diharapkan belajar
melalui”mengalami”bukan”menghafal”.

c. Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan


pada aktovitas siswa secara penuh, baik fisik maupun
mental.

d. Kelas dalam pembelajaran kontekstual bukan sebagai


tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai
tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di
lapangan.

e. Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa,


bukan hasil pemberian dari guru.

f. Penerapan pembelajaran kontekstual dapat menciptakan


suasana pembelajaran yang bermakna (Wina Sanjaya,
2009:253).

2.7.3.2 Kelemahan pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut:

1. Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses


pembelajaran kontekstual berlangsung;

2. Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat


menciptakan situasi kelas yang kurang kondusif;

3. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam


metode CTL, guru tidak lagi berperan sebagai pusat

24
informasi. Tugas guru adalah mengelolah kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan
pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi siswa.
Siswa dipandang sebagai individu yang sedang
berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan
dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasaan
pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran
guru bukanlah sebagai instruktur atau “penguasa” yang
memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing
siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap
perkembangannya;dan

4. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk


menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan
mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar
menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk
belajar. Namun dalam konteks ini tentu guru memerlikan
perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar
tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan
semula (Wina Sanjaya, 2009:253). .

2.8Media GambarPerisitiwaSebagaiInspirator

Sadiman (2008: 29) mengungkapkan bahwa media pendidikan gambar merupakan media
yang paling umum dipakai, gambar merupakan bahasa yang umum, yang dapat dimengerti dan
dinikmati di mana-mana. Oleh karena itu, pepatah Cina yang mengatakan bahwa sebuah gambar
berbicara lebih banyak daripada seribu kata.

Media gambar peristiwa merupakan sebuah media pendidikan berupa gambar sebuah
peristiwa atau kejadian yang pernah terjadi didalam kehidupan manusia. Media gambar sebagai media
pembelajaran menulis memiliki kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan media gambar
menurut Sadiman (2008: 29), sebagai berikut:

1. Gambar bersifat konkret, gambar lebih menunjukkan pokok masalah


dibandingkan dengan media verbal semata.

2. Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu.

3. Gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.

25
4. Gambar dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan
untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau
membetulkan kesalahpahaman.

5. Gambar harganya murah dan mudah didapat serta digunakan tanpa

peralatan khusus.

Selanjutnya, Sadiman (2008: 29) mengungkapkan beberapa kelebihan media gambar sebagai berikut.

1. Gambar hanya menekankan persepsi indera mata.

2. Gambar benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan


pembelajaran.

3. Media gambar ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.

Penggunaan media gambar peristiwa sebagai media ispirator pembelajaran menulis puisi,
selain mudah didapatkan juga memudahkan siswa dalam memunculkan ide yang kreatif dalam bentuk
puisi. Hal tersebut dikarenakan media gambar mampu menyampaikan pesan atau informasi secara
visual sehingga merangsang kreativitas siswa dalam menafsirkan dan mengemukakan sendiri hal-hal
yang terkandung di dalamnya. Hal-hal yang didapat melalui media gambar tersebut selanjutnya
dituangkan dalam bentuk rangkaian kata yang kemudian disusun menjadi sebuah puisi.

26
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode merupakan suatu cara yang sangat menentukan dalam mencapai suatu tujuan, terlebih
lagi dalam penelitian yang bersifat ilmiah. Metode dapat diartikan sebagai jalan untuk mencapai
tujuan (Netra, 1974:50). Karena itu tercapai atau tidaknya tujuan yang dicari atau diinginkan itu
bergantung kepada metode yang dipergunakan. Tanpa adanya metode, maka tujuan penelitian tidak
dapat dicapai dengan baik. Sehubungan dengan pernyataan di atas, maka dalam penelitian ini
menggunakan metode yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, yaitu : (1) jenis penelitian, (2)
subjek, objek, dan tempat penelitian, (3) rancangan penelitian, (4) prosedur penelitian penelitian, (5),
Metode pengumpulan data dan instrumen dan (6) analisis data.

3.1JenisPenelitian

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom
Action Research) adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-
tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktik-praktik pengajaran di kelas
secara professional. Penelitian tindakan kelas membentuk sebuah siklus yaitu satu putaran kegiatan
beruntun, yang kembali ke langkah semula. Ciri utamanya adalah bertujuan untuk memperoleh
penemuan yang signifikan secara operasional, sehingga dapat digunakan ketika kebijakan
dilaksanakan.

3.2Subjek, Objek, danTempatPenelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas kelas VII A Albanna Denpasar. Alasan
memilih kelas VII A sebagai subjek penelitian adalah karena siswa masih kesulitan mengemukakan
ide-ide dalam pelajaran menulis puisi dan ada beberapa siswa yang mendapat nilai di bawah standar
ketuntasan belajar dalam menulis puisi. Atas dasar pertimbangan itulah, penelitian ini dilakukan.
Objek penelitian ini adalah peningkatan kemampuan menulis puisi melalui model pembelajaran
kontekstual dengan inspirator gambar peristiwa. Tempat penelitian ini akan dilaksanakan di SMP
Albanna Denpasar 2013/2014.

27
3.3RancanganPenelitian

Rancangan penelitian tindakan kelas ini direncanakan sampai pada siklus ke-N hingga
dicapai hasil sesuai dengan target yang diinginkan. Adapun target yang diinginkan dalam penelitian
ini adalah 8,0. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Penelitian
tindakan kelas yang peneliti gunakan adalah model Kurt Lewin. Model ini mempunyai konsep pokok
yang terdiri atas empat komponen, yaitu :

a. Perencanaan (Planning), yaitu tindakan yang akan dilakukan


untuk memperbaiki, melakukan perubahan perilaku dan sikap
sebagai solusi untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi.

b. Tindakan (Acting), yaitu pembelajaran seperti apa yang


dilakukan peneliti sebagai upayah perbaikan, perubahan yang
diinginkan dan peningkatan kemampuan menulis puisi.
c. Pengamatan (Observing), yaitu penelitian mengamati dampak
dari tindakan yang dilaksanakan terhadap siswa selama
pembelajaran dan pengamatan

terhadap hasil kerja siswa.

d. Refleksi (Reflecting), yaitu kegiatan yang dilakukan peneliti


yaitu melihat, mengkaji dan mempertimbangkan hasil yang
diperoleh dari tindakan tersebut dari beberapa segi. Sehingga
dapat dilakukan revisi terhadap rencana sebelumnya oleh
peneliti bersama guru.

Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :

Refleksi awal → Rencana tindakan I → Pelaksanaan tindakan I → Observasi → Refleksi → Rencana


tindakan II → Pelaksanaan tindakan II → Obsevasi → Refleksi→ Rencana tindakan III →
Pelaksanaan tindakan III → Observasi → Refleksi→N dan seterusnya → memutuskan tindakan
terbaik.

3.4 Pengumpulan Data danInstrumenPenelitian

Berhasil tidaknya penelitian dilakukan dapat diketahui dari data yang diperoleh. Terkait
dengan itu, untuk memperoleh data dalam menjawab masalah penelitian dapat dilakukan dengan
menggunakan instrumen penelitian yaitu sebuah alat bantu yang dipilih peneliti dalam kegiatan
pengumpulan data, agar kegiatan tersebut berjalan dengan sistematis. Arikunto (dalam Sarjana,

28
2010:43). Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini berupa observasi
dan tes sebagai metode utama untuk memperoleh data:

3.4.1Metode Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati kegiatan guru dan siswa dalam proses belajar
mengajar, khususnya dalam pembelajaran menulis puisi. Observasi yang dilakukan penulis yaitu
mengamati secara langsung objek yang diteliti tanpa ikut terlibat dalam kegiatan pembelajaran
sehingga tidak mempengaruhi jalannya proses belajar-mengajar. Hasil yang di dapat dari observasi
yang dilakukan penulis yaitu : mengetahui jangkauan materi yang sudah diberikan kepada siswa,
mengetahui model pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam mengajar, dan

mendapatkan data yang lebih akurat mengenai pembelajaran menulis puisi.

3.4.2Metode Tes
Metode tes dalam penelitian ini adalah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas
yang harus dikerjakan oleh siswa yang di tes (testee) dan dari tes tersebut akan diperoleh suatu skor.
Setelah pelaksanaan pembelajaran maka dilaksanakan tes hasil belajar siswa dengan memberikan post
tes kepada seluruh siswa. Tes yang diberikan berupa tes kemampuan siswa dalam menulis puisi
melalui model pembelajaran kontekstual dengan inspirator gambar peristiwa. Adapun aspek yang
dinilai dari hasil menulis puisi siswa adalah (1) diksi (pilihan kata), (2) bentuk tulisan, (3) struktur
bahasa, (4) makna dan isi puisi, dan (5) kesesuain judul dengan konteknya.

3.4.2.1 Penetapan Skor


Pada langkah ini setelah hasil tes dikumpulkan selanjutnya adalah penentuan skor dan
masing-masing aspek diberi skor 1-10. Skor maksimal yang digunakan yaitu 50 apabila siswa mampu
menulis puisi sesuai dengan kelima aspek tersebut dan mengevaluasinya dengan menggunakan rumus
norma relatif skala 11, sehingga memperoleh data mengenai kemampuan siswa dalam menulis puisi
melalui model pembelajaran kontekstual dengan inspirator gambar peristiwa.

3.4.2.2 Mengubah Skor Mentah Menjadi Skor Standar


Langkah-langkah yang di tempuh untuk mengubah skor mentah menjadi skor standar adalah
sebagai berikut :

1. Mencari Skor Maksimal Ideal (SMI) dari tes yang


akan diberikan. Skor maksimal ideal adalah skor yang
memungkinkan dicapai apabila semuanya dapat
diselesaikan dengan benar. Skor maksimal ideal ini,
dicari dengan jalan menghitung masing-masing item;

29
2. Mencari angka rata-rata ideal (MI) untuk tes dengan
rumus sebagi berikut : MI= ½ x SMI; dan

3. Mencari Standar Deviasi Ideal (SDI) untuk tes tersebut


dengan rumus :

SDI=1/3 x MI

Membuat pedoman-pedoman konveksi dengan ketentuan sebagai berikut :


M + 2,25 SD 10

M + 1,75 SD 9

M + 1,25 SD 8 + M +0,75 SD
7

M + 0,25 SD 6

M - 0,25 SD 5

M - 0,75 SD 4

M - 1,25 SD 3

M - 1,75 SD 2

M- 2,25 SD 1

(Nurkencana, 1981:93). Atas dasar rumusan di atas, maka penyelesaiannya adalah


hasil tes yang berupa skor mentah dikonversikan menjadi skor standar dengan menggunakan norma
relative skala 11.

M = ½ x 50 = 25
Sdi = 1/3 x 25 = 8,33

Keterangan :

SMI = Skor Maksimal Ideal

MI = Angka Rata-rata Ideal

Sdi = Standar Devisi

Dari rumusan di atas, maka hasil yang diperoleh sebagai berikut :

30
Mi + 2,25 Sdi = 25 + (2,25 x 8,33) = 44

10

Mi + 1,75 Sdi = 25 + (1,75 x 8,33) = 40 9

Mi + 1,25 Sdi = 25 + (1,25 x 8,33) = 35 8

Mi + 0,75 Sdi = 25 + (0,75 x 8,33) = 31 7

Mi + 0,25 Sdi = 25 + (0,25 x 8,33) = 27 6

Mi – 0,25 Sdi = 25 – (0,25 x 8,33) = 23 5

Mi – 0,75 Sdi = 25 – (0,75 x 8,33) = 19 4

Mi – 1,25 Sdi = 25 – (1,25 x 8,33) = 15 3

Mi – 1,75 Sdi = 25 – (1,75 x 8,33) = 10 2

Mi – 2,25 Sdi = 25 – (2,25 x 8,33) = 6 1

Dengan berpedoman pada ketentuan di atas, maka skor standar yang dipakai oleh masing-
masing siswa dengan ketentuan, jika siswa yang mencapai skor 44 ke atas maka ia mendapat skor
standar 10, jika siswa mendapat skor mentah 40 sampai 43 maka siswa mendapat skor standar 9.
Demikian selanjutnya dengan label peningkatan kemampuan siswa dalam menulis puisi melalui
model pembelajaran kontekstual dengan inspirator gambar peristiwa seperti yang terdapat pada tabel
di bawah ini.

Tabel 01. Klasifikasi Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi melalui


Model Kontekstual dengan Inspirator Gambar pada Siswa Kelas VII Albanna
Denpasar TahunPelajaran 2013/2014.

No. SkorMentah SkorStandar Kategori


(1) (2) (3) (4)
01. 44-50 10 Istimewa
02. 40-43 9 BaikSekali
03. 35-39 8 Baik
04. 31-34 7 Lebihdari
Cukup
05. 27-30 6 Cukup
06. 23-26 5 HampirCukup
07. 19-22 4 Kurang
08. 15-18 3 KurangSekali
09. 10-14 2 Buruk
10. 6-9 1 BurukSekali

31
3.5 Prosedur Penelitian

Dalam penelitian tindakan kelas, kegiatan penelitian dilakukan secara multisiklus. Banyaknya
siklus yang digunakan dalam penelitian ini bergantung pada hasil yang ingin dicapai. Kegiatan setiap
siklus meliputi:

3.5.1Refleksi Awal
Berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara yang peneliti lakukan terhadap guru bahasa
Indonesia di kelas VII A Albanna Denpasar, diperoleh informasi bahwa kemampuan siswa di dalam
menulis puisi tergolong rendah. Hal ini terbukti dari nilai rata-rata yang diperoleh oleh siswa kelas VII
A masih ada yang dibawah standar yang ditetapkan sekolah yaitu 8.

Dari hasil observasi dan wawancara, peneliti memutuskan untuk melaksanakan penelitian di
kelas VII A Albanna Denpasar, dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual dengan
inspirator gambar peristiwa agar siswa mampu menerima pelajaran menulis puisi dengan baik.

3.5.2Siklus I
Pelaksanaan pembelajaran siklus I terdiri atas empat tahapan, yaitu : perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan observasi, dan refleksi.

1. Perencanaan Tindakan Siklus I


Supaya penelitian ini dapat berlangsung dengan baik, langkah
pertama yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan hal-hal
berikut:

a. Peneliti bersama guru secara kolaboratif menganalisis silabus untuk


menyesuaikan pokok bahasan agar sesuai dengan tujuan pembelajaran;

b. Peneliti menjelaskan kepada guru mengenai skenario prosedur pembelajaran


yang akan diterapkan dalam model pembelajaran;

c. Peneliti secara kolaboratif bersama guru menyusun RPP (Rencana


Pelaksanaan Pembelajaran) sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan;

d. Alat evaluasi berupa tes yang menugaskan siswa membuat puisi;dan

e. Pedoman dan kriteria penilaian untuk mengoreksi hasil tulisan.

2. Pelaksanaan Tindakan Siklus I

32
Sebelum menerapkan pembelajaran siswa mengenai menulis puisi melalui model
pembelajaran kontekstual dengan inspirator gambar peristiwa , guru memberikan tes awal dalam
bentuk penugasan untuk mengetahui kesiapan belajar dan kemampuan siswa terhadap materi yang
disajikan pada siklus I. Dari hasil tes awal tersebut diketahui kemampuan siswa dalam menulis puisi
masih sangat kurang. Oleh karena itu, siswa diberikan penjelasan tentang menulis puisi. Model
pembelajaran tersebut mengikuti skenario prosedur pembelajaran sebagai berikut :

Tabel 02. SkenarioPembelajaranPelaksanaanTindakan

N Guru No Siswa
o
(1 (2) (3) (4)
)
Pendahuluan
01. Membuka pelajaran mengucapkan salam 01. Mengucapkan salam.
Pembukaan
02 02. Memberitahukan siswa lain
yang tidak hadir
03 Menyimak dengan konsentrasi

03. Mengecek kehadiran siswa. Memberikan


Menyimak dengan baik sambil
apersepsi terkait dengan pelajaran.
04. mencatat;dan
Menyampaikan tujuan pembelajaran.
04. Menginformasikan pembelajaran yang Menyimak dengan konsentrasi.
akan dilakukan. 05.

05.

Inti

Eksplorasi

33
01. Menjelsakan materi pelajaran. 01. Mencatat hal-hal yang
dianggap penting.

Menanyakan hal-hal yang belum


02. Memberikan kesempatan siswa untuk bertanya. 02.
dipahami.
Memperkenalkan dan membahas contoh puisi
Mendengarkan penjelasan guru.
yang berisi gambar peristiwa.
03. 03.
Memberikan kesempatan kepada siswa
bertanya, berpendapat atau memberikan
masukan.
Menanyakan hal-hal yang
04. Memberikan kesempatan kepada siswa auntuk 04. belum dipahami atau
mengamati gambar peristiwa yang di siapkan mengajukan pendapat. Mengamati
gambar peristiwa

05. Elaborasi 05.

06. Menugaskan siswa menulis ide-ide dasar 06. Menuliskan ide-ide dasar sebagai
sebagai bahan dasar penulisan puisi. bahan dasar penulisan puisi.

Menugaskan siswa untuk menulis sebuah puisi


berdasarkan ide-ide dasar yang ditulis tadi.
Menulis sebuah puisi dengan
07. 07.
mengembangkan ide-ide dasar
yang ditulis tadi.

(1) (2) (3) (4)


Konfirmasi

34
8. Menugaskan siswa membacakan puisinya di 8. Membacakan puisinya di
depan kelas kemudian siswa lain dan guru depan kelas kemudian siswa
mengomentari puisi tersebut; dan lain dan guru mengomentari
puisi tersebut; dan Merevisi
Memberikan kesempatan kepada siswa
puisi.
untuk merevisi puisinya.

9. 9.

Penutup
10. Menyuruh siswa mengumpulkan puisi yang 10. Mengumpulkan puisi yang

sudah di revisi;dan sudah direvisi;dan

Menutup pelajaran dan Mendengarkan dengan baik dan


mengucapkan salam. membalas salam.
11. 11.

3. Evaluasi dan Observasi

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam menulis puisi. Evaluasi ini
berupa tes penugasan yang diberikan kepada masingmasing siswa setelah tindakan selesai dilakukan.
Dengan adanya hasil tes tersebut peneliti dapat melakukan refleksi dan menarik kesimpulan untuk
merencanakan aktifitas selanjutnya guna melakukan tindakan pada siklus berikutnya.

Observasi yang dilakukan penulis adalah pengamatan secara langsung pada saat
berlangsungnya kegiatan proses belajar mengajar di kelas. Observasi dilaksanakan untuk
mendapatkan data yang akurat mengenai pelaksanaan tindakan dan menjadi pedoman untuk
melakukan tindakan selanjutnya. Dalam melakukan observasi ini, penulis duduk di belakang mencatat
semua kejadiaan, baik yang dilakukan oleh guru maupun yang dilakukan oleh siswa yang
bersangkutan di dalam kelas saat mengikuti proses belajar mengajar.

4. Refleksi

Refleksi ini dilakukan setelah akhir siklus. Acuan dalam pelaksanaan refleksi ini adalah hasil
observasi dan evaluasi. Refleksi bertujuan untuk memformalisasikan kekuatan-kekuatan yang
ditemukan, kelemahan-kelemahan dan hambatan-hambatan yang mengganjal upaya dalam pencapaian
tujuan secara optimal dan respon siswa. Hasil refleksi digunakan untuk menyempurnakan tindakan

35
penelitian pada siklus berikutnya. Jika hasil yang diinginkan dalam penelitian ini sudah tercapai,
pelaksanaan tindakan akan dihentikn.

3.6 TeknikAnalisis Data

Analisis data merupakan suatu kegiatan yang dilakukan penulis setelah mengumpulkan data.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data dan deskriptif kuantitatif, yaitu
menyusun data secara sistematis dari yang besar ke yang kecil atau sebaliknya untuk ditarik suatu
simpulan. Teknik deskriptif kuantitatif adalah suatu teknik yang menggunakan paparan sederhana
yang berkaitan dengan angka.

Data hasil observasi berupa aktifitas siswa dalam pembelajaran, data siswa guru dan situasi
kelas.Pengelolahan seluruh data yang diperoleh dilakukan setelah tindakan selesai silaksanakan.

Selanjutnya untuk memperoleh atau mencari nilai rata-rata digunakan rumus sebagai
berikut:

Keterangan :

= Rata-rata skor

= Jumlah skor standar

= Jumlah individu

(Nurkancana, 1981:

36
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pemabahasan diatas saya dapat menyimpulkan bahwa kurangnya minat baca sangat
lah mempengaruhi cara belajar siswa , sehingga guru harus mampu memahami setiap siswanya .

Guru juga harus mampu menagatasi hal tersebut , dan mencari upaya agar siswa berminat dalam
membaca buku , surat kabar , cerpen ,maupun novel dan puisi . Sehingga siswa mampu menuliskan
apa hasil pemikirannya dari buku ataupun novel yang telah dibacanya ataupun dipahaminya . Guru
juga harus mampu menggunakan metode pembelajaran apa yang akan digunakannya .

Ada pun langkah – langkah yang tepat dalam penerapan model pembelajaran
kontekstual adalah sebagai berikut :

a. Peserta didik harus lebih aktif untuk mengkontruksi


pengetahuan dan pemecahan masalah ;

b. Pembelajaran dalam konteks yang ganda meberikan


peserta didik pengalaman yang dapat di gunakan untuk
mempelajari dan mengindentifikasi atau memecahkan
masalah dalam kontek baru;

c. Peserta didik belajar dari orang lain melalui


kooprasi,kerja tim,kursus dan mandiri;
d. Pembelajaran yang menghubungkan dengan isu – isu
dalam kehidupan nyata melaui kegiatan di luar kelas dan
simulasi.

e. Pengalaman awal peserta didik dan situasi pengetahuan


yang mereka dapat akan berarti atau bernilai dan nampak
sebagai dasar dalam pembelajaran ;

f. Pengajaran yang fleksibel menyesuaikan dengan


kebutuhan dan tujuan – tujuan yang di perlukan oleh
peserta didik;

g. Pemecahan masalah berpikir tinggka tinggi yang di


perlukan dalam memecahkan masalah nyata harus di

37
tekankan adalah hal berkemaknaan memorisasi dan
pengulangan – pengulangan;

h. Memperhatikan masarakat kelas ; melibatkan kerja sama


guru dengan peserta didik dan peserta didik
denganpeserta didik di kelas sangat mendukung dan
membantu prose pembelajaran.

Saran

Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis dapat mengemukakan beberapa saran


antara lain:

a. Guru Bahasa Indonesia SMP Albanna Denpasar Sila supaya


memberi motivasi kepada siswa agar tidak mengabaikan
pembelajaran sastra khusunya menulis puisi;

b. Untuk meningkatkan apresiasi sastra mengenai menulis puisi


hendaknya para guru memberikan motivasi siswa untuk
menulis puisi dengan mengadakan perlombaan menulis puisi
antara siswa setiap tahunnya pada bulan bahasa, sehingga
secara tidak langsung dapat mengacu kreatifitas siswa dalam
mengapresiasi sastra khusunya puisi;

c. Untuk mencapai kemampuan siswa dengan prestasi yang


optimal hendaknya siswa diberikan teori tentang sastra
khusunya puisi saja melainkan siswa semestinya lebih banyak
diberikan metode, teknik dan praktik yang relevan;
d. Pihak yang terkait dengan pendidikan, baik itu pemerintah
maupun komite sekolah diharapkan menyediakan buku-buku
sastra khususnya puisi secara bertahap untuk mengisi
perpustakaan sekolah; dan

e. Peneliti dan calon guru hendaknya mempelajari teknik


pembelajaran guna meningkatkan kemampuan siswa dalam
menulis puisi melalui model pembelajaran kontekstual dengan
inspirator gambar peristiwa, sehingga menjadi guru yang

38
profesional dan dapat menerapkan teknik pembelajaran dengan
baik.

f. Guru Bahasia Indonesia sebaiknya menggunakan media


gambar peristiwa pada pembelajaran menulis puisi.

g. Menerapkan media gambar peristiwa pada pembelajaran


menulis puisi untuk meningkatkan kemampuan menulis
puisi siswa.

h. Siswa mampu menemukan sendiri gambar-gambar peristiwa


untuk membantu dalam belajar sehingga kegiatan belajar
mengajar dapat lebih mudah dan tidak membosankan.

Akhirnya dengan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih dan semoga saran-saran tersebut
mendapatkan perhatian, baik para guru pengajar bahasa Indonesia pada khususnya, maupun dari
peneliti lain pada umumnya, untuk meneliti kemampuan menulis puisi, sehingga dapat dimanfaatkan
bagi dunia pendidikan pada masa yang akan datang.

39
DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, dkk. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Antara, I.G.P., Drs. 1985. Apresiasi Puisi, Denpasar: CV.Kaju Mas.
Aminuddin, 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru.

Arikunto.2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Angkasa. Depdiknas 2002. Pendekatan
Kontekstual (Contextual Teaching and Learning), Jakarta: Ditjen Dikdasmen.

Ernawati, Waridah. 2010. EYD dan Seputar Kebahasaan-Indonesia. Jakarta: Kawan Pustaka.
Netra, I.B 1974. Metodologi Penelitian. Singaraja: Biro Penelitian dan Penerbitan FKIP
UNUD.

Nurkencana, Wayan.1981. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha


Nasioanal Nurhadi, 2004.Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.
Universitas Negeri Malang, Surabaya.

Sanjaya, H. Wina.2010. Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana.

Taniredja, H Tukiran. 2011. Model-model Pembelajaran inovatif, Bandung: Alfabeta.


Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa

Waluyo. Herman J. 1991. Teori dan Apresiasi Puisi.Bandung :Angkasa Wina


Sanjaya, M.Pd. 2009.Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana.

Yoni, Acep dkk.2010.Menyusun Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta:Pustaka Keluarga.

Arikunto (dalam Sarjana ).2010.Tentang Instrumen Penelitian ,hlm.43.


Netra .1974.Tentang Metode,hlm.50.

40
41

Anda mungkin juga menyukai